Romantische Strasse dan Hot Spring

8 Sep

Tulisan ini merupakan sambungan dari posting: Berkorban.

Bagi Anda yang mengerti Jerman, pasti tahu bahwa Romantische Strasse atau jalan romantik ini merupakan tempat wisata yang harus dikunjungi di daerah bavarian. Ada beberapa spot/tempat yang menarik yang indah dikunjungi di segala musim. Nah, week end kemarin itu ternyata kami secara tidak langsung menyusuri jalan romantik menuju Kusatsu Hotel. Loh, kok bisa?

peta romantic strasse Jepang
peta romantische strasse Jepang

Ternyata Jepang dan Jerman telah menjalin kerja sama dan dianggap jalan di Kusatsu yang berkelok-kelok dan indah itu merupakan Romantische Strasse nya Jepang! Dengan beberapa perhentian yang lebih lagi menguatkan kerja sama itu  berupa museum atau taman atau jalan yang semuanya diberi nama Jerman.

tiang tanda kerjasama dan pohon persahabatan antara Jepang dan Jerman. Sayangnya pohon yang ditanam sudah kering!
tiang tanda kerjasama dan pohon persahabatan antara Jepang dan Jerman. Sayangnya pohon yang ditanam didekatnya sudah kering!

Bahkan kalau sekilas melihat pemandangan dan bangunan “Michi no Eki” Stasiun Jalan ini, memang serasa berada di Jerman. Apalagi suhu udara waktu itu benar mendukung. Sekitar 22 derajat Celsius. Karena kami toh tidak buru-buru harus sampai di hotel, setelah mampir di Yanba dam dan tempat “pembuatan” sake, kami mampir dulu di perhentian mobil-mobil ini sambil melepaskan lelah duduk di mobil.

Ternyata di situ terdapat museum kecil sebagai peringatan Dr. Erwin von Baelz (1849〜1913), seorang dokter asal Jerman yang dipekerjakan di kekaisaran Jepang pada jaman Meiji, dan tinggal di Kusatsu ini.

Dr Erwin von Baelz
Dr Erwin von Baelz

Setelah mampir di museum ini, kami kembali lagi ke mobil dan melanjutkan perjalanan. Hotel sebetulnya sudah dekat, dan kami sampai di gerbang hotel sekitar pukul 12:30. Waktu cek in semestinya jam 2. Tapi kami disambut seorang pemuda Jepang dengan “happi” (semacam kimono pendek terbuka) yang lumayan cakep (sayang ngga sempet motret hihihi). Kami diperbolehkan cek in karena kamar sudah siap, dan disambut dengan wanita-wanita berkimono di depan pintu masuk. Penyambutan gaya Jepang! (Cerita tentang hotel ini saya akan tulis di posting sesudah ini. )

Setelah menaruh barang, kami berjalan kaki ke YUBATAKE  湯畑, tempat wisata terkenal di Kusatsu ini. Kami makan siang soba dulu sebelum melanjutkan ke “Ladang Air Panas”. Ya, tempat ini mengeluarkan sumber air panas mengandung belerang. Dan sumber air panas itu diberi nama Yubatake, secara harafiah yu = air panas, batake dari hatake = ladang. Semakin dekat ke tempat itu…. semakin tercium bau …kentut hihihi. Belerang kan memang mempunyai bau yang khas.

Ngomong-ngomong soal kentut, kami selalu tertawa karena Kai selalu menyahut, “Kai” jika kami bertanya “Siapa kentut?” Karena kami tertawa, dia juga tertawa. Mungkin dia tidak tahu artinya kentut, karena kami bertanya “Siapa kentut” dalam bahasa Indonesia. Tapi sepertinya dia tahu (khusus kata yang jorok hihihi  pupu, pipi dan kentut ) , dan mau bercanda. Yang pasti kami selalu menggoda dia kalau tercium bau busuk. Dan dia selalu bilang,”KAI”.

Sepanjang jalan di kiri kanan terdapat toko-toko yang menjual telur “hot spring”  onsen tamago yaitu telur yang direbus dalam air panas alami itu (yang panasnya tidak mencapai 100 derajat/tidak mendidih…. mirip telur setengah – tiga perempat matang) . Selain toko manju (kue jepang), ikan bakar, ada juga banyak toko kesenian gelas. Wah, aku harus menahan keinginan untuk tidak masuk ke toko-toko crystal ini. Aku memang tidak tertarik dengan baju atau sepatu, tapi selalu senang melihat “sesuatu yang berkilat/bercahaya” seperti kristal swarovky atau…. diamond (haiyah…mahal amat). Dulu aku sering membelikan mama crystal swarovky pada event-event seperti ulang tahun atau natak, untuk melengkapi koleksinya. Tapi setelah mama bosan (dan  saya yang tidak punya duit berlebih lagi) koleksi crystal kami tidak bertambah. (Punya anak membuat hobi juga berubah euy!)

(Foto kanan adalah sumber air panas, dari situ dialirkan ke kolam di foto sebelah kiri)

Melihat kolam air panas  beruap yang begitu jernih membuat saya sadar…. ini semua keluar dari perut bumi. Di dalam perut bumi kan lebih panas lagi…hiiiii… Kolam air panas itu juga menjadi putih-putih berkarang akibat belerang yang dikandungnya.

Setelah melihat ladang air panas itu, kami menonton sebuah pertunjukan tari tradisional “Yumomi”, yaitu suatu usaha untuk menurunkan panasnya air yang baru keluar dari sumbernya. Karena manusia tidak bisa langsung masuk ke sumber air panas begitu saja, kecuali mau menjadi udang rebus! Dengan tarian yang disertai lagu ini, derajat kepanasan hot spring ini diturunkan sampai mencapai 48 derajat.

Biasanya manusia hanya tahan berendam di dalam air panas bersuhu 40-42 derajat. Tapi di level 48 derajat, jika orang-orang masuk bersama-sama, maka air panas itu juga akan turun derajatnya karena suhu tubuh manusia biasanya 36-37 derajat. Tapi masuk di air panas ini tidak boleh lebih dari 3 menit. (Aku sih ngga mau nyoba nyebur di 48 derajat…. ogah! Meskipun aku termasuk orang yang bisa tahan panas, tapi sepanas-panasnya 44-45 derajat saja)

Air di dalam kolam diturunkan panasnya dengan menggoyangkan papan seperti mengaduk air ke kiri dan ke kanan sambil bernyanyi. Yang menarik, ada kesempatan penonton untuk mencoba “menarikan” a.k.a mengaduk air panas itu. Jadi deh Riku dan saya memakai kesempatan itu untuk mencoba.

Sebagai tanda sudah mencoba, kami diberi semacam surat penghargaan, “sertifikat menjadi penari yumomi-chan” waahhh kalau aku memang sudah mommy sih hihihi. Selain surat penghargaan itu, kami juga mendapat handuk “tenugui”.

Setelah berfoto-foto di depan kolam air panas itu, kami berjalan pulang untuk kembali ke hotel. Karena pada jam 6 sore, hotel akan menyediakan makan malam di dalam kamar kami. Makan di kamar sendiri merupakan kemewahan bagi orang Jepang…. (bersambung)

mencuci tangan dengan air panas
mencuci tangan dengan air panas

Berkorban

7 Sep

Betapa sering kita dengar kata itu ya? Berkorban untuk orang yang disayang, untuk bangsa, negara dan tanah air, berkorban sebagai umat Tuhan untuk sesama dan lain-lain. Kalau sekarang saya masih pakai kata “mengalah” kepada Riku, tapi sebetulnya intinya sama juga kan? “Riku, kasih aja itu sama Kai. Kamu kan kakak, harus mengalah….” Sampai pada suatu waktu aku bilang, “Riku, mama juga waktu kecil begitu loh… bahkan mama harus mengalah untuk 3 adik loh… Riku masih mengalah untuk Kai saja….” Ah aku sebetulnya tidak mau pakai contoh itu tapi biarlah supaya dia lebih mengerti.

Postingan kali ini bukan mau menggurui, tapi ada hubungannya dengan judul di atas (ya kalau ngga matching buat apa pilih judul itu ya hihihi)

Selama kami ke Jakarta liburan musim panas lalu, Gen manyun tinggal di Tokyo. Makanya begitu kami pulang dari Jakarta, langsung pergi bermain ke pantai Kannonzaki. Tapi tidak menginap. Nah kebetulan mulai tanggal 19 September nanti, Gen bisa libur seminggu penuh. Begitu kami tahu jadwal ini, langsung berangan-angan… pergi ke HAWAII! Itu cita-citanya Gen. Kalau saya? Tentu tahu kan?….daripada ke Hawaii, mending ke Jakarta hahaha. Lagipula meskipun kami  bisa mendapatkan tiket murah (yang sudah pasti tidak mungkin) , Saya butuh VISA US…. karena saya bukan pemegang paspor Jepang (yang bisa melengang-kakung tanpa visa di hampir seluruh dunia). Saya masih harus mengurus VISA, dan sudah pasti…tidak cukup waktu (dan belum tentu dapat karena saya orang Indonesia hihihi).

Jadi hari Kamis lalu, saya mulai browsing di situs wisata domestik (dalam negeri Jepang) di jalan.net untuk mencari tempat pemandian air panas/penginapan ala Jepang. Ada beberapa calon tempat yang menurut saya lumayan, jadi saya bookmark saja.

Waktu makan malam, saya melaporkan penemuan saya itu. Eeeee, tiba-tiba Gen berkata, “Sebetulnya aku mau perginya hari Sabtu ini!”
“What?….. masih ada hotel/penginapan ngga? Lalu daerahnya mana?”
Kusatsu. Di sana ada sumber air panas yang terkenal. Dan banyak hotel kok”
Akhirnya setelah anak-anak tidur, kami berdua browsing mencari hotel yang masih kosong… voila! Kami bisa memesan satu kamar di sebuah hotel, yang bernama Kusatsu Hotel.  Memang praktik ya internet itu!

Jadi hari Sabtu, tgl 5 September jam 6 pagi kami sudah naik mobil dengan segala bawaan, dan Riku serta Kai yang “terbangun” dengan gembira. Padahal tadinya kami rencana berangkat jam 7 tuh, tapi karena Gen takut terjebak macet, jadi berangkat lebih cepat. Memang kemacetan tidak bisa diprediksi, karena sejak pemerintah Jepang mmeberlakukan biaya toll “pukul rata” 1000 yen ke mana saja di Jepang khusus week end, maka highway di mana-mana padat/macet.

Naik tol menuju Kusatsu di prefektur Gunma, ternyata jalannya lancar-lancar saja. Sebelum jam 10 pagi kami sudah sampai di desa Agatsuma. Mampir di toko konbini dulu untuk membeli minuman dan ke WC, lalu kami melanjutkan perjalanan. Yang lucu di tengah jalan kami menemukan sebuah TORII, gerbang masuk sebuah kuil yang menghadang. Untung saja kami pakai car-navigation sehingga tidak menyeruduk masuk ke kuil dengan mobil kami.

bisa gitu di tengah jalan ada pintu gerbang masuk ke kuil....
bisa gitu di tengah jalan ada pintu gerbang masuk ke kuil....

Nah begitu belok, dan menyusuri jalan yang berkelok-kelok, kami menemukan pembangunan jembatan yang sedang berlangsung. Gile bener, setinggi itu, ada tiga tiang yang akan disambung menjadi jalan di atas. Lalu tiba-tiba Gen berseru…”Oh ini dia yang namanya Yanba Dam“. Dan kebetulan terlihat ada sebuah bangunan seperti tempat istirahat dengan lapangan parkir yang luas di sebelah kanan. Jadi kami masuk ke situ. Ternyata bangunan itu adalah semacam hall untuk menyediakan informasi mengenai Yanba Dam yang sedang dibangun itu.

pembangunan 3 tiang penyangga jalan untuk dam
pembangunan 3 tiang penyangga jalan untuk dam

Kenapa Dam itu dibangun, lalu seberapa luas dam tsb, semua disajikan dengan informatif berupa video, maket, dan yang menarik ada semacam kotak loker yang berisi keterangan yang mudah dimengerti anak-anak. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku, Gen dan Riku membuka semua lemari yang ada.

buka pintu loker dan dapatkan info di situ
buka pintu loker dan dapatkan info di situ

Di situ diberi informasi misalnya satu orang satu harinya rata-rata menggunakan 500 liter air, atau 250 botol air mineral yang ukuran 2 liter. Satu kali flush (mengalirkan air) di WC menghabiskan 20 liter. Berendam di bak mandi ala orang Jepang 200 liter. Kalau shower selama 10 menit menghabiskan air 120 liter. Sehari segitu banyak air yang kita pakai.

Nah, padahal waktu terjadi hujan lebat dan badai, air juga yang membuat bencana banjir dan tanah longsor. Nah supaya tidak terjadi banjir (di daerah bawah tentunya. Baca :  Tokyo) diperlukan adanya dam yang bisa mengatur jalannya air. Dam itu akan setinggi kira-kira 1/3 Tokyo Tower (333 meter).

Puas main-main sambil belajar itu, kami keluar ke lapangan parkir. Di sebelah kanan lapangan parkir itu ada semacam tenda yang menjual sayur-sayuran yang dihasilkan warga sekitar daerah tersebut. Jadi deh mama Imelda, dengan muka berseri belanja sayuran!

Dan baru pertama kali aku lihat bentuknya Jalapeno, cabenya meksiko yang pedes banget itu. Rupanya seperti paprika tapi kurusan. Selain itu di situ juga menjual jagung. Lima buah jagung seharga 500 yen… tidak bisa beli dengan harga segitu di Tokyo. Tapi yang membuatnya istimewa yaitu… bisa dimakan mentah, dan MANIS sekali…. Sama sekali tidak menyangka bahwa itu mentah. Hmmm seperti jagung manis rebus!

Tomat dan ketimun yang didinginkan dengan air sungai. Air itu juga bisa langsung diminum.
Tomat dan ketimun yang didinginkan dengan air sungai. Air itu juga bisa langsung diminum.

Wah pokoknya hasil ladang di daerah situ manis dan segar…. tentu saja karena air sungainya juga bersih dan bisa diminum langsung. Di situ juga dijual ketimun dan tomat yang didinginkan dengan air sungai situ. Dingin! Dan kami sempat mencoba minum air itu. Segar sekali!

Hasil panen yang begitu berlimpah…. alam dengan pemandangan yang indah. Juga tempat kami berdiri di hall informasi ini semua, nantinya akan terbenam air, menjadi dasar Yanba Dam yang sedang dibangun ini.

kupu-kupu ini juga akan kehilangan tempat tinggal!
kupu-kupu ini juga akan kehilangan tempat tinggal!

Bayangkan orang-orang yang mempunyai rumah dan kampung halaman di sini. Memang mereka akan mendapat ganti rugi, tapi kenangan? Mereka hanya bisa menatap air dan mengatakan di sinilah DULU kampung halaman kami. Mereka sudah berkorban untuk kepentingan kota yang lebih besar, Tokyo dan sekitarnya. Egois rasanya ya? tapi…. memang harus berkorban? Entahlah…aku tak bisa menjawabnya.

tempat saya berdiri sekarang juga akan menjadi dasar Yanba Dam (setinggi 586 m)
tempat saya berdiri sekarang juga akan menjadi dasar Yanba Dam (dam itu akan berada di ketinggian 586 m dari permukaan laut)

Pembangunan ini masih berlangsung, dan dengan perubahan pemerintahan akibat pemilu yang lalu, akan berdampak juga pada pembangunan dam ini. Partai yang memenangkan pemilu tidak menyetujui pembangunan dam ini. Akan terhentikah? Kita lihat saja nanti.

NB: Tulisan ini merupakan awal perjalanan weekend kami…tunggu lanjutannya ya….