Aku mendapat sebuah pertanyaan “siapa sich pencetus ide pertama kali perayaan tahun baru ??… Jepang menetapkan tanggal 1 Januari sebagai hari permulaan tahun dan menjadi hari libur nasional sejak tahun 1948 bulan Juli yang tertuang dalam UU Libur Nasional. Sebenarnya Jepang mengikuti kalender Cina (tentu saja) Tapi sejak restorasi Meiji 1873, Jepang menjadikan kalender gregorian (kalender barat skr) sebagai acuan kehidupan. Karena itu Eto (Shio) Jepang mulai berbeda dengan Shio China yang dimulai waktu Imlek (Tahun Baru China) seperti yang sudah kutulis di sini juga.
Tutup tahun 2011 deMiyashita, seperti dua tahun yang lalu dilewatkan di Yokohama, di rumah ibu dan bapak mertua. Setelah aku flashback kembali, ternyata tahun lalu kami tidak melewati tahun baru bersama mereka. Dan kemudian ada kejadian gempa bumi, meskipun aku tidak mau menghubung-hubungkan kebiasaan keluarga dengan sebuah musibah, tapi aku memang selalu mementingkan keluarga dan sedapat mungkin melewati hari-hari bersama. Biasanya orang Jepang (ibu-ibu) malas melewatkan tahun baru bersama keluarga, karena harus masak-masak makanan khusus tahun baru. Atau menantu tidak mau melewatkan tahun baru di rumah mertua, karena hubungan mereka yang tidak harmonis, takut dicela masakannya tidak enak bla bla bla… Untung saja ibu mertuaku memang baik dari sononya, jauh sebelum kami menikah. Cocok deh sifatku dengan sifat ibu mertuaku ini. Sama-sama…. tomboy 😀
So, kami berangkat dari Nerima sekitar pukul 2:30 siang membawa masakan osechi, masakan tahun baru yang kubuat (dengan susah payah asal-asalan hihihi) , dan sashimi yang sempat kubeli di toko pagi harinya. Karena ikan mentah harus beli yang sesegar mungkin dan dimakan dalam hari itu juga, jadi aku beli pukul 11 siangnya. Kami sampai pukul 4 sore, dan aku bersama Achan (sebutan untuk ibu mertuaku) mempersiapkan makan malam. Tahun ini diawali dengan sashimi + sake tentunya, dan diakhiri dengan yakiniku. Karena capai berhari-hari menyiapkan tahun baru (bebersih dan masak) aku dan Achan langsung teler dan tertidur pukul 9:30 malam, sedangkan 3 boys nonton TV terus. Tapi anehnya aku terbangun persis pukul 12:02, melihat jam dan melihat ada email masuk dari Jakarta. Jadilah aku dan Kai (yang terus terbangun) skype-an dengan keluarga di Jakarta sampai pukul 1: 00 (mustinya tunggu sampai jam 2 sih supaya Jakarta pas jam 12 ya)
Hari pertama ngapain aja? Seperti biasa sarapan jam 9:30 diawali dengan ritual memberikan sesajen/sake baru di kamidana (altar Shinto) dan butsudan (altar Buddha), serta menyalakan dupa. Kami mulai sarapan dengan minum Otoso, sebuah ramuan herbal dicampur sake atau mirin. Ramuan herbal itu sekarang sudah praktis hampir sama seperti teh celup, yang dimasukkan dalam “ceret” khusus berisi sake/mirin panas. Anggota keluarga (bapak mertua) minum pertama, lalu dilanjutkan oleh Gen, ibu mertua, lalu aku, dan terakhir Riku, sebagai cucu/anak tertua. Kata Riku : pahit! Namanya juga obat hehehe.
Otoso ini diyakini dapat menangkal penyakit yang datang pada anggota keluarga. Semacam pencegah bibit penyakit yang mungkin menyerang, dan merupakan tradisi dari China. Aku sih menikmati ceret dan sakazuki (cawan untuk sake) kepunyaan ibu mertua yang antik dan berwarna emas. Meskipun sudah moderat sekali, keluarga mertuaku masih taat menjalankan kebudayaan Jepang. (Dan aku belajar untuk melanjutkannya…tentu saja)
Kami makan osechi ryori, masakan khusus tahun baru, yang kebanyakan rebusan yang manis-asin. Setiap masakan tentu mempunyai artinya masing-masing yang bisa dibaca di sini. Setelah itu kami pergi ke jinja (kuil Shinto) untuk hatsumode (berdoa pertama) sambil mengajak Dai, anjing mertua untuk jalan-jalan. Aku menunggu di luar kompleks jinja bersama Dai, karena kami tidak mau membawa anjing ke dalam antrian yang panjang itu. Memang ada beberapa orang yang antri bersama anjingnya, tapi kami tidak mau mengganggu orang di sekitar kami. Sementara Gen, Riku dan Kai antri untuk berdoa, aku menunggu di gerbang keluar Jinja itu. NAH, persis saat itu pukul 2:28 aku merasakan lonjakan tanah di depanku, karena aku berada di bawah tangga batu. Gempa! dan cukup lama. Tapi seperti biasa, orang Jepang tidak ada satupun yang berlarian panik…dan mungkin juga tidak sadar hehehe. Setelah pulang ke rumah baru tahu bahwa gempa yang terjadi tadi itu setara dengan 7 SR. Wah hari pertama sudah mengalami gempa pertama.
Bagaimana hari pertamamu? Aku sih pokoknya selama di rumah mertua benar-benar bisa istirahat, kucchane (makan dan tidur terus) dan …sama sekali tidak ada semangat untuk menulis blog 😀 Jadi tulisan pertama ini aku tulis setelah kami kembali ke rumah kami di Nerima.
Selamat Tahun Baru ya….