Mainan, antara Kreatifitas dan Investasi

30 Okt

Anak-anak dan mainan memang tidak bisa dipisahkan. Sehingga terkadang orang dewasa yang masih suka dengan mainan akan diejek, “Kamu itu seperti anak-anak saja!”. Padahal mainan itu juga diperlukan oleh orang dewasa sebagai hiburan.

Di Jepang ada peribahasa” よく学びよく遊べ Banyak belajar banyak bermain”. Bahkan ditekankan dalam keterangan pepatah itu : りっぱな人間になるためには、勉強するときにはしっかりと勉強をして、遊ぶときにはとことん遊ぶべきだということ (Untuk menjadi manusia yang sempurna, waktu belajar, belajar sungguh-sungguh dan waktu bermain juga harus benar-benar bermain). Dan untuk bermain memang ada dua jenis, dengan alat atau tanpa alat. Setiap orangtua tentu ingin membelikan alat bermain/ mainan kepada anak-anaknya dan idealnya memang membelikan mainan yang edukatif dan kreatif sehingga  selain bermain, anak-anak juga dirangsang untuk berpikir dan berkreasi. Dan mainan edukatif  ini beraneka ragam jenis dan bentuknya.

Anakku Riku (8tahun) belum sampai setahun ini sangat getol dengan mainan LEGO. Tahu Lego kan? Sering orang Indonesia menamakan LEGO untuk segala macam mainan balok, tapi sebetulnya Lego adalah merek! Ya fenomena yang sama dengan penamaan semua carian penghapus dengan TippEx padahal mereknya bukan TippEx, atau Yamaha untuk semua sepeda motor. (Bisa baca tulisannya Donny yang ini). Kembali lagi ke Lego, aku cukup terperanjat waktu aku bercakap-cakap dengan sahabatku Ria, dan dia mengatakan dia tidak tahu LEGO itu apa. Pikirku semua orang tahu LEGO itu apa…. padahal jelas saja kalau tidak punya anak, mungkin tidak tahu apa itu LEGO. Kata Ria: “Maklum mbak dulu waktu kecil tidak ada uang untuk beli mainan begitu….” Waaaah aku juga sama lah. Aku bahkan sama sekali tidak punya mainan, baik boneka, atau karakter-karakter lain. Makanya begitu gede aku pernah membeli boneka anjing besar yang kunamakan Ben! (Padahal ngga dimainin juga sih….. memang dari sononya tidak suka mainan!)

Setiap "merubah" kreasi legonya, Riku sendiri mengambil foto dokumentasi. (untung digital yah hihihi)

Aku juga tidak tahu sejak kapan aku tahu soal mainan LEGO. Mungkin aku tahu lewat iklan atau gambar di TV. Dan aku pernah melihat sebuah tayangan di televisi Jepang mengenai pabrik Lego (entah di mana) yang begitu besar, dan masing-masing pegawai bisa memakai sepatu roda dan atau segway dalam pabrik dan dibiarkan mempunyai jiwa bermain, untuk bisa membuat lego-lego bentuk baru. Rasanya enak sekali bekerja di sana.

 Lego berasal dari Billund, Denmark yang sejarahnya dimulai tahun 1940-an. Penciptanya Ole Kirk Kristiansen yang awalnya membuat balok-balok kayu tahun 1932. Perusahaannya bernama Lego, berasal dari bahasa Danish (Bahasa yang dipakai di Denmark) : leg godt yang berarti bermain dengan baik. Pada tahun 1947 bahan balok-balok ini berubah menjadi plastik, dan tidak mengalami kemajuan karena banyak orang yang lebih suka pada balok-balok kayu. Lego modern dikembangkan tahun 1958 dengan suatu ukuran yang pasti, sehingga loga dari tahun 1958 itu masih tetap dapat dipakai (disambung-sambungkan) sampai dengan sekarang.

Lego pertama Riku waktu dia berusia 1 tahun adalah DUPLO yang ukurannya besar. Kebetulan paket yang kami beli itu berjudul “kebun binatang” sehingga ada bentuk binatang, pohon kelapa, bunga selain kotak-kotak  beraneka ragam. Baru waktu dia berusia 4 tahun dia mempunyai lego ukuran standar, bahkan sampai mempunyai 2 kotak besar, satu di rumah kami dan satu di rumah mertua. Tapi waktu Riku kecil, dia belum begitu aktif bermain lego ini, karena mungkin belum menemukan “keasyikan”nya.

Tapi waktu Kai berusia 3 tahun, dia sering mengambil Legonya Riku. Mungkin mulai saat itu  Riku  (usia 7 tahun)merasa tidak mau kalah dengan adiknya, dan kebetulan 3 teman bermainnya gandrung dengan lego. Game nintendo yang mendominasi permainan waktu Riku berusia 5-6 tahun akhirnya sekarang hanya dipegang sekali sebulan (dan mamanya bersorak-sorak)

Dan kalau berbicara soal mainan Lego ini, aku sering harus menahan nafas. Harganya mahal! Karena itu kami hanya membelikan waktu ada peristiwa khusus misalnya ulang tahun dan natal. Tapi melihat “passion” dia waktu membangun bentuk-bentuk yang dia inginkan, melihat kemungkinan-kemungkin memakai parts kecil-kecil atau bahan lain digabungkan untuk mewujudkan kreasi yang dia inginkan, aku juga jadi semangat untuk membantu dia mengumpulkan bagian-bagian yang dia inginkan (kalau perlu aku berkorban tidak membeli lunch waktu kerja untuk bisa membelikan parts itu). Dia membuat luncuran dari karton bundar bekas tissue WC, atau memakai benang transparan menggantungkan jendela atau orang-orangan supaya dapat meluncur atau melayang. Dengan bantuanku dia membuat mantel hitam bagi orang-orangannya. Jadi lego yang dijual dengan motto “membina kreatifitas” juga bisa diperluas dengan melengkapi memakai bahan-bahan lain. Sayangnya Riku masih belum bisa menambahkan “motor” untuk menggerakkan parts-parts atau menambahkan lampu kecil. Dia masih terlalu kecil tapi jalan menuju itu terbuka lebar.

Sekarang Riku sedang jatuh cinta pada set yang mengambil cerita dari Star Wars, dan kalau mau mengumpulkan semuanya bisa jutaan. Lucunya dia malah tidak mengikuti bentuk yang sudah ada, tapi membuat kreasi sendiri, misalnya pangkalan dan pesawat yang aneh-aneh, tidak sesuai dengan manualnya. Setiap kali ada parts baru yang temannya punya, maka dia juga akan minta dibelikan. Biasanya kalau mahal aku menyuruhnya menunggu sampai Natal. Kalau murah, dia harus menunjukkan test dengan nilai 100 dulu baru dibelikan.

Yang payah, suamiku memang sering mencari informasi mengenai Lego untuk Riku. Loh kok payah ya? hehhee… iya maklum emak-emak selalu khawatir untuk mengeluarkan duit untuk mainan. Bisa dibayangkan kalau tambah suka Lego, tambah banyak yang dibeli, tambah banyak uang yang dikeluarkan, dan…tambah berantakan deh rumahnya :D. Tapi Gen (dan saya tentunya) ingin agar anak-anak mempunyai sedikitnya satu hobi yang ditekuni sungguh-sungguh. Sekarang Riku masih dalam proses mencari seperti menangkap kupu-kupu dan membuat specimen, atau mengumpulkan perangko, memasak dll.

Gen menemukan sebuah informasi tentang sebuah proyek  untuk membuat “Sky Tree” dari 133.320 buah lego yang kemudian dipamerkan di National Museum of Emerging Science and Innovation tanggal 22 Mei yang lalu. Proyek ini diikuti 100 anak selama 40 hari! Sayang kami terlambat mendaftarkan Riku untuk ikut acara itu (tempatnya jauh juga sih). Katanya sih skalanya 1:100 dibandingkan aslinya. Bisa dibayangkan semangat anak-anak itu membangun sesuatu yang spektakular, dari mainan.

Selain itu dari informasi yang didapat  Gen, di Universitas Tokyo, universitas nomor satu di Jepang, ada klub pecinta Lego (Bayangkan mahasiswa saja masih suka mainan Lego hihihi)! Jadi Riku pernah berkata: “Aku mau masuk klub itu”
“Ya tentu boleh saja, tapi masuk Universitas Tokyo itu susaaaaah sekali loh. Musti belajar rajin, karena hanya anak pintar yang bisa masuk Universitas Tokyo”….
Ya, memang katanya banyak anak yang mau masuk Universitas Tokyo hanya karena ingin masuk klub Lego itu. hihihi. Semoga tercapai deh (dan tidak berubah).

Jadi memang kadang kita harus mengeluarkan uang untuk membeli mainan bagi anak-anak. Anggap saja mainan itu sebagai INVESTASI untuk masa depan anak-anak kita. Soal mahal atau murah tentu bisa disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan prioritas keluarga masing-masing.

Artikel ini untuk memeriahkan Mainan Bocah Contest di Surau Inyiak

 

(Dan sebetulnya hari Minggu siang ini, Riku dengan papanya sedang pergi ke Festival SMP/SMA almamater papanya, yang menampilkan juga klub Lego. Tapi aku tidak bisa menunggu foto-fotonya karena hari ini adalah hari terakhir Kontes Mainan Bocah)

Gotcha A Gacha-gacha

3 Mar

Pernah tahu film “Gotcha”? Pasti banyak yang lahir sesudah tahun 1985 jadi tidak tahu film ini. Tapi bagi anak angkatan 80-an pasti tahu film tentang pelajar yang menjadi spy ini. Aku sendiri yang tidak hobby nonton film tertarik dengan film ini. Mungkin karena waktu itu aku masih SMA dan membayangkan kejadian itu dialami sendiri. Apalagi Linda Fiorentino, artis pembantu dalam film itu kuanggap mirip aku (kebalik ya mustinya hahaha) dengan rambut hitam pendeknya..

aduhay kakinya.... si Linda ini memang masuk dalam 100 cewe terseksi sih.

Gotcha itu berarti “I’ve got you” atau bahasa belanda Indonesianya, “ketangkep lu!” . Dan tidak ada hubungannya dengan gacha-gacha yang banyak dijumpai di Jepang. Gacha-gacha itu apa?

Gacha-gacha adalah sebutan kesayangan untuk mainan mini dari Capsul Toy. Masukkan uang sejumlah yang tertera di mesin itu, misalnya 10 yen, 100 yen, 200 yen atau 500 yen, (kebanyakan sih 100 dan 200 yen) dan memutar tuas yang ada. Kemudian sebuah bola plastik yang berisi mainan akan keluar yang mutunya tentu sesuai harganya. Waktu memutar tuas sampai mengeluarkan mainan dalam bola itu berbunyi seperti “gacha-gacha”, karenanya dinamakan gacha-gacha.

Padahal mesin capsul toy ini awalnya adalah mesin penjual permen karet bulat yang ditemukan di Amerika. Masuk ke Jepang tahun 1965, dan pada tahun 1970 dikembangkan menjadi mesin penjual mainan. Gacha-gacha ini pertama kali ditempatkan di Asakusa, dan meluas dari tempat bowling, tempat penjualan snack, supermarket, bahkan sekarang di depan toko kombini. Apalagi isi mainan gacha-gacha ini bermacam-macam yang dijual oleh perusahaan-perusahaan terkenal seperti Bandai (si pencipta Ultraman) dan yujin.

Pinter banget deh toko Yodobashi camera, menempatkan gacha-gacha sebanyak ini di sepanjang jalan menuju WC. Untung Kai tidak merengek minta dibelikan. Anak sapa dulu dong 😀 (Mamanya serem sih hahaha)

Pasar utamanya tentu saja anak-anak, dan musuh utamanya adalah orangtua 😀 Bayangkan saja, setiap mau masuk toko, orang tua sibuk menolak permintaan anak-anak untuk “main” (beli) gacha-gacha. Lumayan kalau setiap kali pergi ke toko harus mengeluarkan 100/200 yen kan? Tapi sebetulnya dibandingkan dengan mainan sungguhan yang berharga 1000 an, dengan uang yang sama bisa 5 kali yah hehehe. Benar deh perusahaan yang mengembangkan capsul toy ini pinteeeer sekali! Pasti laku terus kok.

Satu lagi selain gacha-gacha yang aku rasa pinter adalah pemilik restoran (biasanya sih family restoran) yang menyediakan (baca menjual) mainan di rak samping kasir pembayaran di pintu masuk. Anak-anak pasti tertarik untuk mampir dan memilih-milih dan minta (merengek) pada orang tuanya untuk dibelikan. Untung saja biasanya di restoran seperti itu ada menu khusus untuk anak-anak, kids meal , yang jika kita pesan itu akan mendapatkan mainan (murahan sih, paling mahal 100yen). Tapi dibanding mainan yang dijual seharga 600-1000 yen tentu saja orang tua akan lebih memilih kids meal ini. Meskipun biasanya ada saja kakek nenek yang termakan rayuan cucunya dan membelikan mainan mahal itu. Atau paling tidak  si cucu “gotcha” a “gacha-gacha”.

NB: Yang mau dengar OSTnya Gotcha bisa dengar di sini http://www.youtube.com/watch?v=LrxOfep_i7w