Ini Pasar atau Peternakan sih?

18 Agu

(Tulisan ini masih merupakan rangkaian Kopdar Summer 2010. Dan ternyata tulisan special, karena merupakan postingan yang ke 800. )

Memang begitu kami mendekati  tempat ini, kami disambut seekor sapi besar berwarna hijau (heran juga sapi kok hijau ya hihihi). Bahkan seorang bule yang kurasa Manager Toko kemudian berbicara pada pelayan, menyuruh memindahkan seekor anak sapi supaya Kai bisa naik di atasnya. Well mister, thank you very much for your hospitality! Sayangnya anakku malu-malu sehingga percuma aja si Om berusaha nyenengin anakku.

Hari itu tgl 3 Agustus, aku janjian dengan Mbak Tuti Nonka di Plaza Senayan. Sebetulnya sebelumnya aku pergi ke Ratu Plaza untuk membeli game Nintendo untuk Riku. Dia kehilangan 3 chips DS dari Jepang waktu ke TL, sehingga untuk mengobati rasa kecewanya aku pergi ke RatPlaz deh. Waktu sms-an dengan Mbak Tuti kupikir RatPlaz belakang-belakangan dengan Plaza Senayan, sehingga bisa jalan kaki tuh lewat belakangnya. Tapi, biasalah Riku mana mau ikut mamanya kopdar? Dia mending pulang ke rumah dan bermain dengan sepupu-sepupunya (dan bermain games). Jadi terpaksa deh aku antar Riku pulang dulu, dan kemudian dengan taxi yang sama kembali lagi ke PS.

Tak sengaja bertemu teman lama di Tokyo, yang sudah lama sekali tidak bertemu. Ketemunya kok bisa di Jakarta, di PS lagi....

Nah ada satu lagi kejadian waktu aku tiba di PS. Sambil nunggu aku dan Kai duduk di belakang lift menghadap jam. Kemudian aku melihat ke arah pintu masuk dan sekelebat melihat sosok belakang temanku yang di Jepang. “Haruko?” cukup keras aku memanggilnya. Dan waktu dia menoleh, aku tahu pasti aku tidak salah. Ya, dia adalah teman gereja di Tokyo, bertahun-tahun yang lalu. Haruko yang half japanese – bali menikah dengan teman kami segereja juga dan tinggal di Ibaraki sebelah barat Tokyo (kira-kira 3-4 jam dr Tokyo). Aku heran sekali kok kami bisa bertemu di sini, karena Haruko kan kampung halamannya Bali, bukan Jakarta. Guuzen 偶然. Pas kami berdua libur, kok bisa kami berada di tempat yang sama saat itu. Well ada pepatah dalam bahasa Jepang bahwa Tuhan juga suka bercanda. Dan ini mungkin candaannya Tuhan. Mempertemukan kami di Jakarta.

Tak lama, aku mendapat sms dari Mbak Tuti bahwa beliau sudah ada di pintu masuk PS. Pas aku mau cari ke pintu masuk, mendapat telepon bahwa beliau sudah di lantai satu. Cepat-cepat kami naik ke lantai satu, dan bertemu di sana. Setelah mbak Tuti menyelesaikan urusannya dengan salah satu toko, kami beranjak mencari restoran.

Mau ke food court kok rasanya tidak tenang. Sambil aku menggoda mbak Tuti yang belum pernah makan sushi, kami berjalan menuju bioskop PS. Nah, di situlah kami bertemu si sapi!

Ini sapi hijau yang dimaksud. Lalu sapi yang kecil itu dipindah ke kanan pintu masuk resto, dengan maksud spy Kai naiki...eeh dianya ngga mau

Restoran Marche ini khas dari Swiss yang dibuka bulan April 2009 di Plaza Senayan. Aku sudah pernah pergi ke restoran unik ini waktu dia masih berada di sebelah hotel Melia, Kuningan. Waktu itu Riku masih kecil sekitar 2 tahun, dan sangat senang naik becak yang diletakkan di tempat bermain anak-anak. Ah…. semoga aku bisa buka file dalam HD yang macet itu. (baca “Hati-hati Kehilangan” deh)

Begitu kami masuk restoran Marche PS ini, kami diberikan satu kertas untuk diberi stamp makanan yang kami pesan. Satu orang satu kertas, dan biarpun anak-anak tetap mendapatkan satu kertas itu. Kabarnya jika hilang maka pengunjung harus membayar 1.000.000 rupiah saja. Sistem BSS (Bayar Sendiri Sendiri) ini juga diterapkan di Urban Kitchen (dan mungkin resto lain yang aku tidak tahu) dan aku rasa sebuah sistem yang “demokratis” yang “egois”,  mendidik masing-masing bertanggung jawab atas pesanannya, dan bayar sendiri. Jika bill disatukan, untuk orang Indonesia ada kecenderungan untuk “traktir-mentraktir”, sedangkan dengan pemisahan bill semacam ini, kita hanya membayar apa yang kita makan saja. Meskipun tidak menutup kemungkinan jika saat pulang, semua kertas dikumpulkan dipoolkan ke satu orang yang jadi cukong. Tapi sistem ini bagus untuk mereka yang terburu-buru tidak bisa ikut sampai akhir acara, sehingga dia bisa keluar kapan saja dan tidak perlu meminta pihak restoran menutup bill.

Di pintu masuk juga terdapat paket kids meal, yang harganya cukup mahal (aku lupa berapa) tapi meal + kertas/crayon dan bola bersinar. Tadinya mau membelikan kids meal untuk Kai, tapi karena Kai sudah makan, aku membeli bolanya saja. Dan itu langsung dicatat di kertas bill-nya si Kai.

Kami mengelilingi restoran untuk mencari kursi yang enak. Dan kami masuk ke sebuah ruangan dengan sapi di jendela. Wah kesannya memang seperti makan di sebuah peternakan. Kai senang sekali. Jadi supaya tempat duduk kami tidak diambil orang lain, aku meninggalkan susu dan barang Kai di kandang itu. Kemudian kami melihat-lihat tempat lain.

Si sapi melongok dari jendela. Kami tadinya akan duduk di sebelah sapi ini tapi lalu pindah

Ternyata ada bilik bermain untuk anak-anak dan semacam cable car di suatu sudut, sehingga kami merasa lebih baik duduk di dekat bilik bermain itu. Jadi Mbak Tuti mengambil barang kami di tempat duduk semula (terima kasih ya Mbak) dan aku menduduki tempat baru. Saat itu seorang pelayan datang dan bertanya, “Ibu akan duduk di sini?” “Ya”…dan dia membalikkan sebuah papan di meja yang menunjukkan bahwa tempat itu sudah ditempati. Yaaah tahu gitu kan tidak usah taruh barang segala hihihi (ketahuan udiknya).

kai main di bilik bermain, tapi takut sendiri

Setelah duduk, tibalah waktunya kami memilih makanan. Nah, di sini kami bisa memilih berbagai jenis masakan yang disajikan di stall (ajungan) seperti di pasar. Ceritanya keliling pasar dan membeli makanan A di warung ini, dan minuman B di warung lain. Atau konsep Pujasera deh (Pusat Jajan Serba Ada), yataimura 屋台村 di Jepang. Rupanya kata Marche itu dalam bahasa Swiss adalah pasar. Nah kan…sekarang bisa mengerti mengapa aku menulis judul “Ini Pasar atau Peternakan sih?”. Karena memang restoran ini perpaduan dari Pasar dan Peternakan.

Makanan di sini memang European banget. Hmmm ada nasi ngga ya? Kok rasa-rasanya tidak ada nasi. Tidak cocok untuk perut jawa! Tapi cocok untukku karena sebetulnya aku tidak suka makan nasi :D. Maka ketika seorang teman mengajak makan di restoran Sunda aku menolak (Maaf ya Ye…). Biasanya kalau di restoran yang menu utama nasi, aku akan memilih sate ayam, gado-gado atau makanan lain yang bisa dimakan tanpa nasi. Perutku memang bukan perut jawa tapi perut eropa hahaha.

Makanan swiss memang banyak memakai kentang, sehingga menu seperti kirsch (pie kentang) menjadi menu utamanya. Dan yang membuat aku bangga di sini adalah kentang-kentang besar yang ditaruh di sana berasal dari DIENG! Sayang aku tidak foto (kabarnya di sini tidak boleh foto-foto, kata mbak Tuti…aku sendiri tidak baca sih). Mungkin takut konsepnya ditiru ya?

es krimnya Kai loh bukan aku. aku cuma ngabisin

Restoran Marche ini bekerjasama dengan Movenpick Restaurant. Juga nama movenpick adalah nama sebuah perusahaan ice cream swiss yang terkenal, sehingga bisa dipastikan es krimnya enak. Karena itu aku membelikan waffle ice cream untuk Kai, yang hampir 80% aku yang habiskan. Berlainan dengan Riku, Kai tidak begitu suka ice cream. Tidak pernah habis!

Sambil makan dan mengobrol, Kai bermain di gerbong cable car. Dan akhirnya tertidur setelah minum susu di situ. Terpaksa deh aku gendong dia pulang, waktu jam menunjukkan angka tiga. Karena Mbak Tuti harus kembali ke hotel, mengambil barang lalu ke bandara.

Silakan dipilih-pilih mbak.... Jangan lupa minta stampsnya ya. (Kainya udah lari kemana)

Ah…sambil berjalan ke kasir aku sudah merasa sedih, ditambah lagi waktu mau membayar diambil alih oleh Mbak Tuti. Aku tidak bisa berbuat banyak karena sambil menggendong Kai. Di depan kasir itulah aku jadi terharu dan mulai menangis. Mbak Tuti sudah datang dari jauh untuk bertemu denganku, masih traktir lagi… hiks, padahal waktu berada di Jakarta rasanya belum optimal dipakai untuk bercerita dan bermain bersama. Padahal aku juga tahu mbak Tuti sedang super sibuk, tapi mengkhususkan datang ke Jakarta tiga hari. Perasaan dekat itu keluar begitu saja dan membuatku terisak. Ingin memeluk Mbak Tuti erat-erat tapi sambil menggendong Kai. Ahhh Kai, kamu ngganggu aja sih. Tapi tanpa Kai sudah bisa dipastikan kami berdua dapat menjadi pusat perhatian di depan resto itu. Tidak ingin berpisah, tapi harus. (sambil menulis ini saja aku nangis lagi deh).

Kai tertidur di dalam compartment cable car... enak banget tidurnya

Memang seperti yang aku tulis di komentar posting mbak Tuti “The Amazing Three Days” bahwa Quality of Friendship tidak ditentukan oleh tatap muka dan pertemuan. Dilandasi keinginan baik tentu persahabatan ini tidak akan berakhir. Entah kenapa aku juga merasa kecocokan dan kedekatan yang “misterius” dengan Mbak Tuti. Yang tidak bisa ditanya apa alasan atau sebabnya. Karena interaksi kami berdua juga bisa dihitung dengan jari. Tapi that kind of feeling…. Mungkin seperti orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama? or…. lebih ke soulmate? entahlah. Aku berharap persahabatan yang awalnya dimulai dari dunia maya ini dapat terus berlangsung, sembari kita masing-masing hidup dengan kegiatannya masing-masing. Meskipun “No news is good news”, kita bisa saling membaca dan berkomentar di TE dan TV, atau bahkan lewat blog teman-teman yang lain.

Mengulang kembali tulisanku di TV, aku mendoakan seluruh kegiatan teman-teman blogger selama bulan Ramadan ini. Khususnya untuk Mbak Tuti dalam penyelesaian disertasinya (bukan thesis). Kami menunggu dengan sabar sambil berdoa agar hasilnya baik adanya. Jaga kesehatan ya mbak…

Dan… mungkin kita bisa berdoa bersama juga supaya sahabat kita Ata-chan bisa membuka restoran dengan konsep peternakan di Kediri, sehingga nanti kita bisa sama-sama wisata kuliner ke sana ya…. (pisss Ata…. heheheh)

Soal kopdar ke Bali Desember 2010,aku sudah pasti tidak bisa datang mbak. Aku hanya bisa liburan bulan Agustus saja, mengikuti liburan musim panasnya Riku. So till summer next year ya….

I am Blessed

6 Agu

Sudah sepuluh hari aku berada di Jakarta. Begitu banyak yang aku ingin tulis, satu-per-satu. Tapi inti dari semuanya itu aku bersyukur bahwa aku beruntung, aku dianugerahi keluarga, saudara dan sahabat yang begitu baik. Pesta ulang tahun papa, vacation ke Tanjung Lesung bersama sahabat karib, berbagi bersama anak-anak SLB di Rumah Dunia- Serang, dan…kopdar bersama bloggers. Semuanya mengingatkanku bahwa aku harus terus bersyukur mempunyai mereka semua. Satu-satu pengalaman ini akan kutulis dengan urut ya. Jadi mohon sabar, mungkin aku akan lebih dulu mengupload foto-foto di FB, baru menulis ceritanya.

Mendarat di Jakarta tanggal 26 malam, melalui imigrasi yang panjang dan melelahkan, kami langsung tepar dengan suksesnya. Tanggal 27 dan 28 kami pakai untuk bersantai di rumah tercinta. Tanggal 29, ulang tahun papaku yang ke 72.

Aku cukup suka dengan Gateaux Africaan dari Le Gourmet, mengingatkanku pada oma alm yang sering membuat kue jenis ini.

Kami awali hari itu dengan meniup kue tart yang aku beli malamnya. Karena sdm (sumber daya manusia) yang terbatas, kami tidak berani mengadakan selamatan di rumah. Masing-masing mempunyai kesibukannya masing-masing, sehingga kami memutuskan untuk mengundang saudara-saudara yang bisa dan punya waktu untuk makan malam bersama di Restoran Central yang terletak di depang GOR Bulungan. Aku cukup suka dengan restoran cina ini, karena dim-sumnya cukup enak, dan….luas tempatnya. Beberapa kali aku ke sini, selalu jarang pengunjung (tidak pernah penuh)  sehingga cukup pantas dijadikan tempat untuk pesta yang tidak ketahuan berapa orang persis nya yang akan hadir.

nambah meja dan kursi terus...

Awalnya papa memesan tempat untuk 25 orang, tapi kemudian bertambah terus, dan diberi tambahan meja dan kursi terus sampai total akhir saudara yang datang berjumlah 35 orang. Keluarga Mutter-Coutrier memang keluarga besar, sehingga jumlah 35 orang bukan apa-apa. Biasanya kalau acara Natal kami selalu siapkan makanan  untuk 100 orang lebih. Tapi, jumlah 35 orang untuk pemberitahuan yang mendadak sudah cukup bagus. Karena banyak yang masih bekerja atau bertempat tinggal jauh sehingga tidak keburu untuk memenuhi undangan jam 7 malam.

Adik-adik papa juga berkumpul, meskipun Tante Diana tidak bisa hadir karena masih sakit. Tapi Om Christian dari Makassar dan Tante Carla dari Yogya bisa datang. Dan kami juga beruntung karena Tante Lydia dan Om Kale masih bisa hadir, karena sebetulnya keesokan harinya mereka akan pergi ke Manado.

Aku dan tiga penerus clan coutrier

Begitulah kami, tersebar di mana-mana, tapi selalu berusaha untuk hadir dalam acara keluarga. Hal seperti ini yang sering aku rindukan di Jepang, meskipun kalau terlalu banyak acara keluarga pun tidak baik dan repot mengatur waktunya.

Satu hal yang sedikit membuat aku marah pada Riku malam itu, yaitu mereka berlari-lari dalam restoran. Well, anak Indonesia memang biasa begitu, tapi tidak anak-anakku, anak-anak Jepang. Mereka harus duduk terus di meja makan/restoran dan tidak diperbolehkan berlarian di restoran karena itu mengganggu tamu lain. Tadinya memang restoran itu kosong, hanya kami yang pakai, tapi begitu ada tamu lain, aku peringatkan Riku untuk tidak berlari dalam restoran. Tapi susah juga karena anak-anak lainnya berlarian, tentu saja anak-anakku ingin ikut bersama. Padahal mereka jika makan di restoran Cabe atau lainnya di Jepang, sama sekali tidak beranjak dari tempat duduk. Kejam ya aku? Tapi menurutku itu harus diajarkan pada anak-anak, TIDAK BOLEH BERLARIAN di restoran. Bayangkan kalau mereka menabrak pelayan yang membawa makanan panas? Apa tidak fatal?

Untunglah Riku mau mengerti dan tidak ngambek terus. Pukul 9:30 kami meninggalkan restoran untuk kembali ke rumah dan aku packing untuk bepergian selama 4 hari!

NB: malam harinya kamu makan kue kiriman bermerek  “Helen”, aduh ini kue namanya choco crunch dan  uenaaaak sekali (harganya juga enak). The best cake dari yang selama ini aku pernah makan. Sayang ngga ada fotonya, waktu aku makan sudah dipotong dan berantakan hihihi. Liat aja websitenya di sini: http://www.helensjakarta.com

Kencur

10 Jul

Aku sebenarnya heran kenapa ada istilah, “anak bau kencur” atau “anak kencur” untuk merujuk pada anak yang belum tahu apa-apa alias belum berpengalaman.  Padahal aku pikir mana ada sih anak-anak suka makan atau minum kencur? Rasanya kan agak …lain. Hmmm pokoknya sulit diterangkan deh :D…. Atau analoginya karena kencur itu kecil ya? Memang tidak ada kencur yang bisa menjadi sebesar Kunyit atau Jahe deh sepertinya. Tapi temu kunci kan juga kecil…kenapa tidak dibilang anak Temu Kunci? Eh nanti salah kaprah dengan anak kunci kali ya hihihi.

Jadi konon orang tua zaman dulu punya kebiasaan unik saat memiliki bayi di rumah, yaitu menggantung aneka rempah atau bumbu dapur pada ranjang bayi, lemari, pintu dan daerah lain di sekitar bayi. Kebiasaan ini dipercaya akan melindungi bayi dari bahaya atau makhluk halus yang mengganggu. Dan salah satu dari  bumbu dapur yang digantungkan adalah kencur. Kencur memang mempunyai  aroma khas yang cukup kuat sehingga aromanya mengalahkan bau rempah lain. Aroma ini menyebabkan bayi dan  semua peralatan di sekitarnya berbau kencur. Karena itu bayi-bayi zaman  dulu dikatakan punya aroma seperti kencur, bukan aroma bedak atau telon seperti zaman sekarang.

Kencur (Kaempferia galanga L.) memang merupakan salah satu bumbu dapur yang wajib ada di rumah keluarga Indonesia. Meskipun sebetulnya keluarga saya jarang pakai. Paling-paling untuk membuat nasi goreng saja. Mama paling suka nasi goreng kencur pedas…. Tapi karena yang lain tidak suka, biasanya asisten kami hanya membuat khusus 1 piring untuk mama saja. Dari piring itu aku suka “nyolong” sedikit. Memang rasanya lebih segar daripada nasi goreng biasa.

Selain untuk nasi goreng, tentu saja banyak yang tahu minuman Beras Kencur kan? Tapi kalau jamu (eh termasuk jamu kan yah hihihi) Beras Kencur ini sih aku tidak pernah buat sendiri. Beli saja di tukang jamu. Dan ini satu-satunya jamu yang masih bisa aku minum tanpa tutup hidung hihihi.

Aku juga baru tahu dari teman Jepangku yang menikah dengan orang Bali, bahwa masakan Bali hampir semua pakai kencur, atau cekuh dalam bahasa Balinya. Sampai aku memberikan semua persediaan kencurku di freezer untuk dia. Toh aku jarang pakai ini.

Nah, aku bisa makan nasi goreng kencur yang segar ini kembali di sebuah restoran Indonesia baru di Tokyo, tepatnya di Musashi Koganei. Nama restorannya Bumi Pasundan.

Meja makan tamu di bagian depan restoran

Kami pergi ke Bumi Pasundan setelah dari Taman Asukayama… melalui jalan macet di tengah kota Tokyo, merayap ke arah barat Tokyo. Untung saja jalanan di Kichijouji Doori waktu itu tidak macet, dan kami bisa sampai pukul 6:30 malam. Kami langsung mencari tempat parkir koin yang ada di dekat situ.

pojokan jualan souvenir dari Indonesia

Restoran ini baru 2-3 bulan buka, menempati lantai satu sebuah bangunan. Tidak luas tapi cukup tertata rapih dan terang. Hanya ada 2 meja untuk 4 orang dan counter untuk 6-7 orang. Kami menempati sebuah meja di sudut belakang yang sebetulnya bukan diperuntukkan bagi tamu karena nanggung. Tapi kami merasa beruntung mengambil tempat di situ, karena ada happening dengan Riku dan Kai karena kondisi badan mereka (batuk sehingga terpaksa mun mun deh).

Bersama Yumiko, sayang Rusli sedang di dapur. Malam itu sekaligus bisa reunian deh

Memang tempat ini dikelola oleh temanku, Yumiko dan Rusli, yang juga mempunyai toko bahan makanan halal Bumbu-ya. Memang menunya tidak banyak. Nasi goreng, gado-gado, bakmi goreng, nasi kare, tapi ada yang tidak biasa ada di restoran Indonesia di Tokyo yaitu nasi goreng kencur dan pepes ayam. Aku terus terang belum pernah makan pepea ayam, pepes ikan sih sering meskipun ngga hobi…. soalnya susah sih makannya, banyak duri kan. Menurut Gen pepes ayamnya enak. Aku pesan nasi goreng kencur, dan bisa bernostalgia…dan sedikit homesick, rindu pada mama yang suka makan nasi goreng kencur seperti ini.

nasi goreng kencur pepes ayam

Satu hal lagi yang terjadi hari itu adalah aku bertemu seorang mantan murid yang sudah 3 tahun tidak bertemu, persis sebelum aku cuti mengajar karena hamil Kai. Serasa reunian mendadak.

Berfoto di depan restoran Bumi Pasundan, Tokyo

Alamatnya:

東京都小金井市本町3-9-7. Tokyo Koganei-shi Honcho 3-9-7 kira-kira 10 menit dari Stasiun Musashi Koganei Tel: 090-6655-4268

Karena tidak buka setiap hari, sebelum ke sana telepon atau cari keterangan di web dulu ya. Terkadang mereka juga menyediakan prasmanan.

Private Interview

2 Jun

Sebetulnya ku lebih suka istilah “private consultation” untuk bahasa Jepang Kojin Mendan 個人面談 suatu sistem pendidikan di sini untuk memonitor perkembangan akademis murid di sekolah SD.  Ini biasanya dilakukan di tengah semester bukan waktu penerimaan raport, supaya jika ada yang kurang bisa ditindaklanjuti oleh orang tua dan guru.

Hari ini pukul 3:30 aku mendapat “jatah” bertemu dengan gurunya Riku selama 15 menit. Entah kenapa, gurunya Riku ini selalu menempatkan aku di paling belakang, mungkin (mungkin loh) dia juga senang bercakap-cakap –ngerumpi– masalah lainnya. Dia merasa dekat denganku, karena katanya, kita kan sama-sama bekerja di bidang pendidikan, jadi bisa saling mengerti.

Jadi aku menerima laporan dari guru Riku mengenai perkembangan pelajaran Riku di sekolah. Waktu kelas satu memang Riku masih belum bisa lancar menulis beberapa hiragana. Tapi sekarang dia sudah bisa menulis kanji yang sulit-sulit juga. Memang masih ada beberapa kesalahan dalam tata bahasa, tapi yang penting Riku selalu enjoy di sekolah. Itu nomor satu! Gurunya juga bilang bahwa Riku sendiri mengaku bahwa lebih suka berhitung daripada bahasa (dan memang nilainya bagus-bagus kalau berhitung), tapi Riku paling “kreatif” di prakarya. Selalu lain dari yang lain, dan begitu pula dengan pemakaian warna-warna waktu menggambar, yang disebut gurunya “lain dari orang Jepang biasanya” 日本人離れ。

Gambar Riku kesan waktu field trip bersama teman-teman ke Kokuu Koen, Saitama

Selain itu Riku juga tidak punya masalah dalam pertemanan, temannya banyak. Pokoknya tidak ada keluhan untuk Riku. Nah, giliran aku yang melaporkan bahwa selama liburan musim panas, kami akan pulkam jadi Riku tidak bisa mengikuti pelajaran berenang yang diadakan selama musim panas. Selain itu setelah libur, murid-murid kelas 2 SD akan mulai menghafal perkalian dengan cara “kuku” 99 sebuah cara menghafal berupa kalimat-kalimat… aku sendiri tidak pernah belajar memakai cara ini, sehingga aku serahkan semuanya pada papanya (Ya jelas lah, aku kan belajar SD di Indonesia hihihi)

Setelah aku melaporkan bahwa kami akan melewatkan musim panas di Indonesia, sang guru kemudian bertanya. “Di Jakarta bisa lihat apa?” “Wahhh banyak bu…” Lalu dia mengatakan bahwa dia ingin pergi ke luar negeri sebelum menikah, dan waktu yang paling tepat adalah liburan musim panas (dan paling mahal memang hihihi). Jadi aku sarankan dia untuk pergi ke Bali dengan paket tour saja. Kecuali dia mau datang ke Jakarta waktu kami berada di Jakarta, sehingga kami akan mengantar dia jalan-jalan. Semoga dia bisa mendapatkan tiket yang sesuai.

Pegangan tangga khusus untuk pemakai kursi roda.

Bener deh, aku keluar kelas sudah cukup laat, sehingga setelah aku memesan foto-foto waktu Riku pergi “field trip” bersama sekolah waktu itu, aku cepat-cepat pulang. Oh ya, kelas dua terletak di lantai dua, sehingga aku harus menuruni tangga, dan saat itu aku sempat mengambil foto pegangan tangga di situ. Pegangan tangga itu khusus dibuat supaya penyandang cacat dengan kursi roda bisa naik tangga. (Tidak ada lift di sekolah pemda di sini). Pemandangan ini juga bisa dilihat di stasiun dan tempat umum lainnya. Pokoknya kalau berbicara tentang fasilitas penyandang cacat di Tokyo, ngga ada habisnya deh…alias bagus gitu. Tidak bagus-bagus amat, tapi dipikirkan.

Setelah aku “berlari” ke rumah mengambil sepeda, aku jemput Kai di penitipan. Dan terpaksa bayar ekstra karena lebih dari waktu yang seharusnya.

Bersiap naik sepeda. Di bagian belakang ada tumbuhan merambat dengan bunga dan bau seperti melati.

Sesampai di rumah, aku mencoba membuat German Potatoes. Memasuki musim panas, para petani banyak memanen kentang, sehingga hasil kentang berlimpah. Entah kenapa diberi nama German Potatoes, tapi masakan yang mudah ini cukup enak dan mengenyangkan, selain bisa dipakai sebagai satu jenis lauk makan malam. Apalagi jika ditemani dengan susis bradwurst  dan… bir dingin (maaf ya, yang tidak boleh jangan ngiri, cukup minum Zero saja) serasa berada di Munchen deh….

Resep German Potatoes:

Kentang : 300 gram
Potongan daging atau ham
garam sedikit
lada hitam sedikit
air jeruk nipis sedikit
mustard 2 sdm bagi yang suka, kalau saya ganti dengan mayonneise

Kentang direbus dan dipotong-potong secukupnya. Kebetulan kentang yang aku beli kecil sehingga satu kentang aku potong menjadi 4. Kemudian cara merebus juga bermacam-macam. Ada yang memotong dulu baru direbus, tapi kalau aku kebiasaan di rumah Jakarta, merebus kentang utuh dulu, baru dipotong-potong. Menguliti kentang rebus jauh lebih mudah. Tiriskan air rebusan dan beri air dingin (air ledeng), kulit akan mudah sekali dikelupas.

Hmmm warning untuk yang diet! Tidak disarankan untuk mengonsumikannya hehehe

Tumis potongan daging atau ham (atau bisa juga corned beef) dengan sedikit minyak atau mentega lalu masukkan kentang rebus potongan. Campurkan dengan semua bumbu sampai merata, dan taruh menggunung di atas piring (hint: Orang Jepang selalu menyusun makanan seperti gunung dalam piring yang cantik). Untuk pemanis bisa pakai parsley… tapi aku jarang beli pemanis-pemanis begitu sih (soalnya dirikyu kan sudah manis…hihihi… langsung kabur menghindari lemparan tomat pembaca TE.

Dengan resep dasar ini, tentu banyak bisa dimasukkan variasi lainnya, seperti memasukkan rebusan sayuran (peas/wortel) atau jamur…. apalagi pakai keju leleh …waaahhhh bisa gudbai deh diet hahaha. Selamat mencoba!

 

 

Pemakan segala?

16 Mar

Aku jadi terpikir, apa betul orang Jepang pemakan segala? Yang bukan hanya “biasa” dimakan oleh manusia, tapi juga segala macam yang “tidak terpikirkan” bahwa itu bisa dimakan?

Dari dulu kita tahu bahwa orang Cina pemakan segala…. tapi kalau menurutku “segala” di sini berkisar pada “semua bagian tubuh makhluk hidup yang bergerak atau tepatnya binatang”. Konon, otak monyet bisa dimakan dan bahkan menjadi obat kuat. Aku sendiri pernah shock melihat sup kodok utuh di televisi… hmmm aku menganggap diriku sebagai pemakan segala, tapi kalau kodoknya masih berbentuk kodok begitu? tunggu dulu deh. Kalau sweekee kan cuma kakinya aja, jadi anggap saja makan burung dara.

Nah, aku berpikir apakah pantas orang Jepang dianggap sebagai pemakan segala? Umumnya mereka tidak mau makan “jerohan” sapi, meskipun ada masakan “motsu nikomi” yang berarti rebusan usus dengan bumbu miso. Kalau kangen dengan soto babat dulu, jaman aku mahasiswa (belum punya dapur sendiri) , beli deh motsu nikomi ini di resto/ tempat minum nomiya yang murah bernama “Tengu”. Kasih bubuk cabe banyak-banyak, dan terhibur deh kerinduan akan masakan Indonesia.

Memang orang Jepang baru-baru saja berkenalan dengan masakan yang terbuat dari daging setelah jaman Meiji. Kebiasaan makan daging yang dihasilkan dari peternakan dibawa oleh warga asing, dan Kaisar Meiji sendiri yang menghapus “Pelarangan Makan Daging” yang dikeluarkan Kaisar Tenmu tahun 675.  (Sumber : http://detail.chiebukuro.yahoo.co.jp/qa/question_detail/q1219644977) Karena berabad-abad orang Jepang tidak mengenal “daging” (hasil peternakan) maka masakan Jepang menggunakan bahan yang ada disekelilingnya yaitu dari tanaman dan laut (ikan dan tumbuhan laut).

Nah di situlah aku bisa berkata, bahwa memang Jepang “ahli” dalam mengolah apa yang ada kemungkinan untuk bisa diolah. Aku sudah pernah tulis tentang akar bunga teratai RENKON yang bisa dimakan dan enak! Akar yang keliatannya tidak menarik, kasat dan mungkin orang Indonesia bilang, “duuuh kok manusia makan akar gituan sih” bernama GOBOU, sering nangkring di meja makan orang Jepang.

lihat tuh, akar kayak gini dimakan! Ini namanya Gobou

Atau tidak usah jauh-jauh, rumput laut dan ganggang laut saja, yang pasti tidak terbayangnya masuk ke dalam perut orang, merupakan bahan makanan terpenting dalam kehidupan orang Jepang. Sushi Roll (makisushi) tidak afdol tanpa dibalut “sesuatu berwarna hitam seperti kertas” yaitu NORI. Sup Miso juga lebih lezat rasanya jika dimasukkan ganggang laut yang bernama WAKAME. Dan tumbuhan dari laut ini banyak mengandung nutrisi yang diperlukan tubuh. Aku pernah dengar bahwa zat besinya saja 40 kali lipat bayam!!! Yang aku heran kenapa di Indonesia, yang juga merupakan negara bahari tidak ada makanan atau bahan makanan yang terbuat dari rumput/ganggang laut kecuali agar-agar? Salada dari berbagai jenis rumput laut itu yummy sekali loh!

Tulisan hari ini aku potong di sini karena sebetulnya dengan judul ini saja bisa menjadi thesis. Aku tergerak untuk menulis ini karena komentar dari Mas Goenoeng pada foto yang saya upload di facebook: “daun sakura bisa dimakan, Mbak Imel? *melongo*”

Sakura mochi (kiri) dan Doumyouji (kanan). Daunnya daun sakura yang bisa dimakan.

Ya, daun sakura bisa dimakan. Tentu saja tidak semua jenis, waktu aku cari katanya Sakura jenis Oshima, daunnya dibubuhkan garam (mungkin diperam lebih tepat untuk pengolahan ini ya?) . Jangankan daunnya, bunganya pun bisa dimakan kok. Dicuci, diberi garam, seperti diasinkan, lalu masukkan dalam teh hijau, atau sup bening, atas nasi, atau….. berbagai jenis masakan sampai menjadi hiasan untuk kue. Dan bisa dimakan! Silakan lihat sajian foto makanan dengan tema sakura yang aku dapat di website sebuah restoran (http://www.villa.co.jp/cook/2009/04/28.html)

semua PINK…. cocok untuk Pink lover!

Hidangan lengkap memakai sakura dan nuansa sakura  dari sebuah restoran

Lalu minumnya bir SAKURA!!! dari asahi. Kalau ini sih bukan terbuat dari sakura, tapi seasonal aja.

limited edition

Makan sushi malu-malu

4 Feb

Kemarin ada kebiasaan di sini untuk makan sushi gulung malu-malu. Loh kok malu-malu? Sebetulnya sih bukan malu tapi maru. Tapi bagi orang Jepang kan pengucapan “malu” dan “maru” itu sama, jadi ya saya pilihkan kata malu-malu untuk judul.

Maru itu adalah bulat. Jadi kalau yang pernah pergi ke Jepang dan mengenal sebuah departemen store yang bernama Daimaru, ya artinya Bulat Besar. Saya juga pernah bingung melihat nama toko di Shibuya yang hanya bertuliskan OIOI kok dibaca Marui. Ternyata O nya itu Maru = bulat dan I nya ya dibaca i. Memang membaca tulisan di Jepang perlu putar otak untuk bisa mengerti artinya, meskipun kamu sudah bisa bahasa Jepang.

Tapi dengan adanya kata maru yang berarti bulat itu juga, bisa membuat orang Jepang yang belajar bahasa Indonesia cepat hafal kata Malu. Biasanya saya mengajarkan “Maru hadaka de Malu” (Telanjang bulat jadi Malu). Biasanya sih tokcer tuh untuk menghafal kata malu.

Lalu apa hubungannya dengan makan sushi malu-malu? Ya kemarin itu adalah hari SETSUBUN, yang merupakan hari peringatan (tidak libur), sehari sebelum RISSHUN, hari dimana mulai mempersiapkan kedatangan musim semi, meskipun tidak berarti bahwa musim dingin sudah berlalu dan menjadi hangat.  Dan pada peringatan SETSUBUN ini ada kebiasaan untuk makan sushi bulat-bulat, sushi yang berbentuk gulung, yang memang juga “bulat padat” berisi 7 macam “lauk”. Namanya “Marukaburi” まるかぶり atau “Ehomaki” 恵方まき. Dan ternyata waktu aku mencari informasi, eho berarti lucky direction, arah mujur.

Marukaburi atau ehomaki, sushi gulung berisi 7 lauk, untuk perayaan SETSUBUN

Aku membeli satu batang ehomaki ini, dan dibungkusnya terdapat cara makan sushi gulung ini. Di situ tertulis bahwa arah mujur tahun ini adalah barat-barat daya. Jadi sambil menghadap ke arah barat daya dan makan bulat-bulat satu batang sushi gulung ini. Dan sembari makan membatinkan keinginan untuk tahun ini. Misalnya supaya lulus ujian, dapat pacar, sehat dll. Wah memang kalau makan sushi satu batang seperti begini ditanggung badannya kuat dan sehat, dan siap menghadapi dinginnya hari-hari yang masih harus dilalui… sampai musim semi nanti.

kertas berisi cara makan ehomaki

Cerita lainnya mengenai perayaan SETSUBUN ini bisa dibaca di postingan saya tahun lalu yang berjudul Pergilah Kesialan, Datanglah Keberuntungan.

Kopi Luwak dari Sahabat Lama

21 Jan

Semenjak saya mulai tinggal di Jepang 17 tahun yang lalu, boleh dikatakan hidupku jauh dari “suasana” Indonesia. Terutama di tahun-tahun awal. Memang sengaja juga dengan maksud untuk mengasah kemampuan bahasa Jepang dan mengurangi homesick. Aku biasakan makan tanpa sambal, karena banyak orang Indonesia yang membawa sambal kemana-mana dan menambahkannya di segala jenis masakan. Melebur dalam kebiasaan dan kebudayaan setempat adalah cara yang paling ampuh untuk mengurangi homesick. Itu menurutku. (Dan itu juga yang menyebabkan aku tidak pindah ke asrama internasional… keukeuh ngekost di rumah orang Jepang)

Tahun 1996, lulus program master, mulai bekerja di radio, membuatku harus menghubungi Indonesia atau orang Indonesia untuk mengetahui kejadian yang berlangsung di Indonesia. Di awal-awal ada Richard Susilo, ex reporter Media Indonesia (beliau juga yang menawarkan aku bekerja di InterFM 76.1 Mhz) , yang memasokku dengan berita Indonesia. Lama-lama aku mulai belajar internet dan mencari sendiri langsung dari sumbernya.

Baru 2-3 tahun terakhir aku menghubungi teman-teman ex SD, SMP dan SMA lewat beberapa “pentolan”, tapi memang kuakui bahwa FaceBook yang mewabah itu mempermudah pencarian teman-teman lama. Dulu yang mudah terkumpul adalah teman dari jenjang SMA dan Universitas, karena masih “baru”, tapi sekarang bahkan aku sudah menemukan banyak teman SD (dan TK karena kebetulan dekat hihihi).

Nah, jadi waktu temanku waktu SD dan SMP bernama Vivian menghubungiku lewat FB akan ke Tokyo, senangnya aku. Tapi …. ada waktu untuk ketemu ngga ya? Jadi aku pakai taktik seperti waktu aku ketemuan dengan Mas Nug dan Mbak Cindy, yaitu menemui di hotelnya pada hari kedatangan sekitar jam 12-an, supaya bisa cepat pulang juga dan berada di rumah waktu Riku pulang sekolah.

Vivian menghubungiku di FB dan bertanya mau dibawakan apa. Langsung aku bilang, “Aku akan senang sekali kalau kamu bawakan aku kopi luwak atau sekoteng” hihihi. Ya aku kan ngga bisa minta dibawain cabe keriting. Soalnya dia itu bekerja dengan designer Stephanus Hamy, yang akan mengadakan fashion show di Tokyo. Masak bawa cabe keriting di sela-sela baju keren-kerennya hihihi.

Salah satu karya Stephanus Hamy

Jadilah kemarin aku pergi ke Ritz Carlton Midtown Tokyo, tempat mereka menginap dan malam tgl 20 mengadakan fashion show… Ini juga pertama kali aku pergi ke hotel itu yang terletak di Roppongi, daerah elit tempat gaijin, foreigner berlalu-lalang, dan so pasti muahalllll.

Begitu Vivian mengabarkan lewat email bahwa dia sudah naik bus dari Narita, itu juga pertanda aku harus berangkat dari rumah. Perjalanannya kira-kira sama deh. Karena aku masih harus naik bus, kereta dan bus lagi.  Tepat pukul 12:15 aku sampai di lantai lobby hotel Ritz Carlton, yaitu lantai 45 (duh lobby aja kok tinggi banget sih hihihi). Ternyata mereka sudah cek in, dan aku dihubungkan dengan in house phone. Disuruh langsung ke kamar boss Hamy deh.

Well untung aku ngga kampungan banget, jadi masih bisa behave liat kamar segede itu. Ya jelas aja tarif semalam di situ kan juga ngga main-main. Yang aku suka kamar mandinya. Aku pasti harus melihat kamar mandi hotel-hotel berbintang begitu dan memotretnya…. Soalnya kamar mandi yang keren sulit deh dimiliki di Jepang dan di Indonesia!

Duh ini cerita kok jadi ngalor ngidul gini ya… hihihi. Yang pasti karena waktuku tidak banyak, aku cuma sempat ajak Vivi jalan-jalan ke bawah, tadinya mau ngopi, tapi kita lebih sibuk berfoto-foto ria. Hmmm blogger ngga blogger kayaknya semua suka berfoto deh. Dan yang menyenangkan “The Hotelman” menawarkan memotret kami di depan pintu masuk khusus hotel yang elegan itu. Sayangnya aku tidak ada keberanian untuk meminta dia memotret kami di depan mobil khusus mereka, BENTLEY! (Sorry ya Vi… hihihi) (Masalahnya aku juga ribet ngomong sama The Hotelman nya pakai bahasa Inggris… kalau pakai bahasa Jepang lebih mudah kali ya hihihih)

Alhasil kita ngider-ngider di Galeria sampai Ritz, sampai sekitar jam 1:30 lalu aku antar kembali Vivi ke kamarnya Boss. Itu juga pakai acara “nyasar” akibat lingkungan hotel yang begitu besar, dan liftnya berbeda dari lantai satu ke lobby, dan lobby ke guests roomnya.

Memang cuma 2 jam kami, aku dan Vivi bertemu, setelah kurang lebih 30 tahun tak bertemu, tapi itu hanya merupakan awal saja a.k.a pembuka, karena saya yakin masih akan banyak pertemuan reuni yang lain, baik di Tokyo maupun di Jakarta. Karena sesungguhnya aku sudah kenal dengan desainer Stephanus Hamy ini 5-6 tahun yang lalu waktu mengadakan fashion show di kediaman Dubes Indonesia untuk Jepang.  Siapa nyana, temanku bekerja untuk Mas Hamy ini….. what a small world!

pola wallpaper di kamar Ritz, kelihatan seperti keramik

Jam 2:00 aku berlari pulang, terpaksa naik taxi menuju stasiun Shibuya, supaya bisa sampai di rumah jam 3. Karena menurut jadwal Riku pulang jam 3 siang. Ehhh ternyata sekitar jam 2:20 pas aku naik kereta di Shibuya, ada telepon dari kepolisian … nomor belakangnya 110 lagi, wah ini pos polisi dekat rumahku. Pasti dari Riku lagi. Entah kenapa rupanya dia pulang cepat, lalu karena tidak ada aku di rumah, dia ke pos polisi untuk pinjam telepon. Aku bujuk dia untuk pulang ke rumah dan menonton TV, karena aku akan butuh waktu 30 menit lagi. Dan begitu aku turun kereta di Kichijoji, yang semestinya aku naik bus, aku ambil taxi, dengan maksud supaya aku bisa bicara dengan Riku terus di telepon, seandainya dia takut. Duh sempat sport jantung juga, tapi untuk waktu aku telepon, dia sudah enjoy menonton TV di rumah dan berpesan, “Mama cepet pulang, dan bawakan hadiah”… Aku jawab, “Kalau mama bawa hadiah, pulangnya lebih lama lagi… jadi ngga usah ya..”

kopi luwak dan sekoteng dari sahabat lama

Dan aku menuliskan kejadian kemarin sambil menghirup kopi luwak yang terkenal itu. Yang lucunya banyak orang Indonesia tidak tahu, apa itu kopi luwak. Padahal kopi luwak adalah kopi yang termahal di dunia, you know!  Kabarnya di Amerika 1 kgnya seharga $660, dan di Jepang 100 gramnya seharga 8000 yen (800.000 rupiah!) . Sementara pecinta kopi di luar negeri menahan air liur untuk bisa merasakan kopi luwak, sahabatku si Ria, terang-terangan OGAH minum kopi luwak hihihi. Ngga tega katanya. Memang sih kopi luwak itu melalui proses yang tidak biasa. Luwak (Paradoxurus hermaphroditus) akan memakan biji kopi pilihan, dan melalui asam lambung luwak, biji kopi diproses dan dikeluarkan dalam bentuk biji utuh. Nah memang melihat biji utuh yang baru keluar dari Luwak  ini agak gimana gitu, tapi biji ini kan dicuci, dan dikeringkan dan digiling lagi. Aku sih seandainya disuruh kumpulin sendiri juga mau, bahkan jika disuruh minum kopi disamping si Luwak ok juga hahaha. Dasar Imelda pemakan (peminum) segala…

(gambar dari wikipedia. Aku menuliskan proses kopi luwak, karena kemarin seorang chatter bertanya padaku apa yang menyebabkan dinamakan kopi luwak. Katanya dia tidak belajar tentang Kopi Luwak di SD…. karena aku ingat sekali aku belajar tentang kopi Luwak di SD. Hmmm murid SD sekarang belajar apa ya?)

Makanan Tahun Baru

3 Jan

Dulu toko-toko tutup sampai tanggal 3 Januari, karena tanggal 1-2-3 Januari adalah hari libur resmi. Dan di tiga hari pertama tahun baru itu biasanya ibu rumah tangga bisa “beristirahat” dari tugas memasak, dengan sebelumnya mempersiapkan makanan khas tahun baru dalam jumlah banyak yang disebut osechi ryouri.

Untuk menjawab pertanyaan henny dalam komentar di posting Hari Pertama dan Belanja Pertama, maka saya perbesar foto osechi ryori keluarga kami tahun ini. Yang pasti harus ada dalam osechi ryori adalah:

1. Datemaki, bentuknya seperti rool tart (bolu gulung), karena memang dia terbuat dari banyak telur dengan rasa asin manis karena memakai garam dan gula, tapi berbeda dengan telur dadar biasa, datemaki memakai parutan daging ikan/udang, lalu dipanggang di cetakan persegi, kemudian digulung. Biasanya orang Jepang juga tidak membuat sendiri, karena sulit untuk mendapatkan warna dan bentuk yang bagus.

2. Kamaboko atau saya terjemahkan menjadi bakso ikan. Biasanya terdiri dari warna merah (pink) dan putih.  Juga terbuat dari pasta ikan yang dikukus, tapi tanpa telur. Biasanya adonan ikan tersebut ditaruh di atas sebuah papan kecil lalu dibentuk setengah lingkaran. Tapi ada pula yang dibentuk bundar dengan teknik khusus yang menimbulkan huruf atau gambar jika dipotong. Pada gambar yang pertama sebetulnya jika dipotong akan menampilkan gambar mickey mouse (sayang saya lupa mengambil fotonya).

3. Kuromame atau kacang hitam. Direbus dan diberi banyak gula sehingga manis, selain menimbulkan efek warna mengkilap.

4. Kurikinton, rebusan chestnut dengan pasta ubi yang manis.

5. Nimono atau rebusan yang biasanya terdiri dari renkon (akar teratai), wortel, konnyaku (lidah setan), ubi taro (sato imo) yang bulat, jamur shiitake dan ayam. Direbus memakai dashi (kaldu ikan). Membuat rebusan yang “pas” tidak lembek tidak keras, memerlukan latihan dan kemahiran sang juru masak. 3 tahun yang lalu saya pernah memasak rebusan ini, tapi kali ini saya membeli jadi.

6. kembang tahu isi sayuran (optional)

7. Buah plum kecil dan chorogi (semacam acar dari china yang berbentuk seperti kepompong). Paduan warna hijau dan merah, membuat makanan osechi terlihat menarik.

8. kacang kedelai rebus dan telur ikan nisin (kalau di makassar ada tuing-tuing atau telur ikan terbang…mirip)

9. Ada banyak tambahan bahan lain seperti daging atau lobster, tergantung selera keluarga ybs. Tentu saja semakin banyak memakai ikan/udang/daging maka osechi ryori siap saji akan menjadi mahal. Biasanya orang-orang memesan masakan osechi yang sudah jadi, tinggal bawa pulang, tapi kali ini saya membeli bahan yang sudah jadi dan menghiasnya sendiri dalam kotak susun tiga. Kacang dan ikan menjadi bahan utama dari osechi ryori. Bentuk makanan yang bundar atau panjang, semua mengandung arti, yaitu keharmonisan dan panjang umur.

Jika ditanya apakah osechi itu lauk atau bukan…. hmmm yang pasti osechi tidak cocok dimakan dengan nasi putih. Biasanya dimakan begitu saja. Karena banyak mengandung protein dan gizi, secara jumlah mungkin kurang, tapi sebetulnya cukup untuk mengganjal perut selama 3 hari.Mungkin karena manisnya ya.

Jika nasi putih maka berarti sang ibu harus menanak nasi, dan itu menyebabkan dia harus bekerja. Satu-satunya bahan makanan di tahun baru yang mengenyangkan adalah 0-mochi. Tapi karena keluarga Miyashita tidak begitu suka mochi, sering terlupa untuk saya tuliskan. Padahal di banyak keluarga o-mochi merupakan keharusan.

gambar dari pixta.jp
kagamimochi. Gambar diambil dari pixta.jp

Kagami -mochi merupakan hiasan mochi berbentuk bundar yang ditumpuk, dan biasanya di atasnya ditaruh mikan (jeruk). Biasanya kagami mochi ini ditaruh di depan altar Shinto, kamidana. Ini tidak dimakan sampai tanggal 4 Januari. Setelah tanggal 4 ada kegiatan yang diberi nama mochi biraki, dengan membelah kagami mochi yang ada, dan memakannya.

Mochi potong atau kirimochi. Gambar diambil dari wikipedia japan

Untuk dimakan setiap rumah membeli mochi potongan yang dibungkus plastik satu per satu. Laaah, kalau begitu ibu kerja lagi dong? Hmmm setiap orang bisa membakar mochi sendiri, bahkan kadang jika masih memakai heater dari minyak, kita bisa membakar mochi di atasnya. Atau membakar langsung di atas api kompor atau memakai toaster roti yang berpintu. Kalau mau lebih praktis lagi, masukkan dalam microwave dalam piring berisi sedikit air, dan panaskan selama 2 menit. Memang kurang afdol dengan microwave karena tidak ada “bagian gosong” nya. Cara memakannya bisa begitu saja, bisa dilapis dengan nori (ganggang laut) dan diberi kecap asin. Mochi ini bahan utamanya adalah beras, sehingga makan mochi = makan nasi.

mochi potong yang dibakar. Dimakan dengan nori (ganggang laut) dan shoyu (kecap asin). cocok sebagai pengganti nasi.

Selain dibakar, mochi juga biasanya dimasukkan dalam sup khusus tahun baru yang bernama Ozouni. Setiap daerah mempunyai resep yang berlainan untuk sup ozouni ini.

Ozouni ala Miyashita. Di bagian bawahnya terdapat mochi. Hati-hati jika makan mochi karena mudah menyangkut di leher. Banyak orang tua yang meninggal karena saluran pernafasan tersumbat mochi.

Mochi merupakan salah satu usaha mengawetkan nasi yang paling “canggih” menurut saya. Di musim dingin makan mochi merupakan kesenangan tersendiri. Selain mochi sebetulnya ada satu lagi cara mengawetkan nasi yang disebut dengan kiritanpo きりたんぽ.  Nasi yang telah ditumbuk ditempelkan pada batang bambu sehingga menyerupai susis. Kemudian dibakar di atas arang. Tetapi yang dijual di toko-toko sudah kering, berbentuk hampir seperti chikuwa tapi dengan lubang dibagian batang bambunya. Kiritanpo ini biasanya kemudian dimasukkan ke dalam nabe (panci dengan rebusan macam-macam) atau sukiyaki.

Kiritanpo, cara lain mengawetkan nasi. Banyak didapat di daerah utara Jepang yang suhu mencapai minus di musim dingin. Gambar diambil dari rakuten.co.jp

Karena biasanya selain makan osechi juga banyak yang minum sake, yang sebetulnya terbuat dari beras sehingga cukup mengenyangkan (selain memabokkan). Tapi biasanya sih, tidak ada orang yang tahan makan osechi selama tiga hari berturut-turut. Pernah seorang murid saya mengatakan, “Sensei, pada hari kedua atau ketiga, saya terpaksa lari ke konbini (waserba) dan membeli roti untuk membuat toast. Toast itu benar-benar menyelamatkan saya dari kebosanan pada osechi”. Well saya juga ingat, saya pernah masak Kare di hari kedua, karena bosan dengan rasa yang itu-itu saja. Manis dan asin.

 

Bisa baca juga tulisan serupa : http://imelda.coutrier.com/2011/01/10/semua-ada-artinya/

Sedangkan Ubi Kuliah!

4 Des

Kamu tahu bahasa Jepang untuk Universitas/Perguruan Tinggi? Aku ajarin ya, istilahnya Daigaku. Jadi kalau kamu lulusan Universitas Indonesia = lulusan Indonesia Daigaku.  Kalau lulusan ITB = Bandung Kouka Daigaku. Tinggal dibalik deh susunan katanya.

Hari ini aku mau posting yang ringan dan lucu aja deh. Yaitu sebuah kudapan asli Jepang, terutama dari Kanto (Tokyo dan sekitarnya), yang pasti mudah dibuat dengan bahan yang pasti ada di Indonesia juga. Nama kudapan ini adalah Daigaku Imo, Ubi (di) Universitas? Yang pasti artinya bukan Universitas Ubi, karena susunan katanya bukan IMO DAIGAKU! (Pasti tidak ada yang mau sekolah di sana ya hihihi).

Kebetulan aku punya ubi atau bahasa Jepangnya satsuma imo banyak kiriman dari Akemi san. Biasanya aku cuma goreng biasa lalu taburkan garam sedikit. Mau membuat kolak, tapi bahan lainnya tidak lengkap (unggu kolang-kaling, belum sempat beli). Lalu aku teringat kudapan ini. Kalau mau diterjemahkan sih bisa saja menjadi Ubi Karamel.

Bahan:

Ubi (saya pakai ubi cukup besar 1 batang, ya kira-kira 400 gram)
Gula pasir 4 sendok makan
Air 2 sendok makan
Kecap Kikkoman 1 sendok teh
Cuka (jepang) 1 sendok teh (Cuka Indonesia mungkin cukup setetes/dua tetes, dan saya rasa bisa ganti sedikit lemon kalau tidak ada cuka)

Caranya:

Potong ubi sedang tidak beraturan, kalau saya waktu itu membuat stick saja.
Goreng sampai kuning.

Campuran gula, air, kecap dan cuka dipanaskan di wajan lain sampai menjadi kecoklatan. Kemudian masukkan gorengan ubi ke dalamnya, dan campur. Biasanya waktu dihidangkan orang Jepang menaburkan sedikit wijen hitam di atasnya, tapi karena saya tidak punya ya tidak pakai. Toh itu hanya sebagai pemanis saja.

Kudapan sederhana dari Tokyo...monggo....
Kudapan sederhana dari Tokyo...monggo....

Yang menarik, dengan resep yang ini karamel memang tidak mengeras, sehingga agak “pliket” waktu memakannya. Tapi rasanya? Hmmm yummy loh, sebagai teman minum teh atau kopi….sedaaaap! Selamat mencoba, dan kamu bisa berkuliah bersama si UBI.

Setelah aku cari sejarah nama ini, ternyata memang makanan ini berasal dari lingkungan universitas. Dulu tahun 1912, jenis makanan ini amat disukai kalangan mahasiswa, dan sekitar tahun 1925 ada beberapa mahasiswa Universitas Tokyo yang mencari tambahan uang kuliah dengan menjual makanan ini di sekitar universitas. Tapi ada mahasiswa Universitas Waseda (tempatku mengajar sekarang) juga mengaku bahwa daigaku imo dimulai di universitas itu. Yang mana yang benar? entahlah… Yah pokoknya makanan ini populer di kalangan mahasiswa, jadilah namanya Daigaku Imo. Kalau dipikir-pikir hebat juga mahasiswa bisa menciptakan patent yang enak gini …kalau mahasiswa Indonesia menciptakan patent apa ya? Demo? hihihi.

Waseda Daigaku dalam hujan di musim dingin.... kemarin 3-12-09
Waseda Daigaku dalam hujan di musim dingin.... kemarin 3-12-09 (camera HP Biblio)

OK deh saya mau kasih kuliah pada ubi-ubi hihihi dulu… Selamat hari Jumat…dan menyambut weekend tentunya!