Open House

22 Nov

Kalau di Indonesia biasanya kita mendengar istilah Open House ini pada hari Raya semisal Idul Fitri dan Natal, yaitu pejabat-pejabat dan boss membuka rumah mereka dan menerima tamu yang ingin mengucapkan selamat hari Raya. Kegiatan seperti ini tidak ada di Jepang (kecuali di KBRI) karena tentu saja orang Jepang tidak merayakan hari-hari agama (lagian rumahnya kecil sih hehehe).

Nah, hari Jumat-Sabtu kemarin (19-20 November) SD nya Riku mengadakan “Open House” atau mungkin kebih tepat diterjemahkan “Open School” (tapi takutnya orang Indonesia menyamakan Open School dengan Universitas Terbuka) . Bahasa Jepangnya memang persis sama dengan bahasa Inggris Open School gakkoukoukai 学校公開, membuka sekolah untuk umum, siapa saja boleh datang, asal mengisi buku tamu demi keamanan (kalau orangtua cukup memakai badge khusus). Istilah Open School ini aku bedakan dengan Open Class yang pernah kutulis di sini, yang bahasa Jepangnya jugyosankanbi 授業参観日 kunjungan ortu ke kelas untuk melihat proses pembelajaran.

Open school juga memperbolehkan orang tua melihat proses pembelajaran selama dua hari itu, tapi selain itu diadakan pameran hasil karya murid satu sekolah di gedung olahraganya.

Terus terang aku penuh dilema waktu itu, karena aku harus mengajar jumat sedangkan acaranya Riku itu jumat dan sabtu. Waktu kuberitahu aku tidak bisa datang jumatnya, Riku menangis. Dia bilang, “Tapi orangtua yang lain datang kan?”. Dia ingin memperlihatkan hasil belajarnya padaku. Ah, bingung, tapi kupikir kapan lagi Riku dengan senang hati, malahan berharap kedatangan orang tuanya ke kelas seperti ini. Biasanya sesudah kelas 4 SD, anak-anak tidak suka orang tuanya datang ke sekolah dan melihat mereka belajar.  Akhirnya aku minta ijin tidak mengajar, dan memberikan tugas saja kepada mahasiswa untuk pergi ke SD nya Riku.

Waktu aku sampai jam 9 pagi (jam pertama mulai jam 8:50 ~) mereka sedang belajar matematika. Dan …aku adalah orang tua yang pertama hadir. Betapa senangnya melihat wajah Riku yang berseri-seri tersenyum begitu. Dia memang duduk paling belakang, dan aku melihat pembelajaran itu di bagian belakang kelas. Gurunya- Chiaki sensei- senang juga melihat aku datang. Saat itu kelas dua sedang  mempelajari bentuk-bentuk segitiga, empat persegi panjang. Wah, aku juga jadi ikut belajar deh… karena sebetulnya aku tidak tahu istilah titik sudut itu chouten 頂点 (Inggrisnya vertex)  atau sisi itu hen へん   (Inggrisnya edge) … hahaha. Abis waktu universitas belajar bahasa Jepangnya kan tidak belajar matematika! (ngeles.com)

Pelajaran kedua adalah musik. Semua mengeluarkan pianika (di sini namanya kenban harmonika) . Satu kelas memainkan lagu edelweis dan yuuyake koyake. Aku langsung perhatikan tangan Riku…. benar deh dia kadang skip not yang dia tidak tahu, atau dia tidak tiup, sehingga tidak ketahuan kalau dia salah. Dasarrrr…. Memang oleh gurunya aku diberitahu bahwa Riku kurang bisa untuk pelajaran musik (kecuali nyanyi karena nyanyi dia bisa) dan olahraga. Dan musik itu sebetulnya bisa di -catch up dengan latihan. BUT persoalannya aku juga tidak bisa main musik. Paling yang aku bisa menyanyi  di sebelahnya dan membantu Riku mempertahankan tempo lagu. Itu yang aku lakukan, jadi untung saja waktu ada presentasi masing-masing murid, Riku tidak memalukan meskipun dia memilih lagu yang mudah hahaha. (Sampai aku berniat membeli metronom loh… tapi waktu aku bilang gen soal beli metronom, gen bilang tidak perlu)

Pelajaran ketiga adalah olahraga. Pemanasan dan permainan dodge ball. Yang lucu saking aku ngobrol dengan ibu yang lain, aku tidak tahu kapan Riku itu jatuh dan terluka lututnya. Tau-tau dia kembali ke lapangan dengan kaki kanan berplaster. Gurunya menghampiri aku dan menjelaskan bahwa Riku jatuh, sambil minta maaf kok terjadi di depan mamanya….semua kejadian di sekolah adalah tanggung jawab guru soalnya…. wah aku langsung bilang, no problem sensei. Aku yang mengikuti pelajaran dari awal (dan terus sampai akhir) saja capek apalagi si guru, benar-benar perlu stamina tinggi sebagai guru kelas 1-2-3 SD itu, karena harus mengajarkan semua pelajaran sendirian. Salut deh sama ibu guru SD.

Sesudah pelajaran olahraga,  jam keempat adalah jam prakarya. Tapi karena mereka sudah membuat hasil karya yang dipajang untuk pameran di gedung olahraga, maka jam pelajaran ini dipakai untuk melihat pameran.

Well, begitu masuk ruang olahraga aku terpana. Jujur, awalnya aku pikir, “Ah hasil karya anak SD bisa diprediksi hasilnya seperti apa…” Tapi, begitu masuk langsung terpampang karya seni yang mungkin kalau dipajang satu saja tidak “WAH” tapi dipajang banyak begitu, benar-benar menjadikan PAMERAN sungguhan (ya, masak boongan mel). Ungkapan Jepangnya: hakuryoku ga aru 迫力がある ada daya tarik yang besar.

Paling dekat pintu karya kelas 1, yang memamerkan lukisan dengan satu tema yaitu “Sarung Tangan”, sebuah cerita rakyat Ukraina (picture booknya terkenal juga di sini), dan topeng shishimai dari kotak tissue. Kelasnya Riku menampilkan lukisan hangga (nukilan kayu), lukisan memakai tinta hitam dan topi kertas. Lukisan hangganya Riku cukup bagus, menggambarkan tanuki (sejenis srigala) . Tapi topinya duuuuh HADE alias rameeee hiasannya. Ceritanya dia mau buat topi pet, jadinya tidak kelihatan seperti topi deh karena kebanyakan hiasan hahaha.

Yang membuatku terpana, setiap kelas menampilkan lukisan dan seni rupa yang berbeda dan memakai beragam media. HEBAT! ada paduan lukisan dan guntingan kertas, ada lukisan dengan memakai cat poster/cat air dipadukan robekan kertas, ada lukisan ala batik, ada hasil kerajinan keramik biasa (pot), tapi ada juga keramik dipadukan dengan kaca yang dibakar 1150 derajat sehingga menghasilkan semacam stained glass. Selain itu ada kursi karya kelas 6, dan lukisan bersama putih biru ala Henri Matisse.

topi pechanko (ambles) nya Riku....bener-bener ...rame! hahaha

Wah, melihat hasil karya anak SD sedemikian bagus dan beragam, benar-benar membuat aku ingin mempraktekkannya setelah pulang. Nanti ajak Riku dan Kai untuk membuat prakarya macam-macam ahhhh… (meskipun bisa bayangkan betapa berantakannya rumahku nanti …hiks…)

Sesudah jam ke4, murid-murid makan siang dan kami orang tua harus pulang (tidak boleh menonton mereka makan…alasannya? ngga ketelen makanannya hahahah) . Jadi setelah aku makan siang di rumah, aku kembali lagi untuk mengikuti jam ke 5. Pelajaran terakhir itu adalah Kokugo (bahasa Jepang), berdiskusi membuat cerita, dan menyatakan pendapat. Misalnya : “Aku suka ceritanya si anu bagian yang ini….” Bagus juga untuk pelajaran menyatakan pendapat.

Waktu aku masuk kelas awal pelajaran ke 5, sekali lagi aku yang pertama datang. Entah kenapa hari Jumat itu sedikit sekali ibu-ibu yang datang. Mungkin semua anggap toh bisa datang hari sabtunya bersama suaminya. Ada seorang murid teman Riku bertanya,
“Tante, tante datang dari pagi ya?”
“Iya…”
“Nggak capek?”
“Capek, tapi kan mau belajar sama kalian. Tante juga belajar loh hari ini. Semua pintar-pintar”
dan si murid tersenyum. Ah senangnya melihat beberapa teman sering memandang padaku dan menunjukkan hasil karya/tulisan mereka atau bertanya padaku. Apalagi Riku waktu pelajaran terakhir berkata, “Mama tunggu aku ya… pulang sama-sama” Anak lelaki ku ini memang masih manja, tapi aku menikmatinya, sebelum dia memasuki masa puber dan malu dekat-dekat ibunya hehehe.

Akhirnya memang benar tebakanku bahwa orang tua banyak yang datang hari Sabtunya. Sudah seperti pasar malam deh. Tapi kelas Riku juga sudah tidak belajar, karena mereka membuat semacam permainan-permainan untuk anak-anak dan pengunjung. Orang tua juga bisa ikut memancing, menebak barang, lempar gelang dan boling. Panitianya semua anak-anak.

Pelajaran ke 5 di hari kedua adalah bahasa Jepang tentang huruf Katakana. Waktu itu kami sebal juga karena seharusnya Riku bisa jiman, bangga menuliskan nama Indonesia atau Jakarta atau nama mamanya dalam katakana. Tapi Riku sama sekali menulis contoh yang lain hahaha. Tidak menjawab keinginan papa-mamanya.

Satu hal yang aku lihat di kelas yang membuat aku mengingat kembali apakah dulu kami begitu. Yaitu setiap jam pelajaran mulai  pasti semua dalam keadaan diam, duduk yang manis, dan waktu berakhir mengucapkan terima kasih, sambil menunduk pada guru. Sesudah pelajaran terakhir  juga menunduk memberikan hormat pada orangtua yang sudah hadir. Apakah di Indonesia masih melakukan hal-hal begini ya? Bukan gila hormat, tapi merupakan pelajaran disiplin yang aku rasa tetap perlu di jaman manapun, sekolah manapun, negara manapun… dmei membentuk anak-anak yang “teratur”.

Well, dua hari yang melelahkan bagi Riku dan bagiku juga. Dan karena Riku masuk sekolah di hari Sabtu, maka hari Senin ini Riku libur sebagai ganti hari Sabtu. Padahal besok (Selasa 23 November) merupakan hari libur nasional, hari untuk pekerja/buruh sehingga 3 hari berturut-turut libur. Tidak apa-apa sih untuk aku, cuma….. musti siapin makanan/snack yang banyak itu loh yang cukup merepotkan. Riku dan Kai sudah mulai makan banyak nih… hehehe

So… have a nice Monday temans!

(Hari ini aku masak ayam goreng, daging pedas, balado terong, ketoprak, jelly dan es buah…. kayak mau pesta yah hahahaha. Hujan! dingin! Aku pergi ngajar dulu yah)