Buah yang warnanya dengan semena-mena dipakai untuk menjelaskan warna kulit orang Indonesia. Aku teringat buah ini, gara-gara tweetnya bro neo: “Pingin makan sawo”. Well…aku juga pingiiiiiiin banget! Sawo adalah salah satu buah yang selalu masuk daftar favoritku, meskipun belum tentu setahun sekali aku bisa makan sawo. Hanya ada satu teman chat yang begitu mengetahui aku suka sawo, dia membawakanku sawo satu kantong plastik….. dan dia mustinya senang bisa melihat senyumku yang lebarnya semeter itu hahaha.
Aku kenal buah sawo dari alm opa-oma Makassar, orangtua papaku. Karena mereka tinggal di Makassar, kami selalu memanggil mereka opa-oma Makassar, untuk membedakan opa-oma Bogor, orangtua mamaku, yang tinggal di Bogor. Waktu aku masih di Jakarta, dan opa-oma Makassar datang menginap di rumah kami, opa sering minta dibelikan sawo kepada asisten rumah tangga. Dan kadang sawo yang dibeli masih kehijauan dan keras! Oleh opa ditaruh di dalam tempat beras (tapi katanya harus dihitung berapa, supaya jangan sampai ada yang kelupaan busuk di dalamnya). Setelah 2-3 hari sawo dalam beras itu akan matang, dan siap dinikmati. Aku ingat opa mempunyai pisau lipat yang tajam sekali…. yang dia pakai untuk mengupas sawo itu.
Jika sawo yang dibeli sudah terlalu matang, biasanya itu menjadi bagian oma. Memang oma sudah jarang giginya sehingga hanya bisa makan yang lembut-lembut saja. Tapi…. biasanya sawo itu tidak langsung dikupas dan dimakan. Oma sering memasukkan sawo itu dalam freezer lemari es dan membekukannya. Sejam sebelum makan dikeluarkan dari freezer, dikupas. Dan rasanya…uhhh enak! Rasanya tak perlu lagi menggigit, cukup diemut-emut 😀 Seperti sorbet.
Cuma yang aku sebal waktu makan sawo itu adalah jika menemukan banyak getah putih-putih mengeras seperti kapur di sekitar biji sawo. Rasanya aku selalu mencuci getah itu sebelum memakannya. Karena sebenarnya aku alergi pada getah buah-buahan. Rambutan, durian dan manggis adalah buah yang sebetulnya aku suka, tapi tak bisa kumakan karena setiap makan buah itu maka mulut dan leherku gataaaaal sekali. Jadi supaya aku tetap bisa makan sawo, lebih baik getah itu kucuci bersih-bersih kan….. 😉
Mengenai biji sawo? Aku tidak suka karena dari jauh kelihatan seperti kecoak hihihi. Terakhir aku mudik kemarin, aku sempat membeli sawo tapi karena masih keras aku tidak bisa makan langsung setelah dibeli. Memang mbak penjaga toko yang membantu memilihkan untukku mengatakan bahwa sawo itu baru enak dimakan besoknya. Tapi…. esoknya aku lupa dan tidak memakannya. Waktu ingat, tentu saja sawo itu sudah tidak ada, sudah menjadi fossil di dalam perut *dunnowhoeatit*.
Kemarin adalah hari ulang tahun Oma Makassar, yang sudah meninggal dalam usia 98 tahun, beberapa tahun yang lalu. Aku tidak diberitahu kapan persisnya Oma meninggal 🙁 Sosok Oma kuingat sebagai orang yang tersabar di dunia. Dia tak pernah marah, dan selalu diam dan sabar jika “diomeli” Opa. Opa memang keras bagai batu karang, sedangkan Oma sabar bagaikan air yang menyejukkan. Kadang kami bertanya mengapa Oma bisa begitu sabar, karena kami merasa kami keturunan Opa Coutrier yang berdarah Makassar, tidak ada yang sesabar oma. Dan satu lagu yang selalu kuingat jika membicarakan oma. Sebuah lagu pujian yang dia selalu nyanyikan… mungkin untuk menenangkan hatinya, dan hati kami.
sabar dalam suka dukamu sabar Tuhan Allah sertamu sabar sabar sabar didalam hatimu
Dan….. aku selalu merasa sebal dengan buah kiwi, karena seenaknya saja dia meniru-niru penampakan luar buah sawo ! Apakah teman-teman juga suka sawo?