Hari eh Pasir Mukti!

6 Nov

Waktu aku mendengar nama Pasir Mukti memang terlintas di benakku nama pemusik Hari Moekti sih. Tapi kelihatannya tidak ada hubungan apa-apa antara nama tempat ini dengannya. Bahkan setelah kucari infonya di website, aku mengetahui bahwa yang mempunyai tempat ini adalah orang Manado, sehingga tidak heran nama Restoran dan makanannya khas Manado.

Nama ini kuperoleh dari saudaraku yang suka memancing. Katanya dibanding tempat lain, Pasir Mukti lebih indah pemandangannya. Aku memang mencari tempat pemancingan di Jakarta, karena aku menjanjikan anak-anak untuk pergi memancing. Mumpung ada waktu (hari biasa meskipun puasa), ada supir(untung supirku tidak puasa karena sama-sama katolik), ada mobil, ada Lia juga yang mau menemani, jadi meskipun sepupu Riku dan Kai tidak bisa ikut, aku menetapkan untuk pergi mancing di Pasir Mukti, tanggal 1 Agustus 2013. Malam sebelumnya aku sempat menyapa Krismariana kalau-kalau mau ikut bersama kami. Dan Kris menyetujui ikut.

Kami berangkat sudah agak siang. Untung Lia ikut karena Pak Indra yang menyetir tidak biasa naik jalan tol jadi hampir salah masuk tol. Dan karena sudah siang juga aku khawatir soal makan siang. Masak musti nunggu dapat ikan dulu baru makan. Iya kalau dapat. Jadi aku masih menyempatkan beli BK di rest area. Lucu juga ada rasa rendang, jadi coba deh. Ternyata rendang emang paling cocok makan dengan nasi 😀 No way deh Burger Rendangnya 😀

pemandangan di areal pemancingan Pasir Mukti

Dengan berbekal peta yang kami dapat di website Pasir Mukti, kami melewati jalan yang…. rusak dan dipenuhi dengan sepeda motor. Cukup jauh juga sesudah keluar dari tol Citeureup-Cibinong, kami akhirnya sampai ke komplek PasirMukti. Harus  berhati-hati karena papan masuknya tidak begitu kelihatan, sehingga kami hampir kelewatan. Masuk membayar Rp 10.000 per orang dan kami langsung ke tempat pemancingan.

dengan hasil pancingannya

Kami menyewa alat pancing dan membeli umpan di tempat pemancingan. Lalu dengan tidak sabar Riku dan Kai menuju kolam ikan gurame dan ikan bawal yang berbeda. Untung Bapak Indra yang membawakan mobil kami ahli memancing, jadi aku menyerahkan soal memancing pada pak Indra untuk membantu anak-anak. Lumayan juga Riku bisa memancing beberapa ikan, dan setiap pak Indra berhasil memancing ikan, Kai mengaku bahwa dia yang memancingnya 😀

Lia menemani Riku di kolam lain, sedangkan Kris sempat bermain ayunan dengan Kai

Tapi karena kami datang pada bulan Puasa, jam 4:30 kami sudah harus bersiap untuk pulang, dan menimbang ikan-ikan yang kami tangkap untuk membayarnya. Semua fasilitas di situ tutup jam 5, sehingga kami terpaksa pulang sebelum jam buka. Dan benar saja kami terjebak macet sepanjang jalan ke rumah. Tapi setelah sampai ke rumah, aku langsung membersihkan satu ikan gurame dan menggorengnya untuk makan malam kami. Yummy!

hasil tangkapan hari itu satu ekor langsung dimasak, yang lain dibersihkan lalu masukkan freezer

Selain tempat pemancingan, Pasir Mukti juga punya banyak tempat kegiatan seperti menanam padi, naik kerbau dsb. Tapi memang kami hanya bermaksud untuk memancing dan sudah kesiangan sehingga tidak bisa berkeliling melihat tempat yang lain. Tempat ini cukup nyaman untuk memancing, terlepas dari akses yang kurang bagus untuk menuju tempat ini, Pasir Mukti merupakan pilihan yang baik untuk memancing bagi anak-anak dan yang amatir seperti aku  😀

gede ya? hehehe

 

Negara Idaman Para Ibu

10 Mei

adalah Norwegia. Sedangkan negara idaman untuk anak-anak adalah Swedia.

Memang ini hanyalah sebuah angket yang dilaksanakan oleh organisasi “Save The Children” yang melaporkan hasil surveynya persis sebelum sebagian negara di dunia merayakan Mother’s Day, tanggal 9 Mei kemarin. Dalam artikel bahasa Jepang memang memakai kalimat “Negara yang paling cocok untuk menjadi ibu” sedangkan kalau melihat judul asli dari survey adalah “2010 Mother’s Index Ranking”.

Bagaimana Jepang? Ternyata Jepang tidak bagus-bagus amat loh! Jepang menempati ranking 32 dari 160 negara yang menjadi obyek survey. Jepang hanya naik 2 tingkat dibanding tahun lalu yang berada di urutan ke 34. Padahal tahun 2006 pernah mencapai ranking 12 loh…..

Amerika juga ternyata hanya menempati ranking ke 28 dibawah 3 negara Baltik, Crotia dan Slovakia. Kok bisa begitu? Katanya di Amerika satu dari 4800 bumil (ibu hamil) meninggal, dan persentase kematian balita juga 8 dari 1000 bayi.

Nah… bagaimana dengan Indonesia? Kalau melihat artikel di surat kabar Jepang tentu saja tidak tertulis, jadi lebih baik melihat hasil survey langsungnya, dan menemukan bahwa Indonesia menempati ranking 54. hihihi Jauuuuh ya! (Jangan menghibur diri…ah Amerika aja cuma segitu! Mustinya malu dengan Malaysia yang 38, dan Filipina yang 48). Dari survey itu kita juga bisa mendapatkan bahwa ranking Indonesia sebagai idaman para anak-anak bahkan lebih buruk daripada sang ibu. Ranking 66 !!! Berarti memang kita harus mengasihani anak-anak Indonesia ya? Anak-anak Jepang (termasuk Riku dan Kai ) harus berbahagia karena negaranya termasuk 10 besar yaitu ranking ke 6. Berarti lebih baik menjadi anak-anak di Jepang daripada menjadi ibu. Aku mau tukeran sama Riku ah jadi anak-anak kembali…hahaha.

Riku dan bunga carnation sebagai hadiah Mother's day

Mau nebeng juga menuliskan Selamat Ulang Tahun kepada Mbak Tuti Nonka yang berulang tahun tanggal 10 Mei ini. Semoga mbak Tuti dapat terus melanjutkan kegiatannya dan menjadi teladan bagi para wanita eh perempuan! (Konon kata wanita itu jelek, jadi lebih baik perempuan…tapi bahasa kan tidak statis, asalkan intinya tersampaikan apa salahnya memakai wanita? )

Lalu komentator ke 12321 adalah Alamendah, dan komentator ke 12345? Mungkin kamu loh hehehehe.

Kid’s Menu

3 Sep

Sudah lama aku kagum dengan adanya kids menu di semua restoran di Jepang, mulai dari yang cepat saji, sampai pada restoran biasa. Pasti ada yang namanya Okosama Ranchi (Kids Lunch). Harganya terjangkau, ukurannya pas untuk anak-anak (biasanya setengah dari size orang dewasa), penyajian yang menarik dan biasanya disertai dengan satu jenis mainan yang bisa dipilih. Memang mainan murah tapi cukup untuk membuat anak-anak “duduk diam” di meja dan makan!

ciluuuuuuuuuk

Aku pikir kenapa di restoran Indonesia (kalau restoran Jepang di Indonesia ada) tidak ada kids menu begini ya? Lalu aku membayangkan sebuah keluarga memasuki restoran di Indonesia. Bapak Ibu, anak-anak termasuk yang masihh balita, tapi…. ditambah lagi satu orang. Dialah sang baby sitter yang bertugas mengurus anak-anak termasuk menyuapi mereka (mungkin dengan makanan dari rumah) dan membuat mereka tidak mengganggu kedua orang tuanya makan (Meskipun mungkin mengganggu tamu yang lain dengan keributan mereka. Tak jarang terjadi “kecelakaan” karena sang anak berlari-lari dalam restoran tersebut). Jadi memang kids menu tidak perlu untuk keluarga itu.

baaaa
baaaa

Nah, di Jepang ngga ada yang namanya baby sitter. Jadi kalau mau ajak anak-anak sekeluarga, sang ibu juga harus mengurus permintaan sang anak. Mau pesan satu piring untuk si anak kebanyakan. Atau sang ibu harus merelakan tidak memilih makanan kesukaannya, dan memilih makanan yang bisa dimakan bersama anak-anaknya (yang tidak pedas, yang disukai anak-anak). Tapi setelah ada Kids Menu, dan anak-anak juga bisa makan sendiri, adanya Kids Menu ini sangat menolong. (Meskipun terkadang tidak dimakan)

kids menu di Rumah Makan Volks, tanpa hadiah mainan
kids menu di Rumah Makan Volks, tanpa hadiah mainan

Aku juga selalu memesan kids meal di penerbangan Jakarta- Tokyo p.p. baik dengan JAL atau SQ. Dan…. kids meal ini jauuuuh lebih enak dan menarik daripada meal untuk orang dewasa. Jadi aku selalu makan sisa dari Riku atau Kai, dan tidak menyentuh meal dewasa. Well, makanan dalam pesawat biasanya memang “kurang” enak (untuk kelas ekonomi loh, kalau kelas bisnis sih lain deh).

Jadi siapa tahu ada yang mau membuat restoran di Indonesia. Coba deh membuat Kids Menu sebagai salah satu pelayanan di restoran Anda! Kalau MacD bisa sukses dengan Happy Set nya, pasti kids menu juga akan dilirik keluarga yang makan di restoran biasa.

(kiri: kids lunch standar ada mainannya berupa kacamata, tengah: kids menu yang lebih mahal di restoran sushi, kanan: kids meal di dalam pesawat JAL)

NB: Aku selalu merasa kasihan dengan si baby sitter yang diajak ke restoran. Dia harus melihat majikannya makan sedangkan dia harus kerja mengurus anak. Masih mending kalau sesudah majikannya makan, dia pun diajak makan sebelum pulang. Mungkin malahan ngga pernah ditanya “Sudah makan belum mbak?”. Duh kapan ya perlakuan “feodal” ini bisa dihilangkan?