Hari ke 17, tanggal 3 Maret 2009. Rupanya keluarga kami menjadi host untuk sebuah arisan yang diikuti papa-mama sejak puluhan tahun lalu. Jadi anggotanya juga saya kenal sekali. Sebagian merupakan orang tua dari teman sekelas atau teman sesekolah yang tinggal di kompleks yang sama. Dan karena papa ada urusan di Lemhanas sampai dengan pukul 10, maka papa minta aku untuk membantu mama menjadi host arisan tersebut.
Salahnya saya tidak membantu persiapan sejak awal. Karena saya pikir toh ada tante yang membantu memasak, jadi tidak perlu bantuan saya. Asisten rumah yang 3 orang itu dikerahkan untuk membantu urusan masak dan siap-siap, sehingga aku sendiri yang harus menjaga dan bermain dengan Kai. (Yang untung saja sejak kemarin tidak demam lagi) .Dan sebetulnya saya agak menyesal tidak membantu dari awal. Karena ternyata sampai dengan pukul 9:30 (acara mulai pukul 10 pagi), persiapannya masih jauh dari sempurna. Untung Kai mau saya biarkan bermain sendiri, jadi saya cepat-cepat ikut membantu menyiapkan piring, gelas, sendok, garpu dan lain-lain. Untung saja selesai perfect sebelum waktu makan siang, dan para tamu saya lihat bisa menikmati sajian yang disuguhkan.
Acara arisan selesai pukul 1-2 an dengan menyisakan bertumpuk piring kotor, dan sisa makanan. Persiapannya berjam-jam, pelaksanaannya sebentar saja, penuntasan (beres-beres) nya jauh lebih singkat …. begitulah hidup. Bersiap menjadi pasangan hidup yang butuh proses lama, bersiap menjadi ayah-ibu, menjalani kehidupan sebagai pasutri, sebagai orang tua, dan akhirnya waktu kita meninggal, prosesnya pun tidak lebih dari 3 hari. Bukan pesimis atau apa, tapi memang dimensi “waktu” itu penuh misteri.
Karena terlalu asyik mengerjakan posting dan editing foto-foto, aku tidak sadar bahwa ternyata jam sudah menunjukkan pukul 6:30 malam. Padahal aku ada janji jam 7:30 di FX bersama beberapa kawan blogger. Kopdar lagi deh nih.
Cowo yang pertama hadir, si Japs…. adik mayaku ini orangnya keren sekeren blognya. (Ssssst masih available loh, yang berminat lewat saya yah hihihi). Kalau Yoga sih emang sudah datangnya (hampir) bersama saya.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Tujuan kopdar kali ini adalah….. “Berdamai dengan SA SHI MI “Bukan mie nya si Sashi” tapi irisan ikan mentah ala Jepang yang mungkin bagi sebagian orang menjadi momok yang menakutkan. Atau yang mengatakan bahwa tidak bisa makan sashimi/makanan Jepang lainnya berarti “Katrok”. Tidak, saya tidak mau mengatakan bahwa sashimi = borjuis = mewah = prestige. Tapi yang saya mau tekankan di sini adalah justru back to nature, ikan yang segar diiris tanpa digoreng (minyak = menambah kalori dan mengubah rasa) cukup dibubuhkan seoles kecap asin. Tidak bisa makan? Tidak apa-apa. Setiap orang punya seleranya masing-masing. Saya hanya mau memperkenalkan bahwa ada banyak macam makanan di dunia yang hampir tanpa batas ini.
Mulanya saya mengajak Mang Kumlod yang ingin mencoba sashimi, dan Yoga untuk ikut menemani kami. Kemudian saya juga berhasil menghubungi Japs, yang ternyata sudah dipindahkan pekerjaannya dari Bandung ke Jakarta. Bagi saya, pertemuan dengan Japs adalah untuk yang pertama kalinya. Kemudian Mang Kumlod ternyata mengajak temannya seorang Penyiar, Lia Christie di radio Trijaya FM, yang hadir dengan temannya (Mas Tias yang ternyata adalah sepupu dari seorang dosen bahasa Indonesia di Tokyo, yang juga temanku, yaitu mbak Ajiek Stoneman) juga.
Jam 8 akhirnya lengkaplah anggota “Inisiasi sashimi”@ Kuishinbou FX, Jakarta. Saya pilihkan Maguro Yukke sebagai pembuka, juga wakame salada, dan Agedashi tofu, Ikan Kampachi dan salmon iris untuk sashiminya. Ternyata Kampachi dan salmon bisa lewat dnegan sukses. Kemudian saya pilihkan ikura —telur ikan salmon— (sayang sekali ikuranya tidak fresh alias sudah shoyuzuke —sudah diinapkan dalam kecap asin dahulu.
Kemudian untuk makimononya tuna negi dan californian roll.
Sambil ngobrol-ngobrol dan tentu saja berfoto narsis- ria aku pilihkan Zaru soba (mie soba dingin) dan Tanuki Udon (mie udon panas). Sebelumnya sempat juga coba makan Jigoku Ramen dengan tingkat kepedasan 3.
Selama kita nyoba-nyoba makanan ini, Riku berpisah dengan kami, dan bermain di PlayLand di Lantai 6. Baru setelah sekitar jam 9:15 malam dia bergabung, setelah dijemput Yoga. Dasar orang Jepang, tanpa ragu dia habiskan semua yang tersisa di atas meja, dan begitu Soba datang langsung melahapnya, tanpa menunggu ijin ibunya (pikirnya pesanan itu untuk dia hihihi)
Berhubung Riku juga sudah capek seharian waktu arisan, bangun terus (dia tidak pernah tidur siang) dan juga banyak bermain di PlayLand, juga bermain sumo di dalam kompleks makanan Kuishinbou ini bersama Japs, maka menjelang jam 10 dia tertidur kecapekan menyender ke saya. Wah gawat deh, musti ada yang mau berkorban untuk menggendong Riku sampai di Taksi. Aku terus terang ngga sanggup angkat dia yang berbobot 26 kg itu. Untuk ada Japs yang bersedia mengendong sampai bawah.
Akhirnya inisiasi malam ini harus diakhiri, 6 cowok +Riku berpisah di depan restoran sebelum semuanya bubar karena ada sebagian yang ke wc dan sebagian langsung menuju lantai dasar. Seperti tulisan Yoga di Celoteh Sebelum Tidur, makanan mungkin faktor yang bisa mencairkan suasana. Tapi kali ini saya rasa keinginan untuk lebih mengetahui kebudayaan asing lebih berperan dalam acara kopdar malam ini.