100 Karung Beras

12 Okt

Judul aslinya “Kome Hyappyou 米百俵” , samar-samar aku mengingat  sebuah cerita sejarah yang melatarbelakangi slogan “100 karung  beras” ini. Peristiwa ini terjadi di domain (=藩 han = daerah yang dikepalai seorang Hanshu, semacam “raja kecil”)  Nagaoka, di prefektur Niigata sekitar tahun 1860-an. Saat itu daerah ini kalah perang Boshin, dan mengalami kelaparan. Melihat kondisi ini, “tetangga”nya domain Mineyama, mengirimkan 100 karung beras, dengan tujuan menyelamatkan daerah Nagaoka dari kelaparan. TAPI, seorang petinggi daerah Nagaoka yang bernama Kobayashi Torasaburo malahan menyuruh menjual beras itu dan hasil penjualan diperuntukkan untuk membangun sekolah. Katanya: “Seratus karung beras itu jika dimakan akan habis dalam sekejap, tapi jika dijadikan sekolah (pendidikan) kita akan menuai hasilnya kelak, 10.000 atau 100.000 karung.” 「百俵の米も、食えばたちまちなくなるが、教育にあてれば明日の一万、百万俵となる」

Tentu saja keputusan itu dikecam oleh petinggi yang lain, namun keputusan itu tetap dijalankan dan didirikan Koukkan Gakkou yang menjadi cikal bakal SD Sakanoue, yang masih ada sampai sekarang. Dan semangat Kome Hyappyou ini disentil lagi oleh PM Jun-ichiro Koizumi, dengan menekankan pentingnya berpikir jauh ke depan.

buku skrip drama oleh Yamamoto Yuzo

Sebetulnya hari ini tanggal 12 Oktober 2015 merupakan hari Olahraga di Jepang. Karena sekolah anak-anakku sudah menjalankan class meeting di bulan Mei, kami tidak perlu datang ke sekolah untuk meramaikan Undokai (class meeting) tersebut. Tapi meskipun hari ini tanggal merah, deMiyashita tidak libur. Papa Gen bekerja, karena hampir semua universitas mengadakan kuliah pada hari ini. Riku juga tidak ada di rumah, karena mengikuti pertandingan Badminton pemula bagi amatir se-kelurahan Nerima sejak kemarin. Hari ini dia bermain dobel bersama temannya…. dan … tentu saja kalah karena dia baru mulai belajar bermain sejak April lalu hehehe.

Nanti tanggal 3 November, Jepang juga merayakan Hari Kebudayaan, jadi libur. Dan untuk merayakan hari kebudayaan itu, sekolah Riku mengadakan perlombaan paduan suara. Delapan belas kelas sudah berlatih sejak awal bulan Oktober, dan besok akan tampil di Pusat Kebudayaan daerah kami. Aku pun akan ikut sibuk karena aku harus mengambil foto untuk kemudian dimasukkan ke dalam buletin PTA.

Yang membuat aku termenung hari ini adalah kenyataan bahwa di Jepang TIDAK ADA hari pendidikan seperti di Indonesia. Tapi tentu bukan berarti Jepang tidak menganggap pendidikan itu penting. Dan aku sadari bahwa dari olahraga dan kebudayaan itu juga tercermin pendidikan Jepang yang sesungguhnya. SEMUA berawal dari kelompok kecil. Kerjasama dan persatuan. Maju bersama demi masa depan!

Satu lagi yang membuatku ingat pada “100 karung beras” ini adalah sebuah buku yang dikarang Yamamoto Yuzo, seorang pengarang sastra anak-anak dan penulis skrip drama (screen play) yang terkenal. Buku “Kome Hyappyou” juga merupakan buku skrip drama. Aku melihat buku ini di museum Yamamoto Yuzo yang berada di Kichijouji, tidak jauh dari gerejaku. Karena ada tempat parkirnya, Gen memarkirkan mobil kami, dan kami bertiga : aku, Gen dan Kai masuk ke dalam. Riku sakit kepala sehingga menunggu di mobil.

Memang seperti rumah biasa, yang dibuat menjadi museum.

Museum ini merupakan bekas rumah kediaman Yamamoto Yuzo. Dari foto-foto yang ada, terlihat banyak anak-anak yang mengunjungi rumah itu dan membaca buku-buku cerita anak-anak di perpustakaan rumah itu. Ada pula foto waktu Yamamoto Yuzo berdiri berbicara di depan anak-anak itu di teras rumah. Rumahnya asri dan memang merupakan bangunan eropa.

ternyata salah satu ruangan pernah dibuka untuk umum, sebagai tempat membaca anak-anak.

Ada beberapa karyanya yang terkenal, tapi belum ada yang pernah kubaca. Tapi Gen menyarankan untuk membaca kompilasinya mengenai sastra dunia yang dia terjemahkan. Hmmm kalau sastra dunia mending aku baca dalam bahasa Inggris dong hehehe.

Hari Penerjemah Internasional

1 Okt

Aku baru tahu ada hari penerjemah Internasional ketika membaca status temanku, Charity. Sasuga penerjemah tersumpah Bahasa Jepang- Indonesia! Tapi Imelda tidak bisa berhenti sampai di: “Oooo ada toh hari penerjemah? ” Tentu aku jadi ingin tahu kenapa tanggal 30 September ditetapkan sebagai hari penerjemah internasional.

Berkat googling kudapati bahwa : International Translation Day is celebrated every year on 30 September on the feast of St. Jerome, the Bible translator who is considered the patron saint of translators. The celebrations have been promoted by FIT (the International Federation of Translators) ever since it was set up in 1953. (wikipedia)

Lalu kucari dalam bahasa Jepang, apakah penerjemah Jepang ikut merayakan hari peringatan penerjemah internasional itu, dan ternyata tidak! Memang sepertinya gaungnya lebih pada penerjemahan dari dan ke bahasa Inggris.

Tapi yang pasti dari yang pernah kudapat selama kuliah dan hidup di Jepang selama 22 tahun ini, Jepang bisa maju juga karena peran penerjemah! Meiji awal banyak diterbitkan buku terjemahan dan bisa disebutkan Futabatei Shimei sebagai pelopornya. Dia menerjemahkan buku “Aibiki” dari bahasa Rusia karangan Ivan Turgenev Ивáн Серге́евич Турге́нев、ke dalam bahasa Jepang. Selain itu ada nama Mori Oogai yang seorang dokter yang banyak menerjemahkan buku-buku bahasa Jerman. Sampai-sampai disebutkan bahwa kesustraan jaman Meiji merupakan kesusastraan terjemahan!

Dari sebuah sumber diketahui bahwa sampai dengan tahun ke 15 Meiji (1882), ada 1500 buku terjemahan hampir 15% dari buku yang diterbitkan di Jepang. Sebuah jumlah yang menurutku cukup besar untuk kondisi pada jaman itu. Dan buku-buku terjemahan itu sedikit banyak membantu modernisasi Jepang.

Sekarang memang kemampuan bahasa Inggris sudah menjadi syarat untuk setiap orang di dunia. Untuk mengglobal katanya. Tapi masih ada bidang-bidang yang masih sulit dimengerti masyarakat awam sehingga peran penerjemah masih (sangat) dibutuhkan. Itu untuk bahasa Inggris, padahal dunia itu luas. Untuk mengetahui kebudayaan dan kemajuan negara-negara lain, tentu masih diperlukan orang-orang yang menguasai bahasa negara-negara tersebut.

Salah satu profesiku memang penerjemah, tapi itu kalau ada permintaan dalam bentuk pekerjaan. Di luar pekerjaan, sering aku menemukan artikel atau tulisan yang bagus, yang ingin sekali kuterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tapi sering kali  tidak ada waktu untuk mengerjakannya, atau tidak ada kata-katanya yang tepat untuk menggambarkan maksud tulisan aslinya. Di blog ini, ada beberapa terjemahan picture book, cerita anak, syair lagu dan puisi. Akhir-akhir ini aku juga menulis sedikit pemikiran tentang Jepang berdasarkan artikel bahasa Jepang yang tidak bisa aku terjemahkan semua (karena kurang waktu) di sini. Semoga ke depannya aku masih ada waktu untuk menerjemahkan tulisan-tulisan menarik lagi di sini ya.

Sebagai penutup aku ingin mengucapkan selamat bekerja untuk teman-teman penerjemah, termasuk sempai Charity, my dimple sister Sanchan, dan narablog Krismariana.

Ketika Aku Cantik

11 Nov

Hari Jumat lalu, aku mengajar tentang puisi Indonesia kepada mahasiswa kelas menengah. Aku memperkenalkan karya Chairil Anwar yang terkenal “Aku” dan karya Rendra. Sambil aku menanyakan mereka apakah mereka menyukai Haiku, Tanka atau puisi modern Jepang dan siapa penyair Jepang kesukaannya. Atau kalau tidak suka puisi dan sastra, mungkin mereka punya sebuah kata mutiara, kalimat yang mereka sukai berupa quotes atau peribahasa, apa saja. Lalu kutanya satu-satu. Dan ternyata memang hanya 4 orang (3 wanita) dari 20 mahasiswa yang menyukai puisi.

Aku biasanya mengambil contoh puisi Jepang untuk diterjemahkan dari karya Kaneko Misuzu yang sudah pernah aku tulis di sini, tapi dari mahasiswaku aku menjadi mengenal satu lagi nama penyair wanita Jepang yaitu Ibaraki Noriko. Aku langsung mencari puisinya dan menurut suamiku yang paling terkenal itu judulnya : “Ketika Aku sedang Cantik-cantiknya” わたしが一番きれいだったとき。

Ketika aku sedang cantik-cantiknya         わたしが一番きれいだったとき
Kota runtuh berserakan                 街々はがらがらと崩れていって
dari tempat-tempat yang tak terduga        とんでもないところから
bisa terlihat langit biru                  青空なんかが見えたりした

Ketika aku sedang cantik-cantiknya         わたしが一番きれいだったとき
Orang di sekelilingku banyak yang mati      まわりの人達が沢山死んだ
di pabrik di laut di pulau tak bernama        工場で 海で 名もない島で
Tak ada lagi niat untuk bersolek            わたしはおしゃれのきっかけを落としてしまった

Ketika aku sedang cantik-cantiknya                              わたしが一番きれいだったとき
tidak ada orang baik yang memberika hadiah             誰もやさしい贈り物を捧げてはくれなかった
Lelaki hanya tahu tanda hormat                                         男たちは挙手の礼しか知らなくて
dengan pandangan yang bersih semua berangkat       きれいな眼差だけを残し皆(みな)発っていった

Ketika aku sedang cantik-cantiknya                                わたしが一番きれいだったとき
Kepalaku kosong                                                                       わたしの頭はからっぽで
Hatiku kaku                                                                                 わたしの心はかたくなで
Hanya tangan dan kaki berwarna coklat                          手足ばかりが栗色に光った

Ketika aku sedang cantik-cantiknya                                 わたしが一番きれいだったとき
Negaraku kalah dalam perang                                             わたしの国は戦争で負けた
Adakah hal yang sebodoh itu?                                             そんな馬鹿なことってあるものか
menggulung lengan menyusuri kota hancur                  ブラウスの腕をまくり卑屈な町をのし歩いた

Ketika aku sedang cantik-cantiknya                                  わたしが一番きれいだったとき
dari radio mengalir musik jazz                                               ラジオからはジャズが溢れた
sambil sempoyongan merokok diam-diam                      禁煙を破ったときのようにくらくらしながら
Aku mabuk oleh musik luar negeri                                      わたしは異国の甘い音楽をむさぼった

Ketika aku sedang cantik-cantiknya                                    わたしが一番きれいだったとき
Aku amat tidak bahagia                                                             わたしはとてもふしあわせ
Aku merasa sangat aneh                                                            わたしはとてもとんちんかん
Aku merasa amat kesepian                                                       わたしはめっぽうさびしかった

Karena itu kuputuskan untuk panjang umur                    だから決めた できれば長生きすることに
setelah tua akan melukis yang sangat indah                      年とってから凄く美しい絵を描いた
seperti karya paman  Rouault                                                    フランスのルオー爺さんのようにね

Sebuah puisi yang ditulis waktu Ibaraki Noriko berusia 15 tahun waktu terjadi perang Jepang Amerika (sampai berusia 19 tahun) menggambarkan situasi pada saat itu. Tapi ada satu lagi puisi yang berjudul  Jibun no Kanjusei kurai 自分の感受性くらい、“Sensitifitas diri”Ibaraki Noriko menghardik diri sendiri yang menyalahkan dunia akan kegagalan atau kekeringan hati. Sampai dia menyebut dirinya sebagai bakamono ばかもの orang yang bodoh. Dengan puisi itu seakan dia ingin bangkit dari semua kegagalan.

Setelah aku dan Gen membahas dua karya Noriko ini, kami menyadari bahwa Ibaraki Noriko yang membuat majalah puisi berjudul “KAI” 櫂 pada tahun 1953 yang kanjinya kami pakai untuk nama anak kedua kami. Aku jadinya ingin mencari puisi-puisinya yang lain deh.

Kamu suka puisi siapa?

sumber http://kajipon.sakura.ne.jp/kt/shisyu.html

Buku Cerita

21 Okt

Hari Minggu tanggal 13 Oktober, setelah menonton baseball, kami mengunjungi rumah mertua di Yokohama. Kebetulan adik Gen dari Sendai datang, dan juga keesokan harinya tante dari Wakayama juga mampir. Jadi secara tidak langsung kami bereuni di sana. Dan mengisi acara setelah makan siang, bapak mertuaku memutar film lama, The Guns of Navarones.

The Guns of Navarone

Aku langsung teringat bahwa aku sudah pernah membaca buku aslinya. Sebuah buku yang dikarang Alistair MacLean dengan judul Meriam Benteng Navarone (1957). Kenapa aku bisa ingat tentang buku ini, sebenarnya karena buku ini termasuk buku novel dewasa pertama yang kubaca dengan sembunyi-sembunyi waktu aku kelas 5 SD (atau 6 persisnya aku lupa)- sekitar tahun 1981. Sebelumnya aku hanya membaca buku-buku tipisnya Album Cerita Ternama, atau cerita-cerita anak-anak. Temanku yang tetangga di belakang rumah yang meminjamkan buku kakaknya itu kepadaku. Dia menyerahkan buku itu lewat pagar rumah, dan waktu selesai aku kembalikan juga lewat pagar kawat. Lucu juga kalau mengenang masa-masa itu.

Buku Meriam Benteng Navarone yang kupinjam. Setelah itu di Jepang aku membeli buku bekasnya yang berbahasa Inggris.

 

Dan karena aku takut tidak diperbolehkan baca buku setebal itu oleh mama, aku membacanya di kamar asisten di belakang. Mama memang tidak begitu senang membaca, lain dengan papa. Untuk soal buku, aku memang “anak papa” :D. Aku sembunyikan novel itu di bawah kasur asisten, dan kalau mau baca ya masuk kamar mereka dan baca di situ 😀 (Duh pengakuan dosa deh hehehhe). Tapi sesuai dengan keterangan tentang Alistair MacLean “Compared to other thriller writers of the time, such as Ian Fleming, MacLean’s books are exceptional in one way at least: they have an absence of sex and most are short on romance because MacLean thought that such diversions merely serve to slow down the action.” Jadi tidak ada dong cerita yang nyerempet-nyerempet begitu. Bahkan menurutku waktu itu ceritanya sulit dicerna. Ada dua buku Alistair yang kubaca yaitu Meriam Benteng Navarone ini dan HMS Ulysses, dan keduanya berat euy.

Tapi dengan buku berat ini, aku akhirnya menyenangi cerita spy, misteri dan detektif. Setelah itu bacaanku buku-buku Agatha Christie, Sidney Sheldon pinjam dari perpustakaan tapi kalau membeli sendiri aku hanya boleh membeli bangsanya Lima Sekawan dan Trio Detektif. Tentu Winnetou juga termasuk di dalam daftar bukuku. Untung saja waktu itu aku belum kenal Kho Ping Ho, coba kalau kenal jaman aku SMP bisa-bisa aku tidak belajar 😀

Baru setelah aku masuk SMA dan bahasa Inggrisku sudah cukup memadai, aku membaca buku roman berbahasa Inggris dari Mills and Boon (sekarang menjadi Harlequin) dan berkenalan dengan Barbara Cartland 😀 yang tipe ceritanya senada semua: Gadis miskin berkenalan dengan pria kaya. Cinderella stories deh. Lama kelamaan aku bosan dan memutuskan “persahabatan” dengan BC.

Jaman universitas aku sudah bisa membeli buku sendiri, dan menyukai buku-buku dari S. Mara Gd, V. Lestari dan Maria A Sardjono. Ingin membeli buku-buku Mills and Boon tidak bisa karena sulit mendapatkan buku bahasa Inggris saat itu. Sejak aku bisa membaca buku bahasa Inggris di SMA, aku tidak pernah lagi suka buku terjemahan jika tidak terpaksa sekali.

Sekarang buku-bukuku beragam, tapi sampai aku tetap merupakan fans  ketiga penulis wanita Indonesia dan buku romance Harlequin dalam bahasa Inggris karena membaca buku-buku mereka membuatku rileks dan bisa menikmati waktu “me Time” atau dalam perjalanan dalam kereta.

Hari ini adalah hari kelahiran seorang penulis cerita detektif Jepang yang bernama Edogawa Ranpo. Coba sebutkan nama ini dan bayangkan nama Edgar Alan Poe, mirip kan? Memang dia memakai nama ini, padahal nama aslinya adalah Hirai Tarou. Bukunya yang terkenal adalah Kaijin Nijumensou 怪人二十面相(かいじんにじゅうめんそう). Sayangnya aku belum pernah baca karya-karyanya. waktu kutanya apakah Gen pernah baca, ternyata dia tidak pernah baca. Gen sih jenis bacaannya susah seperti sastra klasik dan modern serta buku essei biologi. Eh tapi dia sudah menyelesaikan tetraloginya Pramoedya Ananta Toer loh (tentu saja terjemahan ke bahasa Jepang) .

Kamu suka buku cerita detektif?

Sssst aku sedang membaca ini:

Misteri Dilema Seorang Menantu

Open School

20 Sep

Ada dua kegiatan di sekolah dasar Jepang yang melibatkan orang tua murid yaitu Jugyo Sankan 授業参観 (Open Class – orang tua melihat pembelajaran di kelas anaknya) dan Gakkou Koukai 学校公開 (Open School – Sekolah dibuka untuk umum/ yang mau mengunjungi). Tujuannya sama, yaitu supaya orang tua bisa melihat langsung kegiatan pembelajaran anaknya, tapi untuk yang Open School ini, orang tua bisa mendatangi kelas-kelas lainnya untuk “melongok” kegiatan pembelajaran, misalnya kelas komputer, kelas seni dsb. Sedangkan jugyou sankan atau open class, orang tua hanya berada di kelas anaknya saja, kecuali kalau ada kakak/adiknya di sekolah yang sama.

Kedua kegiatan ini memang biasanya diadakan pada hari biasa, tapi pasti ada satu hari Open School yang diadakan hari Sabtu sehingga orang tua yang bekerja di hari biasa juga bisa hadir. Kedua kegiatan ini sudah terdapat dalam rencana kegiatan sekolah tahunan, jadi bisa diketahui dari jauh-jauh hari (tidak mendadak), seperti juga kegiatan sekolah yang lain (termasuk Idou Kyoshitsu – Kelas Bergerak). Tidak ada kegiatan di sekolah yang mendadak, bahkan kalaupun ada gangguan cuaca sehingga terpaksa dibatalkan, pasti akan diberitahukan cadangan hari pelaksanaannya.

Hari ini merupakan Open School untuk SD nya Riku. Dan seperti biasa Riku amat mengharapkan kedatanganku. Sebetulnya aku harus bersyukur, karena banyak anak yang tidak suka jika ibunya datang. Riku malah sedih kalau aku tidak bisa datang 😀 Sehingga waktu kemarin dia mengingatkan bahwa hari Jumat ada Open School, aku cepat-cepat membatalkan rencana kencan dengan Sanchan 😀

Tapi hari ini aku tidak enak badan. Entah akhir-akhir ini aku merasa tidak bertenaga, sehingga harus tidur siang supaya bisa kuat. Pengaruh cuaca mungkin ya. Jadi tadi aku tidur lagi setelah mengantarkan Kai ke TK. Dan terbangun pukul 11. Hmm setelah melihat jadwal pelajaran dari jam pertama sampai ke 4 aku merasa tidak apa-apa jika aku tidak hadir. Aku juga sudah tanya Riku jam pelajaran ke berapa yang dia ingin sekali aku datang. Mamanya sudah tidak bisa kalau harus seharian berdiri terus di belakang kelas. Dan dia katakan jam ke 5 (13:40-14:25) dan ke 6 (14:30-15:15), karena di jam ke 6 dia akan presentasi. Jadi deh aku keluar rumah jam 13:20 berjalan ke SD karena tidak boleh naik sepeda (tidak ada parkir sepeda).

Jam ke 5 ternyata diadakan di perpustakaan. Ternyata waktu kulihat di jadwal judulnya: “Story Telling and Book Talk” , sehingga waktu aku datang dan bertemu wali kelas Riku, aku diajak masuk ke perpustakaan dan duduk (huh lega deh bisa duduk hehehe). Selama jam ke 5 hanya ada 5 orang tua murid yang datang dari 31 murid satu kelas. Yah memang sih biasanya orang tua murid datangnya jam pertama sampai ke 4 yang diadakan sebelum makan siang. Waktu makan siang kami harus pulang dan datang lagi pukul 13:40 (jam ke 5) itu. Jadi memang biasanya sedikit sekali orang tua yang hadir pada jam ke 5 dan ke 6.

Tapi waktu kutanya pada ibu yang di sebelahku dan kepada Riku juga, ternyata orang tua yang mengunjungi kelas sangat sedikit kali ini. Paling banyak 5 orang 🙁 Kasihan juga anak-anak ya. Memang kalau melihat pengalaman yang lalu, ibu-ibu akan bersemangat untuk hadir di kelas-kelas rendah, kelas 1-2-3, lalu mulai kelas 4 ke atas mulai malas datang. Mungkin bosan, mungkin merasa tidak perlu, mungkin tidak bisa karena bekerja. Aku pun sebetulnya kalau hari Jumat tidak bisa, tapi berhubung semester genap belum mulai (baru mulai minggu depan) aku bisa datang.

Anyway, pelajaran jam 5 di perpustakaan ini BAGUS sekali. Setelah jam ke 5 selesai, aku sempat memuji wali kelasnya, dan ternyata pelajaran seperti ini BARU percobaan pertama kali. Wah, aku katakan “Bagus sekali kalau setiap bulan diadakan pak!”. Sebagus apa sih?

Guru penanggung jawab perpustakaan (aku singkat guru perpustakaan) memulai pelajaran dengan menceritakan satu cerita dari Ethiopia (Judul : Mura no Eiyu – Watanabe Shigeo)  . Cerita yang menarik dan menjadi pengetahuan juga karena dengan demikian anak-anak juga ditanya Ethiopia itu di mana, dsb pengetahuan umum. Aku pun ikut terhibur dengan Story Telling ini.

Cerita rakyat Ethiopia

Sesudah itu guru tersebut mengadakan Book Talk; yaitu memperkenalkan buku-buku pilihan yang menurutku semua menarik. Ada buku tentang Kucing Kampung : bagaimana kucing kampung melewatkan satu hari dan bagaimana manusia meneliti Kucing Kampung, Cerita tentang Topi Merah dan Topi Putih yang justru merupakan buku matematika yang sulit, ada buku tentang Nasi, mulai dari ukuran berat jaman dulu sampai dalam satu mangkuk ada berapa butir beras, Cerita tentang pohon Mochi yang ternyata ada dalam buku teks pelajaran SD kelas 5 dsb. Ada cerita tentang kalender yang dibuat Julius Caesar dan Gregorius. Aku sendiri berminat membaca buku tentang Nasi itu, menarik!

sebagian dari buku-buku yang diperkenalkan dalam Book Talk

Setelah Book Talk selesai, murid-murid diberi waktu bebas untuk membaca buku atau meminjam buku. Buku-buku yang diperkenalkan guru tadi itu juga menjadi rebutan untuk dipinjam. Aku mencari Riku untuk melihat dia membaca atau meminjam buku apa…eeeeh ternyata dia berada di belakang meja peminjaman. Dia menjadi Petugas Perpustakaan. Oh iya dia kan memang anggota OSIS untuk seksi perpustakaan 😀 Senang dan bangga juga melihat anak sedang “bertugas”.

Jam ke 6 murid- murid kembali ke kelas dan melaksanakan pelajaran SOGO (Multidisiplin). Mereka dibagi menjadi 6 kelompok dan mengadakan presentasi atas penelitian mereka tentang “Beras”. Pantas waktu itu Riku minta bantuan aku untuk mencari tentang “Pengembangan Jenis Beras” di internet. Anak-anak dibiasakan untuk mengadakan presentasi. Ada yang berbicara jelas tapi ada pula yang kecil suaranya. Juga ada yang penelitiannya kurang “dalam” sehingga berkesan asal-asalan, tapi semua sudah berusaha dengan baik. Ada yang membuat presentasi berupa “buku laporan” dan ada yang berupa poster. Bagian Riku dia menjelaskan bagaimana pembuahan padi yang menjadi “bapak” dan padi “ibu” untuk menjadi padi jenis baru yang lebih tangguh dan enak rasanya. Suaranya lumayanlah meskipun masih kurang keras dan jelas (menurutku).

Meskipun aku hanya mengikuti jam ke 5 dan ke 6, hari ini aku merasa menjadi “murid” yang baik dan banyak belajar dari guru perpustkaan dan dari presentasi murid-murid. Gratis lagi 😀 Hebat deh.

Pulang sekitar jam 15:45, dan karena masih ada waktu 30 menit sebelum Riku pergi Juku (bimbel) , aku mengajak dia kencan di restoran dekat rumah untuk makan es krim. Kapan lagi aku ada waktu benar-benar “berduaan” dengan sulungku, jadi aku menikmati waktu 30 menit yang berharga itu, dan menghabiskan sisa-sisa makanannya sementara dia bergegas naik sepeda ke Juku. Sedangkan aku masih ada waktu 20 menit lagi sebelum menjemput Kai di TK.

Very nice one Friday for me… How was your Friday?

 

 

Cinta Sejati

29 Jan

 

Cinta Sejati

 

Cinta sejati tak butuh nama

tak butuh wujud fisik

tak butuh kata-kata manis

tak butuh tempat

 

Hanya butuh AKU dan KAMU

dan rasa CINTA itu sendiri

tanpa nama tanpa wajah tanpa basa basi

 

Aku tak peduli siapa namamu

bagaimana wajahmu

tapi aku peduli

bagaimana kabarmu dan apa isi hatimu

 

                                                                                                           ****imelda, jan 2012****

 

Ungkapan Anti Biasa, Ungkapan Dengan HTML

—————————————————————————-

sekedar catatan untukku :

http://www.w3schools.com/cssref/playit.asp?filename=playcss_line-height&preval=150%25

http://immigration-usa.com/html_colors.html

Get Old With Me

28 Des

Masih dalam suasana tulisan yang kemarin, aku ingin memperkenalkan sebuah iklan dan lagu yang akhir-akhir ini aku senangi.  Iklannya sebetulnya adalah iklan majalah untuk segala persiapan pernikahan dari gedung, gaun pengantin sampai interior rumah pengantin baru, yang bernama Zexy. Intinya sih, seperti  catch phrasenya: Menjadi tua denganku.  Iklan selama 30 detik itu benar-benar membuat orang berpikir untuk melewati harinya bersama….daripada sendirian menghadapi hari tua. Atau berpikiran kalau toh nanti harus sendirian, akan lebih bahagia jika mengisinya berdua… dan beranak-cucu. Aku tidak tahu apakah di Indonesia ada majalah seperti itu. Jadi seperti EO pernikahan yang menyusun berbagai plan upacara pernikahan tapi dicetak dalam majalah dan menjadi referensi bagi mereka yang akan menikah. Hmmm untuk mudahnya bayangkan seperti buku model rambut di salon deh. Tinggal tunjuk mau yang bagaimana, lalu telepon, (bayar) dan laksanakan. Bisnis pernikahan di Jepang memang amat berkembang, karenanya urusan nikah-menikah ini cukup menguras dompet 😀

Nah iklan ini memakai lagu dari seorang penyanyi dan pemain film Fukuyama Masaharu yang berjudul : Kazokuni narou (Mari membangun keluarga)

Meskipun telah membuatku bingung dengan berkata
“100 tahun berlalu tetaplah suka padaku”
Tetap tertawa di sebelahku
Terima kasih telah memilihku

Seberapapun kita saling percaya
Pasti akan ada hal yang tidak kita ketahui
Berdampingan hidup dengan “kesendirian”
Di situlah mungkin ada “cinta”

Suatu hari aku akan menjadi seperti papa yang tangguh sebagai sandaran keluarga
Suatu hari aku akan menjadi seperti mama yang lembut hatinya
Menjadi keluarga dan melewati segala yang akan menghadang

Waktu kecil aku amat lemah
sangat cengeng dan manja
sibuk dengan urusan sendiri
aku belum bisa membalas budi
Tetapi esok meskipun tak bisa langsung berubah
selangkah demi selangkah akan berubah dari orang yang menerima
bisa menjadi orang yang memberi 

Suatu hari aku menjadi seperti kakek yang pendiam tapi kuat
Suatu hari menjadi seperti nenek yang tersenyum manis
dapat hidup bersama kamu, menjadi seperti mereka

Suatu hari bersama seorang anak lelaki dengan senyum seperti kamu
Suatu hari bersama seorang anak perempuan yang cengeng seperti aku
Menjadi keluarga dan melewati segala yang akan menghadang
Jika bersama kamu pasti bisa
Mari kita meraih bahagia…. 

(diterjemahkan bebas oleh Imelda, dengan beberapa penyesuaian)

「100年経っても好きでいてね」
♪みんなの前で困らせたり
♪それでも隣で笑ってくれて
♪選んでくれてありがとう
♪どれほど深く信じ合っても
♪わからないこともあるでしょう
♪その孤独と寄り添い生きることが
♪「愛する」ということかもしれないから…
♪いつかお父さんみたいに大きな背中で
♪いつかお母さんみたいに静かな優しさで
♪どんなことも越えてゆける 家族になろうよ

♪小さな頃は身体が弱くて
♪すぐに泣いて甘えてたの
♪いつも自分のことばかり精一杯で
♪親孝行なんて出来てないけど
♪明日のわたしは
♪それほど変われないとしても
♪一歩ずつ 与えられる人から
♪与える人へかわってゆけたなら
♪いつかおじいちゃんみたいに無口な強さで
♪いつかおばちゃんみたいに可愛い笑顔で
♪あなたとなら生きてゆける そんなふたりになろうよ

♪いつかあなたの笑顔によく似た 男の子と
♪いつかわたしとおなじ泣き虫な 女の子と
♪どんなことも越えてゆける 家族になろうよ
♪あなたとなら生きてゆける
♪しあわせになろうよ

Satu lagi lagu untuk pernikahan yang sering dinyanyikan di pesta-pesta pernikahan yang liriknya cukup bagus (menurutku). Tentu saja selain lagu Kampai yang pernah kutulis di sini. Kalau di gereja memang banyak lagu-lagu yang cocok dinyanyikan untuk pesta pernikahan tapi apakah teman-teman tahu lagu umum berbahasa Indonesia yang cocok untuk pesta pernikahan. Kalau bahasa Inggris memang banyak yang memilihnya untuk dinyanyikan pada pesta pernikahan, tapi bahasa Indonesia? Aku sendiri waktu pesta pernikahanku memilih lagunya “Bawa daku pergi”nya Ruth Sahanaya dan “Serasa” nya Chrisye untuk diputar di pesta pernikahanku 12 tahun lalu.

Jika mau mendengar lagunya Fukuyama Masaharu ini, silakan matikan lagu di sidebar sebelah kiri dan tekan tombol play pada link YouTube di bawah ini:

My Bookshelves – Bunkobon

27 Nov

Aku tidak begitu suka menulis review, ulasan buku yang sudah kubaca. Karena kupikir buku itu seharusnya semuanya bagus, tergantung dari kesukaan kita pada suatu topik. Seperti yang pernah kutulis, aku tidak suka membaca Harry Potter, tapi itu alasannya  karena aku tidak begitu suka fiksi yang terlalu melampaui batas pemikiran manusia. Tapi aku menonton filmnya loh (menemani Kai yang sangat suka menonton Harpot, Riku sedapat mungkin tidak mau menonton karena takut hehehe). Selain itu, aku tidak suka membaca buku yang berbau filsafat, kecuali jika itu merupakan tugas dari dosen. Ya, jika tugas kuliah tentu saja harus dibaca, kan? suka tidak suka.

Bunkobon yang sebelah kanan dibandingkan dengan buku biasa di sebelah kiri(kebetulan hard cover)

Dalam beberapa posting hari ini dan mendatang, aku ingin memperkenalkan buku-buku yang ada di dalam rak bukuku. Mungkin ini sedikit narsis, karena seakan memamerkan “harta”ku, tapi sekaligus ingin memperkenalkan sedikit cerita tentang buku, penulis, penerbitan di Jepang.

Bunkobon dengan cover sederhana + cover pelindung yang bergambar + obi (ban buku)

Di Jepang ada buku yang disebut sebagai bunkobon 文庫本. Semua bunkobon berukuran sama yaitu A6, 105mm×148mm. Dipelopori oleh penerbit Iwanami Bunko, bagian dari sebuah penerbit Iwanami Shoten, termasuk penerbit lama di Jepang (berdiri th 1913). Iwanami Bunko menerbitkan buku-buku dengan ukuran sama A6 ini untuk mempopulerkan buku klasik yang pernah diterbitkan dengan harga murah kepada masyarakat umum pada tahun 1927.  Tapi sesudah perang (1945) beberapa penerbit juga meramaikan penerbitan  bunkobon ini.  Buku bunkobon ini bisa disebut sama dengan paperback dalam bahasa Inggris (ukurannya sedikit lain), tapi bunkobon ini mempunyai cover pelindung tambahan yang tidak terdapat dalam paperback di negara lain.

Pencetakan cover disesuaikan dengan membuat ruang untuk meletakkkan obi (supaya tidak tertutup obi)

Ada satu lagi kebiasaan dalam penerbitan buku di Jepang yaitu “ban buku” hon no obi 本の帯 (obi sebenarnya artinya ikat pinggang – stagen yang dipasang di pinggang), yang dipasang diatas cover pelindung buku. Dalam obi ini dituliskan pesan sponsor, kata-kata memikat untuk memilih buku itu. Atau bisa juga berupa promosi dari film yang berkaitan dengan buku tersebut (seperti pamflet/flyer kecil). Atau obi tersebut bisa diberi warna, sesuai dengan kategori bukunya. Misalnya warna kuning adalah kategori sastra Jepang kuno, warna biru kategori science/pemikiran, warna hijau sastra Jepang, warna pink sastra luar negeri, dan warna putih social science.

Ada beberapa buku bunkobon baru dari Iwanami Bunko tanpa obi, tapi langsung dicetak langsung di cover dengan warna berbeda.

Keberadaan bunkobon ini juga yang membuat rak buku di Jepang bisa terlihat teratur. Besarnya sama, dan bisa dibuat lemari khusus yang kedalamannya tidak perlu terlalu dalam (16 cm).  Juga jarak antara papan juga sudah pasti. Tentu saja kalau semua bukunya bunkobon. Selain bunkobon, masih ada ukuran-ukuran lain misalnya dari buku-buku hardcover. Yang paling menyebalkan menyusun buku picture book karena besarnya tidak sama , kecuali dalam satu seri yang sama.

bunkobon dalam rak buku koleksi suamiku. Eeeh ada kaleng indomilk tuh, dia suka banget sih ngumpulin barang-barang Indonesia 😀

Bagaimana teman-teman mengatur buku-buku di rak buku? Apakah susunan buku dalam rak berdasarkan besar/kecil atau berdasarkan nama pengarang/kategori? Atau… tidak diatur? hehehe.

Dongeng

26 Okt

Seperti yang teman-teman ketahui, aku mengajar bahasa Indonesia di universitas, kepada mahasiswa Jepang. Untuk kelas “Elementary” biasanya selama satu tahun, aku mengajar memakai buku buatanku sendiri, yang memang sudah lama sekali aku pakai, karena sudah nyaman dengan urutan-urutan pengajarannya. Nah, untuk kelas menengah, aku memakai banyak media sebagai bahan pelajaran. Kadang lirik lagu, film, komik, atau surat kabar kupakai sebagai bahan pelajaran. Semester kemarin aku pakai satu cerita awal dari komik Hattori Ninja versi bahasa Indonesia. Asyik juga bisa membaca dan berbagi beragam fenomena dalam satu cerita.

Nah, semester ini aku memberikan sebuah cerita anak-anak dari majalah Bobo. Kebetulan sekali aku mempunyai sisa fotokopi, dan kulihat ceritanya masih relevan dan bisa bercerita banyak dari bahan tersebut, termasuk pemakaian pola-pola kalimat. Cerita itu memang kudapat dari majalah Bobo online, bertahun lalu (yang sekarang sudah tidak ada linknya). Ceritanya seperti ini:

Lari Kepagian

 oleh : Sucahyo Widiyatmoko (Bobo No 34/XXVIII)

Kukuruyuuuuuuk…..!!
“Oaaaaaheemmm….!” Piyun menguap. Kokok ayam jantan itu membangunkannya. Berarti sudah pagi. Ia mengintip dari balik tirai jendela. Di luar masih gelap. Hari Minggu pagi. Waah, asyik untuk lari pagi. Piyun menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu memakai sepatu olah raga.
Brr..! Cuaca di luar sangat dingin. Piyun melakukan senam pemanasan. Setelah badannya terasa agak hangat, ia mulai lari pagi.
Jalanan kampung masih sepi. Piyun berlari seorang diri. Jantungnya berdetak kencang. Berarti peredaran darah di tubuhnya lancar. Keringat pun mulai mengalir.
“Aneh, biasanya setiap hari Minggu banyak orang lari pagi. Tapi sekarang tak seorang pun yang terlihat,” kata Piyun dalam hati. Tapi ia tak begitu peduli.
Piyun berbelok menuju ke jalan setapak yang melintasi sebuah kebun. Keadaam masih gelap gulita. Rasa heran Piyun muncul lagi. Sudah setengah jam ia berlari, tapi matahari belum muncul juga.
“Jangan-jangan masih malam. Aduuh, kenapa tadi aku tidak melihat jam dulu yaa?” Piyun menepuk dahinya. Ia menghentikan larinya. Tiba-tiba ia merasa takut. Bulu tengkuknya berdiri. Keringat dingin mulai membasahi. Ia memang bukan penakut. Tapi seorang diri di kebun yang gelap begini, siapa tahaan?
Belum hilang rasa takutnya, samar-samar Piyun melihat sebuah bayangan hitam bergerak-gerak di depan. Semakin lama bayangan itu semakin jelas. Bayangan itu berbentuk manusia yang berjalan bungkuk dan mengendong sesuatu di punggungnya. Bayangan itu berjalan menuju ke arahnya!
Piyun menahan napas. Rasa takutnya semakin jadi. Ia diam terpaku.
“Tak salah lagi. Itu pasti hantu bungkuk yang menunggu kebun ini, seperti cerita teman-teman,” kata Piyun dalam hati. Ia ingin lari, tapi kakinya terasa berat. Sementara bayangan hitam itu semakin mendekat!
Piyun bingung dan takut. Tanpa pikir panjang ia memungut sebutir batu kerikil dan melempar ke arah bayangan hitam itu.
Bukkk…!! Lemparannya tepat mengenai sasaran.
“Aduuh!” bayangan hitam itu mengaduh. Suaranya kecil, seperti suara seorang nenek. “Siapa yang berani kurang ajar melemparku, yaaa?”
Fiuuuh!! Piyun menarik napas lega. Bayangan hitam itu mengaduh kesakitan. Berarti bukan hantu. Piyun berlari menghampiri bayangan hitam itu.
Piyun terkejut. Ternyata itu Nenek Ranta, penjual kue serabi langganan Piyun. Setiap pagi Nenek Ranta berjualan kue serabi di pertigaan jalan kampung.
“Ooh, jadi kamu yang meleparku yaa?” ujar Nenek Ranta.
“Maaf, Nek. Aku keliru. Ada yang sakit, Nek?” tanya Piyun.
“Untung yang kamu lempar itu kerikil. Kalau batu, bisa pingsan aku,” jawab Nenek Ranta. “He, Piyun! Sedang apa kamu dini hari sendiri di kebun ini?”
“Aku sedang lari pagi, Nek,” jawab Piyun.
“Kamu ini ada-ada saja. Masih jam tiga dini hari sudah lari pagi,” kata Nenek Ranta sambil terkekeh.
“Jam tiga, Nek?” Piyun terbelalak.
“Iya. Kamu bukan lari pagi, tapi lari kepagian! He..he…he…!” Nenek Ranta terkekeh lagi. Piyun menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Hee, jangan bengong!” Nenek Ranta menepuk pundak Piyun. “Sebagai hukuman, kamu harus membawa tempayanku sampai di pertigaan jalan kampung!”
“Baik, Nek!” Piyun mengangguk.
Nenek Ranta menurunkan tempayan di gendongannya. Tempayan itu berisi adonan kue serabi. Piyun memanggul tempayan itu dan berjalan mengikuti Nenek Ranta.
“Jam berapa Nenek Ranta berangkat dari rumah?” tanya Piyun.
“Jam setengah tiga!” jawab Nenek Ranta.
“Setiap pagi?”
“Setiap pagi.”
“Tidak ngantuk, Nek?”
“Aku sudah terbiasa sejak muda. Tidak seperti anak muda jaman sekarang, suka malas-malasan.”
Sampai di persimpangan jalan kampung, mereka berhenti. Piyun menurunkan tempayan yang dipanggulnya. Nenek Ranta membuat tungku dari tumpukan batu bata. Piyun membantu menyalakan api. Setelah api menyala, Nenek Ranta mulai membuat kue serabi.
“Kamu tunggu saja di sini, Yun,” kata Nenek Ranta.
“Baik, Nek,” Piyun mengangguk. Ia berjongkok di belakang Nenek Ranta, sambil memperhatikan cara membuat kue serabi.
Terdengar beduk Subuh. Piyun terseyum sendiri. Ternyata ia memang bangun terlalu pagi. Ia berlari pagi saat orang-orang masih tertidur lelap.
Keadaan berangsur-angsur terang. Orang-orang mulai banyak yang lari pagi. Sebagian ada yang membeli kue serabi. Piyun ikut membantu melayani.
Ketika mau pamit, Nenek Ranta memberi sepuluh biji kue serabi. Tentu saja Piyun senang sekali.
Sampai di rumah, ternyata Ayah, Ibu dan adik sedang ribut mencarinya.
“Dari mana saja kamu, Yuun?” tanya Ayah.
“Piyun baru lari, Yah,” jawab Piyun.
“Lari pagi atau lari kepagian?” tanya Ayah lagi.
Piyun cuma garuk-garuk kepala.
“Bungkusan apa yang kamu bawa itu?” tanya Ibu.
“Kue serabi, Bu.”
“Keu serabi?” Ayah, Ibu terheran-heran. Lalu Piyun menceritakan semuanya. Tentu saja Ayah, Ibu dan adik tertawa mendengar cerita Piyun.
“Ternyata lari kepagian itu sangat menguntungkan. Selain badan sehat, juga mendapat kue serabi!” kata Ayah sambil tertawa tergelak.
“Semua itu gara-gara ayam berkokok terlalu pagi. Jadi Piyun terbangun,” ujar Piyun.

Aku senang memakai cerita seperti ini karena memang bisa saja terjadi di kenyataan, dengan muatan kata-kata yang mudah dan siap pakai. Dari judulnya “kepagian” bisa menjelaskan konfiks ke-an. Lalu kalimat pertama, bisa menceritakan soal beda bunyi-bunyian binatang di Jepang dan Indonesia. Yang lucunya waktu sampai kalimat “bulu tengkuknya berdiri”, aku juga rasa geli sendiri, membayangkan jika tengkuk kita berambut seperti kuda, dan jika berdiri lucu juga ya. Berdiri bulu tengkuk = bulu kuduk = bulu roma (sejak kapan ya roma ada di badan kita :D) bahasa Jepangnya Tori hada ga tatta. Nah, ini lebih lucu lagi, karena pakai perumpamaan “kulit (hada)  ayam (tori) berdiri” tapi bisa dibayangkan kulit ayam yang dicabuti bulunya kan memang mengerikan :D.

Nah, kemudian berlanjut sampai kata “bungkuk”, yang akhirnya aku jelaskan dengan “Si Bungkuk dari Notre Dame” (judul bahasa Inggrisnya :  The hunchbacked of Notre Dame) . Tapi sialnya cerita yang sama dalam bahasa Jepang judulnya menjadi Notre Dame no Kane  :ノートルダムの鐘、karena ” si bungkuk” bahasa Jepangnya semushi せむし dan itu merupakan kata-kata yang tidak sopan (henken 偏見 = prejudice) jadi tidak boleh dipakai. Jepang memang hebat deh, sedapat mungkin menghapus atau tidak menggunakan kata-kata yang mengandung prejudice dan menyakitkan hati yang mendengar. Perhatian Jepang terhadap penyandang cacat juga besar! (Bisa baca di sini)

Sambil menerangkan begitu, eh malah jadi membicarakan soal dongeng yang kadang sering tidak masuk akal. Menurutku cerita Si Bungkuk dari Notre Dame itu agak aneh, tapi ada satu lagi cerita yang aku baca waktu aku berusia 10 th dan aku ingat terus sampai sekarang yang amat aneh (tidak masuk di akal) menurutku yaitu Putri yang Sempurna atau bahasa Inggrisnya The Princess and The Pea. Masak ya bisa merasakan kacang polong yang ditimbun 20 kasur sih hehehe. Yah namanya juga dongeng, fiksi wajar jika tidak masuk di akal kan? Tapi ya gitu deh, aku suka dongeng dan fiksi tapi aku tetap tidak bisa menerima kalau terlalu jauh di luar nalar….dan itu juga yang menyebabkan aku tidak bisa menikmati Harry Potter :D. Eh iya, aku juga tidak suka Alice in the Wonderland tuh, membingungkan. Kata orang Jepang aku ini  kawaikunai かわいくない. hehehe.

Ada tidak dongeng atau cerita yang menurut kamu itu terlalu dibuat-buat? Atau kamu bisa menikmati semua dongeng atau fiksi begitu saja?