Minggu pagi, cerah dan kedua anakku bangun pagi. Jam 8 pagi mereka sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah kakek-neneknya di yokohama. Hanya aku yang masih belum bersiap, karena ada terjemahan yang nanggung untuk dipotong. Meskipun akhirnya aku putuskan untuk keluar rumah pukul 9, sambil membawa laptop untuk bekerja di dalam mobil. (Dan ternyata mengetik dalam mobil juga sama sekali tidak nyaman… lain sekali dgn di pesawat yah hihihi)
Sudah sejak malam sebelumnya Riku dan Kai mempersiapkan tas mereka masing-masing. Tapi isinya mainan, sehingga untuk baju dan pampers/susu Kai masih perlu aku yang persiapkan. Mereka ingin sekali bertemu neneknya, A-chan. Kebetulan A-chan juga sendirian, karena Ta-chan sedang pergi naik gunung. Jadi kami mau mengajaknya pergi makan siang ke Chinta Town Yokohama.
Pecinan di hari minggu…. aduh aduh aduh. Entah kenapa hari minggu kemarin itu benar-benar padat orang. Aku bayangkan kalau pas imlek bagaimana nih? Pasti tidak bisa jalan. Kami harus menyibak antrian orang yang bisa dilihat di mana-mana. Semua antri! Untuk apa sih? Ternyata akan ada parade sore harinya, jadi mereka sudah bersiap untuk melihatnya.
Ada beberapa restoran yang ingin kami masuki tapi selalu ditolak penuh. Kalau mau musti reserved tempat dulu. Akhirnya kami masuki restorsn kedua yang “memanggil” kami dengan mengatakan, “Silakan masuk, kami bisa langsung memberikan Anda tempat, bahkan di kamar….”
Biasanya untuk bisa menempati kamar harus pesan tempat dan kadang ditarik biaya. Wah mungkin mahal tempat ini. Lalu A chan berkata, tidak apa deh daripada cari lagi, sudah lapar. Nanti saya yang bayar. Jadi masuklah kami ke restoran itu, dan sepakat tidak pesan banyak, cukup mengganjal perut. Karena mungkin resto ini tidak enak…. tamunya sedikit.
Ternyata… resto ini memang sedikit lebih mahal dari resto lain, tapi makanannya cukup enak. Dan Riku dimanjakan neneknya dengan dibelikan Peking Duck (katanya karena minggu depan akan ulang tahun). Entah bagaimana tapi restoran itu mungkin akan membawa berkah juga tuh untuk dua anakku. Karena gigi taring (gigi susu) Riku yang atas tanggal di situ, sedangkan si Kai meninggalkan peninggalan di WC hihihi (Katanya kalau bisa buang air besar di suatu tempat pertanda akan kembali lagi ke tempat itu…. katanya)
Nah kan, judulnya becak, tapi belum berbicara mengenai becak sama sekali ya? Sebetulnya kami bertemu dengan becak “modern” di sebuah persimpangan jalan masuk ke China Town ini (China Town mempunyai beberapa pintu masuk). Bentuknya serupa bajaj, yang dicat meriah, tapi kalau dilihat lebih jelas lagi, ternyata si supir duduk dan mengayuh seperti sepeda. Waaah kalau begini kan becak dong.
Namanya VeloTaxi diciptakan tahun 1997 di Jerman dan terkenal sejak pameran EXPO tahun 2005 di Aichi. Angkutan yang ECO ini, memang ramah lingkungan, karena pakai tenaga manusia. Bukan itu saja, kabin tempat duduknya semua dibuat dari daur ulang. Dan selain unsur transportasi, Velotaxi ini bisa digunakan sebagai sarana iklan. Velotaxi ini bisa ditemukan di beberapa tampat wisata, dan memang Yokohama mempunyai banyak tempat wisata, yang salah satunya adalah China Town.
Kalau melihat homepagenya, ada banyak cara mereka untuk mempromosikan pemakaian velotaxi ini. Bayangkan jika Anda adalah Cinderela yang dijemput dengan Velotaxi dengan pengemudi ber-tuxedo sebagai pengganti kereta kuda? Hmmm …mungkin memang tidak romantis ya.. tapi unik kan? Imelda mau coba? mau aja sih kalau dibayarin, soalnya cukup mahal kalau aku harus bayar sendiri. Bukan… bukan dihitung berdasarkan berat badannya, tapi satu orang dihitung 300 yen untuk naik pertama, dan selanjutnya dihitung per point, 1 point = 100 yen. Nah, yang aku belum ketemu 1 point itu dihitung berdasarkan apa? km atau waktu.
Mungkin kita orang Indonesia akan mengatakan, yaaah kalau itu mah di negara kita juga banyak. BECAK! Dari dulu memang kita sudah ramah lingkungan kok, dengan tenaga manusia menyediakan transportasi bagi warga. Cuma memang aku merasa jaminan terhadap penumpang yang amat kurang. Bayangkan penumpang kok ditaruh di depan, dan harus melihat jalanan yang terkadang dibawa melawan arus oleh si abang (Nah kan pasti tukang becak kita panggil abang, bukan pak! lagi-lagi pemakaian bahasa yang “membedakan”)
Yang juga aku rasa lucu, kok velotaxi dikembangkan di Jerman, dan dipakai di Jepang. Padahal Jepang yang sebetulnya menemukan alat transportasi dengan manusia ini. Becak pun awalnya berasal dari JINRIKISHA (Rickshaw bahasa Inggrisnya) yang disebutkan berawal tahun 1868, awal Meiji. Tapi ada pula yang mengatakan bahwa becak jinrikisha ini ditemukan oleh seorang Amerika yang tinggal di Jepang pada tahun 1869 yang bernama Jonathan Scobie, untuk mengangkut istrinya yang sakit-sakitan , dan pulang pergi ke Yokohama naik jinrikisha ini. (aduuuh romantis sekali ya? bagaikan digendong sang suami kan? )
Jinrikisha kuno ini masih dapat ditemukan di tempat wisata Kamakura atau Kurashiki (dua tempat wisata tradisional Jepang, dan memang aku sendiri pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri). Berwarna hitam, dengan tempat duduk berwarna merah. Disediakan selimut untuk menutupi kaki penumpang wanita. Pengemudinya berpakaian kimono pendek dengan celana pendek hitam. Dan coba lihat kaki mereka… ya seperti abang becak sih (bukan bermaksud mengejek loh… tapi berotot maksudku). Waktu pergi ke kamakura, aku sempat melihat seorang ibu-ibu yang dijemput seorang pengemudi jinrikisha yang masih muda (Memang aku belum pernah bertemu pengemudi yang sudah tua, seperti di Indonesia yang sudah kakek-kakek masih menarik becak).
Terlepas dari sisi manusiawi (kok mempekerjakan orang begitu) atau sisi lingkungan (ramah lingkungan tanpa gas emisi dll), kehadiran velotaxi (becak modern), dan jinrikisha (becak kuno) di tempat wisata bisa membantu orang-orang tua atau penyandang cacat untuk menikmati tempat wisata di Jepang, selain mungkin dapat membangkitkan kenangan tentang masa lalu.