Domestic Type

17 Jan

Dulu aku pernah iseng-iseng menjawab kuis di sebuah majalah dan hasilnya, aku adalah domestic type. Lebih senang berada di rumah daripada jalan-jalan. Dan kurasa saat itu benar, karena sampai aku berusia 20 tahun jarang pergi-pergi jalan-jalan apalagi berwisata sendiri. Baru setelah papa ditugaskan ke London ketika aku berusia 20 tahun itu, aku mengepakkan sayap ke mana-mana deh 😀

Sebelum menikah di Tokyo aku memang memanfaatkan waktu benar-benar, untuk bekerja dan bermain. Pulang ke rumah paling cepat jam 10 malam, tapi paling pagi jam 1 malam itupun hanya satu kali. Kapok ketinggalan kereta sehingga aku jalan kaki pulang dari stasiun Meguro ke apartemenku, 40 menit. Mau naik taxi waktu itu terlalu banyak orang antri, sehingga aku nekad jalan saja. Untung jalan Meguro itu jalan besar sehingga sama sekali tidak takut jalan malam-malam. Tapi setelah menikah, sedapat mungkin aku berada di rumah. Jika harus pergi biasanya aku sekalian mengatur supaya bisa selesai beberapa urusan sekaligus.

Nah, kelihatannya sifatku ini menurun pada kedua anakku. Hari ini sebetulnya kami libur dan ada waktu jika mau jalan-jalan, meskipun tanpa papa yang pergi kerja. Waktu kutanya apakah mau bermain dengan Shaw tapi pulang hari (malam pulang), mereka mulai malas. Tentu malas, karena harus naik bus dan kereta, karena papa pakai mobilnya. Akhirnya kuputuskan tinggal di rumah saja.

Sebetulnya aku senang anak-anak lebih memilih berada di rumah daripada keluyuran. Tapi yang menjadi masalah biasanya soal makan (pagi, siang, malam). Aku sudah bosan memikirkan masak apa, sehingga aku tanya pada Riku dan Kai…. mau makan apa?
Dan jawabnya selalu, “Apa saja boleh”
“Makan di luar yuuuk…”
“Ngga mau ah, Kai mau makan masakan mama. Masakan mama enak ( kalimat ini semua dalam bahasa Indonesia loh hihihi)”
Langsung aku peluk dia, “Terima kasih Kai…”…. He is my jewel!

Meskipun aku mesti putar otak untuk masak apa, akhirnya kami bisa makan pizza untuk makan siang dan yakisoba (mie goreng) untuk makan malam. Karena aku tidak (jarang) makan nasi, hari ini anak-anakpun sama sekali tidak makan nasi deh.

Dan hari ini pun berlalu, dengan kami bertiga masing-masing baca buku, main game dan menonton…di ruang yang sama. Aku tidur-tiduran di kamar, anak-anak main game di kamar. Aku pindah ke komputer, anak-anak juga ngikut ke kamar makan. Tapi ada satu yang kusuka hari ini, yaitu Kai yang curhat tentang teman-teman kelasnya. Ada yang nakal suka berkata: Sensei baka (bodoh) atau memanggil sensei dengan omae (kamu). Atau ada yang suka menabok perutnya kalau dia lewat. Untung dia cukup berani untuk selalu melaporkan pada sensei, sehingga masalahnya bisa selesai saat itu juga. Senseinya sering memarahi anak-anak yang nakal itu.
“Kalau begitu sensei kamu baik ya…”
“Bukan baik ma. Aku bilang senseiku itu sensei yang kibishii (tegas/galak)”
“Ya, bagus kan kalau sensei itu kibishii.”
“Bagus dong. Kai mau belajar dengan sensei yang kibishii terus. Semoga di kelas dua (april nanti -Red) senseinya juga yang kibishii. Tapi di SD Kai banyak loh sensei yang kibishii” Dan dia sebutkan nama-nama senseinya.
“Pokoknya Kai harus kasih tahu sama mama, kalau ada yang nakal pada Kai ya. Nanti mama yang bilang sama sensei”

Aku senang karena anak-anak selalu melaporkan kegiatan di kelas, terutama Kai. Apalagi hari ini aku bisa mendengar banyak cerita darinya. Riku dulu waktu kelas awal memang sering dibully, sering pulang menangis. Tapi Kai hanya satu kali. Kalau mengingat kembali, Riku memang cepat sekali menjadi dewasa.  Uh, dua bulan lagi dia lulus SD loh huhuhu…..

Tapi memang sih, kalau musim dingin maunya di rumah terus ya, untuk hibernasi 😀 Bagaimana Sabtu mu?

Masakan yang konon cocok untuk musim dingin: Fondue. Sayuran dan susis dicocol dengan keju cair. Buah-buahan dicocol di coklat cair. Ini untuk Jumat malam dan sepanjang sabtu deh jadinya. Ditambah pizza dan yakisoba. Sarapan pagi kami makan kishimen (sejenis udon pipih) yang hangat.