Semester dan persahabatan

9 Jul

Hari ini aku harus pergi ke sekolahnya Riku untuk bertemu dengan gurunya, Chiaki sensei. Setiap semester diberi kesempatan bagi orangtua untuk bertemu dengan guru wali kelas dalam “personal discussion” 個人面談 kojin mendan. Mungkin di Indonesia ya waktu pembagian rapor ya. Tapi di Jepang, semester untuk SD baru selesai tanggal 16 Oktober nanti. Dan kojin mendan ini diadakan sebelum summer vacation, mungkin supaya kalau perlu perbaikan nilai bisa “digeber” selama liburan musim panas. (Padahal nilai murid SD di Jepang sekarang tidak diberi nilai berupa angka atau huruf, hanya diberikan penilaian dengan 3 kategori, BIASA, BAGUS dan BAGUS SEKALI.)

Kami diberi jatah 15 menit satu orang, yang dibagi menjadi beberapa hari. Aku disuruh datang hari ini dari pukul 3:15 sampai 3:30. Jam 3:05 aku sudah sampai dan duduk di depan pintu kelas. Karena sebelum aku tidak ada orang, sensei memanggil aku masuk 5 menit sebelum waktunya…. yippie bisa 20 menit deh. Nah, begitu masuk aku mengatakan kekhawatiranku (terutama papanya) mengenai pelajaran Riku. Yaitu masalah membaca dan menulis hiragana yang belum lancar. Dan Chiaki sensei mengatakan Riku sama sekali tidak ada masalah dalam pelajaran di kelas.

“Seperti mamanya yang riang, dia selalu senyum-senyum dan aktif mengikuti pelajaran di sekolah. Berhitung, membaca, menulis …semua tidak ada masalah. ”

“Olahraga bagaimana sensei? Soalnya dia kadang merasa minder karena tidak bisa lari cepat, atau minder karena badannya lebih besar dari yang lain.

“Olahraga? Sama sekali ngga ada masalah. Riku benar-benar menikmati sekolah. Itu yang penting”

“Ya memang sensei, saya tidak mau membuat dia benci sekolah. Susah. Dulu di TK dia suka malas ke TK. Sekarang saya senang, karena Riku pulang sekolah dengan berseri-seri dan selalu membuat PR sendiri tanpa harus di suruh. Saya juga tidak mau memaksa dia menulis dan membaca, seperti papanya. Santai saja, pasti bisa kok. Meskipun kadang dia juga suka sebal sendiri kalau tidak bisa menulis dan membaca. Tapi saya selalu katakan padanya, menulis dan membaca butuh latihan yang banyak. Mama dulu juga tidak bisa menulis hiragana, dan teruuuus latihan. Kan Mama bukan orang Jepang, jadi hiraga juga susaaaah sekali buat mama.”

“Eh, ibu sama sekali tidak ada darah Jepangnya?”

“Tidak ada dong. Kan saya dari Indonesia. Bahasa Jepang juga baru tahu 23 tahun, hampir separuh hidup saya.”

“Bukan orang Jepang tapi pintar berbahasa Jepang. Sugoi. Papanya Riku asli Jepang?”

“Ya asli Jepang dong. Namanya saja Miyashita. Dia sih selalu khawatir mengenai pendidikannya Riku, karena dia dulu dituntut selalu belajar oleh ibunya yang Kyouiku Mama. hehehe” (Kyoiku Mama adalah istilah untuk ibu-ibu yang berusaha apa saja demi pendidikan anaknya, semua yang terbagus dari pendidikan diusahakan untuk anaknya, dan tidak mau kalah dengan orang lain. Sehingga biasanya anak menjadi tertekan, kurang bermain dan belajar terus)

“Kalau begitu bilang papanya Riku. Dont worry. Riku sama sekali tidak ada masalah. Tidak ada yang harus diperhatikan selama musim panas ini.”

So, Riku no problem, juga di bidang sosialnya, dia cukup terkenal di teman-teman karena banyak yang mengatakan teman baiknya adalah Riku. Wah aku senang, karena tahu Riku agak sulit bergaul. Dan aku dengan sensei sepakat bahwa Riku berbakat di berhitung dan prakarya/gambar.

“Mungkin dia akan menjadi artis nantinya ya?”

“Mungkin ya sensei, dan itu komarimasu. Karena artis biasanya tidak mau belajar hehehe. Makanya saya selalu berkata pada Riku, biarpun mau jadi artis, atau koki sekalipun harus belajar! Bagaimana kamu mau membuat lukisan atau patung yang bagus dan bisa berdiri tegak, kalau tidak bisa menghitung. Atau bagaimana mau menjadi animator kalau tidak belajar bahasa.”

“Betul… Ibu bijaksana sekali.”

Komik karya Riku. Hobi baru dia, menggambar komik.
Komik karya Riku. Hobi baru dia, menggambar komik.

Setelah selesai pertemuan dengan guru itu, aku menjemput Riku yang sedang les bahasa Inggris, pulang dan kemudian bersama-sama naik sepeda menjemput Kai. Dalam perjalanan pulang dari penitipan ke rumah, (di lift dan sambil bersepeda) tiba-tiba Riku berkata,

“Mama, temanku Ken (Ken adalah anak half, sama seperti Riku. Ibunya orang Filipina dan bapaknya orang Jepang) . Dia akan pergi ke negaranya dan tidak kembali.”

“Loh, iya mama tahu bahwa Ken akan liburan. Tapi sesudah liburan selesai, dia akan kembali ke Jepang kok.”

“Tapi tadi dia bilang, dia tidak kembali lagi”

“Ya sudah, nanti mama telepon mamanya dan cari tahu ya”

Aku pikir dia sudah tidak memikirkan temannya lagi. Ternyata aku salah. Dia mulai menangis… Wah bahaya dong bersepeda sambil menangis. Jadi aku pelan-pelan mengayuh sepeda, dan bertanya apa mau berhenti dulu. Tapi kalau kita pulang cepat-cepat, juga bisa cepat tahu apakah Ken terus pergi dan tidak kembali atau hanya liburan saja.

 Papa dan Riku, by Riku Miyashita
"Papa dan Riku", by Riku Miyashita

Lama sekali rasanya sampai di rumah. Sambil mendengarkan Riku menangis, aku peluk dia di dalam lift. Ahhh anakku ini merasakan indahnya persahabatan dan rasa sedih akan kehilangan seorang sahabat. Aku seakan bercermin dan melihat diriku di sana, yang sering menangisi kepergian teman atau kesedihan teman, tanpa diketahui siapa-siapa. Aku bangga pada anakku ini, meskipun tahu bahwa sifatnya yang begitu itu mungkin akan membuat susah dia kelak.

Aku tidak bisa langsung menelepon, karena Kai menuntut minta susu, dan dia juga ikut menangis mendengar kakaknya menangis. Bener-bener seperti paduan suara tangisan. Akhirnya begitu aku kasih susu ke Kai, aku ambil telepon dan langsung menelepon ibunya Ken.

“Hallo, sorry to bother you in such a busy time preparing dinner, but I want to ask you one question. Ken will go to Phillipine this summer?”
“Yes… ”
“Will he back to Japan after holiday or will stay for good there. Because now Riku is crying, thinking of loosing his friend.”
“Oh no… Of course we will be back to Japan, just visiting home for summer vacation”
“Ok then. I am relieved. Thank you”

Lalu aku katakan pada Riku…. “Kan, seperti mama bilang, Ken hanya berlibur saja bertemu opa omanya, sama seperti Riku. Dia akan kembali lagi ke Jepang, dan tentu saja bisa bermain bersama lagi.

Dan senyum mengembang di wajahnya…. ditambah pertanyaan-pertanyaan,

“Kapan dia pergi ke Filipin?”
“Filipin itu di mana? (Sambil membawa bola dunia)
“Kapan dia kembali?”
“Apa abis itu bisa main ?” ….. bla bla bla dan aku jawab sekenanya, sambil menunjukkan posisi Filipina yang berada di atas Indonesia….

“Wah dekat rumahnya opa. Kalau naik pesawat berapa lama?”
“Ya memang dekat Riku…. Kalau Riku sudah besar mungkin Riku bisa pergi ke Filipin dan melihat kampungnya Ken (Sambil berpikir betapa dunia itu kecil sekarang ya… dan betapa internasionalnya keluargaku)

Well, hari ini hari  yang berarti buatku. Mengetahui kemajuan pelajaran Riku dan yang lebih berarti, bahwa Riku sudah menemukan arti bersahabat.

Dan malam harinya, sebelum tidur kami membaca Picture Book yang Riku pinjam dari perpustakaan berjudul Curry Raja, Kunimatsu Erika, Kaiseisha Publishing. 「ラジャーのカレー」   国松エリカ 偕成社

Hari ke 7 – Berburu Persahabatan

24 Feb

Kebanyakan cerita-cerita dalam kamar, akhirnya pukul 9:50 kami turun ke restoran yang menyediakan makan pagi ala prasmanan. Restoran ini berada di lantai 2, tepat di atas lobby. Tidak ada yang istimewa dari restoran ini, layaknya restoran umum yang bisa kita jumpai di mana-mana. Kalau melihat sajiannya juga memang masih kalah dengan hotel sebelumnya, tapi bolehlah sebagai “bensin” kami untuk beraktifitas hari ini. Seperti biasa, saya ambil bubur ayam, dan agak terpaksa makan omelette yang sudah dibuat. Teman makan saya ternyata tidak bisa makan separah di Hanamasa malam sebelumnya. (Makannya dikit gitu hehhehe)

Kami bertiga makan dengan tidak tergesa-gesa. Tujuan kami hari ini hanya mencari DVD untuk Lala, dan perangko untukku. Paginya saya sempat menelepon jakarta, dan memberitahukan saya akan pulang sekitar jam 1 dari Bandung. Tapi untung juga sempat berbicara dengan Novita, adikku yang jam 4 akan menuju Bandara Cengkareng untuk berangkat ke Belanda. Semestinya dia berangkat minggu lalu, tapi karena sample DNA yang seharusnya dia bawa tidak dijinkan untuk masuk bagasi (padahal sudah diurus perijinannya di KLM), jadi dia batal berangkat. Beginilah cara kerja orang Indonesia, meskipun sudah di maskapai penerbangan international, “semangat kerja” dan “prosedur kerja” tidak dijunjung tinggi. Bagaimana koordinasi pusat dan petugas bandara yang tidak “Harmonis” sehingga merugikan penumpang. Dan JANGAN SEKALI-KALI  Anda mempercayai ucapan petugas yang mengatakan OK, tanpa ada bukti tertulis!!! Itu pelajaran UTAMA. Harus ada hitam di atas putih, berupa surat atau fax, jangan email. Jika peristiwa ini terjadi di Jepang, pasti ada permohonan maaf bahkan pelayanan ekstra. Tak henti-hentinya saya mengatakan, betapa saya mengagumi Jepang, yang benar-benar menjunjung tinggi konsumen. Motto Pembeli adalah Raja, tidak bisa diganggu gugat di Jepang. (Karena itulah saya bisa bertahan hidup 16 tahun di sana).

Judul foto: Mamer O2 hahahha. kok bisa sama ya? (coba ditukar ya, saya ingin tahu tuh Adrress Booknya pastiiiiiiii deh 90% cewe dan penggemar hahaha)

****************

Sesaat sebelum jam 12, kami cek out Hotel Aston Tropicana. Setelah menyelesaikan pembayaran extra, kami menuju tempat parkir, dan mendapat kehormatan diantar oleh Boss nya Bandung sendiri, Daniel Mahendra dengan mobilnya yang nyaman. (Kayaknya aku udah hapal tuh nomor mobilnya, yang berciri khusus hehehe)

Kami pergi ke kantor travel Xtrans yang berada berapa meter saja dari Aston.  Wah kalau jarak segini, di Jepang TIDAK AKAN kami menggunakan mobil. Yang ada mobil tetap kami tinggal di hotel, jalan kaki, setelah selesai urusan, jalan kaki kembali ke hotel, lalu naik mobil menuju tempat lain. Tapi memang karena sekaligus jalan, kami seakan hanya pindah tempat parkir saja. Lah wong deket banget gitu jeh.  ( Kadang kala saya memang berpikir manusia-manusia Indonesia itu males! biar 100 meter kalau bisa naik mobil, pasti naik mobil. Dan aduuuuh manjanya, maunya diturunin persis depan gerbang, dibukakan pintu, dan tidak terburu-buru meskipun tahu bahwa ada banyak antrian mobil dibelakangnya yang sedang menunggu. Hal-hal seperti ini memang tidak dapat kita jumpai di Jepang. Dan aku lebih cocok dengan ala Jepang, dalam hal ini. Selama kita masih bisa berjalan, berjalanlah! Selama kita masih bisa buka pintu sendiri, bukalah! Masak musti nunggu pak supir turun, dan berputar membukakan pintu mobil kita?)

Ternyata “kloter” Bandung-Jakarta yang tercepat baru saja diberangkatkan, jadi kami mendapat tiket untuk yang jam 13:45. Setelah selesai mendaftar di Xtrans itu, kami pergi mencari toko DVD yang katanya murah itu untuk memuaskan sang putri surabaya. Setelah sampai, ternyata toko itu dekat dengan Gedung Filateli Bandung, hanya berjarak 300 meteran. Jadi kami menurunkan Lala di toko DVD, dan lanjut ke Gedung Fi;ateli itu. Eee ternyata sudah tutup. Karena hari Sabtu, jadi cuma sampai jam 12 siang saja. Padahal saat itu baru 12:30 an. Jadi kami putar haluan menuju Kantor Pos Besar, karena kalau kantor pos pasti terbuka terus.

Melewati Braga, Asia Afrika, kangen juga dengan suasana Bandung (yang sudah panas). Terakhir aku ke sini sekitar 3-4 tahun yang lalu dengan Riku dan dua mahasiswa Universitas Senshu. Waktu itu kami menginap di Panghegar. Dan sempat berjalan kaki ke mana-mana.

Sampai di Kantor Pos, saya dan Danny langsung belok ke kiri ke bagian kiosk yang menjual barang-barang filateli. Kebetulan kiosk yang terdekat pintu dijaga oleh seorang ibu keturunan. Saya langsung menanyakan perangko yang saya cari, yaitu Perangko “50th golden year of Friendship 2008 Indonesia-Japan”  50 tahun persahabatan Indonesia Jepang. Untung saja masih ada, dan dengan harga asli per sheetnya 25.000 rupiah. Tapi si ibu pinter banget, tahu saya suka koleksi dan tanya macam-macam jadi dia mengeluarkan koleksi perangko yang menggiurkan. Untuk saya tidak terlalu termakan rayuannya, kalau tidak bisa-bisa saya tidak jadi ke Yogya hihihi.

Selesai di Kantor Pos, kami menjemput Lala yang sudah selesai memborong DVD, lalu langsung pergi ke Xtrans Cihampelas. Sambil menunggu waktu keberangkatan, saya sempat masuk ke toko Oncom Raos yang berada di sebelahnya. Putar-putar melihat makanan kecil yang dipajang di situ. Ingat dulu kalau Papa bertugas ke Bandung, pasti pulang-pulang bawa satu kardus besar oleh-oleh dari Oncom Raos, atau Karya Umbi, atau Sus Merdeka, atau Coklat Braga, atau tape singkong alias peuyem. Tapi entah kenapa tidak ada satupun snacks itu yang menggoda saya untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Apakah saya berubah ya? Banyak makanan dari masa lampau saya yang rasanya sudah tidak menarik lagi di mata saya. Saya makan hanya karena memuaskan “mata” daripada memuaskan “perut”. Banyak yang rasanya juga sudah berbeda, atau jauh dari harapan. Hmmm jaman berubah memang, tapi saya juga merasa sedih jika masa lalu saya akan hilang begitu saja dengan adanya perubahan-perubahan itu. Dan tampaknya saya harus meneriakkan lagi di telinga saya sebuah kalimat yang saya tulis di komentar postingannya Lala, sebuah judul lagu dari Keane  “Everybody changing”… and everything is  changing.

You say you wander your own land
But when I think about it
I don’t see how you can

You’re aching, you’re breaking
And I can see the pain in your eyes
Since everybody’s changing
And I don’t know why.

So little time
Try to understand that I’m
Trying to make a move just to stay in the game
I try to stay awake and remember my name
But everybody’s changing
And I don’t feel the same.

You’re gone from here
Soon you will disappear
Fading into beautiful light
cause everybody’s changing
And I don’t feel right.

Tepat jam 1:45 saya dan Lala naik mobil yang akan mengantar kami ke Kartika Chandra. Mobilnya memang lebih besar daripada mobil yang saya pakai waktu berangkat ke Bandung dari Cipaganti Travel. TAPI…. goyangannya sama aja. Untung ada Lala, jadi bisa sambil ngobrol sampai ketiduran. Kalau tidak tidur sepertinya isi perut juga akan keluar deh. Apa sayanya yang terlalu manja selalu naik sedan (dan pesawat) ya? Next time ke Bandung, aku akan naik kereta aja ah…..

Well Bandung, terimakasih… aku sudah berburu persahabatan di sini, dan sudah menemukannya. Dalam arti yang sempit dan arti yang luas. And… I will come again! thats for sure.