Duduk atau Jongkok

28 Jun

Mungkin akan lebih banyak yang berkata, “Tentu saja kalau bisa duduk, lebih baik pilih duduk dong mel, daripada jongkok!”… eits tapi tidak demikian dengan ibuku. Dia itu sebetulnya paling anti duduk……………. di WC. Sayangnya karena semakin tua dan kakinya bermasalah jadi terpaksalah dia selalu masuk ke WC duduk. Nah, pernah kejadian aku dan mama masuk ke sebuah toilet yang pintunya kaca buram. Kalau tidak salah di P*s*r*y* Jakarta deh,  jadi bisa terlihatlah “kegiatan” kita di dalam bilik tersebut meski samar-samar.

Begitu aku keluar dari WC, dia berkata, “Mel…kok kamu duduk sih? Kan kotor!”
“Laaahhh wong WC duduk kok aku musti jongkok di WC duduk?”
” Iya bukan jongkok, tapi ya jangan duduk bener-bener di situ gitu”
“Waduh sambil nungging gitu maksudnya? Ya susah lah……nanti salah masuk lagi, jadi repot” hihihi

OK, Jangan anggap aku jorok ya dengan menulis seperti di atas. Percakapan seperti itu pasti akan ada di kalangan kita semua, kecuali tidak mau berterus terang. Lagipula masalah membuang hajat itu kan adalah manusiawi sekali. Buat apa malu? (Aku mungkin termasuk guru slengekan yang bisa menjelaskan pemakaian wc/kamar mandi kepada murid-murid orang Jepang… daripada mereka salah pakai kan?)

Kali ini aku ingin menjawab komentar dari pak Guru Uda Zul yang menuliskan di posting “Peringatan itu perlu tidak?” begini:

walau kurang populer, saya kira sangat menarik membahas masalah wc dan cara perjongkokannya di Jepang mbak imel. Apalagi kalau yang nulisnya mbak imel, dijamin ada nilai plusnya. Ditunggu lho….

Selain Uda Zul, banyak pula komentator lainnya yang merasa lucu, aneh, heran dengan tulisan saya di situ. Bahkan akhirnya tulisan yang saya ikut sertakan dalam acara ASKATnya pakdhe Cholik pun terpilih dan saya mendapat sebuah buku berjudul “Semiliar Cinta untuk Ayah”.

Sebelum mulai menjelaskan  tentang WC di Jepang, aku ingin menunjukkan bahwa di depan WC biasanya ada lambang ini: Laki-laki dan Perempuan. Dan warnanya pasti biru untuk laki-laki dan pink/merah untuk perempuan. Hanya dengan melihat warnanya saja orang bisa membedakannya. Kadang ada juga restoran yang eksentrik dengan memasang lambang dengan topi wanita dan topi laki-laki atau kalau di restoran Indonesia malah memasang topeng wanita dan laki-laki wayang…. atau sebuah gedung di Jakarta juga memasang tanda yang unik dengan koper dan tas, tapi terus terang lambang-lambang ini tidak internasional yang dapat membuat bingung pengguna WC.

Tanda umum : wanita itu merah/pink, laki-laki itu biru…. (Siapa sih ya yang menetapkan harus begitu? Soalnya aku suka biru 😀 )

WC di Jepang ada dua jenis, yaitu WC jongkok yang disebut sebagai WC ala Jepang 和式 dan WC duduk yang disebut WC ala Eropa 洋式. Biasanya di pintunya ada lambang seperti ini:

Jadi jika pergi ke WC umum, biasanya lebih banyak WC jongkoknya daripada WC duduknya. Tapi memang lihat tempatnya juga. Kalau ke bandara tentu saja lebih banyak WC duduknya. Nah peringatan yang fotonya aku pasang di posting “Peringatan itu perlu tidak” tentu saja dipasang di dalam bilik WC jongkok yang seperti ini. Foto sebelah kiri aku ambil di bandara Haneda, sehingga wujud WC nya lebih bagus daripada WC jongkok yang biasa ada di stasiun-stasiun.

Biarpun WC jongkok, di setiap bilik pasti tersedia tissue. Tidak disarankan memakai tissue kering/basah yang dibawa karena bisa menyumbat saluran. Tissue yang disediakan biasanya mudah larut dalam air.

WC duduk memang bermacam-macam juga, ada yang biasa tapi ada yang dilengkapi washlet (bidet dilengkapi penghangat untuk musim dingin. Selain bisa membilas untuk wanita, mencuci sesudah b.a.b, ada pula yang dilengkapi pengering -dryer). Bisa di lihat pula di foto di atas kiri dan foto di bawah ada tempat duduk khusus untuk bayi berusia 5bulan -2 tahun, sehingga para ibu bisa mendudukkan bayinya di situ selagi memakai WC. Perlu diketahui bahwa ibu-ibu di Jepang menggendong bayinya sendiri tanpa baby sitter atau orang lain yang bisa dititipkan selama sang ibu ke WC. Jadi untuk mendudukkan bayi biasanya ada beberapa WC Umum yang dilengkapi tempat duduk khusus bayi ini.

di sayap kanan kloset itu ada tombol-tombol untuk membilas.

Pipa putih di dinding adalah salah satu usaha barrier-free, tempat pegangan untuk lansia. Di WC Jepang tissue HARUS dibuang ke dalam kloset TIDAK BOLEH dibuang ke dalam tempat sampah. Sistem pembuangan di Indonesia tidak bagus sehingga kita tidak bisa mengalirkan tissue ke dalam kakus, sehingga kita harus membuangnya ke dalam tempat sampah.

Ada seorang mahasiswaku menanyakan apakah washlet yang memiliki penghangat ini akan laku jika dijual di Indonesia? Kubilang, tidak karena mahal, dan orang Indonesia tidak perlu penghangat karena tidak ada musim dingin. Selain itu butuh listrik khusus. Lagipula Indonesia memakai air yang ditampung di bak kecil samping kloset, atau jet-shower yang (lebih) muantabs! Jadi kalau mau memasarkan washlet ini lebih baik ke negara-negara 4 musim.

Alat yang mengeluarkan suara air, produksi Toto. Salah satu usaha untuk menghemat air. Lihat titik-titik di bagian atas, itu huruf braille untuk tuna netra.

Jadi begitulah WC di Jepang…. sepertinya sudah kujelaskan cukup detil. Oh ya ada satu lagi alat yang sering terrdapat di dinding dalam bilik WC (terutama WC perempuan) yaitu OTOHIME, sebuat alat untuk menutupi suara-suara yang dikeluarkan waktu buang hajat. (Aku sudah pernah tulis di sini, silakan baca keterangan detilnya) . Otohime ini akan mengeluarkan suara bagaikan air mengalir. Ini juga salah satu usaha penghematan air.

Hmmm apa lagi ya? Sepertinya sudah semua deh. Nanti kalau teringat aku tambah lagi deh.

Kiri peringatan di WC jongkok, Kanan peringatan di WC duduk 😀