Seharian ini aku tidak kemana-mana, semua tidak enak badan sehingga lebih baik berada di dalam rumah karena suhu di Tokyo juga hanya 15 derajat. Kebetulan Gen juga bisa pulang jam 7 malam, sehingga kami bisa makan malam bersama.
Dan tentu saja TV nyala terus. Ada banyak acara yang bagus hari ini. Ada program kuis yang banyak menambah pengetahuan, dan salah satunya memperkenalkan sebuah buku cerita bergambar (Picture Book ) berjudul Negara Terkuat di Dunia Sekaide ichiban tsuyoi kuni.
Ceritanya mengenai sebuah negara besar yang kuat. Pemimpin negara itu ingin menjadi negara yang terkuat di dunia sehingga dia menyuruh pasukannya menyerang negara-negara kecil di sekitarnya. Begitu pasukan datang, rakyat negara kecil terpaksa harus melawan dan mempertahankan negaranya tapi kalah. Demikian seterusnya negara besar menjadi tambah kuat dan menyerang negara lain.
Tapi suatu hari presiden menyuruh pasukan menyerang sebuah negara kecil yang tidak mempunyai tentara. Pasukan datang ke sana dan disambut sebagai tamu. Pasukan bercakap-cakap dengan penduduk dan makan minum bersama. Bahkan mereka menari dan berdendang bersama. Melihat pasukannya bukannya bertempur malah beramah tamah dengan penduduk, presiden marah dan memanggil mereka pulang. Tentu saja negara kecil kalah. TAPI….
Setelah kembali ke negaranya, presiden menemukan banyak restoran yang menyajikan masakan dari negara kecil. Atau melihat penduduknya menari tarian dari negara kecil. Sesampainya di rumah, presiden diminta menyanyikan lagu pengantar tidur oleh anaknya. Dan tanpa sadar, lagu pengantar tidur yang dinyanyikan presiden itu adalah lagu-lagu dari negara kecil.
Jadi negara mana yang sebenarnya terkuat di dunia?
Buku karangan David McKee yang diterbitkan tahun 2005 ini sekarang merupakan picture book yang terpopuler di Jepang.
Sudah pernah baca buku “Perjalanan Ke Atap Dunia”nya Daniel Mahendra? Buat yang pernah bermimpi melanglang buana kurasa buku ini patut dibaca. Aku sendiri baru saja mendapatkan buku ini beserta tandatangan pengarangnya, meskipun aku sudah baca catatan perjalanannya ke Tibet waktu dituliskan di blognya, setahun yang lalu.
Dalam percakapanku dengan Danny, aku mengatakan, “Aku bukan backpacker, meskipun aku suka berwisata. Tapi ternyata aku TIDAK mencari keindahan suatu daerah/kota, karena jika aku bepergian aku lebih mencari orang-orang yang kukenal. Aku akan berusaha pergi ke suatu tempat yang baru jika aku kenal seseorang yang tinggal di situ. Untuk menemuinya, dan keindahan tempat di situ (wisatanya dan pertemuan dengan orang lain lagi) hanya menjadi sebuah bonus. Aku jarang bahkan tidak pernah menentukan tujuan kepergianku tanpa ada pertemuan dengan seseorang. Entah itu Amsterdam, New York, Manchester, dll semua pasti ada temanku atau saudaraku di sana. Perjalananku adalah perjalanan hati.” Aku ingin sekali pergi ke Surabaya menemui teman SMP Gatot dan teman SMA ku Nana, atau ke Tasik menemui Nana Harmanto dan BroNeo, atau ke tempat-tempat lain dimana ada temanku di sana. Sayangnya waktu yang kupunya (dan dana tentunya) tidak mendukung, sehingga perlu dibuat daftar yang cukup panjang.
Namun salah satu tujuan setiap aku mudik, berhasil aku laksanakan pada tanggal 3 Agustus yang lalu, yaitu ke Rumah Dunia. Kebetulan sekali ada acara bedah buku “Perjalanan ke Atap Dunia” karya Daniel Mahendra yang dibedah Yudi Kudaliar Febrianto yang merupakan rangkaian acara Nyenyore, program “ngabuburit” ala Rumah Dunia. Sebetulnya aku ingin mengikuti acara Kado Lebaran untuk anak-anak pada tanggal 5 nya, tapi karena aku sudah ada rencana lain, kupikir aku majukan saja rencana pergi ke Rumah Dunia nya pada tanggal 3 Agustus itu. Lagipula selama aku kenal Danny, aku belum pernah datang pada acara launching atau bedah buku karyanya (Epitaph dan Perjalanan ke Atap Dunia” ). Oleh Yudi dikatakan buku PKAD ini sebagai RACUN! Mau mengetahui sebabnya silakan baca ulasan Yudi di sini.
Aku mengikuti acara ini sampai sekitar pukul 5 (dimulai pukul 4 lewat), sambil kemudian aku bersama mbak Tias Tatanka (istri Gol A Gong) mempersiapkan es teler dan makanan kecil untuk acara berbuka. Meskipun demikian aku sempat mendengar “malu-malu”nya Danny ketika mengatakan, “PKAD ini menurut saya memberikan kebahagian yang begitu besar, karena selain dibukukan dalam jangka waktu setahun setelah perjalanan, buku PKAD juga yang memberikan seorang calon istri kepada saya”. Ya, akhirnya seorang Daniel Mahendra, mengumumkan bahwa dia akan mengakhiri masa lajangnya. Siapa calonnya? Tunggu saja press releaseDM karena bukan wewenangku untuk memperkenalkan siapa calonnya, yang pasti inisialnya adalah LS. 😀
Aku selalu senang melihat kegiatan Mbak Tias dan Mas Gong dalam menjalankan gempa literasi dengan berbagai kegiatan di Rumah Dunia. Kadang jika membaca kegiatan mereka berdua yang tak ada hentinya, aku merasa capek sendiri, dan berdoa semoga keduanya tetap diberikan kesehatan dan energi yang melimpah oleh Yang Mahakuasa. Kali itu aku juga sempat mengobrol dengan ibunda Mas Gong, yang kami panggil Nenek, seorang perempuan bersahaja yang melahirkan penulis novel terkenal. Dalam pembicaraan seperti begitu, aku sering harus menjelaskan kehidupanku di Jepang, yang bagi yang mendengar seakan “hebat” tapi menurutku biasa saja. Selalu ada sisi positif dan sisi negatif, di mana saja kita berada dan tinggal.
Sore yang tidak terlalu panas jika tidak bisa dikatakan sejuk, berubah menjadi malam yang pekat. Satu hal yang mungkin perlu diketahui teman-teman Rumah Dunia dibangun secara gotong royong dan sukarela sehingga tempatnya benar-benar berada dalam lingkungan pemukiman, dan tidak mempunyai listrik jalanan yang memadai. Hal itu terasa sekali waktu kami ingin berfoto bersama di depan panggung Balai Belajar Bersama yang tanpa pencahayaan. Untung aku cepat meminta supirku untuk memutar mobil dan membantu penerangan ke arah balai sehingga masih bisa membuat foto seperti ini. (Foto courtesy of Yudi Febrianto)
Karena makan malam yang berupa gojlengan akan disajikan pukul 8:30, padahal aku masih harus pulang ke Jakarta, maka aku mohon pamit. Tapi sebelum itu sempat mengikuti acara tiup lilin ulang tahun Mbak Tias yang bintangnya sama dengan suaminya yang akan berulang tahun tanggal 15 Agustus mendatang. Ah ternyata banyak sekali teman-teman akrabku yang berbintang Leo!
Tetapi karena merasa belum puas mengobrol, Koelit Ketjil (KK) mengajak ngopi bersama. Berdelapan termasuk aku dan Mas Gong beranjak menuju kedai kopi di depan kepolisian Serang. Kedai kopi yang cukup lengkap menyediakan berbagai macam kopi, bukan hanya “nama” asing dengan pilihan kopi yang kurang maknyus. Aku dan KK memilih kopi Lanang Aceh sebagai pilihan kami, sementara Mas Gong yang bukan penikmat kopi memilih Hot Chocolate. Ternyata tepat sekali pilihanku, kopi Aceh memang maknyus sekali. Setelah ngalor ngidul bicara soal pendidikan luar sekolah di Jepang sampai pada wejangan untuk calon pengantin baru, kami berjabat tangan perpisahan pukul 8:15. Akupun kembali ke Jakarta menembus jalan tol yang masih padat terutama oleh truk-truk dan kendaraan berat lainnya dalam pekatnya malam. Namun kutahu hatiku tidak pekat, karena selalu ada cahaya-cahaya harapan bagi negeriku tercinta. Cahaya yang dipancarkan sahabat-sahabat yang berusaha membangun dunia melalui literasi dan buku. Kudoakan Rumah Dunia akan tetap terus berdiri dan menjadi contoh bagi Taman Baca lainnya. Banzai!
Diksi adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dl penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (spt yg diharapkan) KBBI Daring
Tidak pernah terlintas di pikiranku untuk menikah orang Jepang. Apalagi dia itu kembar! Dan yang lucunya kami bertiga berulang tahun di hari yang sama, 14 Januari. Imelda-Gen-Taku. Tapi sudah sejak 8 tahun lalu, aku dan Gen tidak bisa merayakan ulang tahun bersama. Gara-garanya tanggal itu biasanya berbenturan dengan pelaksanaan ujian masuk universitas Jepang, yang dinamakan Senta Shiken センター試験. Percuma ulang tahun sama tapi tidak bisa rayakan bersama hehehe. Apalagi merayakan bertiga dengan Taku, yang tinggal di Sendai. Sulit deh.
Sebetulnya aku mau menuliskan posting ini dan dipublish tepat tanggal 14 Januari. Apa daya, aku sedang malas menulis karena aku lebih punya kewajiban lain yaitu mengatur rumah yang kamarnya sedang dibongkar. Kamar studioku kuberikan pada Riku untuk dia belajar, jadi membeli satu set meja belajar untuk dia, dan… harus memindahkan dan membuang barang-barangku yang tadinya ada di kamar itu. Benar-benar kerjaan tuh.
Ceritaku ini berpusat mengenai adik iparku, Taku. Aku sudah cerita kan bahwa kami mengadakan perjalanan spiritual ke Sendai/Tohoku tanggal 7-8-9 Januari lalu. Salah satu tujuan kami adalah juga menghibur Taku. Waktu tahun baru dia tidak bisa pulang ke rumah orang tuanya di Yokohama, karena harus bekerja. Juga tidak bisa melewatkan tahun baru bersama istri dan anaknya yang sedang mengungsi ke Miyazaki, selatan Jepang. Memangnya kerja apa sih sampai Tahun Baru juga bekerja?
Taku bekerja sebagai wartawan di surat kabar daerah Tohoku bernama Kahoku Shimpo. Entah apa yang menyebabkan dia memilih kerja di koran daerah, yang menyebabkan dia tentu harus tinggal terus di daerah Tohoku, dipindahtugaskan juga masih dalam lingkungan Tohoku (dan dia pernah ditugaskan di Ishinomaki, daerah yang waktu gempa kemarin terkena musibah tsunami parah.) Tapi dia sudah bekerja di sana sejak lulus universitas, jadi sudah hampir 20 tahun ya.
Bisa bayangkan pekerjaan sebagai wartawan seperti apa? Tentu meliput berita ke mana-mana. Dari berita bagus sampai berita jelek. Nah waktu gempa Tohoku terjadi,wartawan-wartawan ini tentu harus turun ke jalan juga. Tapi bagian pekerjaan adik iparku ini adalah menyusun mengedit judul berita. Dalam keadaan gelap tanpa listrik dan pemanas (bulan Maret masih dingin), harian Kahoku Shimpo ini tetap terbit! Karena masyarakat terutama pelanggan tentu ingin tahu kabar berita mengenai musibah yang baru saja dilewati. Informasi itu amat dibutuhkan. Tepatnya 7 jam setelah gempa terjadi, di depan stasiun Sendai dibagikan Gougai 号外 koran extra yang biasanya diterbitkan jika ada berita khusus darurat. Itupun rupanya dengan kerja keras sekali, karena data komputer rusak. Untung percetakan masih bisa dipakai untuk mencetak surat kabar. Dan bayangkan kehidupan warga yang sama sekali tak punya akses informasi lewat TV atau radio karena tak ada listrik? Tentu saja mereka senang menerima informasi tertulis meskipun judulnya, “Miyagi Gempa Skala 7 (Ukuran Jepang)”, karena warga haus berita.
Cerita tentang Surat kabar daerah Kahoku Shimpou waktu musibah Gempa dan tsunami itu bisa dibaca dalam buku, “Kahoku Shimpou no ichiban nagai hi 河北新報のいちばん長い日- それでも新聞をつくり続けた” Hari Terpanjang bagi Kahoku Shimpou - namun terus membuat surat kabar. Tapi tentu saja dalam bahasa Jepang, sehingga teman-teman yang tidak bisa bahasa Jepang tidak akan bisa mengerti. Nah yang ingin aku sampaikan adalah pemilihan kata yang tepat dalam kondisi seperti dalam musibah dasyat seperti Gempa Tohoku itu. Ada satu cerita dalam buku itu yang mengetengahkan adik iparku. Karena dia yang bertugas mengedit judul, dia sempat berperang batin. Semua tentu tahu berita itu harus disampaikan sebenar-benarnya dan sejelas-jelasnya. Ada Judul tulisan masuk seperti ini: “MATI (死者): Puluhan ribu! ” Apakah bisa dipakai kata mati di sini?
ma·tiv1 sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi: anak yg tertabrak mobil itu — seketika itu juga; pohon jeruk itu sudah — , akarnya pun sudah busuk;2 tidak bernyawa; tidak pernah hidup:batu ialah benda –;3 tidak berair (tt mata air, sumur, dsb); 4 tidak berasa lagi (tt kulit dsb); 5padam (tt lampu, api, dsb); 6 tidak terus; buntu (tt jalan, pikiran, dsb): krn pikirannya sudah — , ia tidak dapat berbuat apa-apa;7 tidak dapat berubah lagi; tetap (tt harga, simpul, dsb); 8sudah tidak dipergunakan lagi (tt bahasa dsb); 9ki tidak ada gerak atau kegiatan, spt bubar (tt perkumpulan dsb): kalau tidak diurus, koperasi itu akan –;10 diam atau berhenti (tt angin dsb): perahu layar itu terombang-ambing di tengah laut krn angin –;11 tidak ramai (tt pasar, perdagangan, dsb): setelah ada pasar swalayan, pasar ini –;12 tidak bergerak (tt mesin, arloji, dsb): saya terlambat krn jam saya ternyata –; KBBI Daring
Dari segi fakta memang kondisi ya begitu, mati titik. TAPI jika warga membaca bisa tidak bayangkan perasaan mereka? Dalam bahasa Indonesia mungkin dipakai kata tewas (死亡), tapi tepat kondisi mati itu tetap tergambarkan.
te·was /téwas/ v1 mati (dl perang, bencana, dsb): enam gerilyawan dan puluhan tentara — dl pertempuran itu;2cak kalah: tim sepak bola itu — pd babak semifinal; 3kl cela; salah (luput); kekurangan (sesuatu yg kurang baik): apa — nya maka duli dipertuan tiada boleh mengurus ke benua Siam itu; ia masih merasa — dl ilmu keprajuritan; KBBI Daring
Wafat 逝去? Tentu saja tidak bisa pakai ratusan ribu orang wafat.
wa·fatv meninggal dunia (biasanya untuk raja, orang-orang besar ternama): putra mahkota dinobatkan sebelum raja —
Dan oleh adik iparku kata mati diganti dengan korban (犠牲), meskipun kata mati itu pun memang benar. Tapi jika kita berdiri sebagai korban musibah dan mengetahui kemungkinan saudara-saudara kita ada yang menjadi korban, tentu akan sedih jika media memakai kata yang kasar, yang tidak memakai perasaan. Selain kata-kata tentu saja pemakaian foto-foto sangat diperhatikan. Seperti aku pernah tulis di “Pengaruh Media” Jepang memang tidak akan pernah memperlihatkan/menayangkan foto jenazah pada media cetak/visual, karena tertulis juga dalam UU penyiarannnya. Adik iparku sendiri masih ragu sampai sekarang, apakah memang pemilihan kata yang berpihak pada warga itu sebetulnya benar atau tidak. Dari sisi kemanusiaan memang benar, tapi dari sisi jurnalisme?
Tanggal 9 Januari lalu, sebelum kami pulang kembali ke Tokyo, Riku dan Gen sempat pergi ke kantor Kahoku Shimpou, yang kebetulan bersebelahan dengan hotel Sendai Kokusai yang kami inapi. Riku senang sekali bisa masuk ke kantor penerbitan surat kabar, dan bisa melihat bagaimana omnya bekerja. Aku sebetulnya ingin sekali ikut (jiwa jurnalis ku juga tergoda loh) tapi….. kami tidak bisa mengajak Kai yang masih terlalu kecil masuk ke kantor itu. Bakal ramai deh. Jadi aku tinggal di hotel bersama Kai dan tentunya bapak-ibu mertuaku. Aku hanya bisa melihat foto-foto yang diambil Gen.
Sebagai koran daerah, memang harus menyatu dengan warga sekitar. Bukan hanya soal oplah. Dan aku percaya dengan semangat kemanusiaan yang digambarkan dalam buku “Hari Terpanjang bagi Kahoku Shimpou” (bukan hanya oleh adik iparku, tapi oleh begitu banyak wartawan koran daerah itu), warga dapat merasakan memiliki wadah informasi, media yang mutlak ada. Kala listrik, batere, komputer (ebook) tidak bisa dipakai dalam musibah, kertas koran bertuliskan informasi itu menunjang kehidupan mereka. Dan buku yang meraih penghargaan dari asosiasi surat kabar ini menurut rencana akan didramakan bulan Maret/April nanti. Silakan menonton, di televisi Jepang tentunya. (Kami tadinya berharap adik iparku bisa ikut muncul hehehe ). Meski terlambat 4 hari, aku mau mengucapkan selamat ulang tahun untuk Taku (+suamiku deh hehehe). Semoga bisa tetap terus berkarya meskipun banyak rintangan dan kesulitan yang dihadapi, sambil menyembuhkan trauma yang mungkin timbul akibat gempa lalu.
Tepat hari ini, Minggu Legi pukul delapan pagi, 42 tahun yang lalu, seorang bayi perempuan yang amat rapuh lahir di RS Carolus. Kata ibunya, besar kepalanya seperti mangga golek, badannya keriput seperti anak monyet, dan…. detak jantungnya tak terdengar. Amat lemah. Ketika kutanya berapa beratnya? Tak sampai 2000 gram, karena dia lahir prematur.
Semenjak mengandung bayi ini, ibunya berhenti bekerja sebagai sekretaris di perusahaan minyak. Mempersiapkan diri untuk menyambut kelahiran bayi pertamanya. Dan setelah itu dia tidak pernah lagi kembali bekerja, mempersembahkan hidupnya untuk si kecil, baretje donderkop (si kepala bulat) dan adik-adiknya yang lahir sesudah itu.
Hari ini aku ingin mengucapkan terima kasih pada Tuhan yang telah memberikan aku nafas dan kehidupan sampai saat ini. Dia telah memberikan aku Mama dan Papa terbaik sedunia, yang membesarkan aku sampai saat ini, dan merelakan putri sulungnya tinggal di belahan dunia lain. Itu suatu “hadiah” terbesar yang diberikan mereka padaku. Terima kasih Mama, Papa, kalian tahu kan bahwa aku selalu rindu untuk bertemu, tapi meskipun aku tidak di depan mata kalian, hatiku selalu bersama kalian…. selamanya. (Dan aku tahu tadi pagi di telepon ada isak tangismu Ma… dan aku pun terisak dalam bis, dalam kereta setiap mengingatnya. Ma, jangan nangis ya…. nanti aku usahakan mudik agustus kok!)
Terima kasih Tuhan telah memberikan seorang suami Gen Miyashita, yang juga berulang tahun di hari ini (kami beda persis dua tahun). Memang Tuhan telah mengatur semuanya, mungkin bahkan sebelum aku lahir di dunia ini. Terima kasih suamiku, dan semoga kita bisa terus menyambut hari lahir bersama…. selamanya.
Terima kasih Tuhan atas anugerah dua permata hati, Paulus Riku Miyashita dan Kai Miyashita. Kedua permata yang selalu mencerahkan hari-hari kami berdua, dengan gelak tawa, perkelahian bahkan penyakit. Karena semua itu aku yakin ada artinya bagi kehidupan kami. Terima kasih telah melindungi Riku dari penyakit yang menakutkan (hepatitis atau limpa) , dan dia boleh bersekolah lagi hari ini. Hadiah dari Riku berupa pelukan dan cerita karangan dia untuk mama papa, serta coklat untukku.
Terima kasih atas anugerah, mertua dan orang tua, Achan dan Tachan yang selalu membantu kami. Dan melindungi kami dalam perjalanan pernikahan kami.
Terima kasih atas anugerah teman-teman, sahabat yang begitu baik. Sahabat yang memberikan suprises untukku, sejak masuk tahun yang baru ini. Baik berupa barang ataupun kata-kata-dukungan dan sapaan. Mereka adalah sahabat-sahabat khusus yang engkau berikan untuk menemaniku menjalani kehidupan ini.
Terima kasih untuk tiga sahabat blogger yang dengan sengaja mengirimkan baju khusus untukku yang kuterima persis kemarin. Mereka selalu menemaniku setiap hari di internet, dan meskipun sibuk, kami tetap bersapa menanyakan kabar masing-masing.Yessy, Ria dan Eka…. Terima kasih banyak. Juga untuk kartu dilengkapi foto kalian bertiga. Semoga persahabatan kita tetap langgeng dan harmonis. Terima kasih juga untuk Ria yang telah menuliskan khusus untukku di blognya.
Terima kasih untuk Bro Neo dan Nana, yang mengirimkan buku yang memang sudah dijanjikan sejak lama. Anak Bajang Mengiring Angin, yang kuterima tanggal 5 Januari lalu. Dikirimkan langsung ke rumahku di sini. Aku begitu terharu menerimanya. Terima kasih banyak. Kita baru bertemu agustus lalu, tapi serasa sudah lama bersahabat ya. Maaf aku terlambat menuliskannya di TE, karena aku menganggap itu adalah hadiah ulang tahunku dari Bro dan Nana…. Khusus ingin kutuliskan di sini.
Terima kasih untuk sahabatku yang bernama Daniel Mahendra, novelis yang baru saja mengadakan soft launching novel pertama Epitaph. Memang Danny mengirimkan paket berisi novel dan teman-temannya itu ke rumah di Jakarta, dan dibawakan oleh Tina ke Tokyo awal tahun lalu. Hadiah karya sendiri…. itu saja merupakan hadiah yang berharga, apalagi dia menuliskan pesan dan tanda tangan di dalamnya dengan TINTA EMAS, sesuai permintaanku di blognya. Bolehkan aku anggap itu kado ulang tahun juga Danny? (pesan sponsor: pemesanan Epitaph bisa melalui email epitaph@penganyamkata.net)
Terima kasih juga untuk Yoga, yang juga menitipkan sebuah buku karangan Dee, Perahu Kertas lengkap dengan tanda tangan dari Dee. Selain buku, dia membawakan juga tengteng mente 2 box, yang aku habiskan sendiri dalam 10 hari hihihi. Aku juga anggap buku ini hadiah ulang tahun dari Yoga. Terima kasih untuk buku, snack dan lagu “You make my world so colourful”nya Daniel Sahuleka.
Untuk semua teman, sahabat, saudara yang sudah menyampaikan selamat di FB, sms dan blog. Terima kasih banyak-banyak… Masing-masing teman mempunyai peran dalam hidupku, really appreciate.
Aku ingin menutup tulisanku hari ini dengan sebuah lagu “ I Can’t Smile without You” dari Barry Manilow. Sebuah lagu yang selalu mengingatkanku pada seorang sahabat khusus yang memintaku untuk tetap tersenyum, apapun yang terjadi, dimanapun aku berada (terima kasih atas kehadiranmu). Memang benar, aku tak bisa tersenyum tanpa kehadiran kalian semua, sahabat-sahabatku. Terima kasih untuk senyum kalian juga yang telah mewarnai hidupku.
You know I can’t smile without you
I can’t smile without you
I can’t laugh and I can’t sing
I’m finding it hard to do anything
You see I feel sad when you’re sad
I feel glad when you’re glad
If you only knew what I’m going through
I just can’t smile without you
You came along just like a song
And brightened my day
Who would have believed that you were part of a dream
Now it all seems light years away
And now you know I can’t smile without you
I can’t smile without you
I can’t laugh and I can’t sing
I’m finding it hard to do anything
You see I feel sad when you’re sad
I feel glad when you’re glad
If you only knew what I’m going through
I just can’t smile
Now some people say happiness takes so very long to find
Well, I’m finding it hard leaving your love behind me
And you see I can’t smile without you
I can’t smile without you
I can’t laugh and I can’t sing
I’m finding it hard to do anything
You see I feel glad when you’re glad
I feel sad when you’re sad
If you only knew what I’m going through
I just can’t smile without you
Menjelang kepulangan ke Tokyo, masih ada “tugas” yang harus aku lakukan, yaitu …belanja. Kok tugas sih? bukannya hobby? hihihi. Tapi memang aku tidak hobby belanja dalam arti, window shopping, pergi ke mall lalu jalan-jalan, masuk keluar toko, melihat barang, memegang, menimbang-nimbang, lalu melakukan transaksi. Ngga gue banget!
Karena kalau mau ke Mall, aku harus punya tujuan! Tujuan misalnya lunch/dinner dengan teman atau saudara, atau membeli buku atau gadget. Kalau kebetulan lewat, lirik sedikit dan memang aku perlu, nah barang itu musti bersyukur bahwa bisa masuk tas dan dibawa pulang. Kecuali memang barang itu aku perlukan dan cari sudah lama. Biasanya barang yang terbeli tanpa pikir panjang adalah buku dan CD. Jarang sekali aku bisa menemukan baju atau sepatu yang sesuai selera (dan ukuran) .
Biasanya di Jepang saya belanja baju di online shopping, yang size, model dan warna nya benar-benar beragam. Sepatu? yah paling satu tahun sekali, dan biasanya sudah pasti di satu toko, karena cuma toko itu yang menyediakan sepatu untuk size 39 ke atas. Buku? online laah… amazon.co.jp bahkan selain menyediakan buku, CD, peralatan rumah tangga seperti bohlam, batere, pampers dan susu pun bisa. Dan dijamin sampai keesokan harinya! Bahkan terkadang harga barang-barang yang dijual di online shop begitu lebih murah dari di toko. Yup, barang-barang itu tidak butuh pramuniaga yang menawarkan produk, tidak perlu toko untuk ditaruh dalam display mereka, paling-paling mereka hanya butuh gudang penyimpanan.
Nah, aku sudah merencanakan untuk belanja barang-barang seperti kopi, teh, bumbu-bumbu, snack bahkan cabe keriting (kalau bawang merah dan cabe rawit ada di Tokyo) dua hari sebelum kepulangan di supermarket besar dekat rumah. Tapi aku mau mau membeli buku. Ada beberapa buku yang masih aku cari dan perlukan. Dan tidak enak belanja buku sambil menggendong koala. Koalanya sendiri sudah berat, masih musti membawa buku-buku yang berat itu ke cashier lagi… Soalnya pengalaman belanja di Gramedia Grand Indonesia waktu sekalian ketemuan dengan teman-teman alumni, payah bener deh. Tidak bisa tenang memilih, meskipun aku akhirnya bisa beli beberapa buku melengkapi koleksi Pramoedya A.T yang aku belum punya.
Karena waktu sudah mendesak, akhirnya aku ambil jalan pintas. Mumpun masih ada waktu seminggu sebelum pulang, aku coba belanja buku online. Dulu sekitar tahun 2000-2004 aku selalu belanja di gramedia online dari Tokyo, minta dikirim ke rumah di Jakarta, lalu tinggal aku bawa waktu pulang. Waktu itu aku masih “kaya” dalam arti masih punya budget banyak untuk buku, punya waktu banyak untuk membaca dan memilih buku meskipun lewat online. Sering browsing di suratkabar online, sehingga tahu juga ada buku baru apa saja yang baru terbit. Tapi sekarang? sulitlah!
Jadi meskipun aku berada di Jakarta, akhirnya aku coba untuk belanja buku online. Karena kebetulan buku-buku yang aku cari adalah buku lama dan tidak ada di gramedia online, terpaksa aku cari toko buku online yang lain. Ada dua yang saya coba pakai, yaitu http://khatulistiwa.net dan http://bearbookstore.com. Padahal sebelumnya aku sempat mendaftar di sebuah situs online bernama Amartapura, karena tertarik situs itu menjual juga buku bekas/langka. Padahal setelah aku mendaftar, ternyata buku langka itu tidak ada stocknya hihihi.
Ok aku tidak mau menyebutkan apakah layanannya bagus atau tidak. Nanti aku terkena kasus seperti Prita lagi hihihi. But, pengalaman belanja online di situs belanja buku online di Indonesia memang membutuhkan kesabaran yang besar, yang tidak akan terjadi jika kamu membeli di situs belanja online besar macam amazon. co.jp.
Pertama, stock buku jarang diupdate. Sehingga meskipun di web dikatakan ada stocknya, pada kenyataannya tidak ada. Dari 9 buku yang saya sudah pesan di situs X, ternyata hanya ada 4 buku, dan itu diberitahukannya pada saat barang diantar. Well, OK lah, karena servicenya cukup bagus, biarpun 4 buku, mereka tetap mengantar sehari setelah pemesanan. Tapi berarti aku harus cari lagi 5 buku yang tidak ada itu kan? Dan itu butuh waktu lagi untuk browsing, padahal tujuan belanja online sejatinya untuk menyingkat waktu!
Di situs yang lainnya lebih parah. Dari 5 buku yang aku pesan pertama, tidak ada semua! dan itu diberitahukan lewat email DUA hari setelah pemesanan. Padahal juga sudah aku melakukan pemesanan kedua sehari setelah pemesanan pertama, yaitu 8 buku (selain yang 5 tadi loh) dan alhasil…. hanya ada SATU buku yang bisa diantarkan 2 hari setelah pemesanan kedua, dengan alasan buku yang lain masih ada di gudang, dan baru bisa diantarkan 5 hari lagi (memang ada hari sabtu/minggu/libur diantaranya)…. tapi aku kan sudah di Tokyo kalo begitu… Dan perlu diketahui 8+5 buku yang aku pesan itu semuanya berstatus “tersedia” loh! (Dan rasanya tidak mungkin dalam saat bersamaan ada yang pesan buku yang sama…. )
Amat KECEWA dengan pelayanan situs belanja online di Indonesia. Memang tidak bisa dibandingkan dengan pelayanan di Jepang misalnya. Tapi kalau tidak dibenahi, percuma dong punya website keren-keren tapi mental pelayanannya tidak mendukung. Dan aku juga jadi teringat bahwa aku juga tidak boleh mempercayai informasi tentang toko misalnya di website tanpa MENELEPON langsung. Karena dua kali kejadian aku tidak bisa pergi ke toko tersebut, karena info di website tidak lengkap (i.e. tokonya pindah). Not up-to-date deh intinya. Jadi perlu cek dan ricek deh.
Well, buku yang aku cari memang agak sulit, meskipun tidak semua buku lama. Buku aneh? mungkin bisa dikatakan begitu. Makanya aku senang sekali waktu Bro Neo mengirim sms sebelum acara Kopdar, isinya…”Mau dibawain apa dari Pare-pare? Kebetulan aku di Gramedia nih”. Langsung tanpa malu-malu aku bilang, “Kalau ada Bukan Pasar Malam dan Anak Bajang Menggiring Angin…mau dong dibeliin”. Akhirnya Bukan Pasar Malam (PAT) yang dibelikan Bro Neo di Gramedia Pare-pare sekarang ada di tanganku. Terima kasih loh Bro (dan aku tahu Bro juga terus mencarikan Anak Bajangnya setelah itu… terima kasih untuk waktunya)
Buku (dan CD) memang harus dibeli waktu diterbitkan! Jangan menunda-nunda (kecuali emang ngga ada duitnya)… Menyesal belakangan harus ditanggung sendiri.
Jadi inilah hasil panen aku selama liburan di Indonesia selama sebulan kemarin. Hasil belanja online + belanja di saat terakhir di Aksara, Citos bersama Yoga + hadiah buku dari Krismariana berjudul Jakarta 1950-an.
Masalahnya sekarang adalah … kapan bacanya ya? hihihi
(Catatan: Bukunya Alan Greenspan itu dari papa, katanya untuk Gen …rasain! hihihi baca deh buku setebel itu **grin**. Buku Rara Mendut itu sudah dibeli sejak Februari lalu, dan selalu “terpaksa ditinggal” karena koper sudah berat. Kali ini pun dia harus menjadi penghuni lemariku di Jakarta. Filosofi Kopi aku sudah baca, tapi karena buku pinjaman jadi aku ingin punya juga… beli deh. )
Emangnya beda yah? Hmmm mustinya sih beda. Tapi saya lagi malas untuk mencari perbedaannya sekarang, karena sedang sakit kepala. NAH, sakit kepala tapi maksa tulis postingan baru, gimana sih?
Terus terang saya sakit kepala karena kebanyakan nangis. Menangis selalu membuat saya sakit kepala. Menonton film yang sedih pasti membuat saya menangis, dan kemudian sakit kepala. Karena alasan itu lah sebenarnya yang membuat saya tidak suka menonton film. Ya, saya tidak mau menangis!
Dan supaya saya tidak menangis, saya tidak mau membaca buku yang sedih juga. Kalau sudah tahu ceritanya sedih, biasanya saya sengaja tidak membaca. Kecuali ada tujuan lain, seperti menulis review. Tapi…. Minggu sore kemarin tidak sengaja saya memilih buku yang akhirnya membuat saya menangis… benar-benar menangis.
Kai tertidur sore, kira-kira jam 4. Tidak lama lagi saya lihat Gen juga sudah baring-baring di atas hot carpet dan ketiduran. Tinggal saya dan Riku yang masih terbangun. Riku seperti biasanya sibuk dnegan program tivinya. Well, saya mau membaca, pikir saya. Dan karena saya tahu, waktu saya tidak banyak apalagi kalau Kai terbangun, maka saya memilih buku itu. rectoverso.
Pikir saya .. tertulis ada 11 cerita, jadi kalau saya cuma sempat membaca 2-3 cerita, then tidak akan menggantung seperti kalau baca novel. Jadi saya buka lah halaman pertama, sambil memasang CD nya (yang sudah kerap aku pasang). Dan…. “Curhat buat sahabat” …. hmmm OK…. kadang memang mata kita buta terhadap cinta yang di dean mata. “Malaikat Juga Tahu” hmmm aku jadi mikir pada orang-orang yang kurang normal tapi punya hati. “Selamat Ulang Tahun” hmmm persis banget kejadian waktu ulang tahunku yang kemarin. Ingin memang memundurkan waktu. Sempat bingung dengan pronoun di “Aku Ada” . “Hanya Isyarat” juga indah. Kadang memang kita lebih baik hanya tahu sedikit dan cukup dengan pengetahuan itu. Ah pokoknya ceritanya bagus-bagus. Dan yang paling membuat aku menangis adalah “Firasat”. Sampai si Riku bilang, “Mama matanya merah… mama sakit?” Dan biasanya kalau sudah begini, dia akan datang dan mengatakan,”Mama jangan sedih, kan ada Riku”….
Dua jam menghabiskan 11 cerita, pakai menangis jadinya kepala sakit. Sebetulnya kalau ada banyak waktu lebih baik bacanya satu-satu diresapi. Dua cerita yang berbahasa Inggris mungkin perlu waktu lebih banyak. But bahasanya Dee enak dan pakai metafor yang bisa saya mengerti, sehingga membuat saya ingin baca lagi buku dia yang lain. Memang talented sekali ya dia, pantas ada seorang teman yang jatuh cinta padanya dan menulis di sms,”Seharusnya aku yang berdiri di sampingnya, bukan Reza!”. aih aih
Sempat kaget juga sih baca nama produsernya, persis pleg dengan nama adik laki-lakiku. Bukan kamu kan Ndy? Dan ngiri juga si Mang kumlod bisa foto sama Dee.
Nah, kenapa aku maksa posting dengan judul Sakit kepala? Karena hari ini tanggal 2 Februari di jepang ditandai sebagai hari Hari Sakit Kepala (tidak libur loh). Karena sakit kepala bahasa Jepangnya Zutsu, yang merupakan variasi pelafalan angka 2. Menurut saya, sakit kepala adalah keadaan nyeri, tegang, seperti dipukul-pukul, sakit di kepala, sedangkan untuk pusing lebih ke keadaan berputar-putar seperti vertigo. Kalau tidak salah dalam bahasa Malaysia, putar-putar (jalan-jalan) itu disebut pusing-pusing ya? Bagaimana dengan definisi ini menurut teman-teman?
Kemarin pagi, karena Kai masih demam (sejak malam sebelumnya), saya bawa dia ke dokter. Pertama kali Kai ke dokter di LN. Jam 6 pagi mendaftar, jam 8 pagi diperiksa dokter, jam 8:20 selesai. Kasihan Kai, karena demam, batuk dan pileknya membuat dia malas dan tidak ada nafsu makan.
Setelah merawat Kai kemarin dan seharian tadi, sore jam 5 Riku merengek minta diantar ke Game Center. Karena aku lihat Kai bisa ditinggal sama mbaknya, kita langsung menuju BlokM plaza, untuk ke Game Center bersama Andy. Karena Andy bisa tungguin Riku bermain, saya lari sebentar keluar… Memanfaatkan waktu untukku sendiri yang hanya 1 jam. So…what have I done in 1 hour?
Makan bakwan malang sendirian selama tidak sampai 10 menit.. yummy
Pergi ke Money Changer 10 menit
Ke Matahari beli baju untuk Riku 15 menit
Ke Gunung Agung beli buku 20 menit
Dan hasil panenku kali ini adalah:19 buku +1 CD Dewi Lestari
Buku Pramoedya yang aku punya bahasa Jepang sih, jadi kudu beli versi bahasa Indonesianya kan …hehehe. Kemudian supernovanya Dee juga untuk melengkapi koleksi (yang masih terbungkus plastik)— so maybe these three books will end like the first one. Layla Majnun aku beli karena aku sudah pernah baca di kala SMP, dengan tulisan Ejaan Lama dan bukunya (pinjaman) bener-bener harus hati-hati membukanya saking kunonya. Bener-bener banjir air mata waktu itu. Ada 2 yang tidak difoto yaitu buku kedua dan ketiganya Andrea Hirata. Sebetulnya masih ada (mungkin) buku yang aku mau beli, tapi sudah beraaaat banget. Dan untuk 19 buku + 1CD itu harganya semua 1,17 juta…. waaah mahal juga buku Indonesia ya….Gimana orang Indonesia mau cinta buku hihihi
Hayoooo tebak kira-kira saya bakal baca buku yang mana duluan?