Waktu aku mendengar nama Pasir Mukti memang terlintas di benakku nama pemusik Hari Moekti sih. Tapi kelihatannya tidak ada hubungan apa-apa antara nama tempat ini dengannya. Bahkan setelah kucari infonya di website, aku mengetahui bahwa yang mempunyai tempat ini adalah orang Manado, sehingga tidak heran nama Restoran dan makanannya khas Manado.
Nama ini kuperoleh dari saudaraku yang suka memancing. Katanya dibanding tempat lain, Pasir Mukti lebih indah pemandangannya. Aku memang mencari tempat pemancingan di Jakarta, karena aku menjanjikan anak-anak untuk pergi memancing. Mumpung ada waktu (hari biasa meskipun puasa), ada supir(untung supirku tidak puasa karena sama-sama katolik), ada mobil, ada Lia juga yang mau menemani, jadi meskipun sepupu Riku dan Kai tidak bisa ikut, aku menetapkan untuk pergi mancing di Pasir Mukti, tanggal 1 Agustus 2013. Malam sebelumnya aku sempat menyapa Krismariana kalau-kalau mau ikut bersama kami. Dan Kris menyetujui ikut.
Kami berangkat sudah agak siang. Untung Lia ikut karena Pak Indra yang menyetir tidak biasa naik jalan tol jadi hampir salah masuk tol. Dan karena sudah siang juga aku khawatir soal makan siang. Masak musti nunggu dapat ikan dulu baru makan. Iya kalau dapat. Jadi aku masih menyempatkan beli BK di rest area. Lucu juga ada rasa rendang, jadi coba deh. Ternyata rendang emang paling cocok makan dengan nasi 😀 No way deh Burger Rendangnya 😀
Dengan berbekal peta yang kami dapat di website Pasir Mukti, kami melewati jalan yang…. rusak dan dipenuhi dengan sepeda motor. Cukup jauh juga sesudah keluar dari tol Citeureup-Cibinong, kami akhirnya sampai ke komplek PasirMukti. Harus berhati-hati karena papan masuknya tidak begitu kelihatan, sehingga kami hampir kelewatan. Masuk membayar Rp 10.000 per orang dan kami langsung ke tempat pemancingan.
Kami menyewa alat pancing dan membeli umpan di tempat pemancingan. Lalu dengan tidak sabar Riku dan Kai menuju kolam ikan gurame dan ikan bawal yang berbeda. Untung Bapak Indra yang membawakan mobil kami ahli memancing, jadi aku menyerahkan soal memancing pada pak Indra untuk membantu anak-anak. Lumayan juga Riku bisa memancing beberapa ikan, dan setiap pak Indra berhasil memancing ikan, Kai mengaku bahwa dia yang memancingnya 😀
Tapi karena kami datang pada bulan Puasa, jam 4:30 kami sudah harus bersiap untuk pulang, dan menimbang ikan-ikan yang kami tangkap untuk membayarnya. Semua fasilitas di situ tutup jam 5, sehingga kami terpaksa pulang sebelum jam buka. Dan benar saja kami terjebak macet sepanjang jalan ke rumah. Tapi setelah sampai ke rumah, aku langsung membersihkan satu ikan gurame dan menggorengnya untuk makan malam kami. Yummy!
Selain tempat pemancingan, Pasir Mukti juga punya banyak tempat kegiatan seperti menanam padi, naik kerbau dsb. Tapi memang kami hanya bermaksud untuk memancing dan sudah kesiangan sehingga tidak bisa berkeliling melihat tempat yang lain. Tempat ini cukup nyaman untuk memancing, terlepas dari akses yang kurang bagus untuk menuju tempat ini, Pasir Mukti merupakan pilihan yang baik untuk memancing bagi anak-anak dan yang amatir seperti aku 😀
Mana bisa sih? Bermain kok digaji? Kalau berjudi nah bisa deh, kalau menang taruhan. Tapi ini benar kok, udah bermain digaji lagi.
“Mama, kenapa kalo aku jadi pencuri kok dapet 20 $ (Baca kidzos), tapi aku jadi polisi kok cuma dapet 5 $ ya? Aku mau jadi pencuri aja!”
Sebuah pertanyaan dari Riku yang amat sulit kujawab dengan singkat. Jika kujawab:
“Ya kan gede gajinya, soalnya kalo ketangkep dia tidak dapat gaji selama di tahanan. ” Nanti dia jawab, “Ya jangan sampai ketangkep” Nah loh… pusing kan?
Dan waktu kutulis di FB, seorang temanku berkata: “Namanya Indonesia, ya gitu. Polisi gajinya keciilll” hihihi. Ah…ini memang perlu jadi pemikiran. Karena akan mengubah cara pandang anak-anak terhadap pekerjaan. Aku tak tahu di Kidzania Jepang, berapa bayarannya. Mungkin memang perlu ke Kidzania Jepang untuk mengetahuinya. (Dan aku baru buka-buka homepagenya duuuh macam-macam atraksinya dengan harga masuk 2,5 kali lipat yang di Jakarta huhuhu. Nabung dulu!)
Ya memang ini cerita tentang Kidzania Jakarta. Aku sudah tahu tentang Kidzania sejak tahun 2008, waktu aku bertemu seorang Narablog di Pasific Place (dan pertama kali juga ke PP). Sempat terpikir untuk mengajak Riku ke sana waktu itu, tapi diberitahu teman bahwa bahasa yang dipakai untuk penjelasan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, dan waktu itu Riku belum mahir berbahasa Indonesia.
Waktu aku bertemu teman-teman Narablog di Pasific Place yang sudah kutulis di sini, Witcha sudah mengajak Riku dan Kai bermain di Kidzania…. selama 2 jam. Tentu saja KURANG! Jadi Riku merengek padaku, dan berkata: “Mama, aku ngga usah diajak ke tempat mainan lain deh. Aku mau ke Kidzania aja”
Nah, sambil cari waktu yang pas, aku chatting dengan biudanya Egi dan Abang, si Nicamperenique pada hari Minggu , tgl 31 Juli. Karena tanggal 1 Agustus itu libur awal puasa, 3 keponakanku libur. Egi dan Abang juga libur. Kesempatan untuk melaksanakan rencana main bersama (sambil kopdar dengan si misterius Nique). Awalnya kami mau pergi ke Bandung. Heran juga kenapa tidak ke Pasirmukti, padahal aku ingin pergi ke sana loh…. Oh iya aku memikirkan Niquenya puasa, jadi kalau pasirmukti, panas-panas kan kasihan dia. Puasa pertama lagi. Dan aku juga tidak sanggup menjaga 5 anak sekaligus — Riku (8th), Kai (4th), Dharma (11 th), Sophie (8th), Kei(6 th) — di alam terbuka. Jadinya diputuskan untuk pergi ke Kidzania saja.
Dengan beberapa miskomunikasi, kami akhirnya bisa berbaris antri di depan kasir Kidzania pukul 9 pagi. Anak-anakku (termasuk sepupu mereka, berlima), tentu saja BISA TENANG menunggu di antrian. Kupikir sambil menunggu Nique aku antri saja, karena begitu sampai di kidzania itu cukup banyak orang yang antri. Salah perhitungan. Kupikir awal puasa pasti sedikit orang, tapi ternyata cukup banyak sekolah yang libur, dan anak-anak yang datang separuh diantar orang tua, separuh lagi diantar pembantunya! Duh…. Dan anak-anak yang antri di depan dan belakang kami itu ampuuuuun deh pecicilannya. Resek! Ngga biasa antri. Ngerti sih bahwa antri menunggu itu (dan cukup lama) menyebalkan bagi anak-anak. Tapi buktinya anak-anakku buktinya bisa loh. Calon-calon penerus bangsa ini kalau tidak diajari antri, ya susah lah. Ibu -bapaknya juga harus menunjukkan bahwa antri itu “peraturan”. Susah lah menyuruh anak-anak antri kalau ibu bapaknya duduk di luar barisan dan menyuruh pembantu yang antri. Bener deh, kesel memikirkan masa depan negara kita dilihat dari antri saja!
Untung sekali pas giliran kami maju ke counter, Nique sudah sampai, sehingga bisa cepat-cepat pakai “gelang” tanda masuk segera, dan bisa masuk wahananya. Di pintu masuk, tas-tas diperiksa apakah membawa makanan dan minuman tidak. Memang di sini tidak diperbolehkan membawa makanan/minuman dari luar. Dan you know lah, makanan dan minuman di dalam pasti lebih mahal dari biasanya (baca juga: Comparison) , dan ini memang akalnya pengusaha kan? Ngga ngerti apa istilahnya, tapi konsumer yang paling mendatangkan keuntungan adalah lapisan anak-anak. Mana ada orang tua tega membiarkan anak-anak “ngiler” di dalam? Susah dong meredam rengekan anak-anak kecuali dengan membelikan mereka yang diminta, tanpa ba-bi-bu. Untung saja kecuali Kai yang tidak bermain, anak-anakku tidak ada waktu untuk berpikir minta dibelikan ini-itu (Mungkin adikku juga sudah wanti-wanti anak-anakknya :D)
Well, aku pertama kali masuk ke Kidzania, dan cukup terperanjat dengan konsep mereka. Bagus! Memang anak-anak dilatih untuk mandiri, mengenal banyak pekerjaan yang ada di dunia nyata (meskipun tidak semudah itu ya nak heheheh). Juga bahwa jika mereka kekurangan uang (kidsos) untuk masuk ke wahana permainan yang butuh uang masuk, mereka harus “bekerja” untuk mendapatkan uang. Salah satunya ya dengan menjadi pencuri atau polisi di atas tadi 😀
Dan seperti yang sudah Witcha tulis di blognya waktu antar Riku dan Kai pertama kali ke Kidzania. Dua anak Jepang ini kan masih sulit bahasa Indonesianya, jadi aku sempat khawatir waktu mereka harus ke “Bank” pertama kali untuk mengambil “gaji pertama” mereka dan membuat akun/rekening bank. Yang lucu, aku mengkhawatirkan Kai yang notabene belum bisa sama sekali bahasa Indonesia, padahal dia yang paling cepat selesai! Dia langsung sebut namanya keras-keras, “MIYASHITA KAI” dan menunjuk tangannya 4 jari. 4 tahun! hihihi. Ngga tahu deh, kenapa justru kakaknya yang lama, mungkin karena dia tahu bahasa Indonesianya setengah-setengah ya? Well, aku dan Nique dan Aa, suaminya menunggu di luar Bank dengan cemas. Egi agak rewel pertamanya, karena dia memang masih manja dan malu bertemu dengan teman baru. Mengantar 7 anak memang sulit bo! (apalagi 20 mel hahaha)
Setelah selesai acara pertama, mengambil gaji di Bank, langsung deh anak-anak mencar dengan keinginannya masing-masing. Aku sudah tidak peduli Riku, Dharma dan Sophie mau ke mana. Egi yang nempel dengan abang padahal abang maunya nempel sama teman seumurannya Riku dan Dharma. Yang tadinya terbagi menjadi dua grup, bisa menjadi 3 grup dan Kei, anak bungsu adikku yang paling “nyentrik” sendiri, diam-diam dia pergi ke sana-sini sendirian. Hebat euy. Kai tentu saja nempel dengan mamanya. Kai hanya sempat membuat SIM, dan tidak mau mencoba bermain apa-apa meskipun sudah kubujuk-bujuk.
Repot menemani Kai, sambil mengambil foto anak-anak, sambil ngobrol dengan Nique…. mana tidak ada tempat duduk di depan wahana-wahana itu. Suatu saat saking capeknya berdua Nique duduk selonjoran di lantai hahaha. Eh tapi … tapi, kami sempat keluar sebentar sekitar pukul 12:30 untuk KOPDAR bersama mas/inyiak/om NH18 selama 30 menit! Bisa baca laporannya di sini dan di sini.
Pemadam kebakaran, tuning mobil, car-race, pekerja konstruksi, polisi, pengadilan, dokter gigi, suster, bakery, apalagi ya? … semuanya di lantai 1. Padahal sepertinya di lantai 2 masih banyak permainan lain. Tapi ogah ah kalau disuruh antar lagi ke Kidzania. Meskipun aku tahu, dibanding dengan disneyland, unsur pendidikan di Kidzania lebih banyak. Anak-anak sih enak bisa bermain, tapi orang tuanya bengong tak terkira. Tidak ada makanan yang enak juga sih di dalam. Coba ada bakso, sate padang, mpek-mpek, ketoprak, es shanghai, es teler dkk dijual di situ… aku mau nganterin 10 anak lagi hahaha.
Senang sekali melihat keceriaan ketujuh anak-anak ini. Tak tampak sama sekali rasa capek di muka mereka, padahal aku begitu sampai rumah, langsung teler…tidur sampai keesokan harinya. Duh aku ngga bisa ngebayangin deh kerjanya guru TK hehehe. Hari itu benar-benar isseki nichou (satu batu dua burung) atau peribahasa bahasa Indonesianya : Sekali mengayuh dua tiga pulau terlampaui. Selain bermain, anak-anak bisa belajar dan bersilaturahmi. Selain antar anak-anak, aku dan Nique bisa kopdar. Ah… kapan lagi bisa begini ya? Tahun depan kita kemana ya Nique? Semoga….
Menjawab pertanyaan Arman: Kidzania dimulai di Mexico, dan sampai sekarang ada franchisenya di beberapa negara, dan kelihatan akan berkembang lagi. (sumber : wikipedia)
KidZania Mexico City, opened in September 1999 as La Ciudad de los Niños, rebranded KidZania La Ciudad de los Niños
“Aku Ingin Pergi Jauh” Tooku e ikitai 遠くへ行きたい! adalah sebuah acara televisi yang menayangkan perjalanan orang-orang ke sebuah tempat. Program televisi ini sudah berjalan selama 35 tahun! Bayangkan 35 tahun setiap hari minggu pagi dari jam 7:30 sampai 8:00. Dimulai bulan Oktober 1970. Pasti ada Blogger yang bahkan masih menari-nari di awan alias belum lahir (Jeunglala aja belum lahir tuh). Program ini mengajak pemirsa pergi ke tepat-tempat di seluruh Jepang. Toko, Restoran, penginapan, wisata dan lain-lain. Pokoknya enjoy deh.
Tapi biasanya dalam program acara yang memperkenalkan suatu tempat, pasti akan diberitahukan cara untuk pergi ke sana, nama toko/penginapan atau restoran yang dituju, bahkan harga makanan/ tempatpun ditampilkan. Tapi khusus untuk program ini sama sekali tidak diberitahukan dimana, nama toko, harga dsb. Hanya diberitahu prefektur dan kotanya saja. Tapi tentu saja dari papan nama toko atau bentuk rumah dll ada tersirat hintsnya. Kata produsernya, biar acara kami seperti itu, karena jika orang bener-benar mau mengadakan perjalanan, maka mulai dari mencari informasi tempat dsbnya itulah perjalanan dimulai. Hari minggu lalu tgl 25 Januari 2009, program ini mengetengahkan prefektur Kanazawa yang terkenal dengan taman Kenroku yang tertutup salju. Saya belum pernah ke Kanazawa, padahal lumayan dekat dari Tokyo. Mungkin akan masuk dalam list perjalanan saya bersama dengan kota Nagasaki.
Anda ingin pergi jauh?
Well sebetulnya saya tidak ingin pergi jauh. Meskipun Belanda dan Spanyol ada dalam list saya. Saya justru ingin pergi mendalami tempat-tempat yang ada di sekitar saya. Masih banyak yang belum saya ketahui tentang Indonesia dan Jepang. Mungkin musim panas nanti kami tidak bisa pulang ke Indonesia dan akan berwisata di Jepang saja. Karena itu dalam kesempatan pulang kampung Februari nanti, saya berencana untuk pergi ke Yogyakarta. Paling tidak saya ingin memperlihatkan Borobudur yang termasuk World Heritage itu pada Riku sehingga dia bisa bercerita pada teman-temannya di SD nanti. Yang pasti dia bisa membanggakan diri karena dia sudah pernah pergi ke Yogyakarta, padahal papanya belum pernah.
Seperti tujuan program TV “Aku ingin pergi jauh”, perjalanan dimulai sejak mencari informasi. Kali ini saya dibantu oleh Uda Vizon, Wita, Lala juga Mbak Tuti dalam mengumpulkan informasi. Yang sudah pasti itienary perjalanan saya adalah:
Tgl 23 Februari, KOPDAR bersama writer dari Surabaya. Direncanakan sih makan siang, di daerah Sudirman/Thamrin, JAKARTA. Supaya banyak ibu-ibu seperti Jeng Rhainy dan calon ibu Reti juga bisa ngumpul. Jangan lupa bawa bukunya Lala + bolpen untuk tanda tangan (+amplop yang tebel juga boleh). Tadinya the famous Lala mau pulang ke SBY malamnya, tapi kayaknya bisa diundur, jadi mungkin bisa dilanjutkan sampai malam dengan karaoke dsb dsb. So, yang mau ikutan daftar ya (kirim email aja)… biar bisa dicarikan tempat yang enak nih.
Tanggal 7-8-9 Maret Kopdar+Wisata Yogya with Lala dan EM+Riku. Acara yang sudah pasti adalah tanggal 7 Maret pukul 15:00-17:00 “Bermain Bersama Bocah Kweni” yang diarrange Uda Vizon. Untuk latar belakang silakan baca postingan Uda yang ini. (Kalau ada yang mau titip sesuatu untuk anak-anak ini, saya bisa membawakannya)
Lalu tanggal 7 Maret pukul 18:00 Kopdar Yogya, makan malam bersama di Resto Taman Pring Sewu. (Kalo masih kuat mungkin karaoke sampai pagi hehehe). Tanggal 8-9 diplot untuk wisata, tapiiiii tergantung bangunnya jam berapa. SO… siapa saja yang mau ikut… baik ikut wisatanya, atau main bersamanya atau makan malamnya hubungin kami ya. (email saya atau Lala atau Uda Vizon). Nanti kami beritahukan lagi detilnya via sms)
Saya masih mengumpulkan bermacam informasi, tapi kalau di antara teman-teman ada usul (misalnya tempat yang jual bakwan malang enak di mana gitu — loh Yogya kok nyari bakwan malang hehehe). Maklum saya paliiiiing suka bakwan Malang (Tahun depan kudu ke tempat dewisang deh)
Ya, rencana saya pergi jauh kali ini adalah Yogyakarta tuh. (Padahal kalau lihat di peta ngga jauh juga ya)
Dulu kita sering bermain kata seperti ini, untuk menamai penyakit yang tidak jelas. Lalu dikatakan obatnya adalah Bodrexsun…. Well, yang pasti penyakit ibu saya bukan itu. Memang dia terkena stroke (ringan- yang kedua kali,setelah pertama th 1999), tapi tidak terbaca oleh CT Scan, entah apakah masih mau dicari dengan MRI. Tapi setiap hari dia mendapat obat pengencer darah yang disuntik. HB mama memang tinggi, yaitu 18, seperti yang pernah saya tulis di Transfusi Darah bahwa mama dan saya menderita mempunyai keturunan thalasemia. Entah karena itu, entah karena stress atau yang lainnya, masih belum diketahui dokter. Tapi memang kondisi darah mama buruk. Hari pertama masuk RS, mama merasa mukanya “bebal/beku” untung segera diberi obat suntik pengencer darah, sehingga tidak menjadi parah, tetapi imbasnya pada hari keempat, kaki kanan tidak bisa digerakkan.
Sudah 10 hari lebih mama dirawat di RS, dengan dijaga oleh adik perempuan saya Novi dan tante Diana, adik papa bergantian. Papa tentu saja juga menjaga di siang hari, selain juga menjadi seksi akomodasi serta pembantu umum… ya urusan logistik deh. Dan pekerjaan menunggu orang sakit pastinya melelahkan, akibatnya papa mengalami “gikkuri goshi” bahasa Jepangnya atau bahasa kerennya Low Back Pain. Tapi berkat Tuhan, semua masih sehat dan mamapun berangsur pulih.
Adalah hari minggu pagi lalu, kalau boleh saya katakan merupakan titik pemicu kesembuhan mama. Jam 8 pagi saya “berendap-endap” datang dengan papa memasuki kamarnya. Papa bilang,”Ma, ada yang mau ikut berdoa bersama, nanti mama dapat hosti, dia mau minta secuil boleh?”… “Oh boleh saja”…. Dan saya masuk langsung memeluk mama. Really, saya sedih melihat mukanya yang pucat dengan uban yang jelas terlihat di kepalanya… hmmm sudah lewat waktunya untuk mengecat rambut. Saya ciumi dia… tapi…. dia tidak bicara apa-apa. Saya tahu dia belum sadar saya itu siapa. Sama seperti waktu pertama kali dia datang ke Jepang dalam keadaan stroke, tidak mengenali orang. (nanti saya cerita ttg ini di postingan lain).
“Mama tahu saya siapa?”
“Tahu dong….. (tapi tidak menyebutkan nama)”
“Bener tahu saya siapa?”
Lalu dia raba muka saya ….(ahhh de javu lagi…. di suatu saat yang lalu)
“Loh….Kok BISA?”
“Bisa apa?”
“Kok kamu datang?”
“Ohhh tidak boleh datang? Ya sudah saya pulang saja….”
Dan dia tertawa lebar… sementara saya mengusap air mata yang sudah mengalir sejak pertama saya peluk dia. “Anak-anak mana?”
“Ada, di rumah…. di jakarta … kami sampai tadi malam jam 10 malam naik SQ”
“Ya Ampun….Imelda…..”
Minggu yang ceria……..
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Well, I like surprises. Untung mama dan papa yang memang berpenyakit jantung tapi selalu kuat menghadapi surprises dari anak-anaknya. Ini kali kedua saya datang tanpa memberitahukan kedua orang tua saya. Kali ini hanya adik saya, Novita yang mengetahui rencana saya. Hanya untuk meyakinkan bahwa saya ada tempat menginap. Sedangkan papa pun baru mengetahui beberapa saat sebelum Chris, adik ipar saya akan menjemput saya di bandara. Itu pun karena Chris ingin menukar mobil sedan dengan mobil kijang, karena dipikir saya banyak membawa barang seperti biasa (padahal 1 koper saja tidak penuh, hanya sempat masukkan baju saya, riku dan kai dan perlengkapan Kai seperti susu dan pampers).
Saya beruntung mempunyai suami yang baik(愛しているよ), yang mendorong saya untuk pergi meskipun saya yakin waktu itu mama tidak parah, tapi daripada ada apa-apa dan menyesal….. Gen bilang (dalam bahasa Indonesia) ,” pergi aja, pasti mama senang… Nanti pikir lagi soal natal” Karena sebetulnya saya bingung mau pulang sekarang atau nanti kalau Natal. Untung saya dan Gen selalu punya pikiran yang sama, apa yang bisa dilakukan sekarang, lakukanlah sekarang — kalau mau pinjam perkataan Aida Mitsuwo, “Ima ga Daiji” (The important thing is NOW). Well, terima kasih sayang…
Memang saya tidak bisa ikut bantu jaga malam, dan tidak bisa lama-lama di RS karena anak-anak di bawah 13 tahun dilarang masuk ke RSPP. Tapi seakan hanya dengan mengetahui bahwa putri tertuanya ada di Jakarta saja, sudah membuat mama bersemangat, sampai-sampai kemarin siang Dokter mengatakan,”Kok kaki kanannya sudah bisa gerak dengan cepat begini…. Fisioterapi ya Bu…” Semoga, sebelum saya pulang kembali ke Jepang, Mama bisa keluar dari RS. Amin.
So, teman-teman semua…siapkanlah selalu di saku Anda, Bodrexsun yang bisa Anda bagikan pada orang-orang terkasih di sekitar Anda yang mungkin membutuhkannya, atau menderita penyakit Malarindu Tropikangen ini.
Do you like surprises? Or do you want me to surprise you? I’m the expert lol.
Kalau di Jepang, hanya pada hari Minggu Riku bisa berjalan-jalan di luar. Hanya untuk berjalan ke dry cleaning dengan bapaknya, lalu mampir ke taman-taman yang banyak tersebar di dekat rumah kami. Atau kadang-kadang drive sampai suatu tempat dan jalan-jalan. Tidak pernah ada kebiasaan jalan pagi. Tentu saja itu juga karena setiap hari sibuk dengan pergi ke TK dsb. Tapi meskipun sedang libur pun, tidak bisa pada hari biasa. Karena saya tidak bisa menemaninya. Begitu keluar apartemen kami, langsung jalan sedang sehingga benar-benar berbahaya jika anak-anak keluar sendiri.
Selama liburan di Jakarta setiap hari Riku jalan pagi dengan Opanya. Kadang ditemani Kei-chan anaknya Novi. Dua hari yang lalu, karena Kai juga sudah bangun pagi, kami semua berjalan pagi di depan rumah. Hmmm andaikan suasana hijau di depan rumah saya ini ada di Jepang juga. Mungkin memang saya harus pindah dari apartemen yang sekarang. Dan mencari perumahan yang masih terletak di bagian dalam wilayah saya. Saya tidak mau pindah dari Nerima-ku. Karena wilayah ini amat sangat memperhatikan kesejahteraan dan pendidikan bagi anak-anak. Setiap bulan ada tunjangan dari pemerintah daerah sebesar kurang lebih 5000 yen (400.000 rupiah) per anak. Belum lagi tunjangan kesehatan gratis sampai dnegan anak itu berusia SMP. Lingkungannya juga masih asri, dengan ladang-ladang sayur di sekitar kami. Desa dalam kota, demikian kami menyebutkan wilayah ini. Nerima-ku terkenal sebagai penghasil Daikon (lobak).
(Di dalam taman pembatas ada ayunan dan sedikit tempat bermain minimum. Masih jauh dari cukup, tapi daripada tidak ada…. Dulu waktu saya kecil, sama sekali tidak ada ayunan atau space bermain seperti ini.)
(riku di depan mobil pulisi endonesah hehehe….–kanan adalah foto kolam ikan yang kering sejak maraknya demam berdarah dan setelah gempa meretakkan dasarnya (ingat postingnya Mas trainer yang mana yah….) )
(Dengan 5 cucu nya Opa…rumah kami penuh dengan mainan, teriakan anak-anak dan kadang tangisan manja atau berkelahi…heboh deh pokoknya. Karena itu kami menamakan rumah kami TK mtb. )