Hari ke 24 – 10 Maret 2009 Istirahat total dan bermain bersama Kai
Hari ke 25 – 11 Maret 2009 sore pukul 5, teman SMP ku Joko, menjemputku di rumah, lalu sama-sama pergi ke Bubur Ayam Barito. Sudah lama aku mendengar soal tempat ini tapi belum pernah sekalipun ke sana, padahal in the neighbourhood loh. Sehingga waktu aku baca tulisan Joko di FB : Buryam Barito memang ngga ada duanya, aku nagih untuk diajak makan ke sana.
Well, warung! Tapi gila juga omzetnya. Bahkan si Joko yang kerjanya juga bagus sampai bilang, “Mel tahu bahwa jadi tukang bubur ayam gini aja bisa dapet segitu, aku ngga usah susah-susah masuk universitas dan belajar …..” hihihi. Jadi kamu lebih pilih jadi jurangan Bubur Ayam daripada kerja di kontraktor seperti sekarang? Hmmm manusia memang selalu berpikir yang mudah ya.
So, bagaimana rasanya? Terus terang … ENAK! Dan katanya kata kunci yang menjadikan bubur ayam ini lezat adalah “Cheesestick” yang dipakai sebagai tambahan selain cakwe, ayam, irisan daun bawang dan bawang goreng. Aku juga kaget karena bubur ini PANAS sekali. Hmmm enak nih untuk “program penyembuhan” waktu sakit.
Sambil makan di mobil, ngobrol dengan Joko, dan baru tahu bahwa bapaknya dia dulu mantan Asean Center di Tokyo, sampai meninggal dalam tugas di Tokyo. Dan itu sekitar tahun 1992-93an, waktu aku sudah ada di Jepang. Well, the world is really small indeed!
Tak sampai 30 menit aku pergi dan kembali ke rumah. Thanks ya Joko… gochisosamadeshita!
Malam harinya aku mengirimkan sms pada Ira menanyakan tentang janji besok. Sebelum aku ke Yogya, dia bilang ada waktu tanggal 12 siang/sore. Tak tahunya dia menelepon kembali dan bilang, “Mel, kalo bisa malam ini, kita sekarang ada di Decanter, Kuningan… tempat wine”… Waaaah sebuah undangan yang benar-benar menggoda iman. Sayang sekali, aku terpaksa menolak. Sebabnya?
Di rumah biasanya ada 3 asisten, untuk keperluan rumah tangga dan menjaga 3 anak (;2 tambahan dari Tokyo). Tapi tadi sore, dua diantaranya pulang untuk selamanya. Dua ini bersaudara, dan salah satunya harus menikah. Hmmm masih muda begitu harus cepat-cepat menikah, hanya karena Neneknya meninggal, dan bla bla bla ntah apa alasannya. Jadi, mulai hari ini hanya ada Mbak Riana saja yang harus mengurus rumah segede gini + keperluan anak-anak (Baru tahu juga bahwa anak-anak semua masih harus dibantu kalau buang air… wah untuk Riku bisa sendiri di Tokyo, hanya selama dia Jakarta dia tidak tahu caranya sehingga perlu bantuan. Memang tinggal di luar negeri membuat anak-anak lebih cepat mandiri)
Jadi kasihan pada Mbak Riana, aku sedapat mungkin tidak keluar rumah, apalagi kalau malam. Kasian dia harus bukain pintu malam-malam (dan kalau aku pergi ke Decanter mungkin pulangnya pagi bukan malam hahahaha)
So, malam ini aku “alim” dan “kalem” di rumah saja.
Hari ke 26 – 12 Maret 2009
Aku janji makan siang bersama Ira Wibowo di Kemang. Tadinya sih maunya di Barcode, tapi ternyata berubah. Karena Katon harus bertemu seorang poduser, maka tempatnya ganti di Gourmet Garage, Kemang Raya.
Tempatnya? well khas luar negeri. Rupanya di situ menjual barang-barang luar negeri, selain berupa restoran, yang pengunjungnya 80% adalah orang ASING! Serasa berada di London deh hihihih. Makanan yang disarankan Ira adalah the Blue Aussie, hamburger dengan olesan melted blue cheese di atasnya. Tapi katanya sih, kok hari ini tidak seperti biasanya. hehehe. Untuk aku pemakan segala sih ngga jadi masalah. Tapi mungkin aku tidak akan pergi sendiri makan di sini. Makanannya universal, ada Udon dan soba segala, selain steak. Tapi lebih berkesan sebagai restoran untuk prestise (harganya lumayan mahal) daripada untuk menikmati masakan yang enak rasanya. Padahal interiornya biasa aja ya? Kenapa banyak orang asing ke sini? Hmmm… mungkin karena winenya enak? Ntah lah, karena siang hari aku tidak mencoba wine di sini.
Aku agak menjadi “outsider” dalam pembicaraan Katon/Ira dengan produsernya, tapi aku jadi bisa mendengarkan suatu rencana-rencana besar yang ada di benak orang film saat ini. Karena aku bukan artis atau orang film, aku tidak terlalu merasakan passionnya, tapi memang perlu untuk membuat orang Indonesia tetap mempunyai passion akan pekerjaan, negara dan MIMPI nya. Begitu manusia tidak punya mimpi, hancurlah dia. (padahal aku tidak punya mimpi tuh hehehhe)
Let me stick to my field, yaitu dunia sejarah, pendidikan dan bahasa. Meskipun mungkin pengetahuan ini bisa dikolaborasikan dengan yang lain. Well this is my agenda back in Tokyo.
Karena Ira ada acara lain dengan teman-teman artisnya, maka kita berpisah di Gourmet Garage, pukul 3 sore. Well 3 jam bersama Ira dan Katon bisa memberikan masukan-masukan baru bagi diriku. Aku selalu kagum pada pemikiran Katon yang berpusat pada pendidikan dan lingkungan hidup. Oh ya, sayangnya aku belum sempat membeli CD KLA Returns sehingga tidak bisa meminta tanda tangannya.
Dalam macetnya kemang, aku kembali pulang ke rumah dan sampai di rumah jam 4. Kemang … kemang… kapan sih ngga macet?
Hari ke 27 – 13 Maret cuma pergi sore hari ke Carrefour Permata untuk belanja bumbu-bumbu dan perlengkapan yang mau dibawa ke Tokyo, dengan diantar Andy. Packing? hmmm wait untill last minutes, as as usual.
Hari ke 28 – 14 Maret Countdown…. Aku ditelepon Yati bahwa sebagian alumni Sastra Jepang angkatanku akan berkumpul dan makan siang di EN- restoran okonomiyaki di atas Kamome, Melawai pukul 12:30. Well, aku rencananya berangkat dari rumah jam 3-3:30 siang, mana bisa aku ke sana, meskipun aku mau? Aku harus tahu diri, dan tidak memaksakan badan yang tentunya aku harus bersiap tidak tidur selama di pesawat. Apalagi packing masih terus berlangsung hehehe.
Akhirnya kami berangkat dari rumah pukul 4 sore, dan langsung cek in untuk menaiki pesawat SQ ke Singapore. Tentu saja aku minta bantuan si MAAS, dan aku harus kembali ke counter pukul 6, waktu boarding pesawat.
Kali ini yang membantu seorang pemuda bernama Denny, yang mengakui bahwa dia freak pada dorama Jepang. Oleh petugas imigrasi aku disarankan membuat surat kewarganegaraan untuk Riku dan Kai, sehingga bisa sering-sering pulang dan tidak perlu memakai visa. Hmmm dulu aku memang bisa sering pulang, sehingga mungkin perlu, tapi sekarang? pulang setahun sekali saja sudah bagus. BUT, who knows…. siapa tahu aku bisa bekerja di kantor yang sama dengan Zay sehingga bisa bolak balik ke Indonesia? Thank you mister, I will consider it. Apalagi aku harus mengurus perpanjangan pasporku yang habis bulan November mendatang di KBRI, jadi bisa sekalian.
Begitu naik pesawat, Riku langsung tidur. Ya pasti dia kecapekan karena terus bermain dnegan sepupunya tadi. Hanya Kai yang masih segar bugar dan menghabiskan jatah dinnernya dengan lahap.
Kali ini aku naik pesawat pulang tanpa perasaan sedih atau gembira. Sedih karena meninggalkan Jakarta, dan gembira karena pulang ke Tokyo. Biasa saja. Mungkin aku memang Nomaden, Gipsy yang selalu berpindah tempat, dan hatiku tidak mengenal tempat statis di kenyataan. Rumahku adalah hatiku, or, I should say, Hatiku adalah Rumahku!
Saraba (Farewell) kampung kota halamanku Jakarta, sampai liburan berikutnya!