Autumn Leaves and Fishing

24 Nov

Judul yang aneh karena biasanya orang tidak memancing di musim gugur. Tapi di hari libur “Hari Pekerja” tgl 23 November ini, deMiyashita memancing daun dan …ikan!

Seperti biasa, Riku bangun pagi, jam 6 kurang. Karena aku sempat terbangun dini hari untuk 3 jam, maka aku masih tidur ketika dia membangunkan aku, “Ma, aku boleh masak Omuraisu (semacam nasi goreng yang dilapisi telur dadar) ?” Rupanya dia kelaparan.
“Boleh saja, tapi hati-hati dengan api ya….”

Tadinya aku mau tetap tidur, tapi rasanya kok khawatir juga membiarkan dia masak sendiri. Akhirnya aku bangun, hanya untuk mengawasi pemakaian api, dan…. memotret! Memang ini bukan yang pertama kali dia mencoba memasak, tapi pertama kali dia mengerjakan semua, sejak mengocok telur sampai menggoreng dan membuat nasi gorengnya. Nasi gorengnya tentu ala Riku, yang gampang, hanya nasi diberi saus tomat dan sedikit garam/lada. Dia sendiri tidak begitu suka daging, sehingga tidak pakai daging (kalau aku pasti masukkan ayam/daging giling/susis…apa saja).

Gayanya sih sudah seperti Chef beneran. Dua wajan dipakai! hahaha. Dan hasilnya lumayan enak loh. Telurnya empuk dan manis …fuwafuwa ふわふわ, karena diberi susu. Buktinya satu piring penuh dia habiskan sendiri hihihi (biasanya kalau aku bikin cuma makan setengahnya)

Nah, kemudian satu persatu penghuni apartemen kami bangun. Di luar hujan rintik terus menerus. Jadi aku tidak bisa mencuci baju. Kami melewatkan pagi itu dengan menonton tivi dan aku membersihkan ruangan.

Tapi setelah pukul 11, hujan berhenti dan hangat! Sejak hari Minggu udara dingin, jadi waktu udara menjadi hangat begini, rasanya ingin keluar rumah. Akhirnya Riku minta papanya untuk ke taman, dimana dia bisa berlari sepenuh hati. Dia sendiri yang menyarankan kami pergi ke  Tokorozawa Aviation Park di Saitama. Dia tahu di sana terdapat lapangan yang luas, dan ada tempat bermain untuk anak-anak.

Yosh! Kami berangkat pukul 1:30 siang. Langsung lewat toll ke arah Tokorozawa. Dan menjelang masuk parkiran Taman itu terpaksa harus antri cukup lama. Karena macet dan rupanya cukup banyak orang yang memanfaatkan cerahnya hari dengan berjalan-jalan ke Taman ini. Waktu masuk aku sempat kaget juga membaca bahwa ongkos parkir di situ gratis untuk 2 jam pertama, dan setiap jam berikutnya HANYA 100 yen. Weks, mana ada semurah ini di Tokyo? Rasanya ingin pindah ke Saitama aja deh.

Gayanya Kai and Autumn Leaves @Tokorozawa Aviation Park

Sementara Gen antri parkir, aku dan anak-anak turun duluan. Dan kami disambut dengan pemandangan musim gugur yang indah! Lapangan luas dengan pohon-pohon yang sudah mulai berubah warna. Banyak keluarga datang dan bermain di sini. Benar-benar pemandangan yang mengundang kita untuk berlari dan …tiduran di atas hamparan permadani daun emas!

Setelah Gen bergabung, aku mendapatkan kesempatan untuk NARSIS hehehe. Untung saja suamiku ini mau melayani permintaan istrinya yang juga mau memamerkan buku sahabatnya, Mas Nug yang baru diterbitkan. Mata Hati adalah buku foto+puisi yang mengajak kita berkeliling dunia, menikmati pemandangan dan hal-hal sepele yang tertangkap oleh mata-hati seorang lawyer kondang (yang berminat mendapatkannya silakan baca di sini) . Kalau tidak khawatir nasib anak-anak dan sungkan pada Gen, pasti bisa berjam-jam deh berfoto di sini… tentu saja dengan berbagai pose hehehe.

Memang kami tidak bisa mengelilingi Taman seluas ini semuanya. Bayangkan taman ini dulu merupakan bandara pertama di Jepang! Luasnya 11 kali Tokyo Dome, yaitu sekitar 47 ha. Sebuah taman yang bersejarah, yang bisa digunakan oleh semua warga dengan gratis. Tentu saja harus bayar jika ingin menggunakan lapangan tenis atau melakukan kegiatan khusus lainnya. Tapi kalau hanya untuk berjalan-jalan, jogging atau bermain di tempat anak-anak, bahkan piknik….semuanya gratis. Mau murah tinggal naik sepeda (kalau mobil kan bayar parkir). Ada juga sih museum pesawatnya, tapi untuk masuk museum harus bayar 500 yen untuk dewasa.

Riku dan Kai menikmati taman dengan bermain, berlari, memungut dahan, main perosotan (Kai takut-takut sih), kemudian ada pula jungle jim. Sementara mama Imelda memotret daun Momiji (maple) yang berubah warna oranye dan merah. Indah!

Puas bermain, kami mencari makanan kecil dan minuman hangat. Ada sebuah kantin di sana, dan kami membeli yakisoba (mie goreng jepang), takoyaki (octopus ball), potato fries dan frankfurt (susis). Bener-bener junk food deh hehehe.

Waktu mau kembali ke parkiran itulah kami mmapir ke museum dengan niat untuk masuk. Tapi karena sudah jam 4:30, tidak bisa beli karcis lagi (Museum tutup jam 5, dan 30 menit sebelumnya tiket tidak dijual). Akhirnya kami berjalan pulang setelah melihat toko souvenirnya saja (tanpa beli apa-apa) dan waktu itu pun sudah mulai gelap.

Lampu-lampu di pohon mengingatkan Natal yang sudah semakin dekat

Kami juga melewati gedung pertunjukan MUSE, sebuah tempat untuk konser dan hall serba guna. Katanya Universitasnya Gen juga sering menyewa tempat ini untuk upacara penerimaan mahasiswa baru. Kalau malam indah karena diterangi oleh lampu-lampu, baik di gedungnya maupun di taman bagian dalamnya.

Bingung memilih tempat makan malam, Gen mengajak kami pergi ke sebuah restoran yang unik. Namanya ZAUO. Dia pernah ke sana dengan dosen-dosen universitasnya dan berniat mengajak kami juga. Cukup mahal memang, tapi bulan ini memang kami tidak pergi ke mana-mana, jadi kami memutuskan menikmati restoran ini.

Riku tidak tahu tentang rencana kami ke restoran ini, sehingga begitu kami masuk, dia langsung teriak kegirangan. Betapa tidak, begitu kami masuk langsung melihat sebuah kapal di atas kolam dan beberapa anak-anak memancing. “Aku mau mancing…aku mau mancing!”

Memancing dari atas "kapal", tapi sisi sebelah sini kurang banyak ikannya. Lagipula pinter-pinter, tidak mau makan umpan padahal sudah di depan hidung.

Kami mendapat tempat duduk di atas kapal karena kamar-kamar kecil sudah penuh dipesan orang lain. Kalau di kamar kecil itu, memancingnya dari jendela kamar yang terbuat dari kaca yang bisa melihat langsung ikan berenang. Ya seperti memancing di akuarium deh.

Tapi justru dengan duduk di atas kapal itu, kami bisa bebas memancing kemana-mana. Sayangnya di sisi kapal dekat meja kami jarang sekali ikannya.

Kami memesan dua kail+ umpan. Semua ikan yang kami pancing harus dimakan atau dibawa pulang, tidak boleh dilepas lagi. Lagipula ada daftar harganya. Jika tidak memancing misalnya untuk seekor kakap harganya 3200 yen, tapi kalau memancing sendiri “cuma” 2300 yen. Tapi ya memang untung-untungan, karena cukup lama untuk bisa menangkap seekor ikan. Kelihatannya ikan-ikannya juga sudah pinter, tidak mau makan umpan biarpun sudah di depan hidung.

Riku dengan Kakap hasil pancingan kedua

Setelah 20 menitan muter-muter cari tempat yang enak, akhirnya Riku berhasil memancing satu ikan kakap. Wah betapa girangnya dia. Lumayan besar loh ikan itu. Dan ikan tangkapan Riku yang pertama, kami minta untuk dibuat IKEZUKURI, atau sashimi (arti harafiah dari ikezukuri adalah memotong ikan dalam keadaan hidup. Jika ikan jenis “aji” dia masih bisa megap-megap meskipun dagingnya sudah “dicincang”. Tapi ikan kakap ini tidak, meskipun pada bagian sirip punggung masih bergerak meskipun sudah cukup lama bertengger di atas meja).

Karena Riku sudah mendapat satu ikan besar, Gen meminta aku memancing di tempat ikan “Aji“, ikan kecil dan murah (680 yen) yang juga enak dibuat sashimi. TAPI ikan Ajinya itu ditaruh dalam satu kolam bersama ikan Hirame (ikan sebelah) yang harganya muahal (3480 yen). Nah, maksud hati mancing yang murah, eeeh yang makan umpan aku justru si Hirame ini. Sial! hahaha. Karena ikan sebelah ini tipis, maka kami minta untuk digoreng.

Imelda dan Hirame...huh aku ngga mau kamu kok sebetulnya hihihi

Kembali ke meja kami, tahu-tahu Riku berteriak…”Aku dapat ikan lagi”… ya, dia tangkap ikan Kakap lagi! Aku cepat-cepat ambil jala untuk menadah ikan tersebut. Wahhh 3 ikan yang besar, gimana abisinnya nih? Untung kami suka ikan, jadi ikan Kakap nya Riku yang kedua kami minta untuk dibakar dengan garam saja. Yang paling sederhana….dan paling enak kalau menurut aku. Kalau kebanyakan masakan Indonesia kan ikannya digoreng, tapi aku paling suka ikan dibakar tanpa bumbu apa-apa, hanya garam. Dan kamu bisa tahu segar tidaknya, enak tidaknya seekor ikan. Back to nature deh.

Kakap ikezukuri... sirip punggungnya masih bergerak-gerak

Sebetulnya Riku masih mau memancing, tapi kami larang. Karena 3 ikan saja sudah 10.000 yen! mahal hihihi. Dan sambil makan dia ngomong terus,
“Papa terima kasih ya hari ini aku senang sekali. Bayangin aku bisa pancing dua ikan! duh aku mau tulis di catatan harianku soal hari ini….”
“Papa janji ya untuk ajak lagi ke sini, Aku suka sekali restoran ini…”
“Papa, nanti kalau aku ulang tahun, mau buat pesti di sini saja…”
“Aku mau part time job di restoran ini deh, jadi bisa mancing terus-terusan”
“Papa, aku kalau besar mau jadi Nelayan aja ah…asyiknya bisa tangkap ikan setiap hari”
…. dan kami berdua meredakan kegembiraan dia dengan berkata, “Iya kalau ada rejeki”,
“Kamu bisa memancing untuk hobi buat sebagai matapencaharian”,
“Kamu belum tahu susahnya mancing di laut. Ikannya besar-besar, perlu tenaga besar”,
“Iya nanti minta ajak Pak Eto, dia ahli memancing ikan. Kamu ikut aja sama dia biar tahu sebenarnya bagaimana”.
Tapi terus terang kami juga senang Riku menemukan kegemaran baru, meskipun mungkin tidak berlanjut lama.

deMiyashita @ Zauo resto unik di Saitama

Pemandangan indah, pengalaman baru, makan enak, tertawa bersama. Satu hari yang indah yang kami lewatkan bersama, sambil menikmati bulan November yang hampir habis.

Have a nice Wednesday temans

deMiyashita

27 Replies to “Autumn Leaves and Fishing

  1. (Maaf) izin mengamankan PERTAMAX dulu. Boleh, kan?!
    Mancing dapat 3 ekor aja sampai 10 ribu yen. Wuih… mahal banget, Mbak.
    Juga tentang tamannya, sedemikian luasnya dimanfaatkan untuk ruang publik, hampir mustahil terjadi di Indonesia.

  2. Wow..
    Ada MATA HATI dan FOTO MODEL nya yg baik hati di Tokorozawa Aviation Park di Saitama. Kereeenn… Makasih Mel, juga makasih Gen yg sebagai Fotografer. Anak2 pasti senang sekali bermain disana yaa.. 🙂

  3. Wahh Riku pinter masak nasi goreng ya….? Ntar kalau ke Jakarta mesti coba masakannya Riku…

    Kayaknya musim gugur indah ya Imel? Baca blognya si bungsu, dulu dia juga diajak jalan-jalan menikmati momiji (saat itu karena dia bilang dia rapuh, nggak kuat capek..bla..bla..bla…dan sensei nya surprise setelah dengar dia akhirnya bisa naik Fuji)… Melihat foto Imel dan Kai diatas rerumputan warna kuning..aduhh rasanya ingin ikutan deh….

    Membayangkan betapa senangnya Riku makan di restoran dan bisa memancing sendiri, pasti pengalaman tak terlupakan. Sebetulnya makan ikan segar memang enak hanya dibakar, rasanya sedaap…ini bisa dinikmati jika kita bepergian di Indonesia Timur, ikannya bagus-bagus…jadi cuma dengan garam dan dibakar aja udah enak..apalagi jika dimakan dengan sambal matah….

  4. Lihat foto-fotonya di facebook, bikin iri 😀
    Senang ya ada taman sebesar itu, kalau di Jakarta sudah jadi mall.
    Kalau di Jakarta, parkir jarang ada yang gratis, kalau pun gratis belanja dulu di supermarket yang ada di lingkungan parkir 😀
    Musim gugur yang indah!

  5. Ah indahnya bisa tertawa lepas bersama keluarga ya mbak.. 🙂
    Riku hebat bener bisa mancing 2 kakap sekaligus, mamanya malah lebih hebat bisa mancing ikan yang muahaaaaalll, hehe,,,

    bener banget tuh mbak ikan emang paling enak dibakar pake garam aja.. lebih gurihhhhhh… 🙂

    mbak, kai kok gak banyak diceritain sih, dia itu pendiem ya pasti?? hehe…

  6. Wah saya baru tahu dadar telur enak dikasih susu untuk campuran nasi goreng. Jadi penasaran ingin mencoba 🙂

    Pemandangannya indah2 ya, mudah2an akan ada kesempatan jalan-jalan ke sana. Salam kenal, bu. Senang membaca tulisan2 di sini.

  7. ..
    Wah Riku udah mulai mandiri ya..
    Bisa masak dan berani jaga rumah sendiri.. 🙂
    ..
    Hmm taman yg luas banget..
    Keren..
    Foto mbak Em bagus, pake’ baju merah jadi kelihatan fresh.. 😉
    ..
    Konsep resto-nya asik, pasti bikin anak kecil betah..
    Dan ikan segar emang yummii..
    ..
    ^_^
    ..

  8. Wah, pinter juga ya mancingnya
    Ikannya dapat gede

    Trus foto bersama buku Matahati juga OK 🙂

    Pagi ini, di tulisan ke 400 ku (new) aku meminta pendapatmu duhai sahabat 🙂

  9. sepertinya nasi goreng nya enak tuh..
    pake tambahan susu.. hm.. yummy…

    Riku udah mandiri ya.. udah bisa nyiapin makan untuk diri sndiri.
    gak semua anak bisa kayak gitu Mbak.. 🙂

    ohya,
    suka banget foto yang bawa bukunnya Mas Nug..
    ditambah dengan daun2 yang warna kuning itu… jadi colorful bgt 🙂

  10. Aku suka fotomu yang berbaju merah! Cantikkk! matching sama lipstiknya!

    Tulisan seperti ini paling aku suka, mbak. Kebahagiaan memang selalu datang dari apa saja. Dari orang-orang yang kita cintai 🙂

    Sehat terus ya, mbakkk!

  11. Telur dadarnya pakai susu? Susu apa, Kak? Fresh milk gitu ya? Jadi pengen coba… ^^

    Wow, baca posting yang ini bener” bikin relax banget, hari yang menyenangkan bareng keluarga. Udah lama banget aku gak sempet jalan bareng keluarga sampai seharian, terakhir kapan aja aku udah lupa, hehe.

    Btw, Riku kayaknya bakat jadi chef deh, kelas 2 SD udah bisa masak, hehe…

  12. acara keluarga di luar rumah seperti ini memang sungguh sangat membahagiakan dan menggembirakan. Setelah penat bekerja tantu kita perlu rilex agar hari berikutnya kita tetap fresh untuk bekerja lagi.

    Soal membuat nasi goreng saya mempunyai pengalaman menarik ketika bertugas di Namibia-Afrika. Kami yang kontrak rumah sepakat untuk bergantian memasak.
    Karena saya hanya bisa membuat nasi goreng maka jika tiba giliran memasak selalu saja membuat nasi goreng.

    Caranya hampir mirip dengan chef Riku yang ganteng itu.
    Nasi sak panci saya kasih sambal tomat lalu saya aduk2 hingga merata.Baru di cemplungkan ke wajan yang inyaknya sudah mendidih. Yup, jadilah nasi goreng.

    Untuk lauknya saya hanya bisa membuat telur dadar. Lha disini masalahnya. Karena penghuninya cukup banyak maka 6 butir telur saya masukkan ke wajan. Ketika membalik telur dadar itu, berat anget dan patahlah dadar saya ha ha ha ha.
    Harusnya telurnya dua-dua saja kaleee.

    Saya penggemar nasi goreng, sejak kecil hingga kini.

    Salam hangat dari Surabaya dan juga salam kompak untuk chef cilik juga ya.

    Waaah kapan ya bisa makan nasi goreng ala pakdhe nih
    EM

  13. Tiga Hal EM

    1. What ?
    Siripnya masih bergerak-gerak ?
    Oh Tidaaaakkk …

    2. Masak
    Riku masak … ?
    Keren… mantap …
    Go Young Man …!!!

    3. Family Days
    Tiada hari yang indah … selain melewati hari bersama keluarga
    very nice EM

    Salam saya

    hehehe namanya juga sashimi, harus segar! selama bukan orang hahahaha.
    Si Riku ketagihan masak sendiri, setiap hari sekarang dia mau masak sendiri.,… asyik mamanya ngga usah masak 😀
    EM

  14. wah ikan masih gerak2 gitu bisa langsung dimakan yah?Dan bu imel cm perlu garam aja buat bakar ikan itu??wihhh gimana rasanya yaa… kalo saya pernah goreng ikan ga tak kasih bumbu apa-apa..tapi setelah digoreng saya goreng ulang dicampur jahe dan bawang putih..hihi..lumayan ada rasanya dikittt…

    Hmm..sepertinya sekali-kali perlu nyoba sashimi yah…tapi apakah cocok untuk lidah indonesia?hihi..

    Riku hebat sekali bisa masak…ah besok niru riku ah goreng telur pake susu..terimakasih yaa riku sudah berbagi resep..:)

    Itulah bedanya Cina dan Jepang. Cina kebanyakan digoreng, pakai garam dan jahe/minyak wijen. Kalau Jepang? back tu nature… mentah dengan kecap asin/garam saja. Tidak ada api juga bisa hihihi. Sedangkan Cina harus ada api
    EM

  15. wah bahagianya…
    ikannya masih segar, pasti rasanya manis mbak
    aku dan teman2 sering mancing kuliner, perabotan pancing yg dibawa sederhana saja namun prabotan masak lengkap. rulenya gak boleh makan kalo gak dapat ikan karena ikan lauk satu2nya jadi kalo gak dapat ikan gak makan apa2 hahaha

    mancingnya di mana? Ikan laut atau tawar? Aku tidak begitu suka ikan tawar karena banyak duri hihihi
    Tapi boljug tuh mancing kuliner… musti bisa tahan lapar kalau lama baru dapat hasil tangkapan 😀
    EM

  16. kereeen, riku bisa masak! 🙂 aku suka sama cowok yang bisa memasak hehe. besok dia bisa jadi chef tuh. eh, tapi dia pengen jadi nelayan ya? haha. nelayan yang bisa masak, pasti lebih keren 🙂

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *