Tukar budaya?

4 Feb

Sering kita jumpai kata ini untuk menggambarkan suatu kegiatan komunikasi dua negara atau lebih. Cross Cultural Program atau bahasa jepangnya 国際交流 kokusai kouryuu. Tapi saya ingat sekali ucapan Ibu Dr. Siti Dahsiar Anwar dalam kuliah Pengantar Kebudayaan Jepang,  “Kok lucu budaya nya ditukar-tukar. Budayanya sini jadi budayanya situ. Emang semuanya digantiseperti barter barang saja. Jadi tidak cocok pakai terjemahan Pertukaran Kebudayaan!”

Memang benar sih, tapi juga memang sulit menemukan kata yang tepat. Kali ini saya mau pakai terjemahannya Pemahaman Lintas Budaya saja. Ya, di sekolah biasanya ada pelajaran yang disebut Kokusai Jugyou atau Kokusai Rikai, atau masuk ke Sougou saja. (Sougou itu semacam Pengetahuan Umum). Dalam pelajaran Pemahaman Lintas Budaya itu, biasanya disampaikan langsung oleh warga asing yang bermukim di Jepang. Saya pernah melaksanakan pelajaran “Pemahaman Lintas Budaya” itu di sebuah “Karang Taruna- tempat kegiatan pemuda-pemuda” di Isogo- Yokohama. Dan karena pesertanya remaja, waktu itu selain penjelasan mengenai Indonesia, kami masak soto ayam bersama, lalu makan bersama.

Tapi kemarin, saya harus menjelaskan tentang Indonesia kepada anak SD kelas 4 di SD Matsui 松井小学校, dalam mata pelajaran “Sougou”. Tanpa informasi yang lengkap seperti berapa banyak anak yang ikut, saya menerima permintaan teman saya Akemi. Saya pikir ad-lip saja tanpa harus persiapkan apa-apa. Tapi suami saya, sang perfeksionis, mulai menyantroni saya dengan…. kamu tidak bikin selembar ringkasan bla bla bla. Jadi deh saya cari-cari apa yang bisa saya tulis. Dan itu sulit! Karena saya tidak memprediksikan kemampuan seorang anak kelas 4 SD di Jepang. Saya tidak mau membuat sesuatu yang begitu serius dan kaku. Di kepala saya bahkan saya mau ajak bernyanyi “Topi saya bundar” atau bermain janken ala Indonesia (hompipah layung gambreng kek, suit kek).

Pagi hari akhirnya jadi dua lembar pointers, informasi umum tentang Indonesia dalam bahasa Jepang. Dan waktu itu saya teringat bahwa saya punya satu set angklung mainan, buah-buahan Indonesia dari kayu, batik-batik, buku foto mengenai Indonesia … jadi saya masukkan semua ke dalam satu kantong. Begitu lihat persiapan saya, Gen memberikan saya mainan “Bajaj-bajaj” an dan tukang bakso. Juga bendera Indonesia. Yosh! siap deh.

Jam 9:15, antar Riku ke TK naik sepeda, lalu kembali ke rumah. Persiapkan macam-macam dan jam 10 ke stasiun. Hari ini Gen libur, sebagai gantinya kerja Hari Sabtu Minggu 2 minggu yang lalu. Jadi aku tinggalkan Kai dengan tenang (Kai juga sama sekali tidak menangis! –sering-sering libur ya Gen hihihi). Sampai di stasiun Tokorozawa jam 10:45. Telepon dan sms sana sini, kemudian bertemu Akemi jam 11 di depan stasiun. Bersama kita menuju mobil yang menjemput untuk pergi ke SD.

SD Matsui ini ternyata sama tuanya dengan SD-nya Gen yang sudah berusia 134 tahun, didirikan tahun 1874, dua tahun sesudah adanya “Sistem Pendidikan Jepang”. Pada tahun 1875, jumlah SD di Jepang mencapai 24.000 sekolah, hampir sama jumlahnya dengan jumlah sekarang. Memasuki gerbang sekolah yang antik, kita bisa melihat sebuah bangunan baru yang tidak identik dengan Sekolah Dasar biasanya. Rupanya bangunan ini baru dirombak, dengan konsep kelak bisa dipakai sebagai tempat apa saja, entah itu panti jompo atau pusat rehabilitasi dan lain-lain. Kenapa musti sampai jauh-jauh berpikir demikian? Ya karena “kemungkinan besar” SD itu tidak diperlukan lagi, jika jumlah anak usia SD makin berkurang. Ini adalah kecenderungan yang mulai terjadi di Jepang. SD terpaksa ditutup karena kurang murid. (Kayaknya terbalik dnegan Indonesia ya, tapi inilah kenyataan. Jumlah bayi di Jepang makin sedikit, apalagi di kota besar)

Jam pelajaran sougou ini dimulai pukul 11:40 sampai 12:30. Saya lumayan kaget karena tidak menyangka harus mengajar di Aula dengan kehadiran 100 orang anak. Saya pikir hanya di kelas kecil dengan 30-40 anak saja, jadi bisa lebih banyak interaksi dengan murid-murid. Hmmm di kepala saya langsung berpikir, memutar otak bagaimana supaya murid-murid ini tidak bosan dan tidak tidur hehehe. (Tapi kalau murid SD kemungkinan tidur masih sedikit dibanding mahasiswa, karena gurunya 3 orang mengawasi terus). Saya awali dengan salam, langsung dengan pertanyaan,

“Tahu Indonesia?”…. serempak menjawab …”tidak!”
“Tahu Pulau Bali?”…. mulai kasak kusuk, dan ada yang menjawab, “Aku udah pernah ke sana!”

AHA….

dari situ perkenalan tentang Indonesia oleh Imelda Sensei dimulai hihihi. Dan tidak terasa waktu habis begitu saja, dengan minat yang besar dari murid-murid untuk menyentuh contoh Durian dan Angklung.

Setelah pelajaran selesai, murid kembali ke kelas masing-masing. Dan hari itu saya beserta Ibu Nishimura (dari PTA) ikut makan bersama murid-murid di kelas. Kebetulan ada 9 orang yang sakit flu, sehingga jatah makanan melimpah. Saya memang sengaja menerima tawaran mengajar di SD ini, untuk melihat suasana SD Jepang bagaimana. Siapa tahu bisa menjadi contoh jika Riku masuk SD nantinya.

Setiap murid diberi tanggung jawab. Makanan dibawa ke kelas dalam meja dorong. Ada yang bertugas membagi nasi, ada yang membagi sayur, dan ada yang membagi ikannya. Karena kemarin adalah setsubun, jadi menu makanannya spesial…. demikian kata gurunya. Meskipun saya tidak merasa itu spesial (biasa aja gituh). But kalau mau dipikir, makan di kelas bersama dengan menu yang sama, dengan perhatian pada balance gizi yang bagus, dengan harga tidak sampai 200 yen sekali makan, dan yang utama…. Ibu tidak usah pusing memikirkan mau bawakan bekal apa setiap harinya… Perfect!

Makanan dari sekolah, sup, nasi campur sayuran, acar dan ikan goreng + susu dan kacang kedelai
Makanan dari sekolah, sup, nasi campur sayuran, acar dan ikan goreng + susu dan kacang kedelai

:::::::::::::::::

Setelah selesai makan juga semua mempunyai tugasnya masing-masing. Ada yang mengumpulkan kotak susu, ada yang mengumpulkan plastik/sedotan, ada yang mengumpulkan piring sayur, mangkuk sup dan mangkuk nasi serta nampan. Semua bergerak… karena setelah acara makan ini mereka pulang ke rumah masing-masing. (Biasanya lebih lama)

Well, kemarin saya belajar untuk mengajar anak SD. Sempat terpikir untuk mengambil sertifikat guru, dan tanya ke Gen. Dia bilang musti belajar 4 tahun …. phew! ngga deh… mending aku meneliti yang lain. Jadi guru SD makan ati hihihi. Makanya saya kagum sama orang yang mau jadi guru SD. Wong dulu saya ditawari jadi guru SMP/SMA khusus laki-laki, saya tolak! Ngeriiii (Ngebayangin musti ngajar orang macam DV? hahahaha… eh De Britto itu cowo semua bukan sih?)

Sepulang ke rumah, saya menemukan rumah kosong. Rupanya Gen menjemput Riku dan setelah itu mengajak Riku dan Kai bermain di taman.

Dan pagi ini aku senang, karena Riku minta makan yang disediakan sekolahnya. Memang harus bayar 300 yen, tapi bisa istirahat buat bekal makan /bento (waktunya bisa untuk nulis hehehe. Kenapa kok 300 yen, lebih mahal dari yang SD. Itu karena makanan yang di TK dipesan ke perusahaan, bukan buat sendiri. Kalau yang SD itu dibuat di sekolahnya sendiri.)

23 Replies to “Tukar budaya?

  1. Sesuatu yang menarik tapi dilematis terjadi ketika orang ternyata lebih kenal “Bali” ketimbang “Indonesia”…

    Ah, jangan sampai di masa mendatang orang juga akan mengidentikkan “korupsi” dengan “Indonesia” sementara “kejujuran” dengan “bukan Indonesia”

    Semoga…

    DV´s last blog post..Menanti Konser Coldplay dan Album U2

    jangankan anak-anak, semua orang Jepang tahu dan pernah ke Bali, tapi tidak tahu dan tidak pernah ke Indonesia!
    sepertinya sekarang ada salah sangka teroris=Indonesia deh
    EM

  2. Asyik sekali Imel…
    Kenapa saya memasukkan si bungsu TK saat umur 2,5 tahun, karena saya tertarik dengan TK nya, ada makan bersama seminggu dua kali, anak-anak dilatih mencuci piring, mengumpulkan yang kotor ke tempat sampah dsb nya.

    Saat saya SD suasana seperti itu, ada hari makan bersama, ada dokter yang datang memeriksa kesehatan gigi, setiap kelompok anak dikasih sepetak tanah (2x 2 meter) untuk ditanami tanaman, menyiram tanaman bergantian melalui ember (dulu belum ada pompa listrik, jadi ambil air pake timba yang dikerek). Tapi justru latihan seperti ini yang memperkaya batin anak-anak….sayang kedua anakku walau SD Negeri tapi di kota besar, sehingga tak punya kesempatan seperti saya dulu.

    edratna´s last blog post..Naik Kereta Api Bandung-Jakarta tetap menyenangkan

    Bagus sekali sekolah macam yang ibu ikuti ya. Di Jakarta apa ada ya?
    Kalau bisa diterapkan di sekolah alangkah baiknya. Masak ada anak SD kelas 4-5 yang tidak bisa pakai baju sendiri? Riku aja umur 3 tahun udah cerewet pakai baju sendiri (pilih yang dia sukai aja soalnya hehehe)
    Saya rasa pelajaran mengenai kehidupan di Indonesia masih sangat kurang.

    EM

  3. oh disana ada karang taruna ya…

    kalo :
    poskamling ada gak?
    Pak RT-RW?
    kerja bakti?

    wah kayaknya ibu dosen ini cocok kalo jadi ibu guru aja deh…

    karang taruna itu maksudnya pusat kegiatan pemuda-pemuda di satu kelurahan. Ya ada.
    poskamling tidak ada…. ada polisi di KOBAN , di setiap daerah
    Pak RT=RW tidak ada tapi ada sidang majelis kelurahan
    kerja bakti? mau ngerjain apa?
    sapu jalan? setiap pemilik rumah bertanggung jawab atau jalan di depannya, jadi tiap pagi lihat ibu-ibu menyapu jalan di depan rumahnya.
    tapi kerja bakti -pembersihan massal di kantor dan sekolah ada, biasanya akhir tahun. Aku pernah tulis juga di sini – http://imelda.coutrier.com/2008/07/15/kerja-bakti/

    EM

  4. Hihihi baru ngeh.
    Benul juga, ‘tukar’ budaya jadi rancu.

    Buah Durian sama Nangka keknya buah yg menarik bagi orang asing. Pas di musium Fatahillah 4 tahun lalu ada pohon nangka (sekarang udah ga ada), bule2 pada ngerumunin penasaran kok ada buah yg kek gini… hehehe..8x

    mang kumlod´s last blog post..Blog to Book

  5. Hah … ini menarik … ini menarik …
    Menarik #1. Program pertukaran / pengenalan budaya ini mungkin bisa di tiru di Indonesia … (atau mungkin sudah ada ya ..??)

    Menarik #2. Emiko jadi ibu guru … bercengkerama dengan 100 anak-anak … look at the photo … It’s so “Bu Guru” sekali EM … very nice …

    Salam saya EM …

    nh18´s last blog post..TRAINEE SEDERHANA

  6. Bagus ya mainan durian yang mbak pegang di dalam foto atas.
    Saya kira pasti mereka bisa mengerti tentang Indonesia karena penjelasan mbak memang tepat selalu.

    Hebat juga ya ada anak SD yang pernah pergi ke Bali.
    Zamannya berubah. perjalanan ke luar negeri sudah terbiasa.

  7. Pengalaman yang sangat mengesankan. Kalo saya udah jadi juragan belut, nanti saya juga mau presentasi tentang unagi disana, hehehee.. *amin*
    Liat foto mba EM, style-nya persis guru profesional.

    Sedikit, ketika SD dulu yang saya ingat adalah ketika mantri datang ke sekolah mau suntik cacar hampir semua anak menangis. Saking takutnya ada yang dipegangin untuk bisa disuntik.

    alris´s last blog post..Air Mendidih

  8. Wah.. aku suka sekali mengajar anak-anak usia SD, (kesampeannya jadi guru sekolah minggu doang 😀 ) senang sekali berbagi pengetahuan untuk anak-anak inosen itu, melihat ekspresi mereka yang sampe ‘melongo’ kalau dengar cerita asyik kita..

    Eh, tapi mungkin kalo tiap hari susah juga yah, lha mereka itu juga bandelnya ampun2 deh..
    Salut deh pada para guru SD, melalui mereka dasar pengetahuan seseorang ditanamkan.

    Imelda Sensei, great job, well done !! 😉

    tanti´s last blog post..When Your Heart is Calling You

  9. Tau nggak mbak..lihat foto mbak lagi didepan kelas gitu, aku jadi kepengen jadi muridnya..
    Dijamin deh, aku nggak bakal ngantuk..hehehe kayaknya asyik tu, punya bu guru seperti dirimu..

    p u a k´s last blog post..Punyaku AB

    waaaah kamu ngga bakal ngantuk ketawa mulu ntar….apalagi kalo daku sudah mulai gila.
    dan mengajarkan kata-kata bahasa Indonesia dengan memakai kata-kata nyerempet-nyerempet hihihihi. (Justru yang nyerempet gitu yang langsung dihafal loh)
    Eh tapiiiiiii aku ngajarnya dalam bahasa Jepang tuh. Kamu ngerti ngga?

    EM

  10. bentar tante, aku lagi berkhayal nich seandainya aku jadi muridnya tante nich gimana ya??? berarti bukan 100 lagi donk muridnya jadi 101 ya hehehe 😀

  11. Sensei, klo pak grandis yang jadi dosennya, ga akan ada mahasiswa yang tidur..beneran lho..

    Seandainya gedung2 sd yang ga digunain di Jepang bisa pindah ke Indonesia??? (khayal mode on :P)

  12. Ya, betul juga ya mbak. Ngajar di SD menurutku susah, repot, dan membosankan. Saya yang pernah menjadi guru SMP dan SMA saja sudah sering dibuat pusing. Yah, salutlah kepada Bapak dan Ibu guru SD.

  13. — koq ga ada Nais goreng yah ????

    cuma negor n ade post baru di blog ane

    bang diod´s last blog post..Lomba Ntu Gak Selalu Menyenangkan mamen…..

  14. Ah,
    nggak bisa komentar…
    suka banget liat photonya.. Dirimu sumprit cakep bener pake jas merah itu!

    Dan… sangat langsing!!!
    Oh my God!
    *segera prepare menu diet sebelum ketemuan sama My Sistah… hihihihi*

    Lala´s last blog post..My Singing Life

    Hush la, kalo kamu bilang gitu, ntar jaketnya jadi kecil…. bahaya!
    jangan diet lah…. I love you just the way you are kok La….(ngga tau kalo yang kamu taksir begitu atau tidak heheh)
    EM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *