Taman Nasional untuk Keluarga

6 Jul

Hari Minggu (5 Juli) kemarin… semua bangun pagi. OK, hari ini kita mau jalan-jalan dengan syarat murah meriah, jangan terlalu jauh. Banyak alternatif, termasuk mau ke pantai di daerah Kanagawa dan kebun binatang Tama karena Kai belum pernah pergi melihat pantai dan binatang. Tapi… jauh. Memang sih kemarinnya aku sempat bilang pergi ke Taman yang dekat rumah, Taman Shakuji Koen. Tapi kok agak bosan ya? Pengennya sih cari bunga Ajisai (Hydrange) sebelum musim Ajisainya habis, tapi untuk ke Toshimaen juga malas.

Jadilah kita pergi ke Tachikawa, Showa Memorial Park yang terletak kira-kira 30 menit bermobil dari rumah kami, 45 menit karena macet. Aku sendiri sudah pernah ke sini, waktu ada acara Kebaktian Padang dari Keluarga Masyarakat Kristen Indonesia, September tahun lalu. Tapi Gen belum pernah, sehingga dia cukup enjoy pergi ke sini.

Taman ini adalah taman nasional yang dikelola untuk negara, yang maksud pendiriannya untuk memperingati 50 th Kaisar Showa menjadi Kaisar/ Tenno. Taman seluas 180 ha ini hampir 90% dibuka untuk umum. Tadinya aku pikir Taman ini adalah taman milik negara yang terluas, eee ternyata masih ada yang lebih luas lagi yaitu hampir 5 kali lipatnya di daerah Osaka. Tapi kalau di Tokyo aja sih emang yang paling luas.

Kami parkir mobil di parkiran yang disediakan oleh pengelola dengan biaya 820 yen/hari. Lumayan lah kalau dibanding dengan biaya parkir Disneyland yang 2000 yen/hari. (Ya ngga bisa dibandingkan juga hiburannya kan lain heheheh). Lalu kami berjalan ke pintu Gerbang Tachikawa, membeli karcis masuk taman seharga 400 yen untuk orang dewasa,  dan 80 yen untuk anak SD/SMP.

Ternyata waktu kami memasuki pintu gerbang itu, ada disediakan meja dengan kertas tanzaku untuk menulis permohonan, untuk menyambut tanabata festival tanggal 7 Juli nanti. Riku langsung menulis di tanzaku tersebut, dan aku temani karena kadang dia masih lupa bagaimana menulis hiragana untuk huruf tertentu. Dan aku tertegun waktu dia menuliskan “Shizen ga zutto arimasuyouni” “Semoga alam terus terjaga”…wah environmentalist banget si Riku ini, sambil merasa bangga pada anakku.

Setelah mengikatkan permohonan itu di ranting bambu yang tersedia, kami berjalan melewati payung dedaunan dari pohon yang amat teduh, menyusuri jalan dengan kolam  di tengah dan kami sampai di air mancur, di ujungnya. Ah bagi kami penduduk Tokyo yang terbiasa sempit-sempit,  senang seklai melihat lansekap yang begitu luas.  Kami terus berjalan memasuki areal taman, dan sampai di sebuah lapangan dengan halte kereta Park Train. Kereta mobil ini akan mengelilingi taman selama 40 menit, dengan biaya 300 yen/dewasa atau 150/anak. Mengingat taman yang luas ini, pasti kami tidak bisa mengelilinginya dengan berjalan kaki, jadi kami naik kereta ini untuk sekaligus mendengarkan penjelasan dari kondektur mengenai tempat-tempat yang kami lewati.

Akhirnya kami turun di Kodomo no Mori, “Hutan untuk Anak-anak”. Di sini ada pelajaran membuat sempritan dari daun. Tapi Riku lebih tertarik membuat prakarya di bengkel seninya. Jadi kami ke kantor pengelola dan di situ Riku diberikan 3 buah donguri (biji seperti blinjo) . Rupanya akan membuat hiasan totoro dengan memakai kayu dan buah pinus. Hmmm Riku memang suka membuat prakarya dari macam-macam. Sempat terpikir juga untuk membeli lem tembak.

Orang tua tidak boleh ikut masuk dlaam bengkel, sehingga kami menunggu di luar sambil memperhatikan kegiatan Riku. Tapi aku sempat bernarsis ria dengan Kai, membuat foto diri uhuyyy….

Dari Kodomo no Mori, kami berjalan ke arah pulang. Dan aku merasa sayang sekali batere camera dan batere HP habis bis bis jadi tidak bisa memotret pemandangan yang ada. Juga ketika Gen dan Riku naik perahu dayung selama se jam di danau yang ada. Aku dan Kai bete deh menunggu di dek, belum lagi Kai memanggil-manggil “Kakak… kakak…” dia cari kakaknya. Begitu dia lihat kakaknya sedang mendayung di kejauhan langsung kegirangan hehehe.

Kami pulang ke arah mobil sudah pukul 5:30. Tempat ini ditutup pukul 5, tapi diberikan tenggang wkatu sampai pukul 6 bagi pengunjung untuk keluar taman. Ya abis tamannya luas sekali, dari ujung ke ujung tidak cukup 1 jam heheheh.

Pulang mendekati rumah sudah pukul 7 malam, tapi langit masih terang. Wah benar-benar ciri musim panas, hari semakin panjang. Sebentar lagi musim festival kembang api, festival musim panas, tapi berbarengan dengan itu panas yang tak tertahankan ditambah lembab, juga suara berisik cicadas (semacam serangga seperti jangkrik) juga akan mewarnai musim panas di Jepang. Summer in Japan means…. (silakan lihat postingan saya yang lama-lama tentang musim panas di Jepang, pilih lewat index).

Well, hari Minggu yang melelahkan, tapi Gen merasa puas bisa melaksanakan kewajiban Family Service. Sebuah kata yang sudah menjadi bahasa Jepang, Famiri Sabisu, karena sibuknya ayah sehingga waktu untuk keluarga semakin sedikit.

Website Taman Showa Memorial Park dalam bahasa Inggris bisa dilihat di sini.

Catatan :

HTM 400 yen/ dewasa; 80 yen/SD-SMP

Park Train : 300/dewasa; 150 yen/anak

Perahu dayung : 600 yen/1 jam

Perahu kayuh : 700 yen/30 menit

Untung ada mas!

12 Nov

Tak terasa persis seminggu yang lalu saya kembali dari Jakarta ke rumah saya yang di Tokyo. Posting kali ini ingin menceritakan perjalanan pulang saya dengan Singapore Airline.

Pesawat dari Singapore ke Narita selalu berangkat jam 11 malam. Dari dulu saya selalu ambil pesawat malam ini, sehingga akan tiba di Tokyo keesokan hari sekitar pukul 7 pagi. Nah untuk bisa naik pesawat ini, dari Jakarta saya mengambil pesawat yang jam 7 malam, meskipun satu penerbangan lebih lambatpun masih cukup. Tapi mengingat saya travel dengan dua anak, jadi lebih baik ambil amannya saja. Saya tiba di bandara Cengkareng dari rumah sekitar jam 4  sore. Karena saya ingin mengurus pas masuk untuk pengantar supaya bisa mengantar saya sampai depan pintu boarding. Dulu ipar saya bisa mengurus itu dan mengantar sampai pintu boarding, tapi kali ini saya yang akan mengurus, karena saya pergi ke Cengkareng ini hanya diantar Andy, adik saya saja. (Biasanya satu RT antar sih ….huh hiperbolis sekali hehehe)

berfoto bersama mama sebelum ke bandara untuk pulang

Tetapi ternyata setelah saya tanyakan pengurusannya ke pejabatnya langsung, pengantar tetap hanya bisa sampai sebelum pintu Imigrasi. Yahhh sama juga bohong dong, karena jarak dari pintu imigrasi sampai pintu boarding itu masih jauh. Untung saya belum check ini sehingga saya memutuskan untuk masuk sendiri check in dan minta bantuan dari ground staff untuk bantu saya sampai boarding gate. Memangnya perlu bantuan?

Sebetulnya kalau maksa juga bisa, tapi karena berangkat malam, dan memang hari-hari sebelumnya saya kurang tidur karena urus Kai sakit, saya merasa butuh bantuan. Dan memang rupanya sudah terdapat request pelayanan dengan anak kecil ( 2 balita)  selama 3 kali yaitu di Cangkareng, dari imigrasi sampai masuk pesawat, kemudian waktu ganti pesawat di singapore dan waktu tiba di Narita. Well, waktu berangkat saya keras kepala tidak mau pake bantuan, tapi kali ini saya menyerah. Jadi begitu selesai check in, saya mengurus bebas fiskal. Waktu berjalan menuju loketnya, saya dihampir seorang pemuda, ground staff dari SQ. Bersama dia, saya mengurus bebas fiskal. Saya menulis formulir, sambil bergantian dia membantu melihat kai yang duduk di kereta bayi, dan menuliskan kartu imigrasi untuk saya (staff ini cakep tapi sayang tulisannya…. kaya cakar ayam heheheh). Tapi kalau semuanya saya kerjakan sendiri pasti butuh waktu yang lama.

Selesai bebas fiskal (karena saya penduduk LN, punya jatah 2 kali setahun bebas fiskal), kami menuju ke pintu imigrasi. Wuiiih enak deh, soalnya saya tinggal jalan terus, si staff ini yang urus 3 paspor kami. Setelah selesai kami berjalan ke pintu boarding, tapi karena cukup banyak waktu pintu boarding sendiri belum dibuka. Setelah dibuka, kami menuju ke ruang tunggu paling dekat dengan pintu menuju pesawat. Di situ saya sempat minta tolong dia tungguin Kai, sementara saya dan Riku pergi ke wc. Wahh untung sekali, karena…. biasanya ini menjadi masalah. Mau ke wc tapi tidak bisa sambil gendong bayi, atau bawa baby car sampai ke wc yang terletak di lantai bawah (Di bandara Cengkareng kan begitu semua). Waktu saya balik, saya pikir kai akan menangis karena akhir-akhir ini dia sering cengeng kalau tidak ada saya. Eh ternyata, si staff ditemani beberapa karyawan ground lain (laki-laki) sedang bermain dengan Kai. Suatu pemandangan yang khas Indonesia, karena sejujurnya tidak ada laki-laki Jepang yang akan sudi bermain dengan bayi. Dan sedikit perempuan muda Jepang yang bersedia menggendong bayi dengan rela. Di Indonesia, supir saja mau menggendong bayi. Hubungan manusia dengan bayi di Indonesia itu tidak ada duanya. Kita bisa melihat supir atau pramu wisma/baby sitter menggendong sambil mencium-cium seorang bayi. Skinship ini tidak bisa kita lihat di Jepang, not even between a baby and his/her mother in  public places. Memang alasannya karena tidak biasa.

Sambil menunggu waktu boarding, saya sempat mengirim sms dan telepon ke beberapa teman. Dan begitu pintu dibuka, kami diantar dengan staff cakep tadi ke dalam pesawat. Saya bisa melenggang dengan bebas, karena barang tentengan dibawakan si staff itu, saya cukup menggendong Kai saja, karena kereta bayinya dititipkan sbg cabin. Benar-benar tertolong. Perjalanan ke Singapore lancar.

Begitu sampai di Singapore, kami dijemput oleh seorang keturunan ground staff dari SQ di sana. Bersama-sama kami jalan menuju tempat point untuk memeriksa paspor dan tiket connecting. Saya diperbolehkan berjalan-jalan sebentar sebelum kami diantar ke terminal 3. Duty Free Singapore memang menggiurkan. Tapi kali ini saya hanya membeli rokok untuk Gen dan coklat, karena pikir tidak mau menambah tentengan. Sementara saya lihat-lihat, tiba-tiba seorang staff SQ yang lain menghampir saya, dan mengatakan “Its time”. Well kok cepat sekali, saya pikir. Ternyata….. kami ditunggu mobil golf yang biasa mengantar disable person. WOW, akhirnya kesampean juga naik mobil golf ini. Supirnya seorang wanita melayu berbadan besar, yang cukup gradak-gruduk hehehe. Riku sangat senang bisa naik mobil itu. Dan rasanya memang seperti naik jet coaster, saya rasa pasti tidak lebih dari 20 km/jam, tapi rasanya sih cepat sekali. Terasa desiran angin yang menerpa muka dan rambut. Saya pikir kalau naik mobil ini pasti cepat sampai….. tapi ternyata… tidak. Ada mungkin 10 menit lebih kami meliuk-liuk melewati gate-gate penerbangan. (tentu saja terkadang diiringi mata iri penumpang lain yang sedang berjalan kaki). Baru kami sampai di Gate no XX (lupa euy) di terminal 3, terminal baru Bandara Changi yang katanya baru dibuka Februari tahun ini. Waaah bener deh, ngiriiiiii, besaaaaarrr, modernnnnn, (ada tempat ganti pampers bayi dan air panas untuk buat susu segala. Mungkin terminal ini juga untuk mengimbangi pesawat canggih A380 yang baru. (tentang pesawat sendiri akan saya bahas terpisah…permintaan Bang Hery)

Staff ini mengantar sampai gerbang boarding, dan sampai kami naik pesawat. Setelah naik pesawat memang semuanya menjadi urusan saya sendiri. Kira-kira 6 jam, dan ternyata saya tidak mendapat tempat tidur bayi (padahal saya sudah pesan), saya mendapat 3 kursi (dua kursi pinggir dengan tengah kosong). Aduuuuh Kai… entah karena lampu dimatikan atau karena tidak ada tempat merebahkan diri (saya otomatis peluk dia terus sampai dia tertidur) karena tempat duduk kosong itu dipakai Riku berbaring. Kai rewel…nangis terus, ngga tau kenapa. Mungkin mau main, mungkin tidak suka gelap, karena begitu saya masuk ke WC, dia diam  dan bisa terlelap. Tapi masak saya duduk terus dalam wc supaya kai bisa tidur? Dari 6 jam perjalanan, 3-4 jam Kai menangis terus. Maaf beribu maaf untuk penumpang yang duduk di sekitar kami. Pasti mereka juga tidak bisa tidur.

Akhirnya sampai di Narita pukul 7. Sekitar pukul 6, saya raba, Kai demam…. wahh. Begitu turun dari pesawat, saya dijemput lagi oleh ground staff, kali ini seorang bapak-bapak berusia 60-an tahun. Tentu saja orang Jepang, sehingga Riku bercakap-cakap terus dengan bapak itu. Setelah saya melewati imigrasi Jepang dengan cara baru (scan sidik jadi dan foto muka), kami menuju ke conveyor belt untuk mengambil bagasi kami. Kali ini saya hanya bawa 1 koper dan 1 traveling bag (yang sangat berat, kira-kira 11 kg berisi buku semua). Bapak itu juga membantu mengangkat koper, melewai pabean (bea cukai), sampai ke lobby. Karena Gen belum sampai, jadi kami mengucapkan terima kasih pada bapak itu, dan menunggu sampai Gen datang.

Jadi kepulangan saya kali ini banyak sekali dibantu mas. Sebetulnya namanya MAAS, sebuah pelayanan family dari Singapore Air, untuk escort, mendampingi keluarga atau yang membawa bayi/cacat tubuh dan lain-lain. Pelayanan ini gratis, tidak dipungut biaya. Pelayanan seperti ini sepertinya ada juga untuk Japan Airline, tapi kalau membeli excursion tiket (tiket murah) kami tidak bisa pakai jasa ini. (Pelit ya hehehehe) Benar  deh…. Untung sekali ada MAAS.