Bisa membayangkan perangko meteran? Perangko yang panjaaaang sekali? Sebetulnya namanya Meter Stamp. Aku cari nama ini cukup lama, dan akhirnya ketemu.
Selain perangko yang biasa kita lihat, kadang ada seperti kertas tempelan dengan harga, nama negara, tanggal-bulan-tahun dan kadang kalau dari Jepang ada sedikit ilustrasi, dan capnya biasanya berwarna merah. Nah, kertas pengganti inilah yang disebut Meter Stamp. Biasanya alatnya dimiliki kantor pos atau perusahaan besar, dan harganya bisa disesuaikan dengan berat amplop yang akan dikirim. Keuntungannya tentu saja menghemat tempat. Bayangkan jika biaya pengiriman 1000 yen, tapi dari perangko misalnya @ 100yen. Sepuluh perangko memenuhi amplop, dan tentu merepotkan pengecapannya. Sedangkan kalau pakai Meter Stamp cukup satu lembar saja.
Kekurangan penggunaan Meter Stamp yaitu tidak bisa dibeli di sembarang tempat. Jadi amplop yang akan dikirim harus dibawa ke kantor pos untuk ditimbang dan langsung ditempelkan saat itu juga. Selain itu bagi kolektor perangko, Meter Stamp sama sekali tidak menarik! Meskipun ada beberapa orang yang mengumpulkan Meter Stamp dengan maksud mengumpulkan “cap”nya, kebanyakan kolektor tentu saja lebih senang mengumpulkan perangko biasa yang lebih beragam. Namun penggunaan Meter Stamp itu sudah disetujui UPU (Universal Postal Union) sejak tahun 1920, dan mulai digunakan secara luas sejak 1922.
Eh, tapi bicara soal meteran, aku jadi iseng ingin mengetahui apakah ada perangko yang terbesar di dunia ya? Dan ternyata ada! Perangko dari Mongol yang diterbitkan tahun 2004 ini besarnya 1 sheet :29×19,9cm terdiri dari 9 perangko, dan yang terbesar itu ukurannya 18,6×13,5cm. Dan harganya sekitar 1500 yen (Rp150.000 ) . Konon perangko ini memang dibuat untuk mengumpulkan dana untuk pendidikan. Sayang sulit mencarinya, masak aku mesti ke Mongol :D TAPI kalau mau dipakai pun, perangko ini pasti memenuhi satu amplop 😀
Nah, bukan Imelda kalau tidak cari perangko terkecil di dunia deh 😀 Dan aku temui keterangan bahwa perangko terkecil berukuran 1,5 x 1,5 cm dari India. Tapi ada juga sebetulnya yang berukuran 1,2 cm x 1,3cm dari Colombia dan 1,2cm x 1,2cm dari Jerman. Tapi ternyata sudah ada peraturan dari Universal Postal Convention bahwa perangko itu harus lebih besar dari 1,5 x 1,5 cm. Jadi yang India itu sesuai peraturan ya.
Kalau ditanya hobi umumnya orang akan mengatakan : baca buku, masak, makan, gowes/ jalan-jalan, dan …koleksi. Nah, kalau koleksi itu memang bisa macam-macam tidak terbatas (asal jangan koleksi pacar aja yah :D). Aku sendiri punya koleksi macam-macam. Koleksi perangko, kartu pos, gantungan kunci, pernah coba ikut teman yang mengumpulkan tissue hotel/restoran akhirnya dibuang, sekarang mengumpulkan koin dari negara yang pernah dikunjungi tapi kalah (jauh sekali) dengan mama. Sekarang koleksiku tidak pernah bertambah lagi 😀
Kali ini aku ingin bercerita tentang hobi baru keluarga kami, terutama Riku. Tidak jauh dari koleksi sih, tapi cukup sulit untuk mendapatkannya. Bermula dari pelajaran menangkap kupu-kupu yang diikuti Gen dan Riku pada liburan Golden Week yang lalu, mereka menjadi rajin mengikuti acara “hunting” kupu-kupu. Kelompok yang sama (Perkumpulan Henri-Fabre Jepang) pada tanggal 15 Mei yal mengadakan hunting ke daerah Okutama, pegunungan yang berada di sebelah barat Tokyo. Kalau naik kereta dari rumahku makan waktu 2 jam. Lumayan jauh tuh.
Karena belum pernah pergi ke daerah Okutama inilah, maka Gen mau melihat juga apa saja obyek wisata yang bisa dikunjungi sebagai getaway kami. Jadilah aku mengantar Gen dan Riku pukul 6:30 pagi naik mobil ke stasiun terdekat rumahku. Dan berdasarkan laporan mereka, daerah pegunungan itu cukup bagus, ada sungai yang jernih, ada tempat camping dan barbekyu yang bernama American Village, dan sebuah gua wisata. Suatu waktu kami sekeluarga ingin pergi ke sana, jika cuaca dan kesehatan mendukung (masih belum sembuh benar nih).
Gen sengaja tidak menceritakan pada Riku sebelum berangkat bahwa mereka harus berjalan jauh, karena tahu Riku paling malas berjalan jauh. Tapi untunglah anakku ini bisa tahan dan mengikuti semua acara sampai selesai, dan tak lupa berpose di mana-mana (kalau ini pasti keturunanku :D)
Dia juga berhasil menangkap jenis kupu-kupu yang jarang didapat, yang bapaknya sendiri belum pernah lihat. Rupanya memang banyak terdapat di daerah itu. Ahlinya memang jauh lebih tahu.
Jadi kupu-kupu yang ditangkap dengan jaring itu, dimasukkan ke dalam kertas parafin segitiga. Sehari sebelum ke Okutama ini, mereka pergi ke toko khusus peralatan serangga di Nakano, untuk membeli kertas parafin ini. Memang jarang sekali kita bisa dapatkan kertas parafin di toko buku/peralatan tulis di Tokyo, harus pergi ke toko khusus.
Kertas parafin segitiga berisi kupu-kupu kemudian dimasukkan ke dalam kaleng segitiga. Kadang kupu itu masih hidup sampai di rumah.
Nah begitu sampai rumah sedapat mungkin kupu itu langsung “dibentuk” sebelum menjadi keras. Caranya dengan meletakkan kupu diantara dua papan yang memang khusus untuk keperluan itu. Sayap kupu-kupu dilebarkan dan ditahan dengan kertas parafin yang dibuat seperti pita. Jarum pentul dipakai sebagai penahan kertas pita itu.
Kupu-kupu yang sudah dibentuk itu dibiarkan mengering. Kira-kira seminggu kupu itu dilepaskan dari papan dan dimasukkan dalam bingkai khusus. Hmmm mahal juga loh harga bingkai itu, ukuran sedang seharga 1500 yen (150.000 Rp). Aku sudah manyun aja kalau mereka musti beli bingkai lagi hehehe.
Tapi aku senang melihat Riku mempunyai hobi baru ini. Dia menjadi bertanggung jawab akan koleksinya, dan sangat berhati-hati dalam mengerjakan proses sampai dengan masuk bingkai. Masing-masing kupu di dalam bingkai diberi nama, kapan/dimana ditangkapnya. Dan tentunya jika sudah penuh bingkainya, aku kupajang di dinding rumahku. (Aku ingat dulu sempat membeli kupu-kupu kering di Bantimurung – Malino dan ingin kubingkai, tapi salah membeli bingkai lukisan 😀 )
Ah, aku juga mau cari hobi baru ah…. Ada usul? 😀
Syaratnya: ngga mahal (gratis lebih bagus), ngga lama (bosenan), ngga perlu pakai kaki dan tangan sekaligus (dua-duanya tidak akan bisa bersatu di Imelda, jadi jangan suruh aku dansa 😀 ), dan ngga makan tempat (apartemenku sekecil kandang kelinci euy & ngga ada taman) …..
ada ngga yah yang memenuhi syarat :)?
Selama ini aku ingin coba:
1. Main Wadaiko (genderang Jepang), ini capek bo… tujuannya biar kurus 😀 tapi tidak ada di dekat rumahku
2. Kaligrafi Jepang (pernah coba, ngabisin kertas dan belum ketemu guru yang mantap)
3. Keramik (ntar deh ini kalau anak-anak udah besar)
Kalau kamu ingin coba apalagi sebagai hobi (baru) ?