Karena pak Marsudiyanto sudah tidak sabar sampai menanyakan kok TE belum update, maka cepat-cepat aku publish cerita tentang hari Minggu lalu, yang memang tidak kelar-kelar penulisannya. Entah kenapa malaaaas terus bawaannya minggu ini :D. (Dan memang hari Senin turun salju lagi yang cukup tebal)
Minggu, 13 Februari lalu. Tokyo cerah! Saling cerahnya membuat kami ingin keluar rumah. Tapi kemana? Syaratnya harus murah dan tidak terlalu jauh. Lalu Gen mengajak kami pergi ke ladang stroberi dan ke kota Ogawa, Saitama.
Tapi siap-siap dan sarapan membuat kami akhirnya keluar rumah pukul 11 siang. Dan sekitar pukul 12:20 kami sampai di Hanazono, Kota Fukaya Saitama. Di situ ada semacam pasar dari koperasi Hanazono yang cukup besar, dan mempunyai parking lot yang luas. Tapi tujuan kami adalah sebuah ladang di belakangnya yang bernama Hanazono Ichigo-en (Taman Stroberi Hanazono). Ini adalah kedua kalinya kami mampir ke sini. Pertama kali sudah pukul 4 sore, jadi taman sudah ditutup. Dan kali ini kami juga gagal memetik stroberi karena sudah penuh dengan orang yang reserve. Kami belum reserve jadi tidak bisa ikut memetik stroberi hari itu.
Hmmm cukup kecewa, sehingga akhirnya kami langsung bergerak menuju kota Ogawa, tempat pembuatan kertas Jepang. Tapi begitu masuk kota Ogawa, terbaca sebuah papan “Pemandian Air Panas Kawaranoyu” yang katanya bisa merendam kaki. Coba-coba kami mampir ke situ, dan…. ternyata penuh sehingga harus antri. Ok lah kupikir aku ambil saja nomor gilirannya. Aku mendapat nomor 25, dan disuruh menunggu nanti akan ada pengumuman sampai dengan nomor berapa boleh masuk dan menyelesaikan pembayaran. Terus terang aku tidak tahu cara-caranya, jadi sambil menunggu Gen memarkirkan mobil (yang juga antri) aku cari-cari informasi. Dan setelah Gen masuk ke lobby, terdengar pengumuman bahwa sudah boleh masuk sampai dengan kartu no 5. HAAAAAHHHH!!!! Nomor 5, sedangkan kami nomor 25? Musti tunggu sampai kapan? Kami langsung memutuskan BATAL!
Pembatalan ke dua deh 🙁 Jadi kami langsung menuju Balai Kerajinan Tradisional Saitama 埼玉伝統工芸会館. Membayar 300 yen untuk dewasa kami langsung memasuki sayap kanan gedung, tempat praktek membuat kertas Jepang. Hmmm yang disebut kertas Jepang adalah kertas yang agak kasar permukaannya, masih kelihatan berserat, kadang terlihat ada potongan emas atau kertas perak, pokoknya nyeni deh. Biasa dipakai sebagai cover lampion, atau untuk pintu geser.
Nah, di sini kami bisa mencoba membuat kertas sendiri. Dengan membayar 840 yen kami bisa membuat 8 lembar kartu pos sendiri. Bisa juga ukuran lain dengan harga berbeda, tapi kami memilih membuat kartu pos saja. Kami diajarkan oleh Ibu Tanino Hiroko 谷野裕子, yang merupakan salah satu ahli pembuat kertas handmade ini.
Memang tidak begitu susah, karena kami cukup “menciduk” air yang berisi bubur kertas, kemudian menggoyang-goyangkannya supaya airnya turun lewat saringan. Tapi proses menciduk itu dua kali sehingga kalau tidak hati-hati bisa masuk gelembung udara. Sesudah air turun semua, kertas kami ditaruh di atas lapisan kain supaya bisa kering, dan sementara itu kami menghiasnya memakai bunga, daun, kertas, pita, apa saja yang bisa dipakai sebagai hiasan.
Karena ada 8 lembar kartu pos, kami berempat termasuk Kai rame-rame menghiasnya. Kai paling senang membuat bentuk dari perforator berbentuk sakura atau hati. Jadi dia buat yang banyak, dan kami yang pakai 🙂
Sementara kami sedang menghias, ada seorang pengunjung bapak-bapak yang agak cerewet, minta dijelaskan proses pembuatan dari awal. Semacam kuliah singkat deh. Akhirnya kami juga “nebeng” dengerin kuliah singkat tentang pembuatan kertas Jepang ini.
Kertas Jepang terbuat dari kayu sejenis kuwa, yang diambil hanya bagian kulitnya saja. Kemudian kulit kayu itu dibersihkan sampai putih, sambil direndam menjadi semacam kapas. Semua pekerjaan dilakukan dengan tangan, dan proses ini (pengumpulan kayu, pengulitan sampai menjadi semacam kapas) dilakukan di musim dingin. Jaman sekarang semua dikerjakan dalam ruangan, tapi dulu dikerjakan di sungai. Bisa bayangkan bekerja dengan memakai air sungai di musim dingin. Belum lagi punggungnya duuuh ngebayanginnya aja sudah bbbbrrrr.
Setelah bahan pulp itu bersih dari kotoran, dicampur dengan semacam lem (aku tidak tau apa namanya) untuk membuat bahan itu mengambang dalam air. Karena jika bahan pulp ini tenggelam maka akan sulit untuk menciduknya.
Cara menciduk, berapa kali menciduk menentukan ketebalan kertas. Untuk seorang profesional mereka tahu kira-kira berapa kali menciduk atau dengan mata saja bisa mengetahuinya. Yang paling menentukan waktu pertama menciduk mengambil lapisan teratas yang amat tipis, seperti membran. Baru kemudian menciduk yang agak banyak dan “mengayak” sehingga seluruh permukaan saringan tertutup. Lakukan berulang kali, sampai tercapai ketebalan yang diinginkan. Kemudian lapisan kertas itu ditaruh di atas kain untuk menyerap air. Nah, yang lucu kertas ini ditumpuk berlapis-lapis di atasnya tanpa ada “pembatas”. Kok bisa tidak menyatu ya? Ya, mungkin karena membran itu 😉
Setelah mengikuti kuliah singkat itu kami sempat melihat petugas menumpuk kartu pos yang kami hias tadi dengan lapisan kertas tipis, untuk kemudian dikeringkan. Kami tidak bisa membawa pulang hasilnya saat itu karena masih basah. Jadi mereka akan mengirim ke rumah hasilnya (dan kami terima hari Rabu kemarin)
Selain ada tempat praktek membuat kertas, di Balai Kerajian Tradisional Saitama itu juga ada tempat pameran (dan percobaan) menenun kain, tapi sayang waktu kami datangi sudah ditutup. Kemudian kerajinan kayu dengan lemari khas Jepang, boneka Hina (untuk perayaan Festival anak perempuan), lampion dll.
Keluar dari Balai Kerajinan ini sudah pukul 4 sore. LAPAAAAR! Soalnya kami makan nanggung sih (brunch jam 10 pagi). Jadi tujuan selanjutnya mencari makan, dan sesudah muter-muterin gunung (karena masih penasaran cari tempat memetik stroberi) akhirnya kami bisa makan yakiniku di kota Fukaya. Sudah jam 5 tuh.
Dan tujuan kami terakhir hari itu adalah Parking Area (tempat istirahat jalan tol) Yorii, yang terletak di sebelah kota Ogawa. Karena kami mendengar bahwa Parking Area itu mengambil pemandangan dari buku Le Petite Prince. Memang kami sudah pernah pergi langsung ke museumnya di Hakone, tapi mumpung di jalan tol, bisa gratis istirahat kan?
Dan benar saja, begitu kami masuk PA tersebut, pemandangan kota Perancis di malam hari menyebarkan suasana romantis. Kami sempat mampir ke toko di situ, dan memang tokonya juga lain dari yang lain. Selain menjual pernik-pernik buku “Pangeran Kecil”, juga menjual kue-kue dan permen ala eropa. Kalau tidak tahan mata, aku bisa borong semua deh 😀
Kami sampai di rumah pukul 8 malam. Masih pagi, tapi cukup capek. Jadi kami menutup hari dengan membacakan buku dongeng untuk anak-anak.
Hari itu tidak dapat stroberi tapi dapatnya kertas deh…..
kayaknya enak tinggal di jepang..kapan ya..?
wah asyik ya! selalu dapat “ilmu” dan pengalaman baru setiap kali libur. 🙂 btw, kalau kertas daur ulang sudah rusak, apakah bisa didaur ulang lagi ya?
bisa didaur ulang kembali kris. Sebetulnya kita udah ke dua kalinya buat kartu pos gini. Pertama waktu ke museum kertas tahun lalu. Di sana dibuat dari kemasan susu.
EM
uhuuuy, pertamax! hahaha.
Itu bikin kertasnya satu paket ya Mbak? maksudnya habis bikin kertas, terus langsung nyetak (sendiri) jadi kartu pos, gitu ya Mbak?
Salam hangat dari jember (jawa timur) Mbak..
Iya, bahkan bikinnya udah langsung ukuran kartu pos kok. Langsung satu “cidukan” jadi 8 lembar kartu pos
Terima kasih kunjungannya ya
EM
satu cidukan udah pas ukuran kartu pos ya… memang keren kreativitas di Jepang mbak.. jadi ngiri deh 😀
wow..another interesting place!!
di jepang banyak ya kayaknya tempat2 edukatif gitu…
bagus juga tuh jadi tau cara membuat kertas, sekaligus bisa bikin kartu pos dan menghias… very nice! 🙂
..
itu bikin kertasnya tanpa di press ya Mbak..?
aku pernah lihat bikin kertas daur ulang kayak nyablon..
..
emm pengen suatu saat punya green house dari vinyl gitu.. ^^
..
waaa..
emang di jepang tuh banyak tempat2 yang mendidik begitu yaa..
jadi kalo liburan bisa nambah ilmu dan pengetahuan baru..
mau dong dikirimin kartu posnya mba Imel…. hihi
Enaknya jalan2 ke berbagai tempat, jadi mikir2 juga di Jakarta dengan kemacetannya paling aman memang di mal, hahahahaa.. masalahnya kalo di mal itu tanpa terasa menyedot uang dan pengalamannya cuma itu ke itu lagi…
Thanks banget sudah berbagi… psst.. kalo nnti saya kepingin nulis fiksi berlatar belakang tempat di Jepang, boleh ya tulisan2 EM jadi referensinya 😀
liburan selalu bermanfaat ya…makanya org jepang pada pinter2…kreatif dan berilmu sjk kecil…
salut jg buat Melda dan pak Gen yang sll menyempatkan diri, mencari yg baru buat anak2nya…
Riku dan Kai udah fasih dong buat kertas daur ulang,
waktu itu udah pernah belajar juga ya….
iya bener mbak Monda, waktu itu udah pernah tapi alatnya kecil. Kalau ini bener-bener spt di pabriknya, dgn alat besar 😀
EM
pengen ke gunung fuji
waduh…
enak banget disono ya mba…
Batal kesini…pergi kesono…penuh…akhirnya pergi kesitu…*apaan sih?*
Tempatnya menarik dan bermanfaat pula…
aku aja baru tau proses pembuatan kartu pos kayak begitu
Disini mah tiap jalan jalan…
nge mall meluluuuu…bangkrut deh…hihihi…
*komen yang penuh nuansa sirik*
mau donk tinggal di jepang… 🙂
Mestinya anak-anak disini diajari bikin kertas juga ya..masa kecil saya diajarkan membuat peta, berasal dari gumpalan koran bekas.
Dan mestinya pabrik kertas (yang banyak di Indonesia) bisa memberikan pelatihan atau semacam penjelasan agar anak-anak tertarik, tentu diperlukan kerjasama dengan Kadin dan pemerintah.
Btw…kalau begitu, saat EM ke Indonesia, mesti ke Bandung biar bisa memetik strabery langsung di kebunnya.
lucu yaa.. kalo kartu pos di sini, bentuknya sama dengan kartu pos dimana-mana juga, jadi kalo teman titip, rasanya biasa aja.. tapi kalo kartu begini kan, khas banget.. mungkin cuma ada di Jepang ya Mba? Tumben kali ini Riku ga buat motif anjing 🙂
Kerajinan kertas di Jepang memang unik sih….
EM
hmmm…coba…kalau di indonesia…khususnya di sepanjang perjalanan menuju ciwideuy banyak bangettttt yang namanya kebun stroberi….ga perlu ngantri…..tinggalmasuk di kebun dan metik langsung…tapi umumnya kebanyakan orang indonesia maunya yang serba instan….meningan juga beli aja di supermarket atau di penjual buah…karena ga perlu susah2 metik….
hehhehe tapi di sini stroberinya gede-gede, merah dan maniiis loh 😉
Oh ya sorry ya aku selalu ke sentilan tapi ngga bisa ninggalin komentar nih. Diblock sama blogspot kayaknya nih aku 😀 Sorry yah
EM
Xixixi…
Maaf Mbak…
Saya yang ngoyak-oyak update malah nengoknya kesini terlambat.
=========================
Selamat karena Tokyo sudah cerah sehingga bisa keluar rumah…
Saya bener2 takjub, di Jepang apa2 bisa dipraktekkan sehingga orang bisa lebih menghargai sesuatu.
Dari yg sederhana sampai yang canggih semua difasilitasi dan setiap orang bisa melihat sekaligus mencoba…
Mengenai Stroberi
Saya jadi ingat pengalaman kami beberapa tahun lalu ..
Ketika Gathering karyawan ke Bandung …
kita berencana juga untuk memetik Stroberi waktu itu …
namun ya gitu deh EM …
Acara hari itu Batal ..
Karena kita tidak reserve dulu …
Stroberi tidak boleh dipetik hari itu karena sudah dipesan oleh rombongan yang akan datang besok harinya …
dan kita semua manyun …
hehehe
Masih ingat postingan saya yang itu kan EM ..?
Salam saya
Bisa jadi inspirasi pada saat mengajarkan materi daur ulang kertas di sekolah. Meskipun hasilnya tidak sebaik kertas Jepang. Terima kasih infonya.
liburan yang mendidik banget…, desya ja lom pernah liat proses bikin kertas 😀
besok kalau pulang Indo, tante ke Bnadung ja metik stroberi sepuasna 😀
Di Yogya sudah banyak lho Mbak produk dari kertas daur ulang. Warnanya biasanya agak krem, serat-seratnya agak kasar. Memang bagus sekali dibuat barang seni, seperti kalender, amplop, cover buku, pigura, atau pelapis kotak. Hiasannya juga dari benda-benda alam, seperti daun-daun dan bunga yang dikeringkan, bahkan bumbu dapur (merica, kayu manis, dll … ) 🙂
Uhhhhhhh,,, selalu saja bikin ngiri deh cerita-cerita mbak Em soal kerajian di jepang,, pengen coba langsung.. 🙂
oiya mbak, foto2nya kok gak kebuka disini yak,, hiks…
padahal pengen banget liat…
salam sayang mbak
Ihhh….ngiri deh saya….
bagus banget ya mbak buat anak-anak….
jadi kepikir buat bikin semacam itu deh….
mbak, aku boleh nanya2 via email kan ya?
suwun…
Devi
Baru tau kalau blog ini ramai, sepertinya aku akan betah disini karena menurut saya postingannya bagus. Ngga apa kan kalau saya sering singgah…..