(Tulisan ini bukan untuk melengkapi series PERTAMA nya Eka loh hihihi)
Kencan itu biasanya kan antara laki-laki dan perempuan. De-to kalau bahasa Jepangnya (lafal japlish dari date). Bisa pergi ke luar rumah atau mendekam di rumah saja. Kalau ditanya kamu kencan pertama kapan? wahhh ngga bisa jawab deh. Karena jaman dulu kan strict banget, mana bisa pergi berdua-dua. Atau didatangi rumahnya oleh satu cowo aja. Kalaupun mau, bertandang ke rumah perempuan biasanya serombongan. Dan dalih yang paling ampuh adalah “belajar bersama”. Waktu SMP, cara ini sering kami lakukan. Buat kelompok belajar dan biasanya sesudah jam sekolah akan berkumpul di rumah salah satu anggota. Tapi yang terbanyak berkumpul di rumahku, karena yang paling dekat dari sekolah.
Kemarin aku kaget sekali, karena tiba-tiba pukul 4 sore, Riku mengajak seorang teman perempuan ke rumah. Aku sedang mengetik di laptop dan terdengar percakapan mereka, di pintu rumah,
“Silakan masuk”
“Mama kamu ada?”
“Ada tuh lagi kerja”
“Mama… ini aku ajak teman…” Aku bengong. Loh…cewe. Tadi memang ada telepon dari temannya Riku untuk janjian bertemu di sekolah. Mau main bola katanya. Dan aku sempat bicara dengan ibunya, yang mengatakan mulai jam 3 saja ya. Jadi jam 3 Riku pergi ke sekolah untuk bermain bola. Jelas aku pikir temannya laki-laki (setelah si cewe pergi aku bilang soal ini pada Riku, dan dia jawab,”Emangnya perempuan ngga bisa main bola?” Nah loh….yang gender siapa? ternyata mamanya!!! hiks)
Aku langsung menyambut si cewe ini dengan ramah…
“Namanya siapa?”
“Aska (samaran)”
Lalu Riku meminjamkan mainan DS nya sedangkan dia sendiri mulai menggambar. Oi oi jadi berdua berpunggung-punggungan deh. hihihi.
“Aska mau minum apa?”
“Apa aja yang ada” (ngga ada apa-apa sih palingan teh…)
“Teh dingin mau?”
“Mau”
Jadi aku buatkan teh dingin… tau-tau Riku minta cocoa dingin. Huh cerewet. Coba ngga ada Aska aku udah omelin hahaha.
Akhirnya cocoa dingin selesai untuk Madam Aska dan Mister Riku.
Aku kembali kerja dan sekitar jam 5 Aska pamit.
“Saya pamit”
“Hati-hati ya…” sambil antar ke pintu, tapi ternyata Riku juga ikut keluar. Loh???
“Aku anter Aska dulu sampai rumah”
Woooooowwwwwww gentleman! Hebat! Ngga ngerti aku dia tau dari mana tuh, bahwa harus antar cewe sampai rumah. Good boy!
Sekitar 15 menit, telepon berdering.
“Saya ibunya Aska”
“Oh iya, tadi Aska main ke sini”
“Hmmm tadi Aska cerita bahwa dia dapat minuman botol coca cola dari Riku dan uang 100 yen.”
%$'(‘&(=)(‘(%&# ngga ngerti…
“Tadi memang saya buatkan minum kok…”
“Aska bilang katanya jangan cerita tapi …Riku membelikan minuman untuk Aska. Saya ngga enak jadi mau kembalikan uangnya.”
“Oh…saya tidak tahu ceritanya. Tapi kalau Riku belikan ya sudah tidak apa-apa tidak usah diganti. (Tapi orang Jepang TIDAK BISA, harus ganti uangnya karena tidak mau merepotkan orang lain dan menimbulkan giri –hutang budi–) Tapi kalau Anda kepikiran nanti saja kalau bertemu di sekolah tanggal 17 ya”
“OK kalau begitu nanti saja tanggal 17 (peda pertemuan orang tua murid)”
Setelah telepon ditutup aku interogasi Riku. Rupanya dia mengambil uang sakunya 500 yen, lalu membeli 2 minuman botol seharga @150. Kembaliannya ada 2 lembar 100 an. Karena Aska tidak punya uang, dia kasihkan 1 lembar itu ke Aska. LOH?
Memang kalau dipikir aneh, tapi ya menurut Riku wajar kali ya. Pemurah banget Riku … Tapi saya jelaskan padanya, bahwa tidak boleh memberikan uang ke teman, karena belum tentu orang tuanya senang anaknya menerima. (Susah deh di Jepang, setiap tindakan harus dipikirkan dampaknya) Tentang membelikan minuman tidak apa-apa tapi jangan kasih uang. Mulai sekarang Riku harus kasih tahu menggunakan uang untuk apa saja ke mama.
Tadi di atas aku katakan uang saku, tapi sebetulnya itu bukan uang saku. Itu memang uang Riku yang diberikan oleh kakek neneknya waktu tahun baru (Angpao). Aku tidak (belum) memberikan uang saku pada Riku. Tapi aku memberlakukan sistem “upah”, untuk mengajarkan Riku betapa berharganya uang. Setiap sen yang dia pakai (minta) adalah hasil kerja keras. Jadi aku membuat perjanjian dengan Riku yaitu, setiap dia membuang sampah 1 kantong ke tempat pengumpulan sampah apartemen kami, maka akan mendapat 10 yen. Semacam arbaito tapi bukan (ada hukum tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur, sehingga sistem seperti ini pun bisa saja membuat aku dihukum oleh hukum Jepang… hiiii ngeri… nanti kejadian seperti Ibu Prita lagi). Berapa kali dia harus membuang sampah supaya bisa membeli minuman kaleng jus yang seharga 120 yen? 12 kali! dan dia tahu sulitnya bekerja membuang sampah 12 kali. Sekaligus dia bisa belajar berhitung juga. (Well dia lambat membaca dan menulis, tapi cepat sekali kalau ditanya penambahan loh. Padahal belum belajar penambahan di sekolah hihihi ) Sekali mengayuh dua tiga pulau terlampaui! (Dalam bahasa Jepangnya Isseki nichou 一石二鳥)
Malam hari aku ceritakan kejadian hari itu pada Gen, dan dia berkata,
“Wow …Riku… cewenya cakep ngga?”
“hahaha… mayan lah… aku ambil foto kok, pake ijin mereka”
“Jangan kamu pasang di blog ya”
“Tentu….”
Jika aku memasang foto mereka berdua akan menjadi pelanggaran privacy di Jepang, kecuali aku blurkan wajah si cewe. Karena aku belum mendapatkan ijin orang tua si cewe untuk memasang di blog.
So, beginilah cerita kencan(?) pertamanya Riku, or cerita dia mengajak cewe ke rumah. Tapi setelah itu aku ingatkan Riku sekali lagi, “Tidak boleh mengajak teman baik laki-laki atau perempuan ke rumah kalau mama tidak ada”. Karena Riku punya kunci rumah… dan bahaya juga membiarkan anak-anak tanpa pengawasan orang tua di rumah.