Ini cerita tentang hari Minggunya deMiyashita. Seperti sering aku tulis, Gen sering harus bekerja juga di hari Minggu, padahal hari Minggu adalah satu-satunya hari untuk keluarga yang dinanti-nanti Riku dan Kai.
Nah, tgl 20 Februari kemarin, Gen perlu ke kantornya juga, tapi tidak tentu jamnya. Terserah. Dan dia mengusulkan supaya aku adan anak-anak ikut sampai kampusnya, dan kemudian aku jalan-jalan ke daerah sekitar naik mobil dengan anak-anak. Hmmm usul yang bagus, meskipun aku sebetulnya malas menyetir hari Minggu. Karena selain jalanan macet hari Minggu, mereka yang biasanya tidak menyetir hari biasa, keluar rumah pas hari minggu. Weekend drivers ini boleh dibilang agak “bego” kalo nyetir hihihi. Lelet, plin-plan dsb dsb deh. Nyebelin!
Padahal hari Minggu aku dan anak-anak sudah siap dari pagi, tapi akhirnya kami berangkat pukul 11 lagi deh. Untung jalan tol menuju daerah Saitama tidak begitu padat, sehingga kami bisa sampai di dekat kantornya Gen pukul 12:20. Usul Gen untuk pergi ke Taman Stroberi Kasuya, tapi aku bilang, bagaimana kalau kita pergi bersama saja. Toh kita tidak akan berlama-lama memetik dan makan stroberi. Satu jam maksimal. Dan Gen tergoda….cihuy…
Jadi kami bersama-sama pergi ke Taman Stroberi untuk Ichigogari (memetik stroberi sepuasnya). Waktu mau parkir lumayan padat tempat parkirnya, sehingga kami pikir tidak bisa masuk lagi seperti minggu lalu. Karena kami tidak reserve juga hari ini. Tapi coba saja deh….
Ternyata kami masih bisa masuk, karena tempatnya cukup luas, dan tamu waktu itu belum begitu banyak (Ya jelas kami sampai di situ pas waktu orang makan siang). Untuk dewasa (Riku sudah dianggap dewasa) kami harus membayar 1600 yen/orang dan untuk Kai kami membayar 1000 yen. Kemudian kami membuka sepatu, ganti dengan selop, dan membuka jaket kami untuk ditaruh di loker. Ya di dalam green house itu suhunya nyaman sekali berkisar 20-23 derajat. Kami kemudian diantar oleh petugas ke dalam green house.
Petugas menjelaskan cara-cara dan peraturan memetik stroberi di situ. Stroberi yang ditanam di situ setinggi pinggang orang dewasa sehingga mudah sekali melihat dan memetiknya. Jadi tidak usah membungkuk-bungkuk untuk memetik. Selain itu bagi yang memakai kursi roda juga bisa enjoy.
Peringatan pertama waktu memetik adalah jangan ditarik. Karena kalau ditarik maka akar akan luka dan semua stroberi yang belum jadi (masih hijau) juga akan rusak…. dan tentu ini merugikan ladang itu. Jadi potong dengan kuku tangkai buah kira-kira 3-4 cm dari buah. Kedua jika mau makan, petik dulu daunnya, baru makan. Maksudnya supaya jangan banyak bagian buah terbuang. Mereka menyediakan condensed milk (susu kental manis) tapi disarankan untuk mencoba makan stroberi begitu saja dan rasakan manis buah aslinya. Untuk memetik stroberi itu kami tidak dibatasi waktu. Jadi kalau mau seharian juga boleh 😀
Nah waktu kami datang hanya dibuka seperempat green house. Dan memang buahnya kecil-kecil, meskipun manis. Sudah banyak buah merah yang dipetik oleh pengunjung sebelum kami. Mungkin ada pengunjung yang complain, dan/atau memang sudah waktunya membuka lahan lebih banyak lagi, jadi kami bisa mencari buah stroberi yang lain di bagian lahan yang baru dibuka. Dan situ stroberinya BESAR BESAR! Wah aku cukup kaget karena biasanya buah stroberi yang sebesar itu dijual seharga 2000-3000 per paknya. Memang rasanya lain. Padahal katanya sih jenisnya sama. Coba saja lihat perbandingan buahnya.
Aku tentu saja lebih mementingkan ambil foto daripada makan. Aku tidak begitu tergila-gila dengan stroberi. Tapi aku baru tahu bahwa suamiku itu suka stroberi hihihi. Jadi dari awal masuk sampai keluar Gen makan banyak stroberi, termasuk bagiannya Kai. Karena Kai baru 2-3 biji sudah berkata, “Aku kenyang!” (dia memang tidak begitu suka stroberi).
Kalau Riku? Dia menurun dari papanya, suka yang manis-manis seperti mama stroberi dan diam-diam bergerak sendiri cari stroberi yang merah, dan langsung makan. Bahkan dia pergi sendiri menjumpai petugas untuk minta susu kental manis, dan kembali lagi :).
Riku mau makan tapi malas metik, jadi kebanyakan apa yang sudah aku petik aku berikan pada Riku. Tapi setelah wadah yang aku punya penuh dengan stroberi yang Giant itu, aku duduk dan menikmati manisnya stroberi.
Di dekat tempat kami duduk ada dua kotak yang bertuliskan Maruhanabachi, lebah untuk penyerbukan bunga stroberi. Bunga stroberi itu juga manis, berwarna putih kecil-kecil, tapi aku sendiri tidak pernah melihat lebah itu menempel pada bunga stroberi di tempat kami.
Riku dan Kai ketakutan melihat lebah yang beterbangan. Takut disengat, padahal kami di situ semua tenang-tenang saja. Asalkan tidak mengganggu kegiatan mereka, kita tidak akan disengat.
Akhirnya sekitar pukul 1:30 an kami keluar dari situ dengan perut kenyang dengan stroberi. Dan meskipun tidak minum apa-apa selama di dalam ladang stroberi ini, aku sampai 2 kali pergi ke WC… Ternyata stroberi itu kandungan airnya banyak juga yah hehehe. (Bilang aja beser 😀 )
Setelah dari ladang stroberi, kami menuju stasiun Shin Sayama, karena katanya setiap hari Minggu ke tiga dalam bulan, ada semacam pasar kaget di situ. Dan benar, ada beberapa kios di jalan yang ditutup, termasuk sebuah kios untuk menembak mainan dengan senapan.
Wah Riku senang sekali, dan karena 1 kali game hanya 100 yen, Gen berikan 100 yen ke Riku. Tanpa ba bi bu, dia bayar dan mendapat 6 buah peluru. Dia membidik ke kertas penyambung mainan yang dia ingini, dan di butir ke 3 dia dapat merobek kertas itu. Senang sekali dia. Di Tokyo biasanya permainan shateki atau menembak senapan ini 1 kali 300 yen, dan tidak ada hadiah hiburan. Di sini ada hadiah hiburannya berupa kue/permen.
Tentu saja melihat kakaknya main, Kai ingin juga. Jadi aku bantu dia memegang senapan itu. Bagaimana bisa kena, kalau senapannya saja tidak terarah. Aku belum bidik, dia sudah tembak! Jadi aku bilang, “Tunggu dong kai, kalau mama bilang tembak, baru tembak”. Si kakek petugas berkata, “Duuuh mama cerewet amat ya nak” hahaha. Aku jadi tertawa dan bilang ke kakek itu, “Soalnya kalau dia tidak dapat mainan itu bisa nangis, cengeng dan bikin repot!”. Padahal kalau mau dipikir ya jelas ngga mungkin dong. Kai sependek itu membidik ke mainan yang tinggi jauh di atas dia. Nah petugas yang satu lagi sampai sengaja “merobek” sedikit lagi kertasnya supaya kalau kena bisa langsung jatuh :D…. Makasih opa hehehe
Tetap saja dengan 6 butir peluru, Kai tidak berhasil mendapatkan mainan yang dia inginkan. Apalagi melihat kakaknya membawa mainan helikopter… “Kai juga mau….” Ya sudah, aku minta Riku untuk bermain lagi supaya bisa mendapatkan mainan yang Kai inginkan. Tentu saja yang Kai inginkan adalah helikopter yang sama 😀 Heran deh … Dasar anak-anak, maunya yang sama hihihi.
Riku tentu saja senang disuruh main lagi, dan GOTCHA, dia dapatkan helikopter. Muka sedih Kai berganti jadi senyuman deh hihihi
Sementara itu aku belanja sayuran di kios sayuran. Ada beberapa yang mahal, tapi sayuran umum seperti bayam, wortel, daun salada, jauh lebih murah daripada di Tokyo. Borong deh mama Imelda.
Pasar di kampung, harga murah, senyum juga murah. Sampai aku bilang ke Gen, aku disuruh pindah ke sini mau juga deh…. Cuma memang lebih susah untuk hubungan tetangga. Harus bermanis-manis dengan tetangga supaya tidak jadi sumber gosip. Hal yang lumrah sebetulnya, tapi di Tokyo sudah tidak ada… Dingin, cuek semua! (And sometimes I missed it)
Setengah jam saja di situ, kami lalu ke kantornya Gen. Gen langsung masuk kantor, sedangkan aku dan anak-anak bermain bola di lapangan rumputnya. Puas deh anak-anak berlarian, sementara aku berlatih memotret dengan kamera “lungsuran” bapak mertua Nikon D80. Yes, We’ll become Nikonians. Masih belum biasa, dan memang kamera Canon G9ku adalah yang teringan, bagus hasilnya dan pasti jadi 😀
Lama-lama main di luar dingin, jadi kami masuk ke dalam kantor. Bukan ngadem, tapi nganget 😀 Mencari kehangatan. Tapi Gen merasa “terganggu” dengan penampilan kami (padahal kami tidak ganggu loh), dan meminta aku ajak anak-anak pergi ke tempat lain. OK boss… (agak malas sebetulnya), dan kami pergi ke Saibokujo. Sebuah tempat peternakan babi, yang mempunyai restoran, pemandian air panas, tempat bermain anak-anak, dan semacam pasar festival. Tak lupa ada juga supermarket yang menjual hasil perkebunan dari peternakan itu. Tapi karena aku sudah belanja sayur ya tidak masuk ke supermarketnya deh.
Tadinya kami mau masuk ke pemandian air panas, hot springnya. Tapi bingung 😀 Karena Riku tidak bisa mandi bersamaku (Kai karena belum SD masih bisa ikut aku) jadi agak sulit untuk janjian selesai jam berapa. Padahal Riku ingin sekali masuk onsen (hot spring) berendam di air panas belerang, apalagi kalau melihat gambarnya, ada bermacam-macam kolam di dalamnya (yang terpisah pria dan wanita). Ada kolam arus, ada kolam terbuka dsb.
Aku telepon Gen menanyakan progress, kemajuan kerjanya, dan katanya sudah hampir selesai. Jadi kami membatalkan masuk hot spring, dan membeli snack saja di kios-kios yang ada di pasar festival situ. Hampir jam 6 kami meninggalkan Saibokujo dan menjemput Gen di kantor.
Biasanya “Dont mix bussiness with pleasure” but hari ini kami mencampuradukkan kerjanya Gen dengan kesenangan kami berekreasi kecil-kecilan. Petit Zeitaku (bacanya puchi zeitaku) istilahnya Gen, Petit = kecil dari bahasa Perancis, dan Zeitaku =kemewahan dari bahasa Jepang. Kemewahan yang tidak mahal. Yang dalam keluarga kami berarti rekreasi yang tidak mahal. Dan aku yakin setiap keluarga punya caranya masing-masing untuk melewati hari libur dengan biaya rendah ya. (Aku tidak yakin bahwa dengan ke Mall bisa biaya rendah :D)