Ceker Ayam

28 Jul

yang terkenal memang adalah sebutan salah satu konstruksi khas ciptaan orang Indonesia. Tapi tentunya Anda juga tahu bahwa ceker ayam yang sesungguhnya adalah kaki ramping (pasti ngga ada dong ceker yang “daikon” alias gendut) penyangga tubuhnya ayam yang mungkin kelak akan menjadi santapan di meja makan. Banyak mengandung gelatin, dan sering dipakai sebagai pembuat kaldu. Kalau lagi miskin, Sup ayam bisa berubah menjadi Sup Ceker. Karena membeli satu kg ceker tentunya jauuuuuh lebih murah daripada membeli satu kilogram ayam.

Selain sup ada masakan chinese yang menyajikan ceker ini dengan bumbu pedas. Saya tidak mengerti namanya mungkin Shechuan style, yang pasti rasanya enak! Dulu waktu papa masih di London, kami sering menerima kiriman “dim sum” ceker ini satu loyang penuh dari Ibu Husein. Yummy. Namun tidak semua orang bisa tahan melihat “bentuk”nya sehingga merasa jijik untuk membawanya masuk dalam mulut. Kebanyakan orang Jepang memang tidak bisa makan segala “isi perut” dan ceker, bahkan melihat satu ayam utuhpun mereka tidak bisa. Kimchiii my japanese sister, smepat kaget waktu melihat satu ayam utuh di Ayam Suharti….tapi setelah melewati masa “shock”nya, saya rasa dia sekarang sedang ngiler membayangkan Ayam Suharti (nanti saya makankan untuk kamu ya kim).

Nah, beberapa kali Riku ikut pergi makan Dimsum di restoran depan Bulungan. Dan saya perkenalkan dia dengan jenis masakan yang satu ini, sambil berkata” Kalau tidak suka, jangan dimakan. Agak pedes loh!!”

But, Riku bilang,”Ini enakkkkkkk!!!”, dan setelah itu bilang “Mama, besok kita ke toko ini lagi ya”.

Dan setelah itu dia dua kali ke restoran ini tanpa saya, dan dia selalu minta “tori no ashi (kakinya ayam)”. Repotnya kalo dia minta dimasakin itu nanti sesudah pulang ke Tokyo. Karena, ceker ayam tidak dijual di toko/supermarket biasa. Harus pergi ke tempat ethnic food, yang jauh dari rumah kami. Jadi….puas-puasin makan di sini ya Riku!!!