Hari ke 22 – Balai Melayu

14 Mar

Hari ke 22, tanggal 8 Maret 2009…. bagaikan antiklimaks, aftermath yang meninggalkan rasa kosong di hati.

Aku terbangun sekitar pukul 6 pagi, masih melihat beberapa teman tergolek di kasur. Tapi Riku yang selalu bangun pagi, segar bugar bangun dan berjalan-jalan sendiri. Di luar aku melihat Mas Totok dan entah Mas Goen, ntah Mas Arief masih ngobrol. Wah bener-bener lek-lek-an dia. Kemudian Mas Tok pamit untuk menjemput istrinya.

Banyak yang tidak kuingat pagi itu, termasuk siapa yang memesan sarapan … Lala pastinya. Karena hanya yang dia memesan Mie Goreng, sedangkan yang lainnya Nasi goreng. Oleh petugas Hanis, sarapan di atur di meja di luar, padahal waktu aku cek in, mereka bilang harap makan di restoran, karena mereka tak sanggup bawa peralatan untuk 8 orang ke villa. Wah, pelayanan extra lagi. Memang pelayanan di Villa Hanis ini top banget. Apalagi Mbak Wanti yang selalu menanyakan padaku apa ada yang mereka bisa bantu. (Aduh aku ingat dia yang membereskan semua sampah yang kami tinggalkan begitu saja sewaktu berangkat ke Kweni. Aku sampai mempercayakan kunci padanya, padahal ada laptop yang kami tinggalkan)

Sarapan pagi di luar, di halaman Villa, di pagi yang masih berselimutkan embun. Alangkah romantisnya. Apalagi kelak jika pembangunan kolam renang di sisi kanan villa selesai. Wah deh…. Semoga saja suatu waktu aku bisa mengajak Gen datang ke sini. Villa ini jauh masuk ke dalam sehingga memang privasinya terjaga.

Mas Arief, Mas Goenoeng, Riku, Lala, Noengki, Danny dan aku mengelilingi meja, menikmati breakfast di udara terbuka. Topik pembicaraan kemarin dilanjutkan, masih mengenai zodiak dan sifat-sifat mereka. Paling senang mengganggu Mas Arief yang selalu kupotong kalimatnya hehehe. Jangan marah ya Mas.

Setelah sarapan selesai, aku mandi. Karena tadi pagi setelah bangun tidur, aku sempat dipijat oleh Noengki. Oh ya! sekarang aku ingat…. memang Lala yang memesan sarapan karena saat itu aku masih berteriak kesakitan setiap kali Noengki memijat bagian yang sakit. Memang aku terbangun dengan bahu kanan nyeri sampai ke telapak tangan, dan aku tahu bahwa Noengki bisa memijat, jadi aku minta tolong padanya. Satu botol balsem habis deh dipakai (abis badan kamu gede sih mel! hihihi). Hebat memang kamu Noengki, selain jadi dokter gigi bisa menjadi pemijat. Atau pijatanmu ini bisa jadi service tambahan untuk pasiennya? seperti di salon-salon jika kita potong rambut mendapat extra service dengan pijatan? Enak juga pasiennya Noengki ya…..heheeh

Waktu aku selesai mandi, rupanya Mas Totok sudah kembali dengan istrinya. Dan mau langsung pamit pulang ke Gunung Kelir. Sayang sekali aku tidak sempat bercakap banyak dengan istri Mas Tok yang kelihatan cerdas dan manis itu. Mungkin lain kali aku akan pergi ke Gunungmu yang kamu banggakan itu Mas! Tunggu saja aku akan ke sana. Dan saat itu tolong siapkan anak kambing etawa guling yang katamu enak itu. Tapi jangan tagih aku seharga avanza ya…. Karena kalau seharga itu bagaimana aku mau beli avanza untuk pergi ke Gunung Kelir? (Salh mel… kamu musti beli 4WD untuk bisa ke sana, surga bandwith internet tapi tanpa sinyal XL)

Mengantar Mas Totok sekeluarga sampai depan pagar Villa, dan setelah itu “NARSIS TIME”. Untung aku sudah mandi, meskipun belum bermake up. Dengan pose ala pre-wed, jadilah kami model dadakan. Ada satu foto yang bagus dengan judul “Majikan dan Tukang Kebun” tapi sayang tidak bisa saya tampilkan di sini tanpa ijin si Tukang Kebun hahaha. (Baru kali ini kan Majikan harus minta ijin dulu pada si tukang Kebun). Sementara itu saya akan menampilkan foto narsis 3 dara (ups bukan dara lagi sih hahaha) tiga primadonanya Villa Hani’s.

Selesai berfoto-foto, Mas Goenoeng dan Mas Arief pamitan untuk pulang ke Semarang. Terima kasih banyak atas kehadirannya dan partisipasi dalam acara Bocah Kweni. Mungkin tahun depan bisa kita adakan di Semarang, dengan Mas Goenoeng selaku EO nya? Who knows….

Karena Noengki harus pulang dan mengejar kereta pukul 14:30, sekitar jam setengah satu kami keluar villa menuju stasiun dengan mobil rental. Pak Sudi kali ini yang mengantarkan kami. Mobil ini sangat mendadak aku pesan, dan hebatnya bisa datang dalam 1 jam! Kupikir kalau tidak bisa, ya kita pakai taksi pergi bersama… meskipun kurang praktis. Satu lagi pelayanan Villa Hani’s yang patut diacungkan jempol.

Mampir di toko Gudeng (ngga ngerti namanya apa) untuk membeli oleh-oleh, kemudian bergegas ke stasiun. Mas DM mengantar bu dokter gigi sampai beliau aman naik kereta, sementara kami mengobrol di dalam mobil. Dan setelah itu kami pergi bersama ke arah Pasar Bering Harjo (bener ngga ya tulisnya) untuk makan Mpek-mpek sementara si Lala jalan ke arah pasar untuk mencari batik (yang akhirnya tidak ketemu jg).

Dari situ kami menuju Ambarukmo Plaza, untuk mencari hotspot (apalagi hahaha), sambil bertemu blogger pengunjung tetapnya Penganyam Kata (sorry I can’t recall her name) di AW lantai sekiannya Ambarukmo Plaza. Di sini Riku sempat bermain di game center sebelahnya AW ditemani Lala. Makasih ya La….

Mengingat kami punya janji dengan Mbak Tuti Nonka jam 7 malam di Balai Melayu, sekitar jam 5 kami meninggalkan Ambarukmo Plaza dengan maksud pulang ke Villa Hanis untuk ganti baju dan mandi, dan berdandan…supaya harum, cantik dan tidak malu-maluin datang ke acara “Singing and Dancing” Mbak Tuti.

Tapi hitung punya hitung, kami tidak akan keburu pulang dan kembali lagi ke Balai Melayu tepat waktu. Dan aku tidak mau kita terlambat seperti kemarin. Jadilah kita pergi ke Balai Melayu dengan baju yang sama, tanpa mandi, hanya membetulkan make up dalam mobil setelah kami memarkirkan mobil di seberang Balai Melayu pukul 18:30. (Mandi parfum saja deh Mbak Tuti heheheh)

Kami turun mobil 5 menit sebelum pukul tujuh, dan memasuki Balai Melayu. Tidak begitu besat tempatnya tapi apik dan benar-benar bisa merasakan nuansa melayu di sana. Mbak Tuti tentu saja pernah mengulasnya di blognya. Kami dipandu melihat lantai atas sampai ke teras balkon lantai atas yang sejuk. Konon teras ini ikut ambruk waktu gempa menghantam Yogya, kemudian dibangun kembali. Tentu saja ini merupakan spot yang bagus untuk narsis kembali. (Bukan blogger deh kalo tidak bisa narsis hahaha)

Ada detil-detil Balai yang sempat terekam dalam kamera, berkat kejelian Danny. Sehingga mungkin kelak bisa dicatatkan royaltynya loh Mbak Tuti…. yaitu pegangan pintu berupa “keris” (entah apa namanya…keris bukan ya?). Unik!!

Setelah berjalan-jalan mengitari Balai Melayu dari atas sampai bawah, kami diajak bersantap malam yang sudah disediakan Mbak Tuti. Ada bistik, ada nasi goreng, ada lasagna…. Kalau tidak ingat diet, pasti aku coba semua tuh mbak. (Tapi dibungkus juga sih akhirnya untuk dibawa pulang)

Setelah selesai makan, lanjut deh dengan acara Dancing!!! Karena guru dansa Mbak Tuti ikut hadir, jadi kita seakan menonton para profesional menari. Lala dan Hesti ikut berdansa.

Aku? OH NOOOOO kalau aku ikut berdansa, Gempa kedua akan menghantam Yogya lebih kuat lagi. Aku paling tidak bisa memadukan gerakan kaki dan tangan dan seluruh badan deh. Ritmenya itu loh. (Goyang dangdut itu juga sulit loh…udah coba juga dan ngga bisa hahahah) . Hanya pernah dansa walts yang dipandu cowok (hmmm siapa ya waktu itu… oh Darma Sutantio yang di New York sekarang (apa kabarnya dia ya?)! dia yang mengajari aku dansa (once and the last one) dan pasti dia kapok deh sakit kakinya keinjek-injek hahaha). Jadi, boleh percayakan mike padaku tapi jangan percayakan lantai dansa padaku. Bubar maning! Bubar kabeh! Bubar grak!!

Sambil makan desert, kita dihibur calon penyanyi broadway, Miss (tra) Lala dengan lagu-lagu eighties. Mbak Tuti juga…dan saya juga. Lagu andalan saya semuanya Jazz sih, Masquerade, Just the way you are, You needed Me… paling yang pop If we hold on together… Yang agak sulit adalah lirik yang tercantum di buku pinternya suka salah, jadi aneh hehehe.

Semua yang hadir dari blogger akhirnya menyanyi. Uda Vizon dengan lagu kesayanganku juga, “Arti Kehidupan” nya Mus Mujiono (udah tahu sekarang artinya kehidupan itu apa uda?) dan Danny dengan lagu-lagunya MJ… Jadilah dia Daniel Jackson (jadi nama whiskey deh dia — Daniel Jackson. Another name for the Whiskey drink Jack Daniels.)! Hebat! (jangan-jangan DM juga jago melantai nih) …. Maaf foto tak bisa saya pajang tanpa ijin ybs hihihi.

Gantian deh aku dan lala menguasai panggung… doooh panggung ni ye…. Tapi kita juga musti tahu diri karena Balai Melayu bukan Karaoke Box yang kedap suara. Dan masih untung Host kita mbak Tuti masih mau memberikan waktu sampai lewat dari jam 10 loh.  Jadi sambil kukut-kukut, dibungkusin sangu untuk nyemil.

Yang paling asyik waktu kami menerima hadiah CD LANGKA. Yang dicari dan mau bayar mahalpun belum tentu dapat di toko-toko. CD nya bermeteraikan nama ku khusus!!! Dan boleh dong PAMER hihihi… Penyanyinya Top, Mbak Tuti Nonka yang dulu kukenal sebagai novelist, tapi sekarang bertemu sebagai blogger. Terima kasih banyak untuk kado special (pake telor) nya mbak. Juga sebuah buku yang aku tahu aku HARUS punya, yaitu 366 Cerita Rakyat Indonesia dari Adi Cita, penerbit kepunyaan suami Mbak Tuti.

Terima kasih banyak Mbak Tuti untuk malam yang begitu mengesankan. Jangan kapok untuk memanggil/mengundang bloggers datang lagi. Mungkin saya juga akan mengajak Mr. Miyashita untuk mengunjungi Balai Melayu, jika kami bisa vacation lagi ke Yogyakarta. Malam terakhir di Yogya benar-benar mengesankan.

Pertanyaan Riku di Yogya

10 Mar

Beberapa menit sebelum kami naik ke pesawat menuju Jakarta di Bandara Adi Sutjipto Jogja (9 Maret 14:35), Riku bertanya padaku,

“Mama, kenapa tidak ada Ibu dan Bapak tapi anak itu bisa lahir?”

………………..

sebuah pertanyaan yang tiba-tiba, yang amat wajar, tetapi aku perlu waktu menyusun kalimat yang singkat tapi mudah dimengerti. Aku tahu dia bertanya begitu, karena aku marahin dia waktu dia merengek minta alat tulis yang sedang kami masukkan dalam plastik untuk kemudian dibagikan kepada bocah Kweni. Siang tanggal 7 Maret yang lalu di Villa Hani’s.

“Riku, ini buat teman-teman nanti. Mereka tidak ada ayah atau ibu yang bisa membelikan buku tulis setiap saat. Kamu punya mama dan papa, dan setiap kamu minta, mama dan papa berusaha belikan, kan? Tapi mereka tidak ada papa dan mama, bagaimana mereka bisa minta belikan buku atau alat tulis yang mereka inginkan? Riku harus menahan diri! Tidak bisa setiap apa yang Riku minta harus ada. Please, ini untuk anak-anak itu ya. Nanti jumlahnya kurang, Riku nanti saja ya!”

Dan rupanya perkataan saya bahwa anak-anak itu tidak punya papa/mama melekat terus di kepalanya. Meskipun aku tidak tahu apa pikirannya ketika dia bermain bersama mereka.

Sebetulnya sudah sejak di Tokyo, aku mengatakan pada Riku, bahwa nanti kita ada acara bermain bersama. Dan 2-3 hari sebelum berangkat waktu aku sedang packing koper, tiba-tiba dia datang dan memberikan kumpulan mainan “bekas” yang dia tidak mau main lagi (benar-benar bekas sehingga menyerupai sampah), dan dia bilang “mama aku mau kasih ini pada teman-teman yang tidak punya mainan”. Aku melongo saat itu, dan waktu aku ceritakan pada Gen, dia ikut terharu.

Tidak, saya tidak bermaksud untuk membanggakan Riku dengan menuliskan ini. Bahkan sesungguhnya saya tidak mau menuliskan ini awalnya. Tapi pertanyaan Riku di Bandara Adisutjipto itu yang membuat saya pikir, pertanyaan itu bagus untuk mengawali tulisan saya, tentang “Kopdar Yogya bersama Bocah Kweni”.

Saya beruntung mempunyai bapak dan ibu, mama dan papa, lengkap, dan masih hidup sampai sekarang. Tapi banyak teman yang sudah tidak punya salah satunya atau keduanya. Dan tidak usah jauh-jauh, Ibu saya kehilangan ibunya sewaktu balita. Duh, saya bisa membayangkan betapa sedih atau kehilangannya jika hidup tanpa seorang ibu atau seorang ayah. Dan di jaman sekarang ini, banyak pula anak-anak yang merupakan anak dari single mother, atau hasil dari perkosaan, etc etc. Atau orang tua biologisnya ada tetapi tidak hadir dalam kehidupannya. Seperti yang ditulis oleh Uda Vizon dalam “Yatimkah dia.”

Saya dulu juga selalu menangis melihat anak-anak yang kurang beruntung. Mungkin saat itu karena saya belum bisa berbuat apa-apa, sehingga emosi saya lebih bekerja daripada pikiran saya. Hingga suatu kali saya pernah tersentil dengan perkataan suami saya. “Saya tidak butuh simpati!”, dan membayangkan memang banyak orang yang tidak mau dikasihani. Mereka membangun dinding tinggi di sekitar hatinya, karena juga curiga akan perbuatan baik yang diberikan oleh teman-temannya hanya sebagai “rasa kasihan” . Saya selalu berusaha menempatkan diri saya jika saya di posisi mereka. Dan terpikir apa sih yang mereka butuhkan? Sebetulnya hanya satu, tapi amat sulit untuk kita beri, karena menyangkut waktu dan eksistensi kita. Mereka akan lebih membutuhkan kasih dan keberadaan seseorang yang mencintai mereka, daripada hanya barang-barang atau uang yang bisa habis sekejap mata.

Saya tidak tahu apakah rencana saya bermain dengan bocah Kweni (baik yatim ataupun tidak) itu baik atau tidak, tapi yang pasti saya hanya ingin berbagi sedikit kasih dan sedikit waktu  pada mereka. Karena saya juga tidak punya materi yang cukup. Saya masih belum bisa berbuat banyak. Saya ingin memberitahukan pada Riku (dan Kai jika dia besar sedikit lagi) bahwa ada banyak anak-anak yang tidak seberuntung dia. Saya juga bukanlah malaikat seperti yang ditulis Jeunglala di postingan “Hidden Angels”. Tapi yang pasti saya merasa sangat beruntung, memiliki sahabat-sahabat blogger yang satu perasaan dengan saya, dan saling membantu mewujudkan “pernyataan kasih” kepada bocah-bocah di Kweni. Sahabat-sahabatku, terimalah tanda terima kasih saya yang keluar dari lubuk hati.

Dua orang utama yang memang tinggal di Kweni, Uda Vizon dan Mbak Icha (mbak Icha sudah terlihat jawa banget sih) yang menyambut rencana sederhana saya dengan antusias, dan membuat saya yakin untuk maju terus, seberapapun orang yang hadir di Yogya (dan seberapapun yang kita bisa berikan pada anak-anak ini) . Nama Uda yang terkenal di kampungnya, juga turut memudahkan saya mencari rumahnya sehari sebelum hari H. Bayangkan tanpa briefing, Lala, Mas Goenoeng, Mas Arif, Tyan, Ipi, Noengki Prameswari, Daniel Mahendra bisa berbaur dengan anak-anak itu dan menggambar bersama. Belum lagi kehadiran Bunda Dyah yang benar-benar menguatkan hati (dan jasmani karena Bunda membawakan makanan kecil yang dibuat  Mbak Vivi untuk anak-anak ini). Mbak Tuti Nonka yang meringankan kaki juga hadir bersama dan bahkan memberikan tas ransel hijau serta buku cerita sebagai cikal bakal perpustakaan mereka. Lihat betapa bangganya anak-anak ini menggendong tas ransel mereka, yang juga berisikan sikat gigi lucu dari bu Dokter Noengki. Sampai-sampai Riku pun bangga sekali mempunyai tas ransel itu, dan dia gendong terus sampai di pesawat (maaf jadi berkurang satu jatah anak-anak itu…. hiks)

Dengan satu tindakan, 12 blogger yang terpencar di mana-mana, beserta 60-70an bocah bersatu dalam satu episode kehidupan. Di Jogjakarta, tepatnya di desa Kweni. Unforgetable Moments.

Saya tahu, saya memang tidak menangis waktu berada di antara bocah-bocah ini, tidak seperti Jeung Lala. Mungkin karena saya terlalu sibukberpikir “what next” dan terlalu exciting. Tapi saya memang menangis setiap kali melihat foto-foto yang merekam peristiwa itu, yang mengabadikan kegembiraan, persatuan, kebersamaan, kasih, persahabatan di antara kita. Dan sambil menuliskan inipun perasaan saya masih campur aduk, sambil menahan isak. Entah kapan kita bisa bersama seperti ini lagi…. semoga saja ya.

Ini bukan laporan lengkap perjalanan Yogya, tapi saya tak bisa menunggu lagi urutan posting perjalanan saya yang amat sangat terlambat sehingga saya selipkan tulisan ini. Jika ada yang mau membaca laporan Yogya yang sudah ditulis kawan-kawan yang lain, silakan coba klik nama-nama peserta di atas.

Related Posting :

Mbak Tuti Nonka :

Bloger & Bocah-Bocah Kweni

Uda Vizon:

bocah kweni vs blogger

JeungLala:

Hidden Angels

Jeung Ipi:

Kopdar bareng Bocah Kweni

Noengki Prameswari:

Jogja Seru

Tyan

Blogger kumpul dengan bocah kweni

YOGYA I’m Coming!!!

3 Mar

Sesuai dengan postingan : Aku ingin pergi Jauuuuuh … aku memang berencana untuk pergi ke Yogyakarta dalam liburan kali ini. Dan pasti dong pengen ketemuan alias KOPDAR alias NARBAR di sana juga. Sudah disetting tanggalnya dari jauh hari yaitu tanggal 7-8-9 Maret untuk mengadakan wisata/kopdar bareng dengan Jeunglala dan EM di Yogyakarta.

Saya sudah setting untuk acara Kopdar Yogya akan diadakan pada:

tanggal 7 Maret pukul 15:00-17:00 Bermain Bersama Bocah Kweni” yang diarrange Uda Vizon. Dress Code: Casual

7 Maret pukul 18:00 – selesai Kopdar Yogya, “Talking and Dining hosted by Ibu Dyah Suminar “di Resto Taman Pring Sewu, (tempat bisa berubah). Dress code: Rapih

Hari Minggu tanggal 8 Maret 2009, pukul 18:00 Kopdar Yogya, “Singing and Dancing hosted by Ibu Tuti Nonka” bertempat di Balai Melayu. (waktu bisa berubah sedikit) Dress Code: Dancing costum (maksa.com)

Untuk acara Kopdar Yogya ini, saya mohon untuk memberikan konfirmasi kedatangannya (untuk acara apa saja) ke saya. VIA EMAIL saja(tau dong ya!). Karena waktu saya mencantumkan nomor HP saya di postingan yang lalu, ada orang iseng yang kemudian menyebarkan nomor saya. Yang akibatnya sampai dengan dua hari yang lalu, banyak sms dan nomor telpon yang meneror saya.

Saya sendiri sudah sampai di Yogya tanggal 5 untuk keperluan pribadi. Tanggal 7 kita akan bertemu di Villa Hanis pukul 13:00 dengan alamat (waktu pertemuan untuk berangkat ke Desa Kweni mungkin akan berubah– konfirmasi terus dengan saya atau Lala) :

Jalan Palagan km 7.5
(600m north of Hyatt hotel)
Yogyakarta
Tel: 0274867567

Bagi yang akan menginap bareng juga dimohon konfirmasinya karena tempat terbatas, melalui email atau HP.

Daftar peserta Keseluruhan :

1. Imelda
2. Lala
3. Riku
4. Ipi
5. Tyan
6. Tanti
7. temennya Tyan
8. Mas Goenoeng
9. Arif
10.

Kopdar tgl 7 malam:
+ 1. Septarius

Hei…. RIKU dan Mamanya siap ke JOGJAKARTA dengan memotong rambut GONDRONG, demi bertemu Ibu, BUnda Tercinta, Ibu Dyah Suminar dan Mbakku terpandai, Mbak Tuti NONKA. Keren kan????