bukan…bukan suatu pengumuman, tapi ingin bercerita tentang anakku Kai yang semakin…. gede.
Baby tentu saja arti sesungguhnya adalah bayi, yang baru saja dilahirkan dari perut ibunya. Pasti dong lucu, bayi itu menggemaskan bahkan ada yang mengatakan bayi itu cantik atau manis. Nah, ungkapan baby ini juga sering dipakai sebagai pengganti “darling“, “sweety” dengan variasi babe (dibaca beib). Dan ada beberapa teman dekatku yang aku tahu menggunakan atau dipanggil dengan beib ini oleh kekasihnya. (sambil melirik salah satu sahabat mayaku yang sering dipanggil beib atau cin … dan percayalah aku tidak pernah dipanggil dengan ungkapan ini **ngiri.com**)
Nah, sudah jelas pasti tidak diragukan lagi, Riku dan Kai mengenal kata “baby” ini di sebuah film remajanya Disney Chanel. Ceritanya si cowo merayu perempuan dan mengatakan, “Hai baby….”. Nah Riku pernah sekali memakai kata itu waktu bermain dengan Kai. Dan aku terkejut sekali waktu Kai memakai kata Baby ini padaku, waktu kami akan pergi. Seperti biasa aku masih hilir mudik mempersiapkan yang mesti dibawa, sedangkan si Kai ini sudah selesai dan tidak sabar untuk pergi. Dia berkata padaku, “Ayo baby!”. Aku bengong dan bertanya padanya, “Siapa baby?”
“Mama….” katanya sambil tersenyum. Aku tertawa terbahak-bahak dan memeluk dia, dan berkata, “Kai mama senang dipanggil baby, tapi… baby artinya juga akachan (bayi). Kan mama bukan bayi….” Tapi dia cuma tersenyum, dan…sudahlah… akhirnya kupikir, lucu juga dipanggil baby oleh my baby.
Dan my baby Kai ini sudah cukup merepotkanku selama sepuluh hari ini (meskipun aku tidak boleh menyalahkan dia sebagai penghambat aku menulis di TE… bukan Kai tapi dari diriku sendiri yang memang malas, belum mood untuk menulis di TE, tapi lebih banyak dan nyaman menulis di blogku yang satunya)
Mulai sabtu minggu lalu tanggal 18-19-20, di Jepang libur beruntun karena tanggal 20 adalah hari penghormatan orang tua, seperti telah kutulis di posting sebelum ini. Dan Kai sakit, demam serta batuk yang cukup berat sehingga dia sulit nafas, tidak ada nafsu makan sama sekali, yang membuat aku juga tidak bisa tidur karena khawatir. Lagipula meskipun hari libur Gen tetap masuk kerja hari Sabtu dan Minggunya, sehingga aku takut kalau sampai perlu pergi ke UGD (Unit Gawat Darirat), aku harus pergi sendiri.
Untunglah demamnya kemudian tidak seberapa tinggi, Kai juga bisa tidur (terus) dan kelihatan tidak kesakitan. Sebagai akibat hari Senin meskipun Gennya kemudian libur, kami tidak bisa pergi kemana-mana. Hanya aku dan Riku sore harinya bersepeda ke perpustakaan daerah kami untuk mengembalikan buku yang Riku pinjam. Demikian pula hari Selasa dan Rabunya Kai tidak mau ke penitipan dengan alasan, “Aku masih sakit” atau “Aku sayang mama, aku mau sama mama di rumah….”.
Memang batuknya belum sembuh benar, tapi kalau Kai menolak pergi ke penitipan akan berakibat buruk. Aku mulai mengajar Jumatnya ( 24 September), dan karena khawatir akan kemungkinan terburuk Kai tidak mau ke penitipan, aku stress berat selama 3 hari itu. Sampai aku terpaksa konsul ke gurunya Kai mengenai penolakan Kai ke penitipan (tentu saja sambil menangis…hiks).
Akhirnya aku meminta bantuan Gen untuk ikut membujuk Kai pergi hari Jumat pagi. Kai meronta-ronta dan tidak mau pergi. Tidak mau pakai sepatu sehingga akhirnya Gen menggendong Kai sambil aku membawa sepatu, kaus kaki dan tasnya. Dia juga tidak mau turun dari mobil. Setelah dibujuk oleh Gen dan aku, serta bergantian menggendongnya, setelah 30 menit, akhirnya dia mau masuk ke penitipannya tanpa menangis. Oh my (real) baby….