OK, semestinya aku menulis yang lain, tentang Golden Week kemarin. Sudah setengah tulis tapi aku berubah pikiran ingin menulis tentang perasaanku hari ini dulu. Tentu saja tentang anak-anakku, my precious jewels.
Sore hari…. Riku menyelesaikan PR nya, lalu dia menunjukkan satu set alat menjahit yang kupesan lewat sekolah. Gurunya menyuruh anak-anak memperlihatkan pada orang tua, karena orang tua yang membelikan, dan untuk sementara waktu satu set itu akan ditaruh di sekolah untuk dipakai pada pelajaran PKK. Melihat satu set itu, aku rasanya ingin membeli juga, tapi ah… cukuplah dengan membuat “kotak alat jahit” sendiri, seadanya :D. Lalu Riku mengatakan ingin berlatih menjahit.
Jadi deh aku mengajarkan cara “mengikat” benang yang sudah masuk ke jarum, lalu cara membuat jelujur. Maklum anak lelaki, dia maunya langsung bisa, dan jelujurnya segede gajah. Tapi sudahlah nanti kalau sudah sering akan rapih juga. Dia ingin melihat hasil akhirnya, jadi kuajari membuat kantong yang nanti-nantinya bisa menjadi bantalan jika diisi kapas. Dia semangat untuk membuat bantalan tangan penyanggah tangan waktu menggerakkan mouse. Ok aku ajarkan dan dia lanjutkan sendiri.
Sementara itu Kai mendekatiku dan berbisik, “Ma …. aku kerja sama mama. Sehari bisa dapat uang berapa?”. Dia memang baru mendapat uang logam 500 yen beserta dompetnya dari neneknya. Waktu tahun baru juga mendapat uang, tapi waktu itu dia belum ada “nafsu” mempunyai uang, jadi dia berikan semuanya ke aku, dan minta dibelikan lego. Tapi, setelah itu mungkin dia melihat bahwa kakaknya punya banyak uang di dompet. Aku memang tidak memberlakukan uang saku, tapi “honor” bekerja ringan. Semisal dia pergi membelikan sesuatu untukku, aku memberikan “upah” 50 yen. Atau kalau aku mau membelikan snack, aku tanya, dia mau uangnya atau snacknya. Kadang dia minta uangnya, dan puasa snack. Dengan demikian dia bisa menabung dan membeli apa yang diinginkan sendiri. Nah, Kai ingin seperti kakaknya!
Lalu aku berkata pada Kai, “Kai, mama tidak mau bilang kamu dapat sekian kalau kerja sehari. Nanti mama ditangkap polisi karena mempekerjakan anak di bawah umur. TAPI kamu bisa ‘bekerja’ sedikit dan mama kasih ‘upah’ sedikit. Misalnya … hmmm seperti kemarin waktu Kai beli susu untuk mama di Toko Murata. ”
“Itu aku belum dibayar loh” (ingat juga dia hahaha).
“OK, mama kasih 50 yen ya….” (dan aku langsung berikan padanya, dan Kai masukkan ke dalam dompetnya dengan riang)
“Aku bisa kerja apa lagi?”
“Hmmm bagaimana kalau kamu bersihin kamar mandi, dan untuk kali ini mama kasih kamu 50, sesudah selesai ya….”
” Mau…mau… gimana caranya?”
Jadi deh aku mengajari dia bagaimana membersihkan bak dan kamar mandi. Sementara itu aku kembali ke kamar makan dan mengajarkan Riku… juga menyiapkan makan malam. Dan di kamar mandi terdengar suara-suara Kai yang sedang ‘bekerja’… ah dia sungguh-sungguh bekerja, bahkan sampai yang tidak kusuruh pun dia kerjakan. Aku begitu terharu dan ingin menangis 🙁 Ingin rasanya memberikan lebih dari 50 yen… tapi aku tidak mau memanjakan dia. Harus tetap menaati komitmen yang sudah kubuat.
Bukan itu saja, setelah dia selesai dan melapor padaku, aku berikan dia uangnya, lalu aku kembali mengajari Riku yang hampir selesai ‘bantal’nya. Bagaimana menutup jahitan dsb. Dan selama itu aku melihat Kai, tanpa disuruh (dan tanpa minta upah) menyapu kamar makan huhuhuhu. Bantal selesai dan…
“Mama aku kerja apa lagi?”
“Aduh Kai, kalau kai terus-terusan kerja sama mama, uang mama habis! Dan kamu semua tidak dapat makan karena mama tidak bisa belanja! Jadi kalau bekerja sama mama, cukup 2 kali sehari ya. Dan uangnya, tergantung saat itu loh”
“Iya ma…”
“Emang Kai mau beli apa sih?”
“Lego…”
“Bukannya kaset DS?”
“Oh iya … kaset DS” (hihihi emang sebetulnya dia belum punya tujuan sih, hanya ingin bisa mempunyai uang)
Aku tidak tahu apakah cara ini benar atau tidak, tapi aku merasa bahwa anak-anakku pun perlu belajar bahwa untuk mendapatkan uang manusia HARUS bekerja. Dan mereka harus berusaha untuk mendapatkan sesuatu. Semoga dengan sistem uang saku seperti ini, mereka bisa belajar mengatur keuangan juga. Aku sampai dengan SMP tidak pernah mendapatkan uang saku. Jika mau sesuatu bilang ke orang tua, dan mereka akan menyediakan dengan “syarat-syarat” tertentu misalnya jika mendapat nilai 90 sekian kali, atau tunggu waktu natal/ulang tahun. Jadi aku memang tidak terbiasa memegang uang. Negatifnya, aku tidak pandai mengatur uangku sendiri, dan menyesal kenapa dulu orang tuaku terlalu “memanjakan”ku. Well, menjadi orang tua tidak mudah ya. Semua harus disesuaikan sesuai jamannya, sesuai sifat anak-anaknya, case by case.
Ok aku harus mengakhiri tulisanku sekarang, karena Kai mengajakku tidur. Aku sedang menikmati kemanjaan dari si bungsu, sebelum dia menjadi ‘mandiri’ seperti Riku yang sekarang sudah mulai ‘jauh’ dariku. Kai pun sudah tidak mau dicium-cium (di depan umum) ih…. sabishiiiii…. (feel lonely) 😀