Rasanya kalau pulang kampung dan tidak bertemu teman-teman blogger yang sudah lama kenal memang tidak afdol ya. Maka dari itu, aku merencanakan pertemuan a.k.a kopdar blogger pada tanggal 10 Agustus yang lalu. Yang diundang sebetulnya siapa saja, tapi tentu saja teman-teman blogger yang dulu sudah pernah bertemu di Kopdar Pasaraya tahun 2011. Dan setelah berdiskusi dengan mas Necky, diputuskan untuk tetap memakai Food Court Pasaraya sebagai tempat berkumpul. Dengan pemikiran dekat dengan terminal bus sehingga bisa langsung pulang cepat. Segera kubuat undangannya via event di FB. Praktis ya dengan cara ini, namun tidak bisa diandalkan bagi yang jarang buka FB.
Meskipun aku tahu bahwa resiko membuat acara buka bersama di hari Jumat itu sebetulnya riskan sekali, karena biasanya masing-masing komunitas akan mengisi kegiatan di bulan puasa pada hari Jumat dan Sabtu. Tapi kupikir bukan jumlah pesertanya yang penting, tapi kebersamaannya. Dan benar saja, dengan kehadiran teman-teman ini acara bukber/kopdar blogger Jakarta bisa berlangsung dengan sukses. Aku memang datang yang pertama, maklumlah pengangguran. Kemudian Ibu Enny juga hadir, sehingga kami berdua punya cukup banyak waktu untuk berbincang berdua. Sekitar pukul 5 lewat Krismariana bergabung, dan kami mulai memesan minuman untuk buka (yang buka sih Cuma ibu Enny).
Nah waktu aku habis memesan ketoprak, dari jauh kulihat seorang gadis berjilbab sedang asyik dengan BB nya di tengah jalan orang lalu-lalang. Aku langsung mencari BB ku dalam tas, karena takut ada yang mencariku tapi tak terjawab dan bingung. Kami memang duduk di tempat yang terpisah dari keramaian, sehingga agak sulit untuk dicari. Dan, ternyata memang si gadis itu adalah Inon. Dia cukup modis, tapi itu karena aku tak tahu bahwa ada cerita heboh sebelum ke Pasaraya.
Dan aku juga kaget karena ternyata Mas NH yang tidak mengkonfirm kedatangannya, tiba-tiba muncul. Selanjutnya yang datang adalah Dhana dan temannya. Dhana pada saat itu bukan blogger tapi sebagai pembaca TE, tapi keesokan harinya dia resmi menjadi blogger karena sudah memberitahukan blognya kepadaku. Kalau sempat silakan main juga di sini. Dhana pernah menjadi perawat di Kumamoto, Jepang dan sudah kembali bertugas di RSCM. Satu lagi pembaca setia TE adalah Elizabeth Novianti, yang setiap tahun, pasti kami bertemu. Tahun lalu di kami berdua mencoba restoran Meradelima. Dan sebagai peserta terakhir datangnya (karena macet di busway) adalah Mas Necky.
Apa saja ya bahasan kita? Sudah banyak yang lupa, tapi yang kuingat kami membahas soal peraturan imigrasi bagi orang Indonesia. Semisal paspor yang masa berlakunya kurang dari 6 bulan, atau posisi anak-anak kelahiran ibu WNI dan ayah WNA (seperti Riku dan Kai), atau anak Indonesia yang lahir di Amerika yang harus mempunyai paspor Amerika (tidak bisa apply visa) dsb.
Enaknya bukber di Pasaraya ini, karena dibanding dengan restoran di mall lain, relatif lebih sepi. Makanannya juga beragam dan terjangkau jika tidak bisa dibilang lebih murah. Yang pasti ada sate padang Mak Syukurnya 😀 (Rp. 20.000 saja per porsi) yang begitu maknyus deh 😀 Aku pasti pesan sate padang ini kalau pergi ke Pasaraya. (duuuh sambil nulis aja jadi ngiler lagi deh hehehe, kapan bisa ke sana lagi ya….)
Akhirnya sekitar pukul 8:30 kami bubar, setelah berfoto bersama tentunya. Dan masalahnya adalah taxi saat itu amat sulit. Rupanya ada kecelakaan beruntun di Senayan, sehingga macetnya minta ampun. Kebetulan ada satu taxi aku naiki bersama Novi, supaya sesudah mengantarkan aku, bisa langsung ke rumahnya di Depok. Yang lucu setelah aku sampai di rumah, Novi mengirim BBM :
Novi: Mbaak taxinya bau ya… 😀
Aku: Makanya aku buka jendelanya hahaha
Novi : Ya, baunya keras d posisi mbak duduk. Krn pas angin ac nya. Posisiku tdk terlalu
AKU : Ya makanya jangan pindah 😀
Novi: Makanya aku pindah posisi lagi 😀
Aku sering menghadapi situasi seperti begini. Supir BB (bukan burung biru tapi bau badan) sehingga mabok deh rasanya. Biasanya aku buka sedikit jendelanya. Tapi pernah loh di Tokyo, aku naik taxi baru, mobilnya baru berbahan bakar listrik. Tapi kok bau ya? Kupikir tadinya karena bau plastik sehingga bau, tapi sepertinya BM alias bau mulut sang supir. Duh benar-benar sengsara deh, sehingga aku perlu mengalihkan pikiran sehingga tidak ‘tercium’. Untung jaraknya ‘hanya’ 20 menit, kalau lebih bisa pingsan aku 😀
Tuh kan tulisannya ngalor ngidul lagi. Tapi sebetulnya dari judul posting ini, aku belum menceritakan siapa itu Pak Djaelani kan?
OK, aku mau memperkenalkan supir bajaj ‘keluarga’ kami. Rupanya asisten rumah tangga kami sering memakai jasa pak Djaelani ini untuk antar jemput anak-anak (keponakanku = sepupu Riku dan Kai). Nah karena parno macet ke acara bukber di Pasaraya, kupikir lebih baik aku naik bajaj dari rumah, dan aku meminta asisten kami untuk memanggil bajaj. Sesudah bajaj sampai depan pintu rumah, aku naik dan sempat mengganti status di BB : “Perfume Chanel No 5, mobilnya bajaj orange”.
Seru juga naik bajaj, dan memang lebih bisa nyelip di kerumunan mobil-mobil. Tapi, aku heran mengapa dia tidak masuk ke jalan yang sebelah gereja Effatha.
“Pak, kok belok kiri…”
“Ngga boleh masuk situ. Nanti lewat sana”
Ya sudah kupikir mustinya dia tau dong… Dan dia ikut antri untuk ambil karcis parkir di pintu masuk yang depannya hotel Ambhara. Sambil antri dia berkata,
“Ibunya Sofie ya?”
Loh kok dia tahu?
“Bukan pak, saya tantenya….. “
“Kakaknya ibunya Sofie ya?”
“Iya, makanya gede…” sambil manyun hihihi
“Saya sering anter sofie. Dulu oma suka bilang sama saya… hati-hati bawa anak-anak… Kasian ya Oma…sepi sekarang”
………………. Dan aku terharu… amat terharu. Sekali lagi aku menemukan orang yang mengenal oma (mama). Dia terlihat tulus menyatakan kesepian tak ada oma. Aku harus menahan air mataku.
Tapi, dia tidak membawaku ke jalan sebelah kiri tempat Pasaraya berada.
“Loh mau ke mana pak?”
“Sana…”
“Udah pak sini aja. Nanti saya jalan”, dan aku keluar dari bajajnya dan membayar lebih + 2000 untuk masuk. “Titip anak-anak kalau antar ya….”
Dan aku harus berjalan melalui jalan rusak di depan Gramedia Blok M, yang sepi, sambil ketakutan juga, jangan sampai dijambret. Pak Djaelani, kalau tadi kamu belok kiri di sebelah Effatha, aku tidak perlu jalan jauh. Tapi dengan demikian aku kehilangan moment mengenang mama.
Salah satu episode Perjalanan Hati 2012.