Setelah dari Saung Udjo (15 Agustus 2011), kami cek in dulu di hotel, takut nanti kemalaman dan kamarnya batal. Padahal sih kalau pesan di agoda.com itu sudah pasti ada kamarnya, karena langsung dicharge 100% dari credit card. Mungkin dengan menelepon saja juga bisa, tapi tetap rasanya kok kurang sreg. Aku pun harus mengatur penginapan untuk sang supir kan?
Jadi kami menyusuri jalan menanjak ke Lembang, dan di kiri kanan jalan banyak restoran dan toko yang asyik-asyik. But, no F.O. for me deh, aku tidak suka belanja baju sih hehehe. Dan saat itu aku melihat papan iklannya Kampung Daun. Yes! dinner di sini saja. Aku belum pernah ke Kampung Daun, meskipun awalnya aku ingin mengajak Gen ke The Valley. Rutenya beda lagi sih.
Agak sulit menemukan Hotel GH Universal (Jl Setiabudi 376) ini, karena letaknya pas di belokan di kanan jalan dan di sebelah sebuah hotel yang memang besar juga. Jadi kami kelewatan dan musti u-turn kembali menurun. Wah…. memang hotel yang disarankan oleh temanku Wida ini memang keren! Masuk gerbang saja, kita sudah merasa masuk ke kompleks…. PURI yang mistis…. Semestinya kami naik kereta kuda nih, bukannya naik CRV hahaha. Memang hotel ini mengambil arsitek seperti puri-puri di Eropa.
Turun dari mobil memasuki lobby langsung disambut oleh kolam air mancur ala romawi … dan terlihat sofa-sofa model chesterfield yang terbuat dari kulit, dan tirai-tirai beludru berwarna merah. Hmmm aku sempat berpikir, pasti berdebu deh…maklum aku tuh kan alergi debu… eh tapi ngga juga tuh ternyata waktu aku duduk di lobby pagi harinya. Bersih…cling! Aku kemudian ke meja resepsionis di sebelah kiri. Petugas resepsionisnya laki-laki dan ramah. Tapi waktu aku menanyakan soal extra bed, rupanya mereka belum memasangnya, dan mohon maaf akan memasang sesegera mungkin. Bagiku tidak masalah karena aku toh akan keluar makan malam. Untuk extra bed aku harus membayar 300 ribu, tapi ternyata sudah termasuk pembayaran waktu aku pesan online. Dan satu lagi, ternyata mereka tidak mempunyai kamar untuk supir. Mereka sarankan untuk mengambil kamar supir di hotel sebelahnya. Tapi setelah aku rundingkan dengan Danny, lebih baik supirku ikut Danny dan menginap di hotel melati yang ada di sekitar rumah Danny. Bagus juga ide itu.
Kami menuju ke kamar yang terletak di lantai 4, dengan menaiki lift satu-satunya yang ada di samping kanan meja resepsionis. Oh ya di samping meja resepsionis ada lampu-lampu kristal, dan yang menarik pasti ada kristal berwarna merahnya. Ini ternyata juga menarik bagi Ira Wibowo, yang mengatakan justru kristal merah itu membuat tidak bosen… hmmm. Unik memang. Wah… sesampai di lantai 4, kami cukup dibawa putar-putar untuk bisa sampai di kamar kami. Tapi… begitu buka pintu kamar, aku tahu bahwa aku tidak salah pilih hotel. Sebetulnya ada 2 hotel yang kupertimbangkan waktu itu. Gen, sukanya hotel yang bernuansa etnis… yang endonesah banget. kalau bisa kamarnya dari bambu! Memang aku pernah melihat website Kampung Sampireun yang kabarnya untuk masuk kamar harus naik perahu dulu… tapi letaknya jauh dan hanya ada itu saja. Sayang waktunya. Kalau di Bandung ada hotel yang bernama hotel Jadul, lihat dari websitenya sih seperti kamar-kamar di Bali dengan nuansa etnis. Harganya lebih mahal sedikit dari universal. Kalau aku sendiri? Aku suka arsitekturEropa, jadi aku ingin menginap di Universal ini. Waktu mau pesan hotel, aku sih sudah menyerahkan pemilihan hotel pada Gen, maunya di Jadul atau di Universal. Lalu kata Gen, “Memang etnis sih, tapi kok kesannya dibuat-buat etnisnya. Udah di tempat pilihan kamu aja!” Cihuuuy deh (Makasih ya Gen, aku tahu kamu ngalah hehehe. Kalau mau etnis yang alami ya musti tinggal di kampung-kampung atuh, bukan di hotel :D)
Kamar dengan tempat tidur King Size lalu ada sofa yang cukup besar di sebelah kanan. Sayangnya kamar mandinya bukan bath tub, hanya shower saja. Sepertinya sekarang trend hotel baru, tidak memasang bathtub dalam kamar mandi. Padahal tarifnya cukup mahal loh. (Kalau mau yang pakai bathtub di hotel ini musti pesan Suite Room, yang tentu harganya juga suit suit dehhh… Setelah kami menaruh tas, tak lama petugas hotel datang untuk memasang extra bed. Untung aku pesan kamar yang cukup luas sehingga meskipun dipasang extra bed, tidak menghalangi jalan kami. Kamar itu cukup lega untuk 4 orang! Extra bed itu untuk Riku, soalnya dia paling lasak kalau tidur 😀
Nah, kami masih wara wiri dalam kamar, Gen mau merokok sehingga dia buka pintu ke teras luar. Dan dia langsung memanggil kami untuk melihat pemandangan di luar. Wow, pemandangan dari kamar kami memang fabulous! magnificent! Rasanya bukan di Indonesia! Untung kami sempat melihat keluar sehingga bisa melihat hotel ini waktu malam. Karena tentu saja pemandangan waktu malam dan siang akan berbeda.
Karena sudah lapar dan Danny menunggu di bawah, kami cepat-cepat turun untuk pergi makan malam. Ke Kampung Daun ( Jalan Sersan Bajuri KM 47 No.88, Lembang, Bandung) , berarti menuruni jalan yang sama. Begitu sampai ke papan iklan yang besar, kami belok kanan. Katanya sih 4 km, tapi perasaan kok jauuuuh sekali. Mungkin karena malam, sepi… sampai aku pikir kok mau-maunya orang ke restoran yang sejauh ini? Tapi kata Danny, waktu restoran ini masih baru, orang-orang rela antri dalam mobil sepanjang jalan loh. Semoga kami tidak perlu antri. Aku sebetulnya sudah telepon untuk pesan tempat jam 7 malam, tapi oleh pihak restoran dipersilahkan datang langsung (tidak menerima reservasi). Mungkin karena hari Senin ya, jadi dianggap hari sepi.
Sepi? hmmm begitu kami sampai pukul 7:30, kami masih harus menunggu 30 menit lagi sodara-sodara! Waduh… udah lapar gini, dan mau pindha restoran lain juga jauh… Terpaksa deh kami tunggu. Tapi belum sampai 30 menit, waktu kami berjalan-jalan di sekeliling tempat souvenir, kami sudah dipanggil. Dan kami menuju “saung” atau “dangau” kami, yang kebetulan letaknya dekat air terjun. Masuk ke kompleks dangau-dangau itu saja lewat pintu masuk dengan api-api lilin. Serasa di karibia deh hihihi. Karena malam jadi etnis sekali, dan suamiku tentu senaaaaang sekali (eh bener senang kan pa?)
Kami duduk di semacam dangau itu dan cepat-cepat memesan makanan. Apa saja deh pokoknya lapaaar dan DINGIN! Ingat ya… kalau ke sini, ke restoran Kampung Daun waktu malam, bawa jaket deh. Apalagi kalau lapar pasti tambah dingin kan. Karena takut mereka masaknya lama, segala jenis makanan aku pesan. Soalnya pesannya saja musti pakai manggil dengan kentongan hahaha. Dari sate, ayam kremes, tempe mendoan, tahu goreng sampai sup buntut bakar. Dooh kayak ngga makan seminggu aja. Dan kamu tahu masakan apa yang paling cepat datang? Tempe mendoan dan tahu goreng! hahaha (Tapi tempenya di sini terlalu banyak minyak. Karena lapar aja, cepat-cepat dihabisin. Mendoannya enakan buatan mbak Win, asisten di rumah hehehe)
Suasana remang-remang, dangau, dingin, romantis, makanan enak, suara gemercik air terjun, api-api obor, suara kentongan, udah gitu dilengkapi bantal-bantal untuk sandaran duduk….. kalau kenyang bisa tinggal tidur hihihi. Akhirnya kami pulang ke hotel Universal hampir jam 10 malam. Sssst tempat tidur di hotelnya empuk loh! (Eh tapi aku terbangun jam 2 pagi dan menulis kerjaan 4 halaman loh. hebat yah 😀 mumpung ada ide gitu. Jam 5 Kai bangun dan memaksa aku tidur di sebelahnya :D)
Keesokan paginya kami sempat berfoto-foto di halaman dan lobby, serta makan pagi di restorannya. Lumayan banyak ragam makanan di sini, tapi tentu saja aku dan Gen tidak gubris breakfast ala Eropa. Kami pilih bubur/soto dan Gen nasi kuning!
Kami juga sempat naik ke tingkat paling atas, ternyata di situ ada semacam perosotan untuk anak-anak berbentuk seperti menara Rapunzel. Lucu juga. Yang aku perhatikan seluruh detil hotel memang dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Memang sih masih baru, tapi terlihat dari dekat pun detil bangunan cukup bagus. Misalnya air mancur biasanya kelihatan kalau duplikat kan buatannya kasar, tapi ini lumayan halus buatannya. Yang aku sayangkan adanya spanduk reklame dari salah satu provider telepon seluler yang dipakai sebagai penutup pembangunan sebagian lantai 5. Merusak pemandangan jadinya. Satu lagi, jika kita naik di lantai 5, bisa melihat perumahan dengan atap seng persis di sebelah kompleks hotel. Kesenjangan itu juga menyadarkan kami bahwa ini di Indonesia, tepatnya Bandung.
Sekitar pukul setengah 11 pagi, kami cek out hotel, dan menuju tujuan kami berikutnya: Taman Kupu-kupu Cihanjuang.