Naik Kereta Api tut tut tuut~

11 Des

Aku suka naik kereta api di Jepang. Semuanya bisa direncanakan karena detil keberangkatan dan kedatangannya per menit, dan kita juga bisa memperkirakan berapa lama pindah kereta. Musim semi yang lalu, aku melewatkan 6 hari wisata di Selatan Jepang dengan kereta. Nyaman, meskipun tidak bisa dibilang murah.

Nah, waktu kami mudik musim panas lalu, aku ingin mengajak Riku dan Kai naik kereta di Indonesia. Supaya bisa membandingkan dengan Jepang. Kupikir bisa naik KA Parahyangan ke Bandung saja. EH ternyata waktu aku minta papa membelikan tiket pesawat Sby-Jogja, ternyata tidak ada rute itu, sehingga papa menyarankan aku naik kereta saja dari Surabaya- Jogja. Waktu kutanya pada Kang Yayat, beliau bilang kira-kiraa 5 jam sudah sampai kok. OK kalau 5 jam aku masih bisa tahan hehehe.

Setelah dari Zangardi, kami mampir ke stasiun Gubeng untuk membeli tiket kereta Surabaya-Jogja berangkat pagi. Mau antri di loket… hmmm banyak orang dan pasti makan waktu. Kemudian aku diajak mbak Lely untuk pergi ke Minimart yang ada di stasiun itu. Oleh mbak penjaga diberitahu bahwa bisa membeli secara online. OK deh, aku ahli kok kalau online-online an… jadi aku bilang padanya untuk bantu aku kalau aku tidak bisa. Jadilah aku beli secara online.

menunggu kedatangan kereta di Stasiun Gubeng

Masukkan tanggal, jam, pilih kereta lalu masukkan nama dan no HP. Karena kami bertiga, aku harus mengulang tiga kali! Dan no HP nya tidak boleh sama. Wah aku bingung, tapi mbaknya bilang, “Ngga papa kok bu, belakangnya aja diganti 1, 2, 3. Yang penting ada satu nomor yang asli”. Heran juga kenapa harus pakai nomor HP ya? Kalau tidak punya bagaimana dong? Pakai HP teman? atau isi asal-asalan?

Setelah mengisi data yang diperlukan, aku membayar harga tiketnya langsung di Minimart dan mendapatkan nomor transaksi. Katanya aku harus membawa nomor transaksi itu ke pencetakan karcis di samping loket. Duh, musti antri lagi?

denah di stasiun Gubeng. Kai takjub melihat vending machine di Indonesia, soalnya bayarnya pakai uang kertas, bukan logam. Lain dari vending machine di Indonesia. Jadi dia minta uang padaku untuk coba beli 😀

Ternyata tidak sih, aku tinggal masukkan nomor transaksi di komputer yang ditunggui petugas PJKA, dan …. sret sret tiket langsung dicetak. Mudah! Coba kalau aku antri di loket pembelian, bisa mabok aku tunggu gilirannya 😀

dalam kereta Sancaka

Nah, tanggal 13 Agustus paginya aku tinggal datang ke stasiun Gubeng dan masuk peron. Karena pengantar tidak boleh masuk ke dalam, kami berpisah dengan Kang Yayat di depan pintu. Kami pakai jasa porter untuk membawa barang-barang kami yang bertambah dengan oleh-oleh. Begitu banyak piece dibawa oleh satu orang pemuda, wah hebat juga ini anak pikirku. TAPI yang menjadi masalah nantinya bagaimana aku menurunkan barang-barang itu di stasiun KLATEN, tujuan kami hari itu.

Dalam kereta Sancaka itu…hmmm ya kereta tua sih. Kalau sudah biasa naik kereta Jepang, langsung berasa Downgrade 😀 (dan memang Riku langsung berbisik padaku, “Mama keretanya jelek ya…”) Ya, harap dimaklumi lah nak.

Tidak kalah kok kereta Sancaka dengan kereta yang bisa kita pakai di Jepang. Buktinya ada colokan listrik sehingga bisa charge gadget seenaknya. Kalau di Jepang hanya beberapa jenis shinkansen saja yang bisa. Lalu di kereta Sancaka juga ada pelayan yang membawakan makanan bagi yang belum makan, meskipun pilihannya sedikit. Kalau di Jepang memang dalam shinkansen menyediakan gerobak berisi berbagai jenis makanan, tapi kereta biasa tidak ada pelayanan seperti itu.

pramu-kereta yang menawarkan makanan kepada penumpang.

Hanya ada satu pertanyaan Kai yang amat sulit kujawab. Sambil melihat keluar jendela, dia bertanya, “Mama, kok semua sungai airnya kotor begitu sih? Coklat dan banyak sampah …. iiih jijik”
Dan maaf…aku tak bisa jawab sama sekali. Aku cuma bisa bilang, “Ya begitulah….”
Karena hampir semua kali dan sungai di Jepang berwarna bening, anakku tidak mengerti kenapa kok harus coklat warnanya di Indonesia. padahal… sama-sama punya sawah, sama-sama punya gunung, sama-sama ada hujan …..

Sambil merenungi kenyataan bahwa air di Indonesia masih jauh dari layak, aku memutar otak juga bagaimana caranya untuk menurunkan barang-barangku di Klaten, yang sepertinya stasiun kecil, dan selama kereta Sancaka berhenti berhenti di stasiun kecil, aku tidak pernah melihat ada porter yang masuk ke gerbong kami.

Karenanya menjelang klaten, aku mencari petugas cleaning yang masih muda. Lalu kutanya padanya apakah ada porter di stasiun Klaten. Lalu dia tanya, “Ibu turun di Klaten? Nanti saya bantu” dan dia tanya aku duduk di mana. Lega aku karena aku sudah menemukan solusi, si petugas cleaning akan memanggilkan porter untukku. 🙂