Akita-ken dan Shiba-ken

15 Des

Kalau mendengar kata Akita-ken, biasanya orang akan berpikiran tentang Prefektur (bayangan orang Indonesia adalah propinsi)  Akita, yang memang dibaca sebagai Akita Ken. Tapi yang aku maksud di sini ken adalah bacaan lain dari kanji inu 犬. Jadi judul di atas, kalau diterjemahkan menjadi Anjing Akita dan Anjing Shiba. Kedua jenis anjing ini merupakan anjing asli Jepang, yang sudah sejak dulu berada di Jepang. Anjing asli Jepang sendiri ada 6 jenis sekarang (dulu 7 tapi musnah), dan sudah ditetapkan oleh pemerintah menjadi warisan alam Jepang sejak tahun 1931 untuk Anjing Akita dan 1936 untuk Anjing Shiba.

Sesuai dengan namanya Anjing Akita ini memang berasal dari prefektur Akita, yang berada di Utara Jepang, masih di pulau utama (Honshu). Selain terkenal dengan Anjing Akita, daerah ini juga terkenal dengan Akita Bijin! Bijin = wanita cantik… well hanya kebetulan saja loh, bukan aku sengaja menyandingkan Anjing dengan Wanita di sini. Kabarnya seorang anjing yang setia menunggu tuannya pulang, yang pernah saya tulis di “Sebuah Cerita Tentang Kesetiaan” ini juga termasuk jenis Anjing Akita, dan termasuk jenis anjing besar (badannya).

Anjing Akita, termasuk jenis besar. Gambar diambil dari wikipedia Jepang.
Anjing Akita, termasuk jenis besar. Gambar diambil dari wikipedia Jepang.

Sedangkan yang lebih kecil adalah Anjing Shiba (termasuk jenis kecil), atau bahasa Jepangnya Shiba-ken 柴犬, merupakan anjing tertua yang berada di Jepang. Anjing ini bisa dikatakan mewakili anjing asli Jepang, karena 80% anjing Jepang yang berada di Jepang sekarang adalah Anjing Shiba. Ketenarannya sampai ke Amerika dan negara-negara lain. Ibu mertua saya memelihara anjing jenis ini sudah 9 tahun lamanya. Sembilan tahun menurut perhitungan manusia sama dengan 65 tahun umur manusia. Jadi sudah cukup tua. Nama anjing kami ini Dai-chan. Waktu lahir amat lucu dan pernah menjadi model untuk kalender.

Daichan waktu masih bayi
Daichan dan adik sekandungnya waktu masih bayi

Riku dan Kai juga tidak pernah takut pada Dai-chan, dan selalu bermain bersama jika kami pulang ke rumah mertua. Aku? Aku selalu suka anjing, meskipun malas untuk memeliharanya. Takut lupa kasih makan….kan kasihan. Tapi sebetulnya selain itu, bagi orang yang tinggal di apartemen/mansion di Tokyo, agak sulit jika mau memelihara anjing. Umumnya tidak boleh memelihara anjing/kucing, sehingga jika mau memelihara harus cari apartemen/mansion yang memperbolehkan pelihara pet.

Dai-chan dan adiknya setelah dewasa
Dai-chan dan adik sekandungnya setelah dewasa

Dulu di Jakarta waktu kecil kami memelihara German Sheperd, yang kami beri nama Nero, yang badannya jauuuuh lebih besar dari kami.

Anjing kami Nero. Wah sudah berpuluh tahun lalu. Lihat saja, Imelda sekecil itu hihihi
Anjing kami Nero. Wah sudah berpuluh tahun lalu. Lihat saja, Imelda sekecil selangsing itu hihihi (kayaknya SMP deh)

Kenapa tiba-tiba aku ingin bercerita tentang anjing? Ya, posting ini khusus aku buat untuk seorang sahabat, penyayang anjing yang menamakan dirinya The Bitch! Memang kalau kita membaca blognya mungkin akan timbul beberapa kerut-kemerut di kepala dengan penggunaan bahasanya. Tapi aku berani jamin dia adalah seorang teman terbaik yang transparan yang akan berbicara tanpa “hiasan” dan terus terang.  Nama yang bagus, Pitoresmi Pujiningsih atau aku selalu panggil Pito … yang berulang tahun hari ini, 15 Desember 2009  yang ke 28 tahun (bener ngga sih?). Selamat Ulang Tahun sahabat…. aku berdoa untuk kesehatan dan kiprah kamu dalam berbagai kegiatan. Traktirnya nanti ya kalau aku ke Jakarta…

Tentang anjing asli Indonesia? Aku sama sekali tidak tahu! Ada ngga sih?

Sumber:  Wikipedia Jepang mengenai Anjing asli Jepang, Anjing Akita dan Anjing Shiba.

Bingo

14 Des

dibaca binggo. Adalah sebuah permainan memakai kartu dengan angka-angka dari 1 sampai 99  (5 baris, 5 kolom) dan alat pemutar angka. Jika angka yang disebutkan ada di kartu kita, maka kita bisa melipat angka tersebut ke belakang. Bagian tengah adalah free, dan jika kita bisa melipat 5 angka (termasuk free) ke belakang dan membentuk satu garis vertikal/horisontal atau miring maka kita berhak menyebut “Bingo”. Jika sudah 4 berarti sisa satu lagi kita menyebut “Rich”. Dengan mencapai bingo maka kita berhak mendapat hadiah.

5 angka diagonal sudah terbuka...BINGO
5 angka diagonal sudah terbuka...BINGO

Cara ini merupakan alternatif  pelaksanaan undian berhadiah, yang biasanya untuk menentukan pemenangnya, meminta kesedian “tamu terhormat” untuk mengambil potongan kertas berisi nomor yang beruntung. Kesannya “birokrasi” banget kan.  Sedangkan bingo memang agak makan waktu untuk menunggu siapa yang bisa duluan mendapat bingo. Tapi memang lebih “fun” daripada hanya menunggu dan melihat bapak-bapak menyebutkan nomor.

Nah hari minggu tanggal 6 Desember lalu, kami sekeluarga pergi ke Ikebukuro naik kereta. Hmmm buat yang belum tahu kota Tokyo, Ikebukuro itu termasuk wilayah  bagian Tokyo yang  juga setara dengan Shibuya, Ginza  dan Shinjuku. Naik kereta dari rumah kami  kira-kira 15 menit kalau yang express. Tujuan kami Sunshine Building 60, skyscaper berlantai 60, yang bagian atasnya memang dijadikan tempat wisata untuk melihat sekeliling kota Tokyo. Sampai dengan tahun 1991, gedung ini merupakan gedung tertinggi di Tokyo (240 meter), yang kemudian digantikan oleh Balaikota Tokyo yang hanya melebihi 3 meter saja (243 meter).

Tapi di tengah jalan kami mampir di Toyota Show Room. Bukan… bukan mau beli mobil, tapi cuma cuci mata, dan karena kok kami lihat rame sekali, seperti ada acara. Begitu lihat tulisan “Masuk, gratis” ya sudah, sekalian aja tanya-tanya harga mobil Prius Hybrid, kita join acaranya Toyota ini. Dan di situlah kita ikutan main bingo, dan aku mendapat bingo… Hadiahnya Riku yang ambil, sebuah boneka figur  One Piece film Strong World.

pemutar bola untuk undian. alat ini diberi nama gara-gara kujibiki
pemutar bola untuk undian. alat ini diberi nama gara-gara kujibiki

Setelah foto-foto di bawah boneka maskotnya Toyota dan pohon Natal, kami juga ikutan undian untuk hadiah hiburan. Caranya dengan memutar bundaran yang berisi bola berwarna. Hadiahnya disesuaikan dengan warna bila yang keluar. Biasanya warna putih adalah hadiah murah seperti tissue atau coklat. Alat pemutar bola ini menimbulkan bunyi yang khas, yang menyemarakkan suasana natal dari toko-toko di sekitarnya.

pemandangan dari lantai 60. Naik liftnya 1 menitan dan tidak terasa euy.
pemandangan dari lantai 60. Naik liftnya 1 menitan dan tidak terasa euy.

Akhirnya kami sampai di Gedung Sunshine Building 60 ini jam setengah dua. Sudah lapar sih, tapi karena tujuan utama belum selesai ya ditahan-tahan dulu deh. Kami memutari gedung untuk melihat pemandangan sekeliling Tokyo, dan tiba di tengah-tengah tempat dua orang pelukis karikatur  menggambar pengunjung yang berminat. Ini tujuan kami sesungguhnya, yaitu minta digambar sekeluarga sebagai ilustrasi kartu tahun baru kami.

Dan terus terang gambar 4 orang dan 2 di antaranya anak kecil butuh kesabaran banget.  Ilustrator mirip wajah atau Nigaoe yang kami pilih memang telaten sekali sehingga butuh waktu cukup lama untuk menggambar satu orang (yang katanya 10 menit padahal). Tapi tidak rugi deh kami antri, dan bersabar menunggu karena hasilnya memuaskan. Kalau aku malah lebih suka sketchnya yang belum diwarnai. Hasil yang diwarnai nanti ya aku kasih lihat kalau kartu tahun barunya sudah jadi hehehe. (Dan semoga jadi tepat waktu deh hihihi, entah kenapa menjelang akhir tahun gini kok sibuk banget sih?)

Atopi

11 Des

Saya tidak tahu seberapa populernya kata ini di Indonesia. Tapi di Jepang setiap orang pasti tahu dan pernah dengar kata ini. Saya sendiri berkenalan dengan kata atopi waktu awal-awal saya datang ke Jepang dan dengar dari mahasiswa satu “seminar” dengan saya.

Dia seorang wanita Jepang berkulit putih yang agak pucat. Bibirnya sering kering. Saya pikir pengaruh musim saja, tapi ternyata seluruh kulitnya kering. Dan yang mengerikan setiap lipatan kulit menjadi luka! Saya tahu memang kalau musim dingin, terutama tangan dan kaki akan menjadi kering dan luka-luka. Saya juga pernah menulis di salah satu posting, bahwa mencuci piring di musim dingin bisa menyebabkan tangan luka-luka. Serba salah, cuci pakai air panas, tangan yang kering menjadi sensitif dan sering luka, tapi kalau mencuci pakai air dingin, tangan bisa membeku….

Ketika saya tanya dia, kenapa tidak pakai krim tangan? Lalau dia berkata, “Saya mengidap atopi, jadi tidak bisa sembuh dengan krim saja. Setiap cuci rambut, saya menderita. Tangan yang luka-luka harus memegang shampo, lalu masih harus tergores-gores rambut…..” hiiiiii membayangkannya saja saya sudah merinding ngilu. Dan di sekeliling saya banyak orang yang menderita atopi ini. Ada yang ringan, ada yang berat seperti teman wanita tadi. Apa karena makanan? Tidak jelas, karena tiba-tiba saja kulitnya pecah-pecah begitu.

Mungkin kata yang paling bisa dimengerti orang Indonesia adalah alergi kulit. Tapi kebanyakan di Indonesia orang alergi kulit disebabkan oleh makanan (telur,udang, makanan laut lain) atau udara (house dust). Jadi asalkan tidak makan makanan yang menyebabkan alergi maka hidupnya akan aman-aman saja.  Untuk telur dan udang, memang orang akan langsung tahu makanan apa saja yang mengandung telur atau udang, tapi jika alergi unsur makanan yang lain tentu saja harus membuat daftar makanan apa saja yang mengandung unsur tersebut. Misalnya keponakanku dulu alergi susu sapi, jadi hanya bisa susu kedelai. Jadi setiap ibunya akan memberikan makanan yang diperkirakan mengandung susu, misalnya biskuit, diberikan sedikit dulu sebagai percobaan, jika timbul gejala alergi dihentikan, tai jika tidak bisa masuk daftar makanan aman.

Jumlah penderita atopi di Jepang meningkat terus. Selama 17 tahun saya di Jepang, saya ikut melihat pertumbuhan penderita atopi, yaitu dengan meningkatnya tema pembicaraan mengenai atopi dan alergi.  Dan bisa dilihat juga dari banyaknya tulisan/label kandungan makanan yang kira-kira bisa menjadi pemicu alergi, seperti di foto ini:

 

simbol unsur pemicu alergi
simbol unsur pemicu alergi, dari kiri- ke kanan (atas) gandum - kacang - kedelai, (bawah) cumi-cumi- udang.

 

 

Simbol-simbol seperti ini mudah dimengerti, dan bisa langsung dibaca waktu akan membeli snack yang dimakan. Cara penulisan memang bermacam-macam tergantung produsennya. Ada yang saya temukan cara penulisan dengan memberikan warna pada unsur-unsur pemicu alergi (yang cukup banyak) , sehingga akhirnya saya juga bisa mengetahui… oooohhh ternyata ada juga orang yang alergi dengan unsur ini ya…. misalnya jeruk dan kiwi/pisang.

 

wah banyak juga ya daftarnya
wah banyak juga ya daftarnya: telur, susu, kedelai, udang, kepiting, soba, kacang tanah, kerang awabi, cumi-cumi, telur ikan salmon, jeruk (orange), kiwi, daging sapi, walnut, salmon, ikan saba, kedelai, daging ayam, pisang, daging babi, jamur matsutake, peach, ubi yamaimo, apel, gelatin.

 

Usaha penulisan ini memang merupakan “kepedulian” produsen terhadap konsumennya. Meskipun kadang-kadang saya anggap beberapa tindakan produsen yang overprotektif. Tapi informasi seperti ini tentu amat penting bagi penderita alergi/atopi. Menurut hasil penelitian alergi oleh Departemen Kesehatan Jepang tahun 1992-1996, diketahui bahwa 28,3% balita, 32,6 % murid SD, 30,6% dewasa menunjukkan kenyataan bahwa satu dari 3 orang Jepang menderita alergi atau rentang terhadap alergi. Dan kelihatannya jumlah penderita akan bertambah terus….

Saya juga menderita alergi, lebih ke house dust yang menyebabkan saya sering bersin-bersin. Tapi tidak alergi makanan yang menyebabkan kulit gatal atau luka. Hanya buah-buahan seperti rambutan, durian dan manggis membuat leher gatal sekali, sehingga saya tidak bisa menikmati enaknya buah-buahan ini. Padahal dulu saya bisa makan…dan suka.  Saya masih bersyukur tidak menderita atopi, dan mudah-mudahan anak-anak saya juga tidak menderita atopi, karena cukup repot merawat penderita atopi.

Tapi ada satu lagi yang pernah dan masih saya tuliskan di profil saya di blogspot, yaitu saya alergi terhadap orang yang sombong hehehe…. Ini mungkin tidak bisa digolongkan dalam penyakit ya? Bagaimana dengan Anda? Anda alergi apa? (Mungkinkah ada blogger yang alergi kamera? pasti ngga ada yaaaaa hihihi…alergi kamera ngganggur mungkin saja…)

 

It’s Christmas Time

8 Des

Well, yes …. memang tanggal 25 itu masih lama, dan sebagai umat Katolik “biasanya” kami tidak merayakan Natal di masa Adven seperti ini. Karena masa Adven adalah masa penantian, perenungan dan persiapan untuk menyambut kelahiran Yesus, dengan hati yang bersih, bukan masa untuk “berpesta”. Namun untuk kristen  Oikumene, yaitu suatu usaha gabungan untuk merayakan hari besar agama Kristen oleh gereja-gereja kristen-katolik, biasanya akan memilih awal-awal bulan Desember sebagai kegiatan mereka. Lebih baik dilihat sebagai usaha untuk mempersiapkan Natal dalam kebersamaan daripada hanya sekedar “pesta” Natal.

Nah, kami yang tergabung dalam Keluarga Masyarakat Kristen Indonesia di Jepang atau disingkat KMKI akan mengadakan Natal Bersama umat kristen di Tokyo dan sekitarnya, pada Sabtu tanggal 12 Desember nanti bertempat di Balai Indonesia, Sekolah Republik Indonesia Tokyo, Meguro 4-6-6. Saya sendiri sudah menyerah untuk ikut aktif dalam kegiatan KMKI, dan absen untuk sementara dulu, tapi saya akan usahakan hadir di sana. (Membawa Kai yang sedang suka berantem dan egois dengan angkutan umum memerlukan energi yang tidak sedikit. Dan seperti biasa, meskipun Sabtu, Gen tetap bekerja — even tanggal 25 — sehingga saya harus bisa menerima kenyataan, bahwa untuk menjadi seorang Kristen yang taat di negeri ini memang sulit)

Terus terang, meskipun saya sudah memasang pohon Natal di rumah lengkap dengan hiasannya, pohon itu lebih  bersifat hiasan. Belum ada lagu Natal yang saya pasang, atau saya juga belum repot-repot membuat kue-kue kering seperti kalau saya di Indonesia. Apalagi saya jarang sekali keluar rumah, pergi ke mall-mall sehingga suasana Natal amat jarang bisa saya jumpai. Yah, masih lama memang… dan sambil mempersiapkan hati, saya mulai memasang lagu natal pertama, lagu yang selalu saya pasang yang berjudul, It’s Christmas Time dari Carpenters. Lagu ini dari Album Christmas Potrait, yang merupakan album pertama dan satu-satunya yang dibuat waktu penyanyi favorit saya, Karen Carpenters masih hidup. Sebuah lagu dengan tempo yang cepat dan…. keren. Saya pernah mencoba menyanyikannya waktu masih bergabung dengan paduan suara gereja Cavido, di Jakarta… (Mas Atok… apa tahun ini menyanyikan juga? Tapi percuma juga, karena saya tidak bisa hadir untuk mendengar)

Silakan coba dengar lagunya, Its Christmas Time, yang oleh Carpenters dijadikan medley, digabung dengan lagu “Sleep well little children”.

Teiban! 定番 lagu yang harus ada di Natal saya.

It’s Christmas time and time for a carol

Time to sing about the little King

To fill the bowl and roll out the BARREL

Have ourselves a fling

We greet a friend or welcome a stranger

Let him sing OR cheer him on his way

And celebrate the child in the manger

Born on Christmas day

Good cheer for you and for me

With pleasure and glee to share

Oh, we’re so happy to be together

On yuletide square

It looks like snow

And falls like snow

Take a moment

Take a look about and say

As snowflakes fall

Merry Christmas to one and all

Selamat mempersiapkan Natal, Tahun baru, dan “Pembersihan Besar-besaran Oosoji 大掃除” yang membuat ibu-ibu di Jepang sibuk di bulan Shiwasu 師走 ini.

Nonton Film Jepang yuuuk!

7 Des

Masih ingat saya pernah menulis tentang film OKURIBITO, atau yang saya beri judul Sang Pengantar?

Saya tidak suka menonton film. Maka ketika kami pergi ke rumah mertua di Yokohama hari Sabtu lalu, dan ibu mertua mengatakan bahwa dia sudah membeli DVD Okuribito ini, saya tidak begitu antuasias. Apalagi saya bisa membayangkan isi ceritanya. Lah, artinya saja Sang Pengantar, dan bukan sembarangan pengantar. Dia bertugas mengantar jenazah sebelum dikremasikan. Suatu jenis pekerjaan yang dianggap hina oleh sebagian orang, karena berurusan dengan mayat! Langsung memegang mayat! Bahkan penggali kuburpun belum tentu harus memegang mayat. Tapi si Okuribito ini WAJIB memegang mayat.

Baca selanjutnya di sini.

Nah, teman-teman di Indonesia tepatnya di jakarta bisa menonton film ini di JIFFest ke-11. Menurut email yang saya terima jadwalnya DEC 11 / BLZ 8 / 19:00 – DEC 12 / BLZ 4 / 13:00. Saya copy-kan emailnya ya…

Departures (Okuribito)
Dir.: Yojiro TakitaJapan. 2008.
Drama. 130 min. Color. 35 mm.
Japanese (with English subtitles).
DEC 11 / BLZ 8 / 19:00 – DEC 12 / BLZ 4 / 13:00

Daigo Kobayashi, a cellist, loses his job in a disbanded orchestra. Desperate for work, he responds to an ad for “Departures”, assuming of a job in travel agency. Later he discovers that the job is actually for a “Nokanshi” or “encoffineer,” a funeral professional who prepares deceased bodies for burial and entry into the next life. Despite strong objections from his wife and his family, Daigo takes pride in his work. He learns the perfect art of being “Nokanshi”, a gentle gatekeeper between life and death, between the departed and the family of the departed.

Daigo Kobayashi adalah seorang pemain cello yang baru saja kehilangan pekerjaan di sebuah orkestra yang baru bubar. Putus asa mencari pekerjaan baru, ia melihat iklan lowongan dengan judul “Departures”, mengira bahwa itu adalah sebuah agen perjalanan. Daigo pun terkejut ketika mengetahui bahwa pekerjaan yang ditawarkan itu adalah menjadi seorang “Nokanshi”, atau orang yang bertugas menyiapkan jenazah yang akan dikubur. Walaupun istri dan saudara-saudara Daigo membenci pekerjaan tersebut, Daigo tetap menjalankan profesi barunya dengan penuh rasa bangga.

Yojiro Takita is one of the most acclaimed filmmakers in Japan. He started his career making “pink films” (softcore pornographic) that gave him fame when he made the popular comical long-running series MOLESTER’S TRAIN (1982). Won the Oscar for Best Foreign Language Film of The Year, 81st Academy Awards, 2009. Winner of 11 awards, including Best Film, Best Best Director, Best Actor, Best Screenplay, Best Supporting Actor, Best Supporting Actress, Japanese Academy Awards, 2009. Audience Award, Palm Springs International Film Festival, 2009. Best Actor, Asian Film Awards, 2009.

Tertarik?
SEGERA PEROLEH TIKETNYA !
INFO 021-3192-5115
info@jiffest.org

Nah, kesempatan tuh, kebetulan main di Jakarta. Tapi…jangan lupa sediakan saputangan ya. (dan nikmati permainan Mokkun, aktor favorit saya hehehe)

Permintaan Fatma: Foto Mokkun

Musik oh musik

7 Des

Well, aku suka musik. Saya aku menyanyi, tapi tidak bermain musik. (Alat) Musik lebih enak untuk didengar, daripada dimainkan oleh AKU hehehe. Meskipun waktu SD pernah menjadi anggota  grup Angklung, dan sering “manggung” juga, tapi alat musik selain angklung sepertinya ogah berkawan denganku. Tapi itu juga karena tidak ada “pemaksaan” di SD ku waktu itu untuk bisa menguasai alat musik, minimal suling/pianika (yang setelah angkatan adikku sepertinya menjadi wajib, tapi ngga tau juga kalau sekarang).

SD di Jepang biasanya mewajibkan muridnya untuk bisa bermain alat musik, minimal pianika. Namanya di sini adalah Kenban Harmonika. Dan sekolah Riku meskipun negeri, sangat menitikberatkan pelajaran musik di sekolahnya. Menurut desas desus, daripada pertandingan olahraga, pihak sekolah lebih mementingkan pertunjukan musik, yang biasanya dijadwal pada akhir November/awal Desember dalam kalender kegiatan SD.

Riku kelihatannya tidak berbakat memainkan alat musik (abis bapak-ibunya juga kagak bisa hihihi), sampai terpaksa aku minta pelatih khusus, adikku Tina, datang untuk melatih. Itu juga cuma sebentar. Dan perlu satu kali aku menggembleng dia satu lagu yang akan dimainkan di pertunjukan. Terus terang aku memang tidak bisa membaca not balok, tapi soal ketukan, satu setengah atau seperempat ya bisa dong. Jadilah Imelda guru pianika ketukan sambil nyanyikan lagunya supaya Riku menangkap lagu yang dia mainkan.

Hasilnya, Sabtu tanggal 5 kemarin, seluruh kelas dari kelas 1 sampai 6 SDnya Riku mengadakan pertunjukan musik, Ongakukai 音楽会。 Semestinya minggu lalu, tapi karena ada kelas yang diliburkan karena influenza, jadi ditunda seminggu. Mulai jam 9:15 pagi, dan aku terpaksa tidak ikut menonton karena aku sakit kepala berat. Daripada aku kena atau menyebarkan flu, lebih baik aku di rumah dengan Kai. Dan memang semua penonton diwajibkan memakasi masker untuk mencegah penularan penyakit.

Kelas satu tampil pertama, dan dengan bangganya (mustinya) si Gen mengambil foto anak sulungnya bermain pianika. Ada juga videonya, dan kalau aku lihat sih, Riku selalu terlmat satu ketukan hahaha (tapi mungkin juga akibat pengambilan video yang biasa duluan suara daripada gerakan). Anyhow, Riku sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Dan papanya juga pulang ke rumah membawa foto dan video Riku dengan bangga. Dan …. katanya pertunjukan kelas 5 dan 6 sangat bagus. Katanya, “Mungkin kita harus memasukkan Riku ke Yamaha, atau kelas musik supaya tidak ketinggalan”. Hmmmm… To tell the truth aku malas menyuruh anak-anak les ini itu, karena aku dulu waktu kecil tidak pernah juga dipaksa les ini itu oleh orangtuaku. Kecuali Riku memang mau, lain persoalan.

Sedangkan Ubi Kuliah!

4 Des

Kamu tahu bahasa Jepang untuk Universitas/Perguruan Tinggi? Aku ajarin ya, istilahnya Daigaku. Jadi kalau kamu lulusan Universitas Indonesia = lulusan Indonesia Daigaku.  Kalau lulusan ITB = Bandung Kouka Daigaku. Tinggal dibalik deh susunan katanya.

Hari ini aku mau posting yang ringan dan lucu aja deh. Yaitu sebuah kudapan asli Jepang, terutama dari Kanto (Tokyo dan sekitarnya), yang pasti mudah dibuat dengan bahan yang pasti ada di Indonesia juga. Nama kudapan ini adalah Daigaku Imo, Ubi (di) Universitas? Yang pasti artinya bukan Universitas Ubi, karena susunan katanya bukan IMO DAIGAKU! (Pasti tidak ada yang mau sekolah di sana ya hihihi).

Kebetulan aku punya ubi atau bahasa Jepangnya satsuma imo banyak kiriman dari Akemi san. Biasanya aku cuma goreng biasa lalu taburkan garam sedikit. Mau membuat kolak, tapi bahan lainnya tidak lengkap (unggu kolang-kaling, belum sempat beli). Lalu aku teringat kudapan ini. Kalau mau diterjemahkan sih bisa saja menjadi Ubi Karamel.

Bahan:

Ubi (saya pakai ubi cukup besar 1 batang, ya kira-kira 400 gram)
Gula pasir 4 sendok makan
Air 2 sendok makan
Kecap Kikkoman 1 sendok teh
Cuka (jepang) 1 sendok teh (Cuka Indonesia mungkin cukup setetes/dua tetes, dan saya rasa bisa ganti sedikit lemon kalau tidak ada cuka)

Caranya:

Potong ubi sedang tidak beraturan, kalau saya waktu itu membuat stick saja.
Goreng sampai kuning.

Campuran gula, air, kecap dan cuka dipanaskan di wajan lain sampai menjadi kecoklatan. Kemudian masukkan gorengan ubi ke dalamnya, dan campur. Biasanya waktu dihidangkan orang Jepang menaburkan sedikit wijen hitam di atasnya, tapi karena saya tidak punya ya tidak pakai. Toh itu hanya sebagai pemanis saja.

Kudapan sederhana dari Tokyo...monggo....
Kudapan sederhana dari Tokyo...monggo....

Yang menarik, dengan resep yang ini karamel memang tidak mengeras, sehingga agak “pliket” waktu memakannya. Tapi rasanya? Hmmm yummy loh, sebagai teman minum teh atau kopi….sedaaaap! Selamat mencoba, dan kamu bisa berkuliah bersama si UBI.

Setelah aku cari sejarah nama ini, ternyata memang makanan ini berasal dari lingkungan universitas. Dulu tahun 1912, jenis makanan ini amat disukai kalangan mahasiswa, dan sekitar tahun 1925 ada beberapa mahasiswa Universitas Tokyo yang mencari tambahan uang kuliah dengan menjual makanan ini di sekitar universitas. Tapi ada mahasiswa Universitas Waseda (tempatku mengajar sekarang) juga mengaku bahwa daigaku imo dimulai di universitas itu. Yang mana yang benar? entahlah… Yah pokoknya makanan ini populer di kalangan mahasiswa, jadilah namanya Daigaku Imo. Kalau dipikir-pikir hebat juga mahasiswa bisa menciptakan patent yang enak gini …kalau mahasiswa Indonesia menciptakan patent apa ya? Demo? hihihi.

Waseda Daigaku dalam hujan di musim dingin.... kemarin 3-12-09
Waseda Daigaku dalam hujan di musim dingin.... kemarin 3-12-09 (camera HP Biblio)

OK deh saya mau kasih kuliah pada ubi-ubi hihihi dulu… Selamat hari Jumat…dan menyambut weekend tentunya!

Kamera

2 Des

Senin kemarin Riku libur. Karena semestinya Sabtu lalu ada acara pertunjukan musik oleh seluruh kelas, dan batal karena ada kelas yang “diliburkan” karena terlalu banyak yang tidak masuk/sakit influenza. Dan aku sudah berjanji akan “date” bersama dia makan di MacD (tentu saja yang lebih dicari adalah mainan yang menjadi hadiah dari Happy Set. Jadi setelah antar Kai ke penitipan Himawarinya jam 10:45, kami langsung ngedate tanpa lupa utuk memotret pakai kamera HP dulu di dalam lift. Kenapa dalam lift? Karena di situ ada cermin besar dan aku pakai cara memotret pantulan aku dan Riku di cermin. Tidak ada orang untuk dimintai memotret kami soalnya. Hasilnya lumayan kan?

Dan foto ini juga lumayan menuai “komentar” di fesbuk, apalagi dari pakde, katanya:” ala maaaaak. Lift jadi ajang narsis-narsisan juga? oh my goooot.. EM…. wots wrong???” hihihi. Tapi ada juga yang mengatakan kelihatan kurus! Well… I’ll tell you what…. camera can lie… Kamera bisa berbohong. Yang jelek kelihatan cantik, yang gemuk kelihatan kurus….bahkan sebaliknya. Terlepas dari kamera itu berbohong atau tidak, kamera memang diperlukan oleh orang yang narsis. Bahkan tidak kurang dari Jeunglala, pasti tidak bisa hidup tanpa HP dan Kamera! bener ngga?

Well aku juga sama (dan aku yakin banyak juga yang seperti kami). Tak bisa hidup tanpa kamera. Bukan karena narsis (kadar narsisku kayaknya masih standar deh), tapi karena aku suka sejarah. Dan kamera membantu mengabadikan sejarah. Bayangkan kalau tidak ada kamera, bagaimana aku tahu nenek moyangku? Bagaimana rupa mereka?

sebuah foto yang menyatakan nenek moyang keluargaku sampai 4 generasi di atasku. Foto ini yang pasti dibuat sebelum 1912.

Foto atas adalah sebuah foto yang mengabadikan nenek moyang keluargaku (coutrier) sampai 5 generasi di atasku. Bapak pengantin pria (sebelah kanan) Diederik Coutrier orang belanda yang menikahi Putri Makassar bernama  Sanging Dg. Tanri ini diperkirakan merupakan pelopor “clan” coutrier di Indonesia Makassar. Foto ini aku perkirakan  dibuat kira-kira tahun 1910. Inilah sebab mengapa aku ingin sekali belajar bahasa Makassar, dan merupakan kemungkinan besar sekali (tinggal dibuktikan dengan test DNA hahaha), Aku dan Ria bersaudara dari generasi 5 tingkat di atas kami, dengan kata kunci Galesong (Kalau sudah terbukti kita tulis yuk Ri hihihi).

Mamaku dan aku hanya bisa mengenali perempuan yang melahirkan mama yaitu Oma dari foto ini. Karena Oma Julia Kepel- Mutter meninggal waktu mama berusia 1 tahun, dan dimakamkan di Yogyakarta. Aku pernah sekali nyekar ke makamnya, waktu SMP, tapi itu sudah bertahun berabad yang lalu. Ingin sekali mencari makam Oma Julia di Yogyakarta (kerkgov), selama masih ada kenalan yang hidup dan menandainya. Meskipun kami umat katolik tahu, di makam hanya ada tulang bahkan abu tanpa jiwa/roh (sebagian orang menyebut ruh, tapi yang bahasa Indonesia adalah roh). Oma Julia duduk di samping papanya, Opa Wijk Kepel di rumah di Yogyakarta tempat mama lahir dibesarkan sampai usia 6 tahun, dan setelah itu pindah ke Manado selama 10 tahun.  Yang pasti foto ini dibuat sebelum mama lahir tahun 1938. Foto yang masih kuanggap masih lebih baru dibanding foto tahun 1910. Tapi kedua foto ini menyimpan sejarah keluargaku. (Dan yang paling ribut ngurusin genealogy –silsilah keluarga– memang cuma aku hihihi… tapi kalau aku ngga ribut, mana bisa ketemu saudara di Internet coba?)

(kiri: imechan cilik, kanan: gen cilik bersama kembarannya, hayooo yang mana si gen?)

Tanpa ada kamera, tentu saja juga tidak ada foto-foto waktu aku kecil, yang imut dan… ndut bin  chubby hihihi. Dan waktu balita, aku ini ternyata narsis sekaliiii…. Tapi kenapa kok ujug-ujug (jw, tiba-tiba) Imelda cerita tentang foto dan kamera?

Ternyata tanggal 30 November lalu itu adalah hari Kamera di Jepang. Aku tahunya dari video-TV yang ada di atas lift tempat penitipannya Kai. Kamera no hi. Dan setelah aku cari di google Japan, ternyata hari ini ditetapkan sebagai peringatan untuk Kamera (bukan hari libur) oleh perusahaan Konica-Minolta) yang pada tanggal 30 November 1977 mengeluarkan kamera autofocus pertama di dunia KonicaC35AF. Sebelumnya pada tahuun 1963, pabrik yang sama telah mengeluarkan kamera AE (Auto Exposure) pertama di dunia. Dengan adanya program AE ini, siapa saja yang tidak memiliki pengetahuan fotografi bisa membuat foto, sehingga di Amerika kamera jenis ini disebut Vacation Camera, atau mungkin ada yang pernah dengar istilah Bakacon Camera (Baka= bodoh, orang bodohpun bisa memotret…..jadi kalau gagal pemotretnya lebih daripada bodoh dong ya hihihi). Bakacon mengandung bahasa “SARA” prejudice, jadi dilarang penggunaannya di Jepang (memang istilah ini untuk jaman dulu aja sih). Padahal kalau mau ditelusuri lebih jauh kamera berawal dari kamera obscura yang diketahui dalam buku “Books of Optics” (1021) karangan Ibn al-Haytham.

Sekarang hampir semua orang punya kamera, baik yang digital camera atau yang menempel di HP. Sudah jarang yang pakai film 35mm lagi ya? Aku  merasa sayang setiap melihat kamera Canon EOS Kiss non-digital (masih pakai film), karena itu adalah kamera pertama yang aku beli sendiri. Kamera non digital sekarang apa kabarnya ya?

Tanpa ada kamera, tidak ada foto dan tidak ada bukti sejarah…. Foto tertua yang kumiliki, selain kedua foto di atas, adalah foto dari kakek buyutnya Gen pada tahun 1905 (tentu saja reproduksi). Apakah kamu juga punya foto bersejarah?

(Posting ini merupakan posting yang tertunda dua hari deh… karena perlu memeriksa sumber/bukti terlebih dahulu)