Hari Selasa lalu aku kedatangan tamu. Akemi san adalah mantan muridku sampai dengan tahun 2004, tapi kami terus berhubungan sampai sekarang. Seperti kebanyakan warga Jepang yang tinggal di apartemen tapi hobi berkebun, dia menyewa sebidang ladang pemerintah yang memang dikhususkan untuk ladang warga. Biayanya rata-rata 3000-4000 yen (400.000 rupiah) perbulan per petak. Dan tentu saja bisa menanam tanaman apa saja yang disuka, tapi biasanya tanaman buah/sayur/hias yang kecil-kecil. Aku sendiri tidak punya bakat berkebun, jadi tidak pernah terpikir untuk menyewa ladang.
Tahun ini Akemi san membawakanku kacang tanah mentah, labu siam dan buah umbi bengkuang (Bengkuang bukan buah loh), tapi hanya satu. Kupikir panennya gagal karena tahun lalu dia membawakanku 3 umbi. Kok tahun ini hanya satu. Tapiiiii setelah kubuka….. ampun deh ternyata bengkuangnya sebesar waluh!
Memang tidak manis seperti di Indonesia, tapi cukup berair, sehingga aku langsung makan dengan bumbu gado-gado (tidak sempat membuat bumbu rujak) . Bengkuang tidak dijual sama sekali di Jepang, karena tidak ada. Akemi san biasanya mendapatkan biji dari Indonesia dan kali ini rupanya bibit bengkuang raksasa! Pernah lihat bengkuang sebesar ini?
Bagi mereka yang tinggal/pernah tinggal di luar negeri pasti pernah merasakan kerinduan kampung halaman yang amat sangat. Ada salah satu cara menghilangkan rasa rindu, yaitu dengan “Aroma Terapi” yang sudah pernah saya tulis di sini. Tapi memang yang paling gampang lewat perut, langsung saja makan sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu atau kampung halaman. Tidak usah “bau”nya saja hehehe.
Hari Rabu yang lalu, aku mendapat suatu “obat rindu” yang cespleng, padahal aku tidka sedang sakit rindu. Tapi entah kenapa, begitu aku membelainya, mengupasnya, dan… menggigitnya, memori langsung berhamburan.
Bukaaaan, bukan memori dengan pacar atau apa, tapi…memori di rumah di Jakarta. Sepiring bengkuang, jambu air, mangga, kedondong, dengan sambal rujak! Huh… sambil menuliskan ini saja kutahan air liur supaya jangan ngeces. Asal teman-teman tahu, kecuali mangga (ada dari Mexico dan Philipina) bahan-bahan rujak itu tidak ada di Jepang…hiks (kasiaaaan yah ….) . Yang paling banter bisa kubeli di sini hanya nangka/nangka muda kaleng, rambutan (tidak akan kubeli kalau untuk diri sendiri, karena aku alergi rambutan). Kolang-kaling, kelapa muda…yey itu mah bahan es teler, bukan rujak. So…. saya tidak pernah bisa makan rujak di Tokyo.
Temanku Akemi san, tinggal di Tokorozawa, Saitama dan dia menyewa sebidang tanah untuk ditanami. Dia memang hobi berkebun, padahal orangtua di kampung halamannya di Hokkaido sana adalah peternak sapi. Nah, Akemi san selalu memasokku dengan cabe rawit dan labu siam pada musim gugur. Kacang tanah (pernah kutulis di sini) dan kentang pada musim panas.
Tapi tahun ini, dia membawa susuatu yang istimewa, yaitu BENGKUANG, saudara-saudara. B-E-N-G-K-U-A-N-G! Nama Jepangnya YAMU IMO. Sayang cuma satu…. hihihi (masih mending dibagi ah mel… harus bersyukur!)
Saling senangnya menerima oleh-oleh dari Akemi san, aku cuci kacang tanah dan rebus, lalu aku cuci bengkuang yang masih penuh tanah itu. Kupas dan gigit sedikit….. AAaaaaaaahhhhh enaknya! Ngga akan keburu kalau mau buat sambal rujak, lagian bengkuangnya cuma satu. Jadi aku ambil gula pasir + kecap manis + cabe….. colek dikit…. hmmm yummy…. (Aku cuma kasih sepotong kecil pada Akemi san, karena rupanya dia belum coba hasil panennya sendiri hihihi) Dan …Akemi san berjanji untuk membawakan lagi… cihuyyy.
Untung kali ini Akemi san tidak membawa satu kardus labu siam (hayato uri), kalau tidak aku bisa mabok mikirin mau masak apa dengan sekian banyak labu siam. Memang orang Jepang tidak biasa memasak labu siam, tapi sebenarnya semua masakan yang memakai daikon (lobak) bisa digantikan dengan labu siam.
Jadi malam itu menu makan malam untuk Gen adalah, labu siam dengan ayam potong + santan sedikit. Dibuat sedikit pedas, taruh di atas nasi panas mengebul…. dan Gen makan banyak deh hihihi.
Jadi teringat aku mau memesan bahan makanan + kalengan + indomie di Bumbu-ya (bumbuya@yahoo.co.jp) , toko yang menjual bahan makanan Indonesia di daerah Musashi Sakai. Pemiliknya Kato Yumiko, sebelum menikah dengan Rusly, adalah mantan murid bahasa Indonesiaku. Yang membutuhkan file daftar barang + ongkos bisa menghubungi saya lewat email.
Hmmm semoga bau-bau masakan Indonesia selama bulan November dan Desember bisa mengurangi homesick karena tidak bisa bernatalan bersama ortu di Jakarta.