Dunia sudah berubah, menjadi aneh bin ajaib. Aku tidak mau menyinggung soal kejadian-kejadian “aneh” di Indonesia, karena aku tidak tinggal di sana, tapi aku mau mendongeng tentang keanehan di Jepang saja.
Biasanya setelah Higan atau equinox day (tanggal 23 Maret) atau setelah bunga Sakura mekar, tidak ada lagi hari-hari yang membuat badan menggigil. Memang satu dua kali pernah mendengar dan melihat foto Sakura dalam salju, tapi aku tidak menyangka akan mengalami “kedinginan” back to winter saat ini.
Sudah dua hari ini suhu udara di Tokyo di bawah 10 derajat, hari ini cuma 7 derajat max. Baru kali ini aku pergi ke kampus bulan April, mengawali kuliah semester ganjil dengan memakai coat! Biasanya kuliah awal cukup dengan jaket saja, dan otomatis memakai warna-warna cerah sesuai dengan musim semi. Tapi kali ini, aku terpaksa memakai baju yang biasa dipakai di musim dingin berwarna coklat. Untung saja ada satu perkataan muridku tadi yang cukup menghangatkan hariku. Dia pernah ikut kuliah Bahasa Indonesia dasar kelasku 3 tahun lalu, dan sekarang mengambil kelas menengah. Katanya, “Sensei, saya masih sekali-sekali melihat blog sensei loh. Saya suka sekali kalau sensei upload video kehidupan sensei. Dulu kan sensei sering pasang tuh, sekarang tidak pernah lagi…” Hmmm ya, aku memang jarang membuat video tentang Kai. Dulu sering membuat dan upload video clip Riku di youtube dan embed ke blog. Ternyata ada juga yang kangen dengan video klip kehidupan keluargaku hihihi.
Dingin-dingin begini membawa dampak yang kurang bagus juga bagi “perekonomian” rumah tangga kebanyakan orang Jepang. Dompetnya jadi dingin gara-gara ngga ada uangnya deh. Apa pasal?
Seharusnya musim semi begini, kami bisa menikmati sayur-sayur segar yang beragam, terutama cabbage (kyabetsu– kol). Aku sendiri jarang membeli kol, tapi kebanyakan orang Jepang suka makan kol sebagai pelengkap salad sayuran mentah. Nah, akibat musim dingin yang berkepanjangan, produksi sayuran berkurang, dan tidak bisa memenuhi pasar. Akibatnya harga sayur naik. Bayangkan tiga hari yang lalu aku masih bisa membeli satu kol seharga 150 yen, sekarang harganya 250 yen! Harga-harga sayur naik 40%. Bener-bener mikir kalau mau membeli sayur deh. Atau terpaksa aku pergi ke toko grosiran yang menjual sayur lebih murah, bukan di supermarket biasa dan agak jauh dari rumahku. Karena jika di supermarket rumahku satu ketimun seharga 60 yen, di toko grosir itu cuma 40 yen. (wah kok posting belanjaan jadinya ya hihihi… gara-gara si dingin sih).
Nah yang aku mau tulis juga di sini sekalian mumpung bertema dingin, yaitu soal tangan dingin. Kalau mendengar kata “bertangan dingin” tentu ada dua konotasi yang berbeda, yaitu bertangan dingin yang berarti “tanpa perasaan”. Seperti pembunuh bertangan dingin. Orang-orang yang bisa tega membunuh orang seperti binatang. Eh salah… itu berdarah dingin. Kalau tangan dingin, tangannya bisa membuat hasil yang bagus untuk apa yang dipegang, terutama pertanian. Sepertinya si Ata-chan tuh “tangan dingin”. (thanks to Mangkum untuk penjelasannya)
Tapi dulu aku juga bertangan dingin, yang memang bukan arti kiasan. Tanpa ada sangkut paut dengan musim dingin, tanganku dulu memang biasanya dingin. Ciri-ciri orang yang jarang berolahraga, aliran darahnya tidak teratur, atau menderita penyakit kurang darah. Biasanya memang wanita tangan dan kakinya sering “dingin” dan dalam bahasa Jepang disebut hieshou 冷え性. Selain olahraga ada juga beberapa minuman “jamu” tradisional yang bisa membantu memperlancar aliran darah.
Namun, ternyata tangan dingin menjadi syarat untuk menjadi pembuat sushi yang ulung. Kemarin pagi di berita TV, ditampilkan seorang pembuat sushi, itamae 板前 yang sudah bekerja sebagai pembuat sushi selama 30 tahun. Waktu datang ke restonya pagi-pagi, dengan kamera khusus bersensor panas tubuh, terlihat tangannya merah, dengan suhu 34 derajat. Kemudian dia mulai menyiapkan dapurnya, dan diperlihatkan tangannya berangsur menjadi biru…. selama dia membuat sushi itu tangannya bersuhu 20 derajat! Waktu makan siang, sedikit kembali menjadi hangat (menjadi sedikit merah), tapi setelah itu biru lagi. Benar-benar mengherankan. Kalau dikatakan, pasti dia merendam tangannya dalam es… mungkin juga sih, tapi kan tidak mungkin terus menerus, karena dia harus bekerja menyiapkan nasi dan ikan mentah, memotongnya dsb sampai ke mengepalkan nasi dengan ikan menjadi sushi. Pasti bergerak terus kan? Tapi selama itu tangannya bersuhu 20 derajat.
Waktu ditanya sih katanya memang setelah bekerja sekian tahun menjadi pembuat sushi, otomatis badannya menyesuaikan dengan pekerjaannya. Tangan dingin ini amat menunjang “kesegaran” sushi yang dibuatnya. Sushi dengan topping ikan mentah akan berkurang kesegarannya jika tangan yang mengepalkannya panas. Bahkan menjadi cepat busuk. Jadi ternyata tangan dingin itu memang perlu dan menguntungkan.
Nah, kalau dilihat dari judul posting kali ini, tangan dan dingin sudah aku bahas. Sayuri-chan (sayuri adalah nama anak perempuan umum di Jepang) nya mana? Sebetulnya bukan sayuri-chan, tapi sayur. Tapi dalam mengajarkan bahasa Indonesia, untuk mempermudah orang Jepang menghafal, biasanya saya memperkenalkan kalimat yang menunjukkan kemiripan seperti : “Sayuri-chan wa yasai ga suki (terjemahannya Sayuri chan suka sayur)” Sayur = yasai. Ingat saja sayuri chan kalau mau mengatakan sayur dalam bahasa Indonesia.
Jadi deh judul posting hari ini: “Tangan Sayuri-chan Dingin”… meskipun perlu diketahui bahwa pembuat sushi tidak ada yang perempuan! heheheh (ada jenis pekerjaan tertentu di Jepang yang tidak bisa menerima perempuan…. seperti tidak ada pastor perempuan di agama Roma-katolik)
読み込み中
クリックでキャンセルします
画像が存在しません
読み込み中
クリックでキャンセルします
画像が存在しません
読み込み中
クリックでキャンセルします
画像が存在しません
読み込み中
クリックでキャンセルします
画像が存在しません