Nenek moyangku orang pelaut

19 Mei

dan ya aku bangga bisa terciprat sedikit darah penjelajah lautan dari suku yang terkenal dengan perahu phinisinya. Meskipun terus terang aku takut laut. Sedapat mungkin menghindari untuk naik segala jenis perahu/kapal karena aku takut!  Tapi tentu saja hal itu tidak mungkin. Pasti ada suatu saat harus naik ferry atau perahu wisata dan semakin lama hidup aku menganggap aku semakin “berani”. Well mungkin  di sini berlaku pepatah Witing tresno jalaran soko kulino. cinta karena terbiasa…. Mungkin loh hehehe.

Hari Minggu lalu, tanggal 16 Mei 2010, kami pergi ke Museum of Maritime Science,  Funenokagakukan 船の科学館. Entah kenapa si Gen pengeeen banget ke situ. Dan waktu cari info di website, khusus tgl 15-16, limapuluh pengunjung pertama akan mendapat hadiah. Jadi, kalau mau dapat hadiah kami harus cepat-cepat pergi.

Jam 6 pagi Riku sudah bangun, sedangkan aku sendiri sudah bangun sejak jam 2 hahahaha (terbangun dan tidak bisa tidur lagi). Dan jam 7:30 kami semua sudah sarapan, untuk keluar rumah jam 8:30. Odaiba (pantai reklamasi Teluk Tokyo) cukup jauh dari rumah kami. Tapi kami bisa sampai di situ jam 9:30. Kalau menurut perhitungan kami sih telat, karena biasanya orang Jepang datang satu jam sebelum pintu dibuka (museum ini buka jam 10:00) jadi kami sih pasrah saja kalau tidak dapat hadiah.

Eh ternyata waktu kami ke antrian baru ada sekitar 12-13 orang. Asyiiik. Pasti dapet hadiah. Sambil menunggu, aku sempat melihat burung walet membuat sarang di langit-langit. (Aku sempat lama menulis di bagian ini, tiba-tiba ragu dengan nama burung. Walet atau camar ya? hihihi)

Burung "dompet" , karena emang sih sarang burung walet bisa buat tebal dompet hihihi

Dan satu yang membuat Gen sedih yaitu tidak bisa mengikuti naik kapal keliling teluk Tokyo. Jadi dalam rangka Festival Pelabuhan Tokyo yang ke 63, di museum ini diadakan  “Pesta Anakanak Laut”. Khusus tanggal 15-16 Mei semua yang berumur di bawah 18 tahun gratis memasuki Museum of Maritime Science ini (HTM museum ini 700 yen utk dewasa dan 400 utk SD-18 th), dan ada beberapa acara khusus untuk anak-anak. Salah satunya adalah keliling teluk Tokyo dengan menaiki kapal pengamat “Takashima” dari Departemen Perhubungannya Jepang (MITI). Waktu lihat di website memang diberitahu bahwa hanya untuk 50 orang saja, dan pada hari H-nya akan diisi kekurangan peminat sekitar 20-an orang. Tapi waktu kami antri itu dibilang bahwa hanya 10 orang saja yang bisa ikut dalam kapal. Nah loh, kita berada di nomor 12-an di antrian…hiks. Jadi pasti tidak dapat nomor deh.

Memang ada dua keberangkatan yaitu pukul 11 dan pukul 1:30. Yang pukul 11, langsung penuh kan…jadi kami harus kembali mendaftar (dari 10 kursi kosong) itu untuk kali keberangkatan ke dua jam 1:30. Pendaftarannya sendiri mulai jam 12 siang. Hmmm kalau melihat lagat orang Jepang kan pasti mereka mulai antri jam 11 tuh. Dan aku kasian banget liat Gen kecewa begitu. Waktu itu kami berada di antrian pertama jika mau antri untuk kali ke dua. Pasti bisa! Jadi aku bilang sama Gen, aku antri saja dari sekarang, Gen dan anak-anak biar main , berkelliling lalu sekitar jam 11 kembali dan antri. Jadi kami tetap berada di barisan! (dan tidak ada orang lain sesudah kami — ya edan lah nunggu berjam-jam di situ)

Kami tetap bersikeras menunggu di situ terus, meskipun petugas mengatakan, “Masih lama loh”. Dan Gen jawab dengan, “Dengan begini kan sudah pasti kami bisa ikut yang kedua” (Kalau aku sih pasti tidak jawab dengan manis begitu…pasti sambil ngedumel hahahah, soalnya ada orang yang nyerobot antrian kami sebetulnya sehingga kami tidak bisa ikut kloter pertama. Manyun deh aku). Untuuung banget suamiku sabar, dan rupanya melihat kami “keras kepala” dengan dua anak kecil menunggu berjam-jam, petugasnya kasihan dan dia menegosiasikan ke pihak pendaftaran supaya bisa memasukkan kami berempat dalam list penumpang yang pertama. Well, ada usaha ada hasil, bukan?

Riku dan Kai memegang ikan Suzuki, ikan laut dari teluk Tokyo. Kai senang sekali main air, maklum dia lahir di Hari Laut sih hihihi.

Jadi deh kami bisa berangkat jam 11:00. Dan sambil menunggu waktu keberangkatan, Riku dan Kai bermain (boleh memegang) ikan Suzuki yang biasa terdapat di Teluk Tokyo. Ada beberapa booth di lingkungan itu yang salah satunya menggaungkan kampanye pembersihan air laut Teluk Tokyo.

Jembatan baru di teluk Tokyo yang sedang dibangun, tingginya 55 meter. Kalau cari di website katanya akan selesai tahun 2010.... bisa selesai ngga ya?

Kami naik kapal Takashima pukul 11, dan mengikuti cruise mengelilingi Teluk Tokyo, dengan dipandu bapak dari MITI deh, lupa namanya. Dia menjelaskan pengetahuan umum dalam berlayar termasuk kode-kode berlayar, kapal kontainer yang bisa mengangkut 3000 kotak kontainer… wah tidak sangka bisa sampai 3000. Di situ juga terdapat kapak dari NYK Line, sebuah pelayaran utama Jepang. Aku ingat aku pernah menerjemahkan pamflet tentang kapal tanker minyak milik NYK Line 2 tahun yang lalu.  Ada pula kapal pengangkut truk yang menuju ke Hokkaido, pulau di utara Jepang dan lain-lain. Dia juga menjelaskan tentang pembangunan sebuah Jembatan baru di Teluk Tokyo setinggi 55 meter (aku baru tahu bahwa akan ada jembatan baru di sini). Katanya tinggi jembatan 東京湾臨海大橋  - Tokyo Bay Seaside Ohashi – itu harus 55 meter dari permukaan laut supaya kapal besar juga bisa lewat di bawahnya.

Sayang aku tidak bisa konsentrasi lebih banyak pada penjelasan dia, karena sambil menjaga Kai. Kai sama sekali tidak mau dibawa ke deck kapal supaya bisa melihat pemadangan di luar sambil mendengar penjelasan. Baru setelah hampir pulang, dia mau digendong Gen dan kita keluar ke deck. Sekitar jam 12 kami mendarat dengan Gen tersenyum karena senang bisa naik kapal tersebut.

Riku menggendong adiknya untuk memperlihatkan takoyaki yang tengah dibuat

Well, kami masih punya banyak waktu sampai jam 5 sore untuk melihat seluruh museum termasuk dua buah kapal yang bersandar di situ. Tapi karena lapar, kami makan roti Begel dan takoyaki yang dijual dari mobil keliling. Di bawah terik matahari yang puanasss kami makan siang. Tapi sebetulnya hari itu cuaca cukup bersahabat, karena selain waktu makan siang itu, meskipun terik, angin bertiup sehingga kaiteki, comfortable nyaman deh.

Riku menggerakkan perahu dengan radio control. Mainnya cuma 5 menit, nunggunya 40 menit! huh...

Setelah makan, Riku langsung cepat-cepat pergi ke kolam renang di depan museum untuk mendaftar memainkan perahu beradio control. Hanya untuk menjalankan perahu tersebut kami harus antri dan menunggu 40 menit. Duh… hari ini isinya mengantri mulu deh. Demi Riku, karena sebetulnya aku dan Kai bengong nungguin Riku. Meskipun Kai merasa senang berada di areal kolam tersebut, karena ada pula acra naik perahu boat dan kanoe. Kami juga tadinya mau naik perahu boat, tapi pendaftaran sudah ditutup. (untung aja, kalau tidak, nunggu lagi deh)

Dari sini, kami masuk ke tempat pameran dalam gedung, yang menceritakan sejarah pembuatan perahu/kapal. Mulai dari kapal pertama yang dibuat di Mesir, untuk menyeberangi sungai Nil, sampai kapal-kapal modern dengan turbin dsb. Setiap kapal tentu saja ada keterangannya, tapi aku lihat sambil lalu saja. Dan di bagian kapal modern ada juga kemudi dan tobol yang bisa ditekan untuk mengetahui cara pengoperasian mesin kapal. Sayang aku tidak melihat ada tulisan sejarah kapal phinisi. Kapal-kapal yang terkenal dibuat modelnya yang buatannya amat detil dan bagus. Wah mereka yang kuliah di perkapalan musti lihat museum ini nih (ada saudara sepupuku cewe yang kuliah di perkapalan Unhas loh!)

Kemudian kami naik ke kapal SOYA. Kapal ini adalah kapal ekspedisi ke kutub selatan untuk meneliti kehidupan di sana. Tapi karena harus melintasi khatulistiwa maka kapal juga dilengkapi dengan kulkas dan ruang ber-AC untuk anjing-anjing kutub. Ini adalah kali kedua aku memasuki kapal dan melihat kamar-kamar mereka yang kecil. Sebelumnya pernah melihat kapal Nipponmaru yang dipakai sebagai kapal pelatihan yang waktu itu berlabuh di Yokohama. Lorong yang sempit dan kamar/tempat tidur yang kecil, membuat aku berpikir pelaut itu kok badannya kecil-kecil ya? Kapan-kapan ingin masuk kapalnya Amerika, ingin tahu apakah lorong dan kamar-kamar di kapal Amerika juga sama kecilnya, atau karena kapal Jepang saja jadi semua serba kecil dan sempit.

Kapal ekspedisi ke kutub selatan, SOYA.

Tapi begitu kami masuk ke kapal YOTEIMARU, langsung deh lain. Tidak terasa seperti di kapal, malah seperti di hotel. Mungkin karena sudah direnovasi sebagai tempat pameran dan eksibisi, jadi lain sekali. Atau mungkin yang seperti inilah kapal Titanic, jenis-jenis kapal mewah untuk keliling dunia ya? Yang pasti aku tidak mau coba naik kapal sampai berhari-hari. Kalau berjam mungkin masih mau, tapi naik kapal dan lebih dari 24 jam harus liat air terus? hiiiiii

Kapal Yoteimaru, dulunya dipakai sebagai kapal penyeberangan dari Aomori yang terletak di pulau utama Jepang, Honshu ke Hakodate di Hokkaido.

Di Yoteimaru ini, ada kegiatan membuat seni lukisan dari ikan yang diberi nama Gyotaku. Seni ini memindahkan bentuk ikan atau hewan laut lainnya ke kertas, dan menjadikannya lukisan yang indah. Riku masih sempat mengikuti kegiatan ini, dan membuat satu lukisan kerang.

Melukis kerang dengan cara menempelkan kertas yang dibasahi pada kerang/ikan lalu diwarnai dengan cat air. Seni ini disebut gyotaku.

Sesudah seharian berada di museum ini, akhirnya kami pulang pukul 5 sore. Dan Riku berkata ingin datang lagi, karena masih banyak yang dia mau lakukan tapi belum bisa. Termasuk naik perahu boat dan memancing. Lalu aku bujuk dia untuk bersabar, dan bertekad mengajak dia naik perahu dan memancing di Indonesia waktu kami liburan musim panas nanti. Semoga bisa terlaksana.

Nenek moyangku orang pelaut
Gemar mengarung luas samudera
Menerjang ombak tiada takut
Menembus badai sudah biasa

Angin bertiup, layar berkembang
Ombak menderu di tepi pantai
Pemuda b’rani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai

 

 

From the bottom of the sea….

25 Jan

Ini merupakan bagian pertama dari perjalanan de miyashita hari Sabtu tanggal 23 Januari lalu.

Bagaimana rasanya jika kamu tahu kamu berada di dalam laut? Seperti berada di dalam kapal selam? Wuih aku membayangkannya saja sudah ngeri!! Terus terang aku memang punya penyakit panic syndrome plus phobia tidak bisa berada dalam ruangan tertutup, kecil dan tidak ada jendela yang menghubungkan aku dengan langit. Untuk lift aku masih bisa, karena bergerak cepat, tapi untuk kereta subway, memang aku belum bisa mencobanya lagi sejak aku mengidap penyakit ini 10 tahun yang lalu.

Nah, hari Sabtu kemarin, aku mau tidak mau harus menjalani kesempatan untuk berada di dalam laut, tepatnya di bawah dasar laut, dalam ruang berupa terowongan tertutup, tapi dalam mobil. Karena kebetulan Gen libur hari Sabtu dan Minggu, libur berturut-turut dua hari, merupakan kemewahan bagi Gen dan kami. Apalagi waktu kami memulai hari pukul 8 pagi Sabtu itu, hari benar-benar cerah, dan kami putuskan untuk menikmati kecerahan hari di LUAR, di UDARA TERBUKA.

Jadi kami memutuskan untuk pergi ke laut, dan karena kami jarang pergi ke daerah Chiba, maka kami tentukan untuk ke prefektur yang terletak bersebelahan dengan Tokyo. Tokyo bersebelahan dengan Yokohama dan Chiba, tapi sebetulnya bisa dikatakan untuk ke Yokohama tidak dihalangi oleh teluk Tokyo seperti kalau ingin ke Chiba. Nah, keadaan geografis yang seperti inilah yang membuat seakan Tokyo dan Chiba itu jauh.

Peta teluk Tokyo, kami melintasi Aqua Line yang bergaris merah dari kiri ke kanan

Nah, di situ aku menyarankan untuk pergi melalui jalan pintas yaitu AQUALINE, perpaduan terowongan bawah laut dan jembatan yang menghubungkan dua prefektur (Kanagawa dan Chiba) di Jepang ini. Aku sudah pernah 2 kali melewati Aqua Line, meskipun sambil deg-degan, bersama rombongan orang-orang Indonesia dengan naik bus. Selama bukan aku yang nyetir, memang tidak apa-apa. Dan tentu saja kami lupa berada di mana karena tidak henti bercakap-cakap.

Dahulu waktu jalur ini baru dibuka, aku ingat sekali biayanya mahal, yaitu sekitar 7000 yen. Karena banyak yang protes, dan mungkin campur tangan politik, maka sekarang biaya tolnya hanya 4000-an. Tapi…. ternyata setelah ada kebijakan pemerintah agar masyarakat menggunakan uangnya demi perputaran ekonomi, dan menyamaratakan semua biaya tol kemana saja menjadi 1000, plus pemakaian ETC maka kami bisa melintasi Aqua Line itu dengan hanya membayar 800 yen saja.

Jalur bernama Tokyo Wan Aqua-Line Expressway jika menurut penamaan lama adalah Jalan Negara No 409. Diresmikan pada tanggal 18 Desember 1997, sepanjang 15, 1 km, dimulai dari Kawasaki sampai Kisarazu. Jika berangkat dari sisi Kawasaki, 9,6 km pertama berbentuk tunnel bawah laut, kemudian kita akan sampai di Parking Area (PA) berupa pulau buatan bernama UMI HOTARU (arti harafiahnya: kunang-kunang laut). Dari PA ini kemudian AquaLine ini disambung dengan 4,4 km jembatan yang diberi nama Aqua Bridge menuju Kisarazu di Chiba. Akan tetapi persis kira-kira di pertengahan Aqua Tunnel terdapat sebuah pulau buatan yang diberi nama Pulau Buatan Kawasaki / Menara Angin. Menara ini sengaja dibuat untuk mengatur sirkulasi udara di dalam tunnel yang panjangnya hampir 10 km itu.

Begitu masuk pintu Kawasaki, kami memasuki tunnel yang diterangi lampu. Di sini ada peraturan untuk tidak membawa barang berbahaya dan tidak saling mendahului. Waktu aku sedang sibuk memotret dalam tunnel, tiba-tiba HPku berbunyi! Ada telepon! Cukup kaget, ternyata masuk juga sampai di dasar lautan tuh. Kabarnya terowongan ini berada di kedalaman 56 m di bawah dasar laut yang terdalam.

Dalam Aqua Tunnel, di kedalaman 56 m dari dasar laut, sepanjang 10 km

Sambil berbicara dengan temanku itu, sempat dia mengatakan, “Semoga jangan sampai pecah ya tunnelnya”. Hmmm sesaat aku sempat berpikir juga, kalau tiba-tiba gempa bagaimana ya? Tapi langsung aku tepiskan bayangan macam-macam, sambil berpikir…. yah kalaupun mati, matinya berempat sekaligus. hehehe (hush bukan lelucon ah mel…)

Hampir 10 km lewat dalam waktu kurang dari 10 menit. Kami sampai di Umi Hotaru, Parking Area yang dibangun di pulau buatan. Kabarnya PA ini bisa menampung 90 an bus, dan 400 mobil biasa. Sebelum masuk tunnel, katanya sih parkir penuh, tapi waktu kami sampai di sana, masih cukup banyak kok tempat kosong. Namun karena takut tidak kebagian tempat, kami terpaksa parkir di tempat yang agak jauh dari pusat perbelanjaan/istirahatnya.

Di sebelah kanan ada kelihatan bangunan putih. Itulah Menara Angin yang berada persis di tengah-tengah Aqua Tunnel

Umi hotaru terdiri dari 4 tingkat, dengan toko-toko dan game center dan tentu saja ada deck utama dengan pemandangan ke arah Tokyo. Kami bisa melihat tempat kamu masuk di kejauhan dan tepat di tengah-tengahnya adalah Menara Angin. Waktu itu persis ada pesawat yang akan mendarat di pelabuhan Haneda, yang terletak di sebelah kanan kami. Well, pemandangan waktu malam hari juga menawan (pulangnya kami juga melewati tempat ini lagi).

Tadi kami tuh berada di bawah laut itu loh hiiiiii

Berhubung sudah waktu makan siang, akhirnya kami memutuskan untuk makan siang di Food Court di Umi Hotaru ini, makan di atas Teluk Tokyo. Kalau aku sih pilih nasi tempura, tapi Gen memilih nasi dengan topping kerang asari (dan ternyata tidak enak hihihi).  Setelah memesan kami mendapat sebuah pager panggilan jika makanan kami sudah selesai. Jadi ingat postingan Pak Oemar Bakrie yang ini. Cuma memang bentuknya lain, yang di Jepang persegi panjang.

Akhirnya setelah makan kami keluar dari bangunan utama berbentuk kapal, dan kembali ke parkiran, kami menemukan museum kecil atau pusat data teknis mengenai pembangunan Aqua Tunnel ini. Sayang sekali tidak ada pamflet yang disediakan. Padahal kalau ada pamflet ingin saya kirimkan pada Mbak Tuti Nonka. Seharian itu pikiran saya melayang ke Mbak Tuti Nonka, ingin mengajak main ke Aqua Line ini. Soalnya Mbak Tuti kan memang hobbynya mengunjungi jembatan ya Mbak hehehe. (Mbak, kegigit ngga mbak, hari Sabtu lalu hehehe).

Shield dari Aqua Tunnel. Banyak panel-panel di museum kecil ini mengenai pembuatan terowongan bawah laut Aqua Tunnel.

Gen dan anak-anak senang sekali bisa melihat pemandangan laut dan sekaligus melintasi terowongan bawah laut pertama kali.
“Kok mama  sudah pernah ke sini sih? Kenapa papa belum pernah?” tanya Riku.
Jawab Gen, “Mama kan jalan-jalan terus, jadi sudah kemana-mana di Jepang, Papa belajar terus sih…”
hahaha…. tapi memang aku akui bahwa selama aku menjadi mahasiswa di Jepang, aku sudah pergi ke tempat-tempat yang sedangkan orang Jepang saja belum pernah pergi. Jadi? Kapan belajarnya dong? hihihihi….

Riku di depan pusat data teknis Aqua Line bernama Umi Megane

(Filsafatnya begini… kalau kamu merasa tidak akan kembali lagi ke suatu tempat, maka semua tempat akan dijelajahi, tapi jika kamu toh akan tinggal di situ, halaman rumahpun belum tentu dijelajahi…..)

bersambung ke     …. to the top of the Mountain