Sebetulnya cuma mau menulis grumble, misuh-misuh, tentang perasaan hati sejak kemarin sampai saat tulisan ini diterbitkan. Mau nulis judul Mixed Feeling, lah kok seperti mixed juice aja feelingnya bisa dicampur aduk begitu? Lalu timbul kata swirl di otakku dan waktu membuka google dan kamus untuk meyakinkan pengertianku dengan definisi sebenarnya, bertemu juga dengan kata tumble dan squish. Ya sudah aku pakai saja sebagai judul deh.
Tulisan ini benar-benar sampah jadi sambil lalu aja bacanya ya hehehe. Swirl adalah berputar bercampur ke arah horisontal, sedangkan tumble ke arah vertikal. Perasaanku sedang campur aduk ngga keruan. Itu saja intinya.
Kemarin aku mantengin komentator di TE karena tidak mau terlewatkan moment siapa yang menjadi komentator ke 12345. Menjelang aku harus siap-siap untuk pergi mengajar malam, tiba-tiba TE kebanjiran komentar dari Eka. Dia selama ini memang sering mengeluh padaku kalau koneksinya jelek, disamping sibuk sebagai PNS baru, jadi jarang datang ke TE. sekalinya ada waktu ya diborong semua gitu. Jadi kemarin dia menulis komentar bertubi-tubi deh. Aku sudah pikir pasti dia yang menjadi nomor ke 12345.
Eh, tiba-tiba si Henny, sahabatku dari Lubuk Linggau itu muncul, dan menuliskan komentar 3 buah! Jadi pada suatu ketika kala aku reload lagi dashboardku, sudah 12346, dan yang sebenarnya mendapat 12345 adalah Henny. 12346nya Eka. TAPI, akhirnya aku menentukan keduanya menjadi 12345, karena aku telah membuat satu kesalahan yaitu memberikan komentar di komentar bu Enny. Sehingga nomornya berlebih satu. Jika diperhatikan aku hampir tidak pernah menjawab komentar dengan login sendiri, sehingga bisa mengetahui seluruh jumlah komentar, murni dari pembaca TE. Terima kasih pada Henny dan Eka yang sudah meramaikan Twilight Express.
Setelah lega bisa membuat capture komentator ke 12345, aku pergi menjemput Kai pukul 4 sore dan kami langsung pergi ke Sekolah Republik Indonesia Tokyo, Meguro, untuk mengajar pukul 6:30-8:30. Kami tiba pukul 5 sore, masih ada 1,5 jam untuk beradaptasi. Hari ini mulai term baru KOI (Kursus Orientasi Indonesia) yang diselenggarakan Japinda (Japan Indonesia Association) dan bidang pendidikan KBRI Tokyo. Mulai April ini aku resmi mulai mengajar kembali setelah vakum 3 tahun. Kursus ini pertama kali dibuat tahun 1974-an oleh kumpulan orang Jepang yang pernah tinggal, bekerja, bertugas di Indonesia yang berkeinginan mempelajari, bercakap-cakap mengenai Indonesia sambil ngopi-ngopi dalam suasana kekeluargaan. Jadi KOI memang bukan sekolah, lebih tepat dianggap sebagai mini culture center.
Biasanya kalau aku mengajar di situ, anak-anak aku titipkan mbak Ayu, yang suaminya bekerja di situ. Tapi kemarin mbak Ayu nya sakit. Waaah aku bingung, masak mengajar hari pertama sudah tidak nyaman. Bagaimanapun juga membawa anak-anak dalam kelas pasti akan merusak konsentrasi dan kelangsungan belajar. Kira-kira jam 6 sore, sudah tinggal 30 menit lagi, aku teringat om dan tante Soejarno yang tinggal di dekat sekolah. Langsung aku telepon mereka dan kebetulan mereka ada di rumah dan tidak ada acara apa-apa. Akhirnya aku mengantar anak-anak ke rumah mereka untuk menunggu selama aku mengajar. Hatiku tenang sekali waktu itu karena om dan tante Sudjarno sudah lama kukenal dan seperti keluarga sendiri. Sudah lama kami tidak bertemu, dan meskipun aku buru-buru aku senang sekali bisa bertemu keduanya.
Aku kembali lagi ke sekolah sambil setengah berlari, dan memulai pelajaran. Kelas dasar ada 7 murid, 5 yang baru dan 2 orang yang sudah pernah belajar tapi mau mengulang. Selalu senang mengajar orang baru, meskipun memang cukup sulit untuk mencairkan ketegangan mereka. Bagaimanapun juga orang Jepang lebih serius daripada orang Indonesia.
Dan kegembiraan ketiga hari ini adalah, salah satu murid baruku di kelas KOI ini juga tinggal di Nerima. Dan kami hanya beda 2 blok, sedangkan kalau dilihat jarak rumah hanya 5 menit naik sepeda. (Jalan kaki mungkin 10 menit). Dan rumah ibu itu berada pada jalur yang biasa aku lewati pulang. Jadi waktu pulang aku menawarkan ibu itu untuk ikut kami pulang naik mobil. Senang sekali bisa bercakap-cakap dalam perjalanan pulang di malam yang gelap. Biasanya hanya Kai yang menemani aku sampai di rumah, kalau dia tidak ketiduran. Riku biasanya langsung tidur begitu naik mobil.
Ibu itu (orang Jepang) belajar bahasa Indonesia di KOI ini secara rahasia! Tidak mau memberitahukan anak perempuannya yang sedang tinggal bekerja di Bali. Waktu ibu itu pergi ke Bali mengunjungi anak perempuannya, dia pergi kemana-mana naik motor, dan melihat kehidupan anaknya di negara asing. Dia merasa bahwa dia juga harus mulai belajar bahasa Indonesia supaya waktu dia mengunjungi anaknya lagi, dia bisa bicara. So sweet….. Aku senang karena sekali lagi Indonesia bisa merubah kehidupan orang Jepang, seorang lansia yang hidup sepi di Jepang.
Tapi dini hari aku merasa sedih. Membaca sebuah komentar yang membuatku tidak bisa berkata apa-apa, selain kesal. Mungkin kesalku padanya memang sudah memuncak karena dia selalu “mengejek” aku yang tidak tahu kondisi Indonesia. Mungkin maksudnya bercanda, tapi gotcha… candanya bisa mengiris-iris hati bagaikan pisau. Memang aku tidak tahu apa-apa tentang Indonesia and its life style…. siapa itu jayus, apalagi nama artis baru, atau program televisi. Makanya aku sering kesal jika membaca posting narablog yang membahas TV, dan masyarakat Indonesia. Aku bagaikan orang bego, dan aku tidak senang menjadi orang bego! Masalahnya hanya karena aku tidak tinggal di Indonesia. Itu adalah my handicap, dan dia telah menusuk suatu kondisi yang akupun tak dapat merubahnya. Aku tidak bisa dong meninggalkan suami dan anak-anak hanya karena aku ingin partisipasi membantu negaraku?
Dan ditambah dengan perjumpaan kenalan lama di FB. Bukan saudara, bukan teman, tapi suatu hubungan yang terkait-kait oleh pernikahan. Adik seorang om yang sudah meninggal yang tinggal di Amerika. Ingatanku dibawa kembali ke masa lalu, ketika dia menjelaskan dia siapa. Ya aku tahu aku pernah bertemunya di Jakarta …dulu waktu aku kecil. Alm om itu mempunyai anak gadis yang tanggal 8 kemarin menikah. Amelia…. dia dan mamanya pernah tinggal bersama kami waktu usia 4 tahun, setelah papanya meninggal. Aku tidak bisa hadir di pernikahannya. Meskipun aku bisa melihat foto-fotonya, aku merasa sedih tidak bisa hadir langsung.
Ah, mungkin memang perasaan aku saja yang sedang sensitif akhir-akhir ini, apalagi besok tanggal 12 Mei adalah hari ulang tahun mama, dan aku tak bisa bertemu…… huhuhuhu… homesick!
UP and DOWN, naik turun berputarputar… gembira dan sedih begitu cepat berganti-ganti. Swirl, Tumble and Squish…. ah perasaan ini seperti dalam mesin cuci, tinggal tunggu kapan waktu untuk drain nya.