April Mop

4 Apr

Banyak orang Indonesia sudah tahu kata ini, April Mop yang aslinya merupakan bahasa Belanda,  April Fools, tanggal 1 April yang memperbolehkan orang untuk berbohong atau berkelakar yang agak-agak kelewatan. Seperti seorang temanku di FB tiba-tiba menulis : Saya hamil…. padahal dia single. Siapa tidak panik dan berpikir bagaimana dia harus menyelesaikan masalahnya kalau dia hamil di luar nikah. Dan… April Fools… ternyata dia bercanda saja. Well, syukurlah. Aku ikut lega.

Tapi pemerintah Jepang tidak sedang bercanda waktu menaikkan pajak pembelian dari 5% menjadi 8%, karena sudah sejak tahun lalu ditetapkan. Aku ingat 17 tahun yang lalu, pada tanggal 1 April pemerintah menaikkan pajak dari 3 % menjadi 5 %. Beuh sudah lama juga ya aku tinggal di sini 😀 Jadi warga Jepang sudah antisipasi dengan membeli barang-barang tahan lama, atau barang mahal yang memang diperlukan seperti rumah, mobil, lemari es dll. Ibu rumah tangga rush membeli beras, minyak, minuman dll di supermarket. Tapi anehnya aku kok jarang melihat ada liputan TV warga antri sampai kacau ya? Seperti antrian di pompa bensin Indonesia waktu pemerintah menyatakan bensin naik. Mungkin karena orang Jepang sudah bisa berpikir, toh tangki bensin hanya bisa menampung sedikit 😀

Aku sendiri tidak menimbun barang sama sekali, karena aku berwisata ke selatan Jepang sejak tgl 26 Maret sampai 31 Maret. Percuma juga aku membeli bahan makanan banyak-banyak karena kami toh tidak ada. Barang-barang kebutuhan rumah tangga juga tidak beli, karena tidak ada tempat penyimpanan sih hehehe. Tapi memang aku membeli barang yang sebetulnya tidak begitu perlu, tidak begitu tinggi prioritasnya, dan pasti tidak kubeli kalau harganya naik :D. Misalnya timbangan badan baru, kaki tiga (tripod), buku-buku dan kamus dll. Padahal kalau dipikir-pikir ya naiknya “cuma” 3 persen. Kalau tadinya belanja 100 yen musti bayar 105 yen, sekarang harus bayar 108 yen. Nah…. ini yang membuat konsumen malas sebetulnya. Malas menghitung 8% itu berapa. Konsumen telah terbiasa membayar dengan pecahan 5 yen, sekarang harus menyiapkan 1 yen. Dan memang dikatakan bahwa Nippon Ginko sudah menyiapkan lebih banyak koin 1 yen bersamaan dengan kenaikan pajak ini. Well, serahkan pada kalkulator atau kasir saja deh… tapi memang harus siap uang lebih banyak dari biasanya.

Ada seorang teman Jepang yang bertanya, “Apa yang kamu beli pada tanggal 1 April dengan pajak 8%?” Aku memang tidak belanja hari itu, tapi kebetulan aku, Riku dan Kai pergi ke bioskop di Shinjuku. Jadi yang kami bayar pertama dengan pajak 8% itu adalah ongkos kereta. Yang tadinya 210 yen menjadi 220 yen. Dan memang untung kereta dan bus, kenaikan tidak bisa memakai pecahan 1 yen, harus 10 yen. Mungkin karena mesinnya memang hanya bisa menerima sampai pecahan 10 yen. Tapi ada keuntungan bagi mereka yang memakai kartu prabayar Suica/Pasmo karena digital, kenaikan bisa dengan pecahan 1 yen. Jadi memang lebih untung memakai kartu digital.

Meskipun transport naik, aku merasa untung pada tanggal 1 April itu. Jadi ceritanya, Riku ingin sekali menonton Lego The Movie sejak film itu mulai beredar di Jepang tgl 21 Maret. Tapi film ini tidak main di bioskop langganan kami, baik yang di dekat rumah, maupun yang di Kichijouji. Repot karena masih harus pergi dan mencari lagi. Jadi waktu di Hakata, sebetulnya aku ingin menggunakan waktu menunggu keberangkatan shinkansen pulang dengan menonton, tapi jam tayangnya tidak pas. Sehingga aku janji akan pergi khusus menonton film itu kemana saja. Nah, waktu aku mencari bioskop yang terdekat yang menayangkan film Lego itu, aku menemukan sebuah bioskop di Shinjuku yang menjual tiketnya dengan online juga. Bisa pilih tempat duduk lagi. Jadi deh aku beli tiket untuk jam tayang pukul 19:10 yang 3D. Dan ternyata bioskop itu memberlakukan setengah harga setiap tanggal 1. Untung besar deh aku, karena cukup membayar setengahnya. Pantas bioskop itu penuh waktu kami ke sana. Rupanya penikmat film sudah tahu informasi ini dan menggunakannya.

Jadi memang tanggal 1 April itu bagi warga Jepang ada untung dan ruginya ya. Dan aku baru tahu ternyata orang Jepang yang lahir pada tanggal 1 April itu “beruntung” karena menjadi murid termuda di kelas, dan yang lahir tanggal 2 April itu “rugi” karena menjadi murid yang tertua di kelas. Batasnya memang tanggal 1 April, bukan tanggal 31 Maret seperti yang aku sangka sebelumnya karena bersamaan dengan tahun fiskal. Di Jepang ada istilah “Lahir Cepat” (hayaumare 早生まれ) untuk mereka yang lahir tanggal 1 Januari sampai 1 April karena mereka termasuk yang muda di kelas. Dan di keluarga deMiyashita kecuali Kai yang lahir bulan Juli, semua hayaumare.

Bagaimana April Mop kamu? Ada untung ruginya ngga? 😀

Akhir tahun fiskal dan TPA

28 Mar

Sampai dengan tanggal 31 Maret merupakan tahun fiskal 2008, sehingga hampir semua pegawai pasti pulang larut malam. Semua laporan keuangan harus selesai sampai dengan tgl 31, dan tanggal 1 merupakan awal tahun fiskal baru, tahun fiskal 2009. Meskipun suamiku bukan bagian keuangan, tapi setiap proyek atau kegiatan kantor pasti memakai biaya, sehingga dia pun terpaksa harus mendekam di kantor hingga larut malam. Tadi malam pun dia baru jam 1 sampai di rumah.

Fenomena menarik dari penutupan akhir tahun fiskal ini adalah, dana yang disediakan terutama untuk pemerintah harus habis. Jadi memasuki bulan Maret, jika masih ada sisa dana, biasanya semua berlomba-lomba untuk menghabiskannya. Kalau bisa satu paper clip juga ditagih. Karena itu menjelang penutupan tahun fiskal, bulan februari-maret di Jepang banyak kita jumpai perbaikan jalan/trotoar yang sebetulnya belum perlu untuk diperbaiki. Katanya sih ini salah satu cara untuk menghabiskan dana.

Ketika saya tanya kenapa sih harus habis? Bukannya lebih baik bersisa, dan bisa dikembalikan dan mungkin bisa digunakan untuk yang lain? Oleh teman saya yang bekerja di universitas dijelaskan bahwa jika dana itu tidak habis, maka dianggap proyek itu tidak sesuai anggaran. Yang susahnya itu bisa berakibat anggaran untuk tahun fiskal berikutnya dipotong. Huh, enaknya memang mikirin keuangan keluarga aja deh, sisa di satu pos, bisa diputar untuk pos lain, atau ditabung. Sayangnya kalau uang negara (Jepang) tidak bisa dibegitukan. Dan jangan tanya saya bagaimana kondisi perputaran uang di negara Indonesia, karena saya sama sekali tidak tahu. (Kalau di Indonesia mungkin baru setengah tahun fiskal aja udah kurang anggaran mungkin ya? huh kok jadi sinis sih?)

Karena Gen sibuk dengan kerjaannya, jadi saya harus mengurus semua keperluan Riku untuk masuk sekolah dan juga keperluan Kai. Jika Riku mulai April nanti akan menjadi murid SD, maka Kai akan menjadi murid TPA (Tempat Penitipan Anak — bukan tempat pembuangan akhir ya……)  yang dalam bahasa Jepangnya disebut Hoikuen. Hoikuen ini biasanya menerima bayi sejak umur 51 hari sampai usia sebelum sekolah yaitu 6 tahun. Hoikuen Himawari yang Kai akan masuki adalah TPA yang sama dengan Riku sebelum dia masuk TK, menjaga anak-anak mulai pukul 7 pagi sampai 8 malam dari Hari Senin sampai Sabtu.

Saya sendiri senang sekali waktu mendengar bahwa mulai bulan April ini Kai bisa menjadi “murid” tetap di Himawari, karena dengan begitu saya bisa menentukan paling sedikit 4 hari seminggu (minimum 8 jam per hari) dia saya titipkan di TPA, sementara saya bekerja. Sebelumnya status Kai masih “tamu” yang biayanya dihitung perjam (900-1100 yen per jam).

Sebetulnya TPA ini memang berguna bagi ibu-ibu yang bekerja. Tapi selain hanya sebagai tempat penitipan, saya sendiri merasa TPA sebagai tempat yang bagus untuk mengajarkan anak-anak untuk bermasyrakat. Selain itu makanan yang disediakan dirancang oleh ahli gizi sehingga sudah pasti lebih sehat daripada kalau mengandalkan menu pilihan saya.

Nah tanggal 26 kemarin saya pergi ke Himawari untuk mengurus pendaftaran Kai. Bertiga dengan Riku, naik sepeda melewati jalan ke arah stasiun, dan saat itu kami menemukan suatu pemandangan yang menakjubkan. Yah, kami melihat semacam bemo/ bajaj terbuka atau becak bermesin,  kendaraan dari Thailand yang bernama tuk tuk. Jelas-jelas tertulis di bagaian atas TUK TUK. Saya berdua Riku kegirangan melihat Tuk tuk itu, sayang tidak bisa memotret, karena sulit mengeluarkan HP sambil mengayuh sepeda. Dan untuk berhenti dulu, rasanya juga tidak perlu. Tapi “penampakan” tuk-tuk itu benar-benar memberi semangat di tengah dinginnya udara saat itu. Saya pikir musim semi sudah datang, ternyata dia masih malu-malu untuk mengambil alih peran musim dingin.