Beberapa hari yang lalu, saya ditag oleh sahabat blogger Reva di notesnya di FB. Tulisan seorang wartawan dalam bahasa Jepang dan isinya cukup mengerikan. Tulisnya, menurut pakar Kelautan ITB Bandung (tidak diberitahukan siapa) , jika pemerintah (or siapa saja) tidak mengadakan langkah antisipasi dan pengendalian penurunan tanah sesegera mungkin maka tahun 2100, seluruh kota Jakarta akan terbenam ke dalam laut. Mungkin bukan terbenam, tapi permukaannya lebih rendah dari laut. Well, apa saja deh yang pasti kenyataan buruk akan terjadi 90 tahun lagi. Prediksi ini tentu bisa dilakukan pakar tersebut melihat kondisi yang terjadi sebelum ini dan kecenderungan jika faktor-faktor yang menentukan penurunan pemukaan tanah itu tidak ada perubahan.
Mungkin memang kita tidak akan mengalaminya, tapi sepertinya anak-anak kita bakal mengalaminya. Pernahkah kita (baca terutama pejabat-pejabat pemerintah) memikirkan anaknya sendiri? Dikatakan dalam artikel itu bahwa perlu diadakan reklamasi di daerah Marunda sesegera mungkin. Masalahnya sekarang bukan hanya masalah lingkungan rusak dsb, tapi sudah gawat menyangkut terbenamnya kota pemerintahan.
OK, saya tidak mau berdebat tentang isi tulisan itu yang aslinya bisa dibaca di sini, tapi saya hanya mau menunjukkan bahwa banyak pakar dan ahli melakukan prediksi (bukan ramalan loooh) dengan memakai statistik. Statistik itu biasanya memang dikumpulkan dari data yang diberikan/dicari melalui angket kepada sejumlah orang. Lebih banyak orang, mungkin lebih bagus hasilnya, meskipun mungkin lebih sulit mengolahnya.
Saya memang bukan ahli statistik, tapi suka melihat statistik, data-data yang dikumpulkan mulai dari yang sulit (cukup dilirik doang), sampai yang cemen-cemen (nah ini kadang-kadang bisa jadi bahan tulisan di TE, bisa intip deh TE yang dulu-dulu, sering ada ranking ini-itu berdasarkan angket internet dari situs goo. Dan lumayan lucu-lucu hasilnya). Dan terus terang, saya jarang menemukan statistik yang saya cari terutama mengenai pendidikan Indonesia (dalam bahasa Indonesia). Pernah saya menanyakan “Berapa persen sih sebetulnya (dari kelompok jumlah lulusan SMA) mahasiswa Indonesia yang pernah/sedang mengecap pendidikan tinggi di perguruan tinggi?” Tidak ada yang bisa jawab, dan… saya cari di situsnya BPS juga tidak ketemu. Sedangkan jika saya cari angka tersebut untuk Jepang, langsung bisa didapat di Internet. (Ini yang membuatku senang mengadakan penelitian di Jepang. Ada semua datanya, ASAL bisa bahasa Jepang).
Statistik secara gamblang mempunyai 3 manfaat.
1. Bisa mengetahui kecenderungan atau trend secara menyeluruh.
2. Dari sebagian data bisa diperkirakan kecenderungan kelompok yang lebih besar.
3. Dari pola yang terjadi sebelumnya sampai sekarang, bisa memprediksikan masa depan.
Di Jepang kami setiap hari berhubungan dengan statistik. Setiap pagi kami melihat prakiraan cuaca, atau kemungkinan persentage hujan turun. Barang-barang yang dijual di supermarket dan informasi keuangan di surat kabarpun berasal dari statistik yang dilakukan. Apalagi dengan perkembangan komputer dan internet yang begitu canggih, memungkinkan data-data itu diolah dengan cepat. Ditambah lagi dengan satelit untuk membaca prakiraan cuaca, mesin kasir toko-toko yang sudah memakai komputer, dan satu lagi yang membuat saya terhenyak adalah dari data pasmo dan suica (sistem tiket bus/kereta otomatis pra-bayar dengan chip)…. pasti data yang didapat dari tiket eletronik itu bisa diolah sedemikian rupa sehingga mengetahui patern/pola masyarakat Jepang. Tinggal memasukkan chip saja ke dalam tubuh manusia yang belum di Jepang. Kalau sudah? Beuh, kecenderungan berapa jam sekali kita k*ncing saja bisa direkam dan diolah datanya.#:-S
Padahal lucunya, di Jepang sama sekali tidak ada Fakultas Statistik, berlainan dengan Amerika yang mempunyai 300 lebih Fakultas Statistik. Mungkin karena statistik sudah mendarah daging dalam kehidupan sehingga tidak perlu lagi ya?
Hari ini adalah hari statistik di Jepang (makanya saya menulis tentang ini). Bukan hari libur, tapi peringatan karena sekitar tanggal hari ini 18 Oktober th 1870 pertama kalinya pemerintah Jepang mengumpulkan data dari seluruh prefektur Jepang untuk melaporkan hasil produk bumi (komoditi) untuk dibuat “Daftar Produk Prefektur”. Karena pentingnya statistik seperti ini, pada tahun 1973, maka hari ini ditetapkan menjadi “Hari Statistik”.
(sumber: Asahi Shogakusei Shimbun 16-10-2010)
Sebuah prediksi yang patut menjadi perhatian untuk kita semuanya.
Sebuah hasil analisis tidak akan bermakna dan hanya tinggal angka-angka yang tidak “berbunyi”., tanpa adanya peranan statistik.
statistik memang sangat berguna. hebat yah Jepang. statistiknya komplit. statistic Canada pun ada yang ga bisa dicari loh
kalo ilmu perhitungan manusia (apa sih yah isitlahnya yang bener?) seperti Astrology dan Feng/Hong Shui pakai statistik atau gimana yah ilmunya? belum pernah denger sam-sek
statistik, asal ga keuangan, lumayan enak dicerna 🙂 ibu2 se7?!?!
yang tentang Jakarta.. hayooo para orang Jakarta, apakah kalian sendiri peduli?
kalau pemerintahnya tidak peduli, saya lekas beli rumah di daerah lain deh
di Klaten, suami tante Novi ada rumah khan? di Makassar pun banyak saudara khan? jangan khawatiiir.. 🙂
~LiOnA~
本当に恐いですね、お姉ちゃん :(
Yup, Indonesia emang tertinggal banget dalam soal statistik. Bayangkan betapa repotnya daku melayani permintaan data dan statistik dari Editor yg seringnyaaaa………… GAK dapet karena badan yang bersangkutan gak punya datanya. Wong data BPS utk kategori sama dan periode sama yg diterbitkan dalam tahun berbeda (misal 2008 dan 2009) aja bisa beda :))
Kalo udah gitu aku cuma bisa ngakak gila aja, Mbak 🙁
Hari Statistik? Wow..
Statistik di Indonesia ga akurat.. hehe.. mungkin karena penduduknya juga minta ampun banyaknya.. dan datanya tumpang tindih 😛
Waduh, ngeri memikirkan Jakarta akan tenggelam… Mungkin itu juga sebabnya mulai sibuk wacana memindahkan ibukota. Daripada menyelesaikan masalah, mendingan meninggalkan masalah nih kayaknya… walah walah…
Statistik akan tetap Statistik kalau nggak diikuti langkah kongkrit…
Kapan ya, Indonesia seperti Jepang…
Knapa dulu nggak dituker aja…
Dijajah Belanda 3,5 tahun dan dijajah Jepang 350 taun…
Ah mengerikan kalau mendengar prediksi yg akan terjadi nanti, pada anak cucu kita. Ya, bisakah pemerintah mengingat anak cucunya nanti saat membuat kebijakan dan proyek ini itu? Entah ya, kalau uang sudah jadi tujuan utama, gelaplah semua.
Prediksi itu hasil daripada statistik yang sudah dianalisa secara mendalam. Tapi ya itu dia, namanya juga masih prediksi..bisa benar bisa juga salah.
Menarik juga ya tentang prediksi itu . ..
bermain dengan statistik . . .
Menarik sekali ya tentang prediksi itu .. .
Bermain dengan statistik . .
Waduuh … kalau sudah bicara tentang statistik, kepala saya puyeng Mbak. Yang terbayang adalah analisis regresi, uji hipotesis, distribusi Normal, standar deviasi, dan seterusnya, dan lain-lainnya … 😀
Tapi betul, statistik hanya akan tinggal menjadi angka kalau tidak diterjemahkan dalam tindakan dan kebijakan.
ih serem bener..
klo chip yg di suica itu seizin pemiliknyakah?
atau otomatis ada di dalemnya
Data… ini penting sekali, apalagi jika dilakukan terus menerus, sehingga bisa membuat prediksi.
Dalam suatu seminar (saya ceritakan di blogku), untuk bisa mengelola risiko kita bisa memulai dengan membuat data, kemudian mengolahnya.
Ada pertanyaan dari seorang dosen di Universitas terkenal, apa guna Manajemen Risiko di perguruan Tinggi? Manfaatnya banyak sekali…diberikan contoh yang paling gampang, untuk menilai mahasiswa yang DO..sebabnya apa, karena tak punya uang (bisa dicarikan beasiswa dari alumni), atau karena memang tidak pintar, kurang konsentrasi…atau komunikasi dengan dosen yang buruk. Tentu, ini harus dilakukan penelitian..istilahnya identifikasi masalah. Dan data itu baru bisa bermanfaat jika kita melakukan pengumpulan data minimal 5 tahun…sehingga solusi yang dilakukan bisa tepat sasaran.
Saat saya kuliah dulu(karane biaya murah…sebagian besar ada dana bantuan)…setiap tahapan ada panitia…karena kuliah enam tahun, ada panitia tingkat persiapan 1, tingkat Sarjana Muda, dan tingkat Sarjana. Mahasiswa punya wali dan pembimbing sejak tingkat persiapan yang melakukan pertemuan berkala…sehingga akhirnya bisa dilakukan riset mengenai berbagai masalah yang menyangkut mahasiswa. Ada teman yang pintar sekali tapi tak mampu, oleh dosen dicarikan pekerjaan, membantu beliau di lab nya…sehingga bisa lanjut..dan saya dengar dia akhirnya mendapat Doktor di LN dengan predikat summa cumlaude. Sayang, saya tak tahu perkembangannya di PTN tsb sekarang.
Kalau di Perbankan, sehari-hari ada yang memantau data ini, yang diterima dari seluruh cabang, data yang diminta berbagai hal..ini nantinya diolah, dan setiap bulan sekali senior manager dan BoD ketemu untuk membahas berbagai hal, sehingga kita tak terkaget-kaget jika mendapatkan masalah….tak ada kejutan dadakan, karena punya cussion atau cadangan yang cukup jika terjadi sesuatu.
Jadi 2100 sudah tenggelam? Katanya 2035 aja air pantai ancol itu sudah bisa menggenangi pelataran monas. Serem kan mbak???
Mari kita bikin perahu…
huaaaaaaa….aku no comment tentang statistik mbak.
pernah beberapa kali mengolah data pake spss dan hasilnya hancur…hahahaha
cuman…aku pernah punya pengalaman tentang statistik, aku mengolah data kampus dari tgh 1988 – 2003 sewaktu TA dan kujadikan sebuah sistem informasi executive…weks jadi mual kalo inget itu 😀
bagian statistik yana paling aku suka adalah diagram data, bukan datanya 😛