Bukan hurufnya tulisan teman kita, si Titik, tapi memang huruf yang terdiri dari titik-titik. Setidaknya itulah terjemahan dari 点字 Tenji , atau yang kita kenal dengan huruf Braille. Kenal? Pernah lihat? Aku ragu apakah orang Indonesia pernah melihat langsung (bukan foto) pemakaian huruf Braille di sekitar kita. CMIIW
Ini sebetulnya tugas pelajaran Bahasa Jepangnya Riku (4SD). Kami memang libur berturut dari hari Sabtu, Minggu, Senin lalu. Bahkan hari Jumatnya sebetulnya adalah akhir semester satu SD nya Riku. Dan tidak ada libur antarsemester karena sudah banyak libur pada musim panasnya. Jadi hari Selasa adalah hari permulaan semester dua, dan Riku mempunyai PR yang harus diselesaikan. Padahal seperti yang kutulis di posting kemarin, kami sampai di rumah pukul 12 malam. Jadi?
Tugas Riku adalah mencari pemakaian huruf Braille di sekitar kehidupan kita, dan menuliskan laporan singkat, untuk kemudian dipresentasikan dalam grup mereka di kelas. Ini merupakan bagian pelajaran Bahasa Jepang yaitu menulis sakubun 作文 dan presentasi happyou 発表. Bagian ini menurutku penting sekali, karena dengan demikian mereka terbiasa memresentasikan pendapat mereka, sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Teratur deh kalau mendengar orang Jepang happyou, karena mereka sudah biasa dari kecil. (Indonesia bagaimana ya? hehehe)
Biasanya ‘Huruf Titik’ ini bisa dijumpai di stasiun. Banyak! Seperti daftar harga tiket ke setiap tujuan, lalu di lift juga banyak yang memiliki huruf braille. Pegangan tangga untuk memberikan informasi tangga itu ke mana, dan …(mungkin) berapa anak tangga (aku tak bisa baca jadi tidak tahu info apa yang tertulis). Tapi sebetulnya tidak usah jauh-jauh, karena di jalanan atau di stasiun pun ada biasanya berwarna kuning, dengan ‘tonjolan) bulat atau panjang, khusus untuk pejalan kaki tuna netra.
Tapi masalahnya Riku tidak sempat mencari contoh sebagai bahan penulisan. Waktu di rumah mertua di yokohama, aku sempat menemukan sebuah contoh yaitu tenji di kaleng minuman bir. Mungkin untuk memberitahukan kepada penyandang tuna netra bahwa kaleng minuman itu beralkohol. TAPI rasanya kurang cocok untuk dipakai sebagai contoh oleh Riku yang kelas 4 SD (kok minuman alkohol gitu). Jadi waktu pulang, sebelum kami pulang ke rumah, kami bermaksud mampir ke stasiun lalu mengambil foto untuk bahan PR nya Riku. Riku sendiri waktu itu sudah tertidur di mobil. Dan tiba-tiba aku teringat pernah melihat di bus surat di depan kantor pos dekat rumah kami. Kantor pos itu lebih dekat daripada stasiun, dan pastinya tidak banyak teman Riku yang “menemukan” pemakaian braille di bus surat. Jadi aku langsung memotret bus surat itu. Dan kalaupun perlu, Riku bisa ke kantor pos pagi harinya (pasti lewat sini juga kalau pergi ke sekolah).
Pagi harinya Riku menulis laporannya berdasarkan foto yang kubuat, dan menurutnya memang tidak ada temannya yang menulis sama dengannya. Horree…..
Dan secara tidak sengaja kemarin itu rupanya Hari Pos Sedunia. Rasanya pas sekali memadukan pos dengan huruf braille sebagai pengetahuan untuk Riku.
Bagaimana? Pernah lihat pemakaian huruf ini di tempatmu? Atau mungkin malah bisa membacanya? Hebatnya di buku pelajaran bahasa Jepangnya Riku ada loh daftar huruf braille itu lengkap dengan ‘tonjolan’nya.
Penggalan dari postinganku di sini :
Pada tanggal 1 November 1890 untuk pertama kalinya huruf Braille yang memakai 6 titik dipakai untuk menggantikan huruf titik bagi penderita tunanetra di Jepang yang 12 titik. Yang merupakan bapak huruf titik untuk tuna netra di Jepang adalah Ishikawa Kuraji ( Huruf titik di Jepang berlainan dengan huruf yang dipakai di luar negeri, mungkin dikarenakan Bahasa Jepang tidak memakai alfabet, sehingga tidak cocok jika huruf Braille dipakai begitu saja. ) Yang pasti penderita tuna netra di Jepang sejak tahun 1890 ini sangat diperhatikan dengan pemakaian huruf titik ini di hampir semua fasilitas umum. Bahkan di kaleng-kaleng minuman, atau pegangan tangga, pasti didapati tulisan titik ini. Bila mau melihat dokumen mengenai huruf titi silakan baca wikipedia ini , yang memang berbahasa Jepang, tapi dengan melihat fotonya saja mungkin dapat kita lihat usaha-usaha melakukan Barrier Free bagi penyandang Tuna netra.