(Tulisan ini masih merupakan rangkaian Kopdar Summer 2010. Dan ternyata tulisan special, karena merupakan postingan yang ke 800. )
Memang begitu kami mendekati tempat ini, kami disambut seekor sapi besar berwarna hijau (heran juga sapi kok hijau ya hihihi). Bahkan seorang bule yang kurasa Manager Toko kemudian berbicara pada pelayan, menyuruh memindahkan seekor anak sapi supaya Kai bisa naik di atasnya. Well mister, thank you very much for your hospitality! Sayangnya anakku malu-malu sehingga percuma aja si Om berusaha nyenengin anakku.
Hari itu tgl 3 Agustus, aku janjian dengan Mbak Tuti Nonka di Plaza Senayan. Sebetulnya sebelumnya aku pergi ke Ratu Plaza untuk membeli game Nintendo untuk Riku. Dia kehilangan 3 chips DS dari Jepang waktu ke TL, sehingga untuk mengobati rasa kecewanya aku pergi ke RatPlaz deh. Waktu sms-an dengan Mbak Tuti kupikir RatPlaz belakang-belakangan dengan Plaza Senayan, sehingga bisa jalan kaki tuh lewat belakangnya. Tapi, biasalah Riku mana mau ikut mamanya kopdar? Dia mending pulang ke rumah dan bermain dengan sepupu-sepupunya (dan bermain games). Jadi terpaksa deh aku antar Riku pulang dulu, dan kemudian dengan taxi yang sama kembali lagi ke PS.
Nah ada satu lagi kejadian waktu aku tiba di PS. Sambil nunggu aku dan Kai duduk di belakang lift menghadap jam. Kemudian aku melihat ke arah pintu masuk dan sekelebat melihat sosok belakang temanku yang di Jepang. “Haruko?” cukup keras aku memanggilnya. Dan waktu dia menoleh, aku tahu pasti aku tidak salah. Ya, dia adalah teman gereja di Tokyo, bertahun-tahun yang lalu. Haruko yang half japanese – bali menikah dengan teman kami segereja juga dan tinggal di Ibaraki sebelah barat Tokyo (kira-kira 3-4 jam dr Tokyo). Aku heran sekali kok kami bisa bertemu di sini, karena Haruko kan kampung halamannya Bali, bukan Jakarta. Guuzen 偶然. Pas kami berdua libur, kok bisa kami berada di tempat yang sama saat itu. Well ada pepatah dalam bahasa Jepang bahwa Tuhan juga suka bercanda. Dan ini mungkin candaannya Tuhan. Mempertemukan kami di Jakarta.
Tak lama, aku mendapat sms dari Mbak Tuti bahwa beliau sudah ada di pintu masuk PS. Pas aku mau cari ke pintu masuk, mendapat telepon bahwa beliau sudah di lantai satu. Cepat-cepat kami naik ke lantai satu, dan bertemu di sana. Setelah mbak Tuti menyelesaikan urusannya dengan salah satu toko, kami beranjak mencari restoran.
Mau ke food court kok rasanya tidak tenang. Sambil aku menggoda mbak Tuti yang belum pernah makan sushi, kami berjalan menuju bioskop PS. Nah, di situlah kami bertemu si sapi!
Restoran Marche ini khas dari Swiss yang dibuka bulan April 2009 di Plaza Senayan. Aku sudah pernah pergi ke restoran unik ini waktu dia masih berada di sebelah hotel Melia, Kuningan. Waktu itu Riku masih kecil sekitar 2 tahun, dan sangat senang naik becak yang diletakkan di tempat bermain anak-anak. Ah…. semoga aku bisa buka file dalam HD yang macet itu. (baca “Hati-hati Kehilangan” deh)
Begitu kami masuk restoran Marche PS ini, kami diberikan satu kertas untuk diberi stamp makanan yang kami pesan. Satu orang satu kertas, dan biarpun anak-anak tetap mendapatkan satu kertas itu. Kabarnya jika hilang maka pengunjung harus membayar 1.000.000 rupiah saja. Sistem BSS (Bayar Sendiri Sendiri) ini juga diterapkan di Urban Kitchen (dan mungkin resto lain yang aku tidak tahu) dan aku rasa sebuah sistem yang “demokratis” yang “egois”, mendidik masing-masing bertanggung jawab atas pesanannya, dan bayar sendiri. Jika bill disatukan, untuk orang Indonesia ada kecenderungan untuk “traktir-mentraktir”, sedangkan dengan pemisahan bill semacam ini, kita hanya membayar apa yang kita makan saja. Meskipun tidak menutup kemungkinan jika saat pulang, semua kertas dikumpulkan dipoolkan ke satu orang yang jadi cukong. Tapi sistem ini bagus untuk mereka yang terburu-buru tidak bisa ikut sampai akhir acara, sehingga dia bisa keluar kapan saja dan tidak perlu meminta pihak restoran menutup bill.
Di pintu masuk juga terdapat paket kids meal, yang harganya cukup mahal (aku lupa berapa) tapi meal + kertas/crayon dan bola bersinar. Tadinya mau membelikan kids meal untuk Kai, tapi karena Kai sudah makan, aku membeli bolanya saja. Dan itu langsung dicatat di kertas bill-nya si Kai.
Kami mengelilingi restoran untuk mencari kursi yang enak. Dan kami masuk ke sebuah ruangan dengan sapi di jendela. Wah kesannya memang seperti makan di sebuah peternakan. Kai senang sekali. Jadi supaya tempat duduk kami tidak diambil orang lain, aku meninggalkan susu dan barang Kai di kandang itu. Kemudian kami melihat-lihat tempat lain.
Ternyata ada bilik bermain untuk anak-anak dan semacam cable car di suatu sudut, sehingga kami merasa lebih baik duduk di dekat bilik bermain itu. Jadi Mbak Tuti mengambil barang kami di tempat duduk semula (terima kasih ya Mbak) dan aku menduduki tempat baru. Saat itu seorang pelayan datang dan bertanya, “Ibu akan duduk di sini?” “Ya”…dan dia membalikkan sebuah papan di meja yang menunjukkan bahwa tempat itu sudah ditempati. Yaaah tahu gitu kan tidak usah taruh barang segala hihihi (ketahuan udiknya).
Setelah duduk, tibalah waktunya kami memilih makanan. Nah, di sini kami bisa memilih berbagai jenis masakan yang disajikan di stall (ajungan) seperti di pasar. Ceritanya keliling pasar dan membeli makanan A di warung ini, dan minuman B di warung lain. Atau konsep Pujasera deh (Pusat Jajan Serba Ada), yataimura 屋台村 di Jepang. Rupanya kata Marche itu dalam bahasa Swiss adalah pasar. Nah kan…sekarang bisa mengerti mengapa aku menulis judul “Ini Pasar atau Peternakan sih?”. Karena memang restoran ini perpaduan dari Pasar dan Peternakan.
Makanan di sini memang European banget. Hmmm ada nasi ngga ya? Kok rasa-rasanya tidak ada nasi. Tidak cocok untuk perut jawa! Tapi cocok untukku karena sebetulnya aku tidak suka makan nasi :D. Maka ketika seorang teman mengajak makan di restoran Sunda aku menolak (Maaf ya Ye…). Biasanya kalau di restoran yang menu utama nasi, aku akan memilih sate ayam, gado-gado atau makanan lain yang bisa dimakan tanpa nasi. Perutku memang bukan perut jawa tapi perut eropa hahaha.
Makanan swiss memang banyak memakai kentang, sehingga menu seperti kirsch (pie kentang) menjadi menu utamanya. Dan yang membuat aku bangga di sini adalah kentang-kentang besar yang ditaruh di sana berasal dari DIENG! Sayang aku tidak foto (kabarnya di sini tidak boleh foto-foto, kata mbak Tuti…aku sendiri tidak baca sih). Mungkin takut konsepnya ditiru ya?
Restoran Marche ini bekerjasama dengan Movenpick Restaurant. Juga nama movenpick adalah nama sebuah perusahaan ice cream swiss yang terkenal, sehingga bisa dipastikan es krimnya enak. Karena itu aku membelikan waffle ice cream untuk Kai, yang hampir 80% aku yang habiskan. Berlainan dengan Riku, Kai tidak begitu suka ice cream. Tidak pernah habis!
Sambil makan dan mengobrol, Kai bermain di gerbong cable car. Dan akhirnya tertidur setelah minum susu di situ. Terpaksa deh aku gendong dia pulang, waktu jam menunjukkan angka tiga. Karena Mbak Tuti harus kembali ke hotel, mengambil barang lalu ke bandara.
Ah…sambil berjalan ke kasir aku sudah merasa sedih, ditambah lagi waktu mau membayar diambil alih oleh Mbak Tuti. Aku tidak bisa berbuat banyak karena sambil menggendong Kai. Di depan kasir itulah aku jadi terharu dan mulai menangis. Mbak Tuti sudah datang dari jauh untuk bertemu denganku, masih traktir lagi… hiks, padahal waktu berada di Jakarta rasanya belum optimal dipakai untuk bercerita dan bermain bersama. Padahal aku juga tahu mbak Tuti sedang super sibuk, tapi mengkhususkan datang ke Jakarta tiga hari. Perasaan dekat itu keluar begitu saja dan membuatku terisak. Ingin memeluk Mbak Tuti erat-erat tapi sambil menggendong Kai. Ahhh Kai, kamu ngganggu aja sih. Tapi tanpa Kai sudah bisa dipastikan kami berdua dapat menjadi pusat perhatian di depan resto itu. Tidak ingin berpisah, tapi harus. (sambil menulis ini saja aku nangis lagi deh).
Memang seperti yang aku tulis di komentar posting mbak Tuti “The Amazing Three Days” bahwa Quality of Friendship tidak ditentukan oleh tatap muka dan pertemuan. Dilandasi keinginan baik tentu persahabatan ini tidak akan berakhir. Entah kenapa aku juga merasa kecocokan dan kedekatan yang “misterius” dengan Mbak Tuti. Yang tidak bisa ditanya apa alasan atau sebabnya. Karena interaksi kami berdua juga bisa dihitung dengan jari. Tapi that kind of feeling…. Mungkin seperti orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama? or…. lebih ke soulmate? entahlah. Aku berharap persahabatan yang awalnya dimulai dari dunia maya ini dapat terus berlangsung, sembari kita masing-masing hidup dengan kegiatannya masing-masing. Meskipun “No news is good news”, kita bisa saling membaca dan berkomentar di TE dan TV, atau bahkan lewat blog teman-teman yang lain.
Mengulang kembali tulisanku di TV, aku mendoakan seluruh kegiatan teman-teman blogger selama bulan Ramadan ini. Khususnya untuk Mbak Tuti dalam penyelesaian disertasinya (bukan thesis). Kami menunggu dengan sabar sambil berdoa agar hasilnya baik adanya. Jaga kesehatan ya mbak…
Dan… mungkin kita bisa berdoa bersama juga supaya sahabat kita Ata-chan bisa membuka restoran dengan konsep peternakan di Kediri, sehingga nanti kita bisa sama-sama wisata kuliner ke sana ya…. (pisss Ata…. heheheh)
Soal kopdar ke Bali Desember 2010,aku sudah pasti tidak bisa datang mbak. Aku hanya bisa liburan bulan Agustus saja, mengikuti liburan musim panasnya Riku. So till summer next year ya….