Kapan Kamu Merasa “Tua”?

27 Jan

Hmmm sudah berturut-turut aku menulis postingan yang agak berat, sehingga ingin istirahat sebentar dengan mencari topik yang ringan dulu. Dan aku ketemu sebuah topik yang menarik, soalnya aku juga sudah merasa semakin tua nih. Judulnya, “Kapan kamu merasa (sudah) tua?”. Dari angket/poling  yang didapat, ternyata nomor satu menjawab: “Waktu tidak bisa lagi begadang”… Hmmm memang aku kadang insomnia, tapi memang benar juga tidak bisa kalau tidak tidur sama sekali. Pasti harus tidur barang sejam-dua jam. Hmm berarti memang sudah tua ya (ya iya lah mel…masak mau muda terus).

Nah berturut-turut ranking yang menyatakan “Wah saya sudah tua” di waktu:

  1. Tidak bisa begadang lagi
  2. Dalam sport profesional, yang bercahaya adalah yang lebih muda (huh boro-boro sport profesional, mau lari aja susah hahaha)
  3. Tidak tahu nama artis muda yang sedang naik daun. (Wah ini gue banget… ngga artis Jepang, ngga artis Indonesia… ora mudeng)
  4. Cepat lupa (amin deh)
  5. Lemak yang berkumpul tambah banyak (no comment)
  6. Waktu akan berdiri, memulai pekerjaan mengeluarkan suara “yoisho” supaya bersemangat. (Kalau orang Indonesia bilang apa ya?)
  7. Menemukan keriput di wajah (Oh nooooo, terutama di bagian mata tuh)
  8. Waktu kedinginan jadi beser (wah aku mah ngga dingin juga beser hihihi)
  9. Sakit pegal-pegal otot susah sembuhnya (hihihihi… diem ahhh)
  10. Menjadi jengkel waktu mendengar percakapan anak-anak muda (wah kalau aku emang jarang denger, tapi kalau baca tulisan mereka….ampuuuun deh )
  11. Pilih baju yang paling sederhana a.k.a tidak berani mengikuti fashion.
  12. Mulai menyebutkan “Anak muda sekrang itu….”
  13. Tidak bisa pergi minum-minum alkohol setiap malam lagi … (hmmmm)
  14. Lebam biru susah hilangnya (semakin tua kan lebam biru tambah banyak tuh)
  15. Malas date/pacaran
  16. Kulit tidak mulus lagi
  17. Tidak bisa membuka plastik tanpa membasahi jari lebih dulu
  18. Setelah berolahraga keras, capeknya tidak hilang-hilang
  19. Lebih memilih ikan daripada daging (NAH ini gue banget)
  20. Waktu memilih daging pasti yang tanpa lemak (hihihi kalo ini sih ngga, masih suka yang berlemak tuh..berarti aku masih muda dong!)

Nah, bagaimana dengan teman-teman… merasa tua itu waktu kapan sih? Kalau aku sih bener-bener waktu membaca blog atau tulisan anak muda sekarang…ampyuuun deh ngga ngertiiiiii!!!!
Sumber: Angket yang dilakukan oleh situs GOO

Dunia Kecil

24 Jan

what a small world…. adalah suatu frase yang akhir-akhir ini sering saya gunakan, yang disadari keberadaannya dan dikomentari oleh Daniel Mahendra dalam tulisan sebelum ini. Dunia itu kecil!

Ya, ya, ya aku tahu memang berkat internet maka dunia itu seakan tidak ada batas-batasnya lagi. Batas teritori, batas waktu, batas -batas yang dibuat manusia. Tapi bukan soal pengetahuan umum ini yang ingin kubahas kali ini.  Bukan pula blog bertajuk “Dunia Kecil” yang dikelola Indira, seorang Master yang Mrs dan baru berulang tahun tanggal 22 Januari lalu. Tapi aku ingin bercerita sedikit pada peranan Twilight Express a.k.a. TE , alias blogku dalam pertemuan-pertemuan yang boleh dikatakan aneh atau ajaib.

Masih ingat Wita, pelopor blogger yang kopdaran dengan aku di Tokyo? Ternyata waktu dia muncul di apartemenku itu melalui perjalanan yang tidak mudah. Dia baru tulis di blognya pengalaman mencari apartemenku di Tokyo, dengan judul: “Road to Nerima”.  Semenjak dia berkunjung ke blog TE memang akhirnya kami menjadi akrab.  Dan pada saat yang hampir bersamaan TE kedatangan seorang tamu reguler yang agak ROM namanya mirip yaitu Whita Kutsuki. Kata Gen ROM adalah kategori pembaca tanpa komentar, atau sesekali saja berkomentar. Singkatan dari Read Only Member (dan ada beberapa yang mengaku padaku bahwa dirinya adalah silent reader TE). Dengan Whita yang ROM ini, aku bisa bertemu di KBRI Tokyo, karena kebetulan dia mau perpanjang paspornya (dan aku mengambil paspor adikku). Ceritanya ada di sini.

Siapa nyana, sambil ngobrol-ngobrol begitu, aku menangkap satu benang merah yang akhirnya membuat Wita dan Whita ini bertemu (paling sedikit bercakap-cakap di FB). Ternyata sodara-sodara, kedua wita ini berasal dari jurusan yang sama di Universitas Moestopo (yang letaknya dekat rumahku juga).

Kebetulan yang seperti ini ternyata terulang lagi, belum lama ini, 4 hari yang lalu. Ketika Ria bercerita mengenai perjalanan karir dia di chat. Sejak kuliah sampai dia bekerja di indo.com. Nah waktu aku mendengar nama perusahaannya indo.com aku jadi teringat bahwa aku pernah memesan tiket jakarta-jogja melalui wita/alma yang kala itu bekerja di indo.com. Aku juga pernah memesan hotel di Bandung melalui indo.com juga. Ternyata Ria adalah “sempai” dari wita di kantor indo.com, yang telah keluar kerja dari situ waktu wita masuk.

Tentu saja akhirnya Ria dan Wita berteman dan mereka bisa bercakap-cakap menceritakan nostalgia di kantor lama mereka berdua. Bertemunya di TE, meskipun memang jika aku tidak akrab dengan mereka, mungkin selamanya tidak akan timbul “benang merah” itu.

Pertemuan antar teman sekampus, teman sekantor, atau bahkan hubungan yang agak jauh seperti  aku dan mas trainer yang merupakan kakak dari senior di SMA (yang sama-sama merupakan anggota Science Club dan Sanggar Fotografi) dapat terjadi karena membaca blog dan berinteraksi.

Bahkan berkat TE juga aku bisa menemukan nenek moyang dari keluargaku Coutrier yang ternyata berasal dari daerah Polombangkeng/Galesong di Makassar. Dan ternyata Jumria Rachman a.k.a Ria adalah saudara sedarah jika ditelusuri sampai ke 4-5 generasi di atas kami.  Mungkin karena darah kami sama itu ya, yang menyebabkan kami akrab. Lucunya, kalau aku yang sedang misuh-misuh, Ria yang menghibur dan menasehati. Tapi ada kalanya juga gantian, Ria yang misuh-misuh dan aku sambil tertawa meredam kekesalan dia.

Tapi bukan hanya unsur “darah” dan “gembil” nya saja deh yang menyebabkan kami akrab. Ditambah dengan beda 9 hari deh ulang tahun di antara kami. Ya Ria baru saja berulang-tahun  tanggal 23 Januari kemarin. Kadang aku berkata padanya, “Kamu mustinya lahir lebih cepat 1-2 hari supaya masuk horoskop Capricorn, karena kamu lebih banyak sifat Capricornnya daripada Aquarius” hehehe. So, selamat ulang tahun saudaraku tersayang, Jumria Rachman. Nanti aku cari waktu untuk kita berdua menjelajah tanah Galesong bersama dan menelusuri sejarah nenek moyang kita ya. Maaf terlambat menuliskan di TE, tapi sudah lewat fesbuk dan sms kan ya… Aku senang sekali menemukan Ria sebagai sahabat dan saudara di blogsphere.

(Dua orang bersaudara jauuuh, mirip ngga? dimirip-miripin deh ya. Umur sih beda jauh lahhhh hihihi. Bayangkan Ria di Duri, aku di Tokyo ketemunya di dunia maya….)

Well, aku masih menunggu kejadian-kejadian pertemuan antar pembaca TE yang aneh bin ajaib, sehingga bisa merasakan kehebatan internet dalam silaturahmi antar manusia. Yang sudah saling bertemu sendiri lapor-lapor ya!!! (weleh aku kok seperti mak comblang aja yah? hihihi)

Dan sebentar lagi TE di domain ini akan menyambut ulang tahun ke dua pada tanggal 1 Maret nanti. Kalau lihat di samping kiri tertera bahwa sudah ada 696 tulisan di TE (padahal semestinya bisa lebih banyak lagi, tapi terkadang rasa malas dan kurang waktu menyerang), dengan 10.958 komentar. Aku ingin menyambut komentator ke 11.111 sebagai peringatan yang terakhir (soalnya 22.222 masih akan lamaaaaaaa sekali), sambil aku juga akan melanjutkan menuliskan perjalanan hidup, dari dini hari ke senja hari, from dawn to dusk, sambil menaiki “kereta” Twilight Express. Aku tidak tahu seberapa pentingnya TE  bagi pembaca, tapi TE penting bagiku sebagai kenangan perjalanan hidup seorang Imelda.

Kopdar atau Jumpa Fans?

20 Jan

Sebetulnya apa artinya kopdar sih? Kopi Darat, atau bahasa Inggrisnya Off Air. Suatu ajang pertemuan dengan sesama teman dalam suatu komunitas. Bisa jadi sesama pendengar acara Radio, atau TV, atau yang pasti sekarang adalah sesama pembaca blog. Tapi seringnya kopdar itu antar blogger, jarang kudengar pertemuan antara penulis dan pembaca bloggernya. Nah, aku tidak tahu deh apakah yang terakhir ini termasuk dengan Jumpa Fans hehehe.

Ekawati Sudjono, muncul di depan pintu apartemenku

Apapun namanya, yang pasti mulai tanggal 15 sampai 17 malam, aku kedatangan tamu di kandang kelinciku (usagi goya, sebutanku untuk apartemenku yang kecil). Kebetulan Gen tidak ada di rumah karena menginap di universitasnya yang dipakai untuk ujian sipenmaru Jepang. “Tante Eka” demikian Riku dan Kai memanggilnya, akhirnya sampai juga di pintu apartemenku jumat lalu, setelah mengikuti panduan naik kereta, bus dan jalan kaki. Ekawati Sudjono  merupakan orang kedua yang datang langsung ke rumah setelah Ekaperwitasari alias Wita yang pernah kutulis di “Ratu Kopdar?”.  (Heran deh di sekelilingku sekarang byk banget yang namanya Eka… helloooo EKA PNS hahhaha, apa kabar penatarannya)

Rumahku memang tidak begitu sulit dicapai, tapi harus ganti kereta beberapa kali dan naik bus. Biasanya orang asing takut untuk naik bus sendiri di Tokyo, karena memang tiap daerah cara membayarnya agak lain. (Silakan baca juga tulisan Hilda tentang naik bus di Jepang). Kalau dalam Tokyo biasanya 200-210 yen tarif tetap untuk berbagai jarak, dan membayar waktu naik.

bertiga dengan kue yang dibawa khusus dari Tsukuba

Berhubung aku bingung mau masak apa, jadi untuk hari jumat mulai jam 3 an, kita makan onabe, rebus-rebusan ayam, ikan, kerang dan sayuran. Malam juga masih sama. Aku malessss banget masak jumat itu.Tapi karena Eka bawa kue buatan temannya, jadi malam itu kita ada desert yang enak.

Kesempatan juga ada Eka, jadi aku minta dia untuk memotret aku dengan baju yang kuterima dari ketiga sahabat blogger. Biar bagaimanapun, difoto orang lain hasilnya akan lebih bagus daripada foto sendiri. hihihi…

Dan untuk menebus rasa bersalahku dalam penyambutan Eka hari sebelumnya, sabtunya aku masak deh. Ayam Bakar Padang plus balado terong. Asyik banget makan berdua pake tangan, serasa di Salero Bagindo deh. Sayang kurang pedas, karena aku masukkan cabenya terakhir, setelah ambil ayam tanpa cabe untuk anak-anak. Dan aku kaget ternyata Kai makan banyaaaak sekali, nasi dan ayam “gule”.

Kalau begini kan bisa makan pakai tangan, ngga usah pakai sumpit... sayang kurang pedas

Tadinya kami mau jalan-jalan sekitar rumah, tapi karena aku sakit kepala, jadi malas deh…. santai-santai aja di rumah, sampai hari berganti tanggal.  Tadinya ingin mengucapkan selamat ulang tahun pada Eka persis pergantian ke tanggal 17, tapi ternyata aku ketiduran bersama anak-anak dan baru bangun sekitar jam 5:30 pagi.

Aku tidak bisa siapkan kado apa-apa untuk Eka, karena aku sama sekali tidak tahu apa kesukaan dia. Terus terang aku juga baru kenal Eka. Gara-gara dia minta add di FB, tapi dengan pesan begini:  “Hi kk imelda… boleh kenal kah? eka salah satu peserta teacher training-nya monbukagakusho 2009 yg lagi belajar di university of tsukuba =) eka tahu blog kk imelda dari orang tua murid lho karena anaknya juga lagi belajar di ibaraki…eka tinggal di jakarta dan dulu anak sma 70 heheeh ga jauh dari tempat tinggal k imelda =p sebelum berangkat bulan oktober kemaren, sering bgt buka blog k imel =) di confirm yaaaaa.” Siapa yang tidak akan confirm kalau dapat “opening” semanis ini bukan? (heheheh makanya kalau mau add saya di FB, musti kasih alasan hihihi). Tapi setelah jadi friend di FB, baru tahun ternyata Ms Eka ini guru bahasa Inggris keponakanku… what a small world.

Tapi you know, lahir di bulan januari beda 3 hari, sedikit banyak tahu deh sifat-sifat yang dimiliki, yang memiliki persamaan. Jadilah waktu yang dilewatkan bersama kita bercerita tentang ciri-ciri “seorang capricorn sejati” hihihi.

Ini loh yang namanya tumpeng anak-anak..... 😀

Kebetulan rasa ingin masakku hari minggu itu timbul, sehingga waktu dengan berderai air mata Eka cerita bahwa kalau ulang tahun biasanya ibunya membuatkan nasi kuning, aku bilang padanya, “kenapa ngga bilang-bilang? ” Dan dengan lembutnya dia berkata, “Aku ngga mau repotin orang lain kak”…. hihihihi khas nya capricorn.

Happy Birthday sweet seventeen untuk Eka

Jadi deh hari Minggu aku nguprek isi dapur, kira-kira apa saja yang bisa dipersiapkan untuk nasi kuning. Tentu saja bumbu instant… dan jangan sangka bumbu instant tidak bisa enak loh. Yang penting kata Eka, “Masak dari hati”… itu yang menentukan makanan itu enak atau tidak. Eh tapi baru kali ini juga aku lahap makan nasi kuning buatanku (aku biasanya tidak suka makan masakan sendiri) …. kayaknya sih karena ada sambal….

Kai mau bantu.. kalau Riku sih sudah biasa... heboh deh

Demikian pula dengan kue tart Black Forrestnya. Bener-bener darurat karena aku lupa menyiapkan stock bubuk coklat. Jadilah bungkusan cocoa untuk minuman yang dipakai. Biasanya dalam sachet cocoa untuk minuman sudah ada susu/krimnya, jadi warna kuenya tidak bisa coklat tua deh. Tapi sekali lagi yang penting kan rasanya ya Eka….

Yang ulang tahun dengan yang buat kue

Dan sebetulnya selain hasil karya masakanku berhasil diicipi oleh Eka, ada juga hasil kerja tanganku yang lain, yang sayang sekali tidak bisa dipameri di sini. Ya, kata Eka sih sudah sekelas Jonny Andrean hihihi. (Siapa korban berikutnya ya? hihihi)

Well, liburan sudah berakhir, sayang sekali aku tidak bisa mengajak Eka jalan-jalan di Tokyo karena mobil dibawa Gen. Tapi selalu ada lain kali ya Ka…. Ayo, siapa lagi orang Indonesia yang berani datang sampai di depan rumah saya sendiri? Saya tunggu loh 😉 Untuk Eka yang baru tinggal di Jepang 3  bulan (sejak Oktober 2009) ini, selamat melanjutkan pelajarannya, semoga betah dan bisa diterima ke program master…. terima kasih juga untuk kedatangannya bisa membawa suasana Indonesia di rumah, dan menemani saya bersama dua krucil yang suka bertengkar 🙂

Kai yang selalu ngotot mau memotret

Sttt, aku lagi ngeracunin Ekawati Sudjono ini untuk jadi blogger. Di sini nih alamat URLnya dia… http://asakiri.wordpress.com/

Terima kasihku

14 Jan

Tepat hari ini, Minggu Legi pukul delapan pagi, 42 tahun yang lalu, seorang bayi perempuan yang amat rapuh lahir di RS Carolus. Kata ibunya, besar kepalanya seperti mangga golek, badannya keriput seperti anak monyet, dan…. detak jantungnya tak terdengar. Amat lemah. Ketika kutanya berapa beratnya? Tak sampai 2000 gram, karena dia lahir prematur.

Semenjak mengandung bayi ini, ibunya berhenti bekerja sebagai sekretaris di perusahaan minyak. Mempersiapkan diri untuk menyambut kelahiran bayi pertamanya. Dan setelah itu dia tidak pernah lagi kembali bekerja, mempersembahkan hidupnya untuk si kecil, baretje donderkop (si kepala bulat) dan adik-adiknya yang lahir sesudah itu.

imelda usia 6 bulan di Bantaeng

Hari ini aku ingin mengucapkan terima kasih pada Tuhan yang telah memberikan aku nafas dan kehidupan sampai saat ini. Dia telah memberikan aku Mama dan Papa terbaik sedunia, yang membesarkan aku sampai saat ini, dan merelakan putri sulungnya tinggal di belahan dunia lain. Itu suatu “hadiah” terbesar yang diberikan mereka padaku. Terima kasih Mama, Papa, kalian tahu kan bahwa aku selalu rindu untuk bertemu, tapi meskipun aku tidak di depan mata kalian, hatiku selalu bersama kalian…. selamanya. (Dan aku tahu tadi pagi di telepon ada isak tangismu Ma… dan aku pun terisak dalam bis, dalam kereta setiap mengingatnya. Ma, jangan nangis ya…. nanti aku usahakan mudik agustus kok!)

Terima kasih Tuhan telah memberikan seorang suami Gen Miyashita, yang juga berulang tahun di hari ini (kami beda persis dua tahun). Memang Tuhan telah mengatur semuanya, mungkin bahkan sebelum aku lahir di dunia ini.  Terima kasih suamiku, dan semoga kita bisa terus menyambut hari lahir bersama…. selamanya.

Terima kasih Tuhan atas anugerah dua permata hati, Paulus Riku Miyashita dan Kai Miyashita. Kedua permata yang selalu mencerahkan hari-hari kami berdua, dengan gelak tawa, perkelahian bahkan penyakit. Karena semua itu aku yakin ada artinya bagi kehidupan kami. Terima kasih telah melindungi Riku dari penyakit yang menakutkan (hepatitis atau limpa) , dan dia boleh bersekolah lagi hari ini. Hadiah dari Riku berupa pelukan dan cerita karangan dia untuk mama papa, serta coklat untukku.

Terima kasih atas anugerah, mertua dan orang tua, Achan dan Tachan yang selalu membantu kami. Dan melindungi kami dalam perjalanan pernikahan kami.

Terima kasih atas  anugerah teman-teman, sahabat yang begitu baik. Sahabat yang memberikan suprises untukku, sejak masuk tahun yang baru ini. Baik berupa barang ataupun kata-kata-dukungan dan sapaan. Mereka adalah sahabat-sahabat  khusus yang engkau berikan untuk menemaniku menjalani kehidupan ini.

ucapan dari ketiga sahabatku

Terima kasih untuk tiga sahabat blogger yang dengan sengaja mengirimkan baju khusus untukku yang kuterima persis kemarin. Mereka selalu menemaniku setiap hari di internet,  dan meskipun sibuk, kami tetap bersapa menanyakan kabar masing-masing. Yessy, Ria dan Eka…. Terima kasih banyak. Juga untuk kartu dilengkapi foto kalian bertiga. Semoga persahabatan kita tetap langgeng dan harmonis. Terima kasih juga untuk Ria yang telah menuliskan khusus untukku di blognya.

Baju berwarna maroon hadiah dari Yessy, Ria dan Eka. Love you ladies...

Terima kasih untuk Bro Neo dan Nana, yang mengirimkan buku yang memang sudah dijanjikan sejak lama. Anak Bajang Mengiring Angin, yang kuterima tanggal 5 Januari lalu. Dikirimkan langsung ke rumahku di sini. Aku begitu terharu menerimanya. Terima kasih banyak. Kita baru bertemu agustus lalu, tapi serasa sudah lama bersahabat ya. Maaf aku terlambat menuliskannya di TE, karena aku menganggap itu adalah hadiah ulang tahunku dari Bro dan Nana…. Khusus ingin kutuliskan di sini.

sebuah buku "jawa" yang sudah sampai ke "japan"

Terima kasih untuk sahabatku yang bernama Daniel Mahendra, novelis yang baru saja mengadakan soft launching novel pertama Epitaph. Memang Danny mengirimkan paket berisi novel dan teman-temannya itu ke rumah di Jakarta, dan dibawakan oleh Tina ke Tokyo awal tahun lalu. Hadiah karya sendiri…. itu saja merupakan hadiah yang berharga, apalagi dia menuliskan pesan dan tanda tangan di dalamnya dengan TINTA EMAS, sesuai permintaanku di blognya. Bolehkan aku anggap itu kado ulang tahun juga Danny? (pesan sponsor: pemesanan Epitaph bisa melalui email epitaph@penganyamkata.net)

Buku karangan Daniel Mahendra, Epitaph (trilogi bagian pertama)

Terima kasih juga untuk Yoga, yang juga menitipkan sebuah buku karangan Dee, Perahu Kertas lengkap dengan tanda tangan dari Dee. Selain buku, dia membawakan juga tengteng mente 2 box, yang aku habiskan sendiri dalam 10 hari hihihi. Aku juga anggap buku ini hadiah ulang tahun dari Yoga. Terima kasih untuk buku, snack dan lagu “You make my world so colourful”nya Daniel Sahuleka.

Untuk semua teman, sahabat, saudara yang sudah menyampaikan selamat di FB, sms dan blog. Terima kasih banyak-banyak… Masing-masing teman mempunyai peran dalam hidupku, really appreciate.

Aku ingin menutup tulisanku hari ini dengan sebuah lagu “ I Can’t Smile without You” dari Barry Manilow. Sebuah lagu yang selalu mengingatkanku pada seorang sahabat khusus yang memintaku untuk tetap tersenyum, apapun yang terjadi, dimanapun aku berada (terima kasih atas kehadiranmu). Memang benar, aku tak bisa tersenyum tanpa kehadiran kalian semua, sahabat-sahabatku. Terima kasih untuk senyum kalian juga yang telah mewarnai hidupku.

You know I can’t smile without you
I can’t smile without you
I can’t laugh and I can’t sing
I’m finding it hard to do anything
You see I feel sad when you’re sad
I feel glad when you’re glad
If you only knew what I’m going through
I just can’t smile without you

You came along just like a song
And brightened my day
Who would have believed that you were part of a dream
Now it all seems light years away

And now you know I can’t smile without you
I can’t smile without you
I can’t laugh and I can’t sing
I’m finding it hard to do anything
You see I feel sad when you’re sad
I feel glad when you’re glad
If you only knew what I’m going through
I just can’t smile

Now some people say happiness takes so very long to find
Well, I’m finding it hard leaving your love behind me

And you see I can’t smile without you
I can’t smile without you
I can’t laugh and I can’t sing
I’m finding it hard to do anything
You see I feel glad when you’re glad
I feel sad when you’re sad
If you only knew what I’m going through
I just can’t smile without you

Dan dia teronggok di tempat sampah!

31 Des

selembar kertas bertuliskan

Desember
31

dari sebuah penanggalan harian

betapa dia menantikan datangnya gilirannya
sejak Januari…. terasa lama
baru 2 bulan berakhir…katanya di awal bulan Maret
penantian yang panjang

April
Mei
Juni

7 bulan berlalu…
musim panas membuatnya ikut kering
menantikan giliran memang tidak enak

Memasuki oktober dia berkata
yey… tinggal 2 bulan lagi
akan tiba giliranku
dan dia menghitung mundur

Begitu tanggal 1 Desember muncul
gembira hatinya
“ayo cepat… cepat…”
diapun mulai menggigil
di luar angin berhembus kencang
dan suhu semakin turun

langkah orang bergegas
tak ada yang mau berlama-lama di luar
mulai mempersiapkan pohon natal
mengirimkan kartu natal
gilirannya tinggal beberapa hari lagi

dan tibalah tanggal 30 Desember
besok adalah giliranku
AKHIRNYA…. tersenyumlah dia

tapi….
dia harus teronggok dalam tempat sampah
si anak tak sengaja menyobek dua lembar
si 30 hanya setengah hari
tapi 31 sama sekali tak mendapat giliran

“Maaf….” kata si anak
“Tidak apa-apa… toh hanya satu hari
Pasang saja kalender yang baru!”
kata si ibu

Dan sambil menangis
31 meratapi nasibnya
di dalam tempat sampah

sia-sia penantiannya selama setahun
tanpa ada penghargaan dari manusia
yang mau serba cepat
menyambut semua yang BARU

**************

terinspirasi sebuah anime pendidikan di Jepang
yang sempat membuatku berpikir
bahwa memang kita selalu tidak sabar
menyambut semua yang baru
tanpa mau merenungi
bahwa SETIAP hari adalah anugerah
dan hari terakhir di tahun ini
tetap sama 24 jam
yang pantas dihargai
justru karena dia akan menjadi akhir
segala usaha di tahun ini.

OTSUKARESAMADESHITA (you’ve done a very good job)
untuk segala yang kita perbuat di tahun 2009
termasuk hari ini

tanggal 31 Desember 2009

Nikmatilah dia
detik demi detik
tanpa harus bergegas
menyambut 1 Januari
karena 1 Januari pasti akan datang
tanpa perlu harus diburu.

imelda
@ my studio
11:35 AM

(tulisan ini pertama kali saya publish di notes FB pada tanggal 31 Des 2009)

Kamu Ketahuan

7 Nov

Aku memang sering melihat tulisan orang di blog/komentar frase ini : kamu ketahuan…. yang sepertinya merupakan judul/lirik suatu lagu. Tapi terus terang baru pagi ini aku dengar lagunya…. Matta Band: Kamu Ketahuan hihihi ketinggalan banget ya?

Nah, gara-gara pagi ini aku buka SNSku berbahasa Jepang yang bernama MIXI. Kadang saya masuk ke situ untuk mengetahui tema-tema percakapan teman-teman Jepang, dan biasanya aku baca berita populer di situ. Yang paling aku sering buka adalah hasil angket online tentang suatu trend. Pagi ini adalah angket tentang “Tindakan pria waktu ketahuan berbohong”. Ternyata ranking nomor satu, yang menegaskan bahwa memang pria itu berbohong, dalam tindakannya, Ia akan “menjawab asal-asalan atau ambigu”… hihihi kayaknya aku bisa ngebayangin deh kayak apa.

Berikut urutan tindakan pria waktu ketahuan berbohong (meskipun itu alasan untuk kebaikan hubungan ya)

1. Menjawab asal-asalan
2. Mencoba mengalihkan tema pembicaraan
3. Tatapan matanya ke mana-mana
4. Kalau didesak akan marah sekali
5. Kembali bertanya, “Kenapa sih tanya seperti itu?”
6. Tidak seperti biasanya, lebih banyak omong
7. Bertanya terus, “Apa?”
8. Menyembunyikan handphone
9. Melarikan diri dnegan mengatakan, “Ngantuk! Mau tidur”
10. Menjadi lebih baik dari biasanya
11. Gerakan tangannya jadi aneh
12. Nada suaranya menjadi tinggi
13. raut mukanya menjadi keras
14. kedipan mata bertambah sering
15. Berbicara sambil mengetik sms/email
16. bicaranya tambah cepat
17. Tidak seperti biasanya, memuji-muji
18. Mempermainkan rambut
19. Menjelaskan dengan tegas, “Begini kok”
20. Tiba-tiba memberikan hadiah

Tapi kalau dipikir-pikir sebetulnya tindakan “ngeles” kayak gini juga akan dilakukan oleh wanita jika ketahuan ya? Atau wanita lebih pandai bersandiwara, sehingga tidak berubah tindakannya biarpun ketahuan, dan bisa ngeles dengan “pintar”?Ngga di Jepang, ngga di Indonesia sama aja ternyata ya?

Posting iseng, sambil nyiapkan sarapan: French Toast (roti yang direndam dalam adonan susu dan telur+gula, dengan bermacam variasi, kemudian digoreng di fry pan dengan sedikit mentega). Yang aku heran kenapa sih semua suka dengan menambahkan French? Ada juga French Fries (kentang goreng) dan French Bread (Roti Perancis/ Roti Pentung kalo keluargaku bilang) dan…. French Kiss (hmmm ada yang bisa mendefiniskan? Gampangnya…. cium jorok…alias basah semua hahahaha). Seperti semua tambahan kata Bangkok pada buah-buahan yang enak, manis, dan besar?

Apa sarapan kamu pagi ini? (Yang kutahu ada seseorang mengaku sarapan RENDANG pagi ini hahahaha)

KoPdAr di Tokyo Tower

14 Sep

Siapa sangka saya bisa naik Tokyo Tower bersama teman Indonesia saya, setelah 17 tahun saya tinggal di Jepang? Ya, saya memang belum pernah naik Tokyo Tower. Waktu ibu saya datang ke sini, kami pernah sampai bawahnya saja, dan membatalkan rencana karena harus antri 3 jam, untuk bisa masuk. Jangan sekali-kali coba pergi pas akhir minggu deh. Dan akhirnya saya bisa berada di 150 meter di atas tanah hari Jumat lalu tanggal 12 September 2009.

Saya sangat antusias ketika Mbak Cindy sejak July lalu mengirim email soal kemungkinan kedatangan ke Jepang. Jarang-jarang kan ada teman blogger yang datang ke Tokyo. Kemudian Mas Nugroho mengirim email bahwa tanggal 11 September dia dan Mbak Cindy akan datang, dan kalau bisa bertemu tanggal 12 atau 13, dengan tujuan satu… KOPDAR dong deh sih!

Tokyo Dome Hotel, sebuah hotel yang bersebelahan dengan Taman Ria Korakuen dan tokyo Dome Hall, tempat permainan baseball. Benar-benar dikelilingi amusement center.
Tokyo Dome Hotel, sebuah hotel yang bersebelahan dengan "Taman Ria" Korakuen dan Tokyo Dome Hall, lapangan permainan baseball. Benar-benar dikelilingi amusement center.

Asyik kan kita banggain bisa kopdar di TOKYO! Padahal waktu aku di Jakarta emang mas Nug lagi super sibuk, sehingga tidak bisa ketemu untuk menyusun planning kedatangan ke Tokyo. Dan yang mengherankan sekali, sesampai di Bandara Internasional Narita, Tokyo, ternyata no HP nya mas Nug masih bisa dipakai untuk menerima dan mengirim sms, which is dulu telepon GSM tidak bisa sama sekali dipakai di Jepang. Wah hebat! (Memang ada biaya roaming, tapi bisa!) Ternyata memang Softbank (dulu vodafone) sudah memperluas jaringan deh. Jadi tidak sulit untuk aku berhubungan dengan mas Nug, dan mengetahui posisi mereka bertiga di mana (Mas Nug, Mbak Cindy dan temannya Mbak Cindy, Mas Adi)

Aku memang memilih untuk bertemu mereka begitu mereka mendarat hari Jumat tanggal 11, karena berarti aku punya waktu untuk pergi sendiri, tanpa harus mengajak kedua buntutku. Susah euy ke dalam kota bawa anak-anak, apalagi pasti tidak bisa konsentrasi untuk bersenang-senang dong. Karena perhitungan perjalanan bus dari Narita sampai di hotel jam 12, maka aku langsung ke Tokyo Dome Hotel, dan sampai di sana pukul 12:30.

Dan begitu saya bertemu Mas Nug (Mbak Cindy dan Mas Adinya lagi ngurusin kerjaan) langsung deh mas Nug bilang, “Ayo foto …manas-manasin Lala dan Ria yuuk”. Jadilah aku foto pakai HP dan langsung upload ke FB …sayangnya karena dari ponsel tidak bisa men-tag siapa-siapa, sehingga dua orang yang dimaksud baru tahunya setelah malamnya.

foto yang berhasil membuat ngiri bloggers di FB
foto yang berhasil membuat ngiri bloggers di FB

Karena aku  ada waktu sampai 4:00 sore, aku menawarkan mengantar Mas Nug ke Asakusa (kuil di Tokyo) atau tempat wisata lainnya.  Tapi sambil memutuskan akan pergi kemana, kami melihat-lihat paket tour dalam kota yang akan dipilih untuk rombongan melewatkan hari di Tokyo. Dan saat itu Mbak Cindy bergabung dengan kami. Katanya dia dan Mas Adi punya waktu sampai jam 5. Wow! Jadilah kami berempat naik taxi (yang lebih efisien daripada naik kereta karena jumlah orangnya) dan menuju ke Tokyo Tower.

Dalam taxi, sang fotografer Mas Nug tidak henti mengambil foto. Saya juga ikut-ikutan, dan waktu melewati Imperial Palace, ada taman pinus di depannya yang cukup luas. Kami juga banyak melihat orang-orang yang tiduran di bawah pohon. Mungkin asalkan tidak mengganggu kepentingan umum, maka keberadaan mereka di”cuek”in polisi Jepang.

Sampai di Tokyo Tower, kami membeli karcis untuk Naik Tower sampai 150 meter di atas permukaan tanah. Untuk sampai ke observatory itu kami naik lift. Dan memang karena hari biasa, pengunjung tidak banyak. Tapi…. memang melihat pemandangan kota itu paling bagus malam hari ya. Kalau siang hari kurang…. hmm… romantis.

Yang lucu, di dalam observatory itu terdapat sebuah kuil kecil, yang mungkin diperuntukkan untuk pelindung Tokyo Tower. Sedangkan di luar,  kami bisa melihat pemandangan Rainbow Bridge di kejauhan, dan yang lebih dekat sebuah kuil yang asri dengan kompleks pemakamannya. Saat itu aku ditanya, “Kok pemakamannya kecil?” Ya, karena yang dimakamkan di situ kan sudah berbentuk abu dalam guci.

Sebetulnya kami bisa naik lagi sampai ke level 250 meter di atas tanah (tentu saja dengan membayar karcis lagi), tapi waktu itu kami harus menunggu 20 menit jika mau ke atas. Oh NO! waktu kami tidak banyak, jadi kami membatalkan rencana naik ke lebih atas lagi. Apalagi Mas Nug rencananya akan datang lagi sendirian pada malam hari. Jadi kami bergerak turun.

Ternyata untuk turun lewat lift, kami perlu menuruni tangga dulu, dan bertemu lagi semacam observatory yang sama. Yang bagusnya di lantai ini, ada satu lantai kaca berukuran 50×50 cm yang memungkinkan kita melihat ke bawah. Saya yang penakut dan phobia ketinggian, jelas-jelas tidak mau berdiri di situ. Tapi waktu kami berjalan berapa langkah lagi, kami menemukan jendela yang lebih besar, 1 meterx60 cm. Wah, langsung kami bereksperimen di situ.

Mas Adinya jadi Spiderman
Mas Adinya jadi Spiderman

Empat orang Indonesia tidak malu-malu untuk jongkok, nungging, nyelosor, entah apa deh sebutannya, yang penting bisa narsis, berfoto-foto di dalam Tokyo Tower. (Aku juga sempet gemetar juga sih, lihat saja pegangannya kuat banget hihihi)

Setelah kami turun dan mengelilingi toko souvenir, kami keluar ke pelataran dan menemukan sudut bagus untuk mengambil foto. Tapi… mengambil fotonya harus sambil nungging hihihi. Jadi yang nungging sibuk mengambil foto yang berdiri, dan yang berdiri, sibuk mengambil foto yang sedang nungging.

pose yang masih "agak" sopan

Well, waktu yang menyenangkan memang selalu terasa pendek. Tapi senang rasanya saya bisa bertemu sesama blogger di Tokyo meskipun cuma sebentar.  Mbak Cindy dan Mas Adi harus melanjutkan kerjaannya, saya juga harus pulang menjemput anak-anak, Mas Nug harus ke kamar dan me”manas-manasin” blogers dengan foto-foto di FB.

So? Kapan giliran Anda datang ke Tokyo? Kasih tahu jauh hari ya, karena jadwal orang Jepang itu padat loh hihihi.

Mencegah kemalingan

27 Agu

Sebetulnya kalau kita kemalingan sesuatu… kita juga harus introspeksi diri. Pasti ada sesuatu yang bersumber pada diri sendiri yang kurang diperhatikan (taruh sembarangan), yang kurang dijaga (tidak pakai kunci), atau bahkan…kita lupa bahwa kita punya (baru sadarnya waktu dicuri). Meskipun kita tidak hidup di hutan yang berlaku hukum rimba, adakalanya kita terpaksa “berjaga-jaga” bagaikan kita hidup di hutan, karena penghuni “hutan dunia” itu ada yang tidak menaati “Panduan Tidak Tertulis Cara Bersahabat Universal”. Berjaga-jaga juga bisa dengan cara sedikit menjaga jarak sehingga tidak ngelunjak.

Nah, saya kemarin kedapatan sebuah surat di milis, yang saya juga pikir cukup bagus untuk dimulai. Karena kalau bukan masyarakat yang memulai siapa lagi? Kan kita tidak bisa menunggu pejabat pemerintahan yang sedang sibuk mengatur jalannya kehidupan bernegara untuk turun tangan dalam kasus ini. Selama bisa diadakan oleh swasta …why not?

Saya sendiri baru baca sekilas, tapi saya ingin share dengan pembaca TE soal PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA. Saya copykan saja ya surat elektronik yang saya dapat dari Milis ICJ (Indonesian Community in Japan) ini:

Malaysia kembali dituding mengklaim kekayaan budaya Indonesia. Untuk tarian saja, ini adalah kasus yang keempat, setelah “Tari Piring” dari Sumatera Barat, “Tari Reog Ponorogo” dari Jawa Timur dan “Tari Kuda Lumping” yang juga dari Jawa Timur. “Tari Pendet” dari Bali diklaim dengan dijadikan iklan pariwisata Malaysia. (Belakangan diketahui bahwa ini adalah salahnya Discovery Channel yang memasukkan tari itu di iklannya, bukan atas suruhan Malaysia)

Saya terkesan dengan upaya sejumlah anak muda yang terus berupaya
untuk mencegah hal ini untuk terus terjadi. Mereka (Indonesian
Archipelago Culture Initiatives atau IACI) telah melakukan sesuatu.
Teman-teman dapat melihat upaya mereka di situs
http://budaya-indonesia.org/ . Mereka melakukan proses pendataan
budaya indonesia dalam situs tersebut. Selain itu, mereka juga
mengupayakan langkah perlindungan hukum atas kekayaan budaya
Indonesia.

Saya pribadi sangat apresiatif dengan langkah nyata tersebut. Selain
itu, saya menghimbau kepada rekan-rekan sekalian untuk membantu
perjuangan anak muda ini agar kisah Batik, Sambal Balido, Tempe, Lakon
Ilagaligo, dan lain sebagainya tidak kembali terulang.

Setidaknya ada 2 bantuan yang dapat kita berikan untuk perjuangan tersebut:

1. mendukung upaya perlindungan budaya Indonesia secara hukum.
Kepada rekan-rekan sebangsa dan setanah air yang memiliki kepedulian
(baik bantuian ide, tenaga maupun donasi) di bagian ini, harap
menggubungi IACI di email: office@budaya-indonesia.org

2. Mendukung proses pendataan kekayaan budaya Indonesia.
Perlindungan hukum tanpa data yang baik tidak akan bekerja secara
optimal. Jadi, jika temen-temen memiliki koleksi gambar, lagu atau
video tentang budaya Indonesia, mohon upload ke situs PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA, dengan alamat http://budaya-indonesia.org/
Jika Anda memiliki kesulitan untuk mengupload data, silahkan
menggubungi IACI di email: office@budaya-indonesia.org

Sekarang bukanlah saatnya untuk saling menyalahkan atau sekedar pembelaan diri, tetapi melakukan sesuatu yang nyata.

– Lucky Setiawan

nb: Mohon bantuanya untuk menyebarkan pesan ini ke email ke teman,
mailing-list, situs, atau blog, yang Anda miliki. Mari kita dukung
upaya pelestarian budaya Indonesia secara online.

Nah, jadi kalau ada waktu dan ada pikiran/ide dan lain-lain bisa bergabung tuh di sana. Paling sedikit….intip yuuuk website itu.


Tips

26 Agu

Semua orang pasti tahu apa itu tips. Meskipun banyak sebetulnya artinya, bisa berarti ujung, bisa berarti kiat/nasehat/info, tapi juga bisa berarti uang persenan/uang rokok/uang jajan.

Nah, sebelum saya menulis tentang tips di Jepang, baca dulu sebuah ilustrasi yang cukup “kena” di hati saya waktu saya membacanya.

Satu sore di sebuah mal, seorang anak berusia sekitar 8 tahun berlari kecil. Dengan baju agak ketinggalan mode, sandal jepit berlumur tanah, berbinar-binar senyumnya saat dia masuk ke sebuah counter es krim ternama.

Karena tubuhnya tidak terlalu tinggi, dia harus berjinjit di depan lemari kaca penyimpan es krim. Penampilannya yang agak lusuh jelas kontras dibanding lingkungan mal yg megah, mewah, indah dan harum.

“Mbak, Sunday cream berapa?” si bocah bertanya, sambil tetap berjinjit agar pramusaji dapat melihat sedikit kepalanya, yang rambutnya sudah lepek basah karena keringatnya berlari tadi.
“Sepuluh ribu!” yang ditanya menjawab.

Si bocah turun dari jinjitannya, lantas merogoh kantong celananya, menghitung recehan dan beberapa lembar ribuan lusuh miliknya.

Kemudian sigap cepat si bocah menjinjit lagi. “Mbak, kalo Plain cream yang itu berapa?”

Pramusaji mulai agak ketus, maklum di belakang pelanggan yang ingusan ini, masih banyak pelanggan “berduit” lain yang mengantri. “Sama aja, sepuluh ribu!” jawabnya.

Si bocah mulai menatap tangannya di atas kantong, seolah menebak berapa recehan dan ribuan yang tadi dimilikinya.
“Kalau banana split berapa, Mbak?”
“Delapan ribu!” ujar pramusaji itu sedikit menghardik tanpa senyum.

Berkembang kembali senyum si bocah, kali ini dengan binar mata bulatnya yang terlihat senang, “ya, itu aja Mbak, tolong 1 piring”. Kemudian si bocah menghitung kembali uangnya dan memberikan kepada pramusaji yang sepertinya sudah tak sabar itu.

Tidak lama kemudian sepiring banana split diberikan pada si bocah itu, dan pramusaji tidak lagi memikirkannya. Antrian pelanggan yang tampak lebih rapi dan berdandan trendi banyak sekali mengantri.

Detik berlalu menit, dan menit berlalu. Si bocah tak terlihat lagi dimejanya, Cuma bekas piringnya saja. Pramusaji tadi bergegas membersihkan sisa pelanggan lain. Termasuk piring bekas banana split bekas bocah tadi.

Bibirnya sedikit terbuka, matanya sedikit terbebalak. Ketika diangkatnya piring banana split bocah tadi, di baliknya ditemukan 2 recehan 500 rupiah dibungkus selembar seribuan.

Apakah ini?
Tips?
Terbungkus rapi sekali… rapi !

Terduduk si pramusaji tadi, di kursi bekas si bocah menghabiskan Banana splitnya. Ia tersadar, sebenarnya sang bocah tadi bisa saja Menikmati Plain Cream atau Sunday chocolate, tapi bocah itu mengorbankan keinginan pribadinya dengan maksud supaya bisa memberi tips kepada dirinya. Sisa penyesalan tersumbat di kerongkongannya. Disapu seluruh lantai dasar mall itu dengan matanya, tapi bocah itu tak tampak lagi.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/layar/2009/06/18/418/Di.Balik.Sepiring.Banana.Split

Menyentuh bukan? Mengingatkan kita, yang bekerja di bidang jasa/pelayanan agar tidak memandang penampilan pembeli dengan apa yang terlihat saja.

Saya tidak tahu siapa sih yang memulai kebiasaan memberikan tips atau persenan kepada pelayan/petugas yang telah melayani kita. Memang tips merupakan salah satu penghargaan si “pelanggan” terhadap “service” yang diterimanya. Tapi tidak semua dapat diekspresikan dengan uang, bukan? Kata terima kasih dan pujian yang tulus, sebetulnya sudah cukup karena toh sebetulnya pembeli sudah membayar apa yang sudah dibelinya.

Persoalan memberikan tips ini juga sering membuat saya pusing. Berapa sih sepantasnya saya memberikan tips kepada pelayan, yang jangan sampai dia tersinggung karena terlalu sedikit misalnya. Karena sejak kecil saya memperhatikan waktu bapak saya membayar, saya melihat berapa yang dia berikan untuk tips pelayan sebuah restoran misalnya. Besarnya tergantung pula pada “level” restoran itu, apakah hanya ber”level” rumah makan, atau restoran mahal yang eksklusif. Yang paling sering saya lihat memang, meninggalkan kembalian dari jumlah yang dibayarkan. (Dari segi kepraktisan memang malas rasanya menerima kembalian, apalagi kalau banyak koin nya)

Karena bapak saya juga sering ke luar negeri, saya juga tahu bahwa di Amerika atau negara Eropa, ada kebiasaan memberikan tips sebesar 10% dari apa yang sudah kita bayarkan. Hitungan ini yang kemudian saya pakai jika pergi ke luar negeri. Tapi ternyata, setiap negara punya hitungan dan kebiasaannya sendiri.

Misalnya waktu saya pergi ke Melbourne, saya sempat dimarahi adik saya yang tinggal d situ waktu itu, karena memberikan tips 10% dari yang saya harus bayarkan di sebuah restoran Vietnam. Katanya, “kamu merusak tatanan perburuhan di sini”. Jadi? saya harus membayar tips berapa? Katanya cukup 2-3 dolar saja. Hmmm….

sepanjang Romantischen Strasse dan berhenti di Wieskirche
sepanjang Romantischen Strasse dan berhenti di Wieskirche

Yang menarik juga pengalaman waktu menyewa mobil di Munchen sekitar akhir tahun 2001. Sudah sejak dari Jepang saya menghubungi Mr some-german-name lewat internet. Minta dijemput di bandara Munchen, untuk menuju Hersching, rumah kediaman adik saya waktu itu. Saya memakai jasa Mr itu selama 3 hari karena dia bisa berbahasa Inggris, dan mempunyai mobil besar yang bisa mengangkut 7 orang + koper.

Nah, yang menarik waktu saya akan membayar dengan credit card. Di situ tertera juga kolom “tips” selain dari harga yang saya harus bayarkan. Saya tinggal menuliskan berapa yang saya mau beri, lalu jumlahkan dan tanda tangan. Ow, praktis sekali. Jadi saya tidak usah menyediakan uang kecil terpisah.

Tapi, untung juga saya sempat menanyakan di bagian informasi airport Changi, waktu saya mendarat di Singapore dan akan bermalam di hotel di sana. Saya tanyakan berapa saya harus bayar tips untuk supir taxi, dan berapa untuk petugas hotel. Kemudian kembali saya ditanya, “Madam, kamu akan menginap di hotel mana?”
“Raffles”
“THE Raffles??? (hei… I ‘m on honeymoon you know! jangan pasang muka aneh gitu dong) well, kamu tidak usah memberikan tips pada petugas di sana, karena semua service dia sudah termasuk dalam bill hotel. ”
“Untuk bell boy juga?”
“Ya, tidak usah….” uhhh gini deh kalo katrok.
Jadi memang akhirnya saya tidak memberikan apa-apa kepada petugas hotel yang bersorban dan gagah-gagah itu. Tapi tetap saja rasanya tidak “nyaman” jika tidak memberikan tips.

Raffles Hotel, sayang tidak ada foto dengan bapak bersorban
Raffles Hotel, sayang tidak ada foto dengan bapak bersorban

Memang saya perhatikan juga kebanyakan restoran besar di Jakarta sekarang sudah menambahkan sekian persen (5% rasanya) di dalam tagihan makanan khusus untuk service. Nah, kalau saya sudah melihat tulisan itu, enak deh, tidak usah memberikan tips lagi.

Tapi memang paling enak menjadi turis di Jepang. Semua restoran, hotel, pelayanan jasa … SEMUA TIDAK MENERIMA TIPS. Jangan sekali-kali mencoba memberikan tips kepada supir taxi, pelayan toko/restoran di Jepang, karena biasanya kamu akan malu sendiri. Mereka akan kembalikan, dan menjawab, service sudah termasuk dalam barang/jasa yang dibayarkan. Tidak usah bersusah payah menghitung-hitung berapa tips yang patut diberikan. Bayar sesuai tagihan saja. (Oh ya, kebanyakan restoran di Jepang kita yang harus membawa tagihan bill ke kasir dan membayar sebelum keluar restoran. Sedikit sekali yang mau menerima bayaran di meja. Kecuali hotel internasional)

Lalu apakah orang Jepang memang sama sekali tidak memberikan tips? Kata beberapa murid saya, tentu saja ada yang memberikan tips jika menginap di hotel ala jepang “ryokan” yang pelayanannya memang bagus sekali (dan biasanya memang mahal). Diberikannya langsung pada pemilik ryokan tersebut. Atau pelanggan pria yang menggunakan jasa “pub/snack” memberikan pada host “Mama-san” (pemilik night club). Dan biasanya tips itu juga cukup besar jumlahnya. Tapi untuk kita yang “turis biasa-biasa” tidak perlu memikirkan tips di Jepang.

Nah, karena di Jepang tidak ada kebiasaan memberikan tips, biasanya orang Jepang yang ke Indonesia juga terbawa kebiasaan itu, tidak memberikan tips pada pelayanan yang diterima di tempat wisata/restoran di Indonesia. Sehingga terkenallah, “Orang Jepang Pelit!”. Meskipun bagi orang Jepang yang sudah sering ke luar negeri, mereka tahu kebiasaan memberikan tips ini. Dan biasanya mereka menaruh uang tips itu di atas bantal. Namanya saja Makurazeni 枕銭 まくらぜに (Makura = bantal, zeni = uang). Katanya itu untuk petugas yang membersihkan kamar. Hmmm memang orang Jepang jarang ada yang bisa memberikan langsung tips ala “salam tempel”.

Well, berapa pun yang kita berikan untuk tips pada jasa yang kita terima tentu saja akan diterima, asalkan kita juga memberinya dari hati bukan? Seperti si anak yang membeli Banana Split pada cerita di atas. Bagaimanapun Pelayan juga manusia!