Akhir pekan yang lalu deMiyashita mendapat kehormatan mengantar pasangan selebriti Indonesia yang sedang berwisata ke Tokyo. Teman sekelasku waktu di SMA, Ira Wibowo datang ke Tokyo bersama suaminya, penyanyi Katon Bagaskara dan anaknya Radya. Sebetulnya kami sudah sempat bertemu hari Rabunya tapi hanya sebentar, karena aku harus menjemput anak-anak sekolah. Kebetulan sekali Gen libur pada hari Sabtu dan Minggu, dan Ira juga belum ada rencana apa-apa. Gen yang juga sudah pernah bertemu Ira dan Katon tahun 2004, langsung mengajak kami semua berwisata bersama. Dia bersedia menjadi supir untuk dua hari 😀
Sabtu siang kami menjemput Ira, Katon dan Radya di hotelnya. Udara di luar hotel cukup panas, meskipun jika dibandingkan hari sebelumnya masih tolerable. Dan kami (aku) langsung merasa sejuk begitu melihat Ira berjalan ke arah kami. Dia masih tetap cantik dan langsing seperti waktu aku terakhir melihatnya. (Gen sempat berkata padaku, “Ya jelaslah mel, namanya juga cantik dari lahir, cukup senyum sedikit…… ” “keplek-keplek yang melihatnya” –sambungku hahaha). Untunglah kami bergerak dengan mobil sehingga tidak terlalu lecek muka kami hari Sabtu itu.
Tujuan kami adalah Kamakura. Melewati jalan tol, mampir di Daikoku PA (Parking Area) yang terletak di dekat pelabuhan Yokohama. Lalu melanjutkan perjalanan lagi ke Kamakura. Sudah masuk di daerah Ofuna, kami tertahan oleh kemacetan jalan. Padahal kami sudah mulai lapar! Lapar dalam keadaan macet itu amat tidak enak. Aku mulai mencari coklat atau apa saja yang bisa dimakan. Akhirnya kami berhasil mencapai stasiun Kita Kamakura. Tadinya kami pikir akan parkir di dekat stasiun ini dan naik kereta Enoden, untuk melihat tanaman hydrangea di sisi kanan jalur kereta. Tapi… tidak ada tempat parkir. Jadi kami terus menuju Daibutsu, patung Buddha raksasa yang menjadi obyek wisata keharusan di Kamakura. Jalan tetap merayap, sehingga rasanya akan lebih cepat jika kami berjalan saja sambil mencari restoran. Tapi Ira kasihan pada Gen yang harus mencari parkir. Lagipula di sepanjang jalan tidak terlihat ada restoran yang kami mau.
Persis jalan berbelok, Gen melihat sebuah restoran Soba (Mie Jepang) di sudut jalan. Kami cepat-cepat turun dari mobil, masuk ke restoran itu dan memesan makanan. Untung saja, karena setelah kami masuk, petugas restoran memasang papan “TUTUP” di depan pintu restoran. Gen juga bisa mendapat tempat parkir dekat situ, sehingga aku memesan soba tambahan untuk Gen yang menyusul masuk restoran.
Dengan perut kenyang, kami berjalan ke Daibutsu yang tidak jauh lagi. Masih banyak wisatawan yang berjalan menuju ke Daibutsu, karena hari di musim panas memang terangnya lama. Sambil melihat-lihat kiri kanan, kami sempat menemukan sarang burung walet di bawah atap toko. Nah, di sini mas Katon mulai memperlihatkan kepiawaiannya memotret dengan Nikonnya.
Sepanjang jalan memang banyak toko, dan ada beberapa toko yang memamerkan produknya dimakan/dibeli/dipakai oleh presiden Amerika Obama. Ya, Obama pernah berkunjung ke Daibutsu ini. (Karena sebab itu juga, Gen ingin mengajak Ira dan Katon ke sini). Ada toko dodol, toko softcream yang menjual OBAMATTCHA dll. Tapi tujuan kami yang utama adalah berfoto di depan Daibutsu sebagai tanda bahwa kami pernah ke sini (Ini kali ke dua untuk Riku, 2 tahun yang lalu waktu Silver Week kami sudah pernah ke sini, tapi tidak aku tulis di TE)
Daibutsu adalah patung Buddha besar yang terdapat di Kuil Kotokuin, merupakan warisan budaya nasional yang dibangun tahun 1264 dan dipugar tahun 1737.
Terbuat dari campuran tembaga, patung ini setinggi 13,35 meter dengan berat 121 ton. Sebetulnya kami bisa masuk ke dalam patung ini lewat pintu belakang tapi hanya anak-anak saja yang masuk. Dua tahun lalu, aku ikut masuk melihat bagian dalam patung ini dan …di dalam itu panas sekali. Tentu saja terbuat dari tembaga sih.
Mas Katon memotret dengan Nikonnya, aku juga, dan anak-anak bergantian memakai kamera yang ada. Pokoknya kesempatan untuk berpotret. Memang masih banyak orang yang datang, sehingga kami harus mengambil sudut-sudut tertentu supaya orang lain tidak masuk dalam frame foto kami.
Pose yang aku paling suka adalah pose anak-anak bersila mengikuti cara duduk Buddha. Dengan foto ini bisa diketahui skala besarnya anak-anak dibandingkan patung Daibutsu itu.
Puas menghabiskan waktu di Daibutsu ini, kami pulang menuju tempat parkir, sambil mampir-mampir di toko souvenir di sepanjang jalan. Tujuan berikutnya adalah Tsurugaoka Hachimangu, sebuah kuil Shinto yang akan aku tuliskan di posting berikutnya.