Pekan Baca 2024

28 Okt

Sudah mulai lagi Pekan Baca 2024 di Jepang. Tahun ini adalah yang ke 78, karena kegiatan Pekan Baca ini dimulai pada tahun 1947, segera setelah selesai perang dengan kondisi negara porak poranda.

Awalnya Pekan Baca Pertama ini diadakan hanya selama satu minggu dari tanggal 17 November sampai 23 November 1947. Pekan Baca ini diadakan oleh penerbit, perusahaan penghubung, toko buku dan kemudian ditambah surat kabar dan media siar dengan slogannya, “Dengan kekuatan membaca, mari kita membentuk negara berbudaya yang damai”. Karena tanggapan yang begitu bagus, mulai tahun berikutnya Pekan Baca diadakan mulai tanggal 27 Oktober sampai 9 November dengan mengapit Hari Kebudayaan tanggal 3 November. Dan terus berlangsung setiap tahun sampai tahun ini yang ke 78. Ini pun menjadikan Jepang sebagai salah satu negara yang rakyatnya suka membaca, di antara negara-negara “pembaca”.

Poster tahun ini lagi-lagi menuliskan seperti ini: この一行に逢いに来た、yang kalau mau diterjemahkan artinya : Kudatang untuk menemukan satu baris ini!. Beuh, memang keren-keren catchcopy poster-poster di Jepang.

・第78回読書週間 ポスター http://www.dokusyo.or.jp/jigyo/jigyo.htm#

Nah, seperti biasa aku tanyakan pada anak-anakku, kamu menemukan satu baris apa akhir-akhir ini. Karena Riku sudah tidur, aku tanya kepada Kai, dan dia berkata : Dalam bukunya Natsume Soseki yang berjudul Kokoro, aku menemukan kalimat yang bagus :

もう取り返しのつかないという黒い光が私の未来を貫いて一瞬間私の前に横たわる全生涯をものすごく照らしました。Terjemahannya : Sebuah cahaya hitam yang tidak bisa ditarik kembali menembus masa depanku, dan untuk sesaat menyinari seluruh hidupku yang terbentang di hadapanku.

Haduh, bisa mengerti “Sinar Hitam”? Langsung dong dia memberikan contoh foto dari Doraemon heheheh

Tapi aku juga cari dong, dan menemukan dari Ghibli: adengan “Barus!”

Yah, begitulah kalau punya anak yang suka “nyastra”, kalimatnya njelimet hehehe.

Kalau aku? Sudah lama aku suka sebaris eh dua baris deh, dari “Spasi”nya Dee Lestari.

Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?

Jangan nempel terus deh …capek dong deh sih 😀

Kalau kamu, menemukan satu baris keren seperti apa?

Akhirnya selesai satu tulisan untuk hari Blogger Nasional, yang terlambat satu hari. Kemarin blognya bermasalah, sih.

Bungkus Kecil

1 Sep

Dulu saya sering heran, mengapa orang Jepang jika memberi oleh-oleh pasti berbentuk makanan (kue). Apalagi kuenya itu cuma satu bungkus kecil (dari satu kotak). Dulu saya pikir, “pelit amat,ya?”

Tapi semakin lama saya tinggal di sini, semakin sadar bahwa:

1. Oleh-oleh itu harusnya tidak makan tempat. Dimakan, habis. Kalau barang, taruh di mana? Rumah orang Jepang kecil dan dindingnya sedikit jika kasih pajangan yang mesti digantung.

2. Jika diberi satu kotak besar, dan tidak cocok dengan selera kita, pasti dibuang. Mubazir, deh. Karena itu kemasan kue-kue Jepang cantik-cantik dan bisa dibagi satu-satu, meskipun bisa beli satu kotak besar. Biasanya kotaknya pun tertulis berisi berapa bungkus kecil 小包. Kita bisa menyesuaikan dengan jumlah orang yang ingin diberi. Misalnya satu kelas ada 10 orang, cukup membeli yang isi 10 saja. Mau buang pun hanya buang satu bungkus kecil, kan?

Coba saya tahu dari dulu, saya TIDAK AKAN memberi oleh-oleh kepada orang Jepang berupa :
1. Kerupuk udang yang belum digoreng karena orang Jepang jarang pakai minyak/ jarang menggoreng

2. Kain batik untuk baju yang belum dijahit karena ongkos jahit di sini mahal dan sulit mencari penjahit.

3. Hiasan dinding/wayang, ya karena jarang menghias dinding rumah. dsb dsb.

Memang oleh-oleh kan dari hati, tapi sayang juga kalau tidak dipakai atau merepotkan penerimanya.

kue monaka yang imut dari teman kerja suami

Perhatian dengan barang-barang kecil tetapi membekas di hati💕

Kalau oleh-oleh untuk teman akrab orang Indonesia, sekarang saya sering membeli semua yang saya suka, kemudian membungkus kembali dalam kantong-kantong kecil. Kacang kiloan, emping, manisan mangga. Karena biasanya makanan kecil Indonesia itu bungkusnya besar, sekitar 100-200 gr. Saya beli alat press plastik lalu masukkan macam-macam ke kantong kecil, dan bagikan ke teman-teman.

Contoh bungkus kecil-kecil untuk sahabat akrab saya di Jepang.

Tapi cara ini tidak bisa saya lakukan untuk orang Jepang. Bagaimana pun juga orang Jepang sangat memperhatikan higienitas barang. Meskipun tentu saya pakai sarung tangan atau cuci alkohol dulu tangan saya. Tetap saja.

Minggu lalu, Riku pulang dari Taiwan membawa oleh-oleh pineapple cake. Yah, nastarnya Taiwan deh, mirip! Lihat deh semua dibungkus satu-satu, sehingga memudahkan membagi ke orang-orang. Meskipun kata Riku, cuma kue ini saja yang bisa dibagi-bagi. Dia hampir mau membeli teh, tapi ya sulit bagi-bagi daun teh, kan. Nah, mestinya Indonesia juga memikirkan sesuatu produk untuk oleh-oleh yang sudah dibungkus kecil-kecil begitu, ya. Masak kalah sama Taiwan?
Masak beli coklat lagi coklat lagi di bandara? hehehe.

Jazz Waltz

3 Agu

Akhir-akhir ini aku sering berpikir untuk main ke almamaterku di Yokohama, tapi memang tidak mudah untuk pergi ke sana, apalagi dari rumahku sekarang. Ingin rasanya melihat kampusku dulu, yang pastinya sudah berubah banyak. Sayangnya perasaanku tidak sama dengan suamiku yang malas pergi melihat masa lalu 😀 … Ya sudah, saya mengalah 😀

Dulu pun waktu aku bersekolah di sana, aku perlu menyediakan waktu 1,5 jam untuk pergi ke kampus. Tentu jalan kaki dari rumah ke stasiun 8 menit, naik kereta 30 menit lalu naik bus ke pintu barat kampus, lalu jalan lagi. Kalau sekarang? Naik keretanya saja sudah 1,5 jam sendiri hihihi.

Yang aku sayangkan, aku tidak punya foto kenangan dengan kampusku. Waktu aku mahasiswa belum ada yang namanya handphone yang bisa dipakai untuk memotret. Email baru dipakai dosen pembimbingku, dan aku baru mengenal kata email juga dari dosenku. Tentu saat itu belum punya email lah. Aku ingat membuat email dengan membayar pada sebuah provider dengan nama crisscross. Keren kan namanya 😀
(Btw aku cari ternyata sudah tidak ada yang pakai domain itu, tapi tidak bisa dibeli :D)

Nah tanggal 19 Maret 2022 yang lalu, kerinduan terhadap almamaterku sedikit terobati. Di televisi ada acara yang bernama HAMONEPU (singkatan dari Hamonepu league) yang merupakan pertandingan kelompok acapela. Tahu dong acapela itu adalah menyanyi tanpa iringan, dan iringannya justru keluar dari mulut sendiri. Ada yang pegang vokal utama, vokal tambahan dan bass/drum/ atau bebunyian lainnya. Dan pada pertandingan tahun 2022 ini, kelompok Yoru ni Waltz dari Yokohama National University (横浜国立大学) yang memenangkannya. Ikut berbangga pada grup dari almamaterku ini, dan memang hamo (harmoni) lagu yang dibawakan bagus sekali. Mereka membawakan lagu pop yang digubah lagi dengan irama Jazz-Waltz. Bagi yang mau mendengar silakan klik di link ini.

#memories30years #almamater

Monyet pun Terpeleset

2 Agu

“Papa tidak suka pohon sarusuberi, ya? Padahal aku ingin coba tanam. Pohon itu mengingatkanku pada rumah di Jakarta!” kataku di dalam mobil.

“Sepertinya sudah berapa kali deh aku dengar mama bilang seperti ini!” Riku berkata agak kesal karena harus mendengar topik yang sama berkali-kali.

sarusuberi = pohon bungur

Memang aku selalu mengingat rumah di Jakarta begitu melihat pohon sarusuberi サルスベリ atau yang disebut juga dengan Hyakujitukou 百日紅. Bahasa Indonesianya pohon bungur.

Pohon ini memang ada di depan pintu masuk rumahku (dulu) di Jakarta. Bagi yang pernah datang ke rumah Jakarta, dan memperhatikannya, ada sebatang pohon kurus setinggi 160 cm di depan pintu masuk teras. Dulu aku tidak tahu namanya, dan menurut mama itu “Sakura”.

Jadi waktu saya mengikuti homestay pada kedatangan pertama ke Jepang, saya mengatakan… “Wah sakura!” sambil menunjuk pohon bungur itu. Host familyku tertawa dan berkata tidak ada sakura pada bulan September! Mereka memberitahukanku bahwa pohon yang sedang berbunga itu bernama SARUSUBERI. Tentu aku langsung hafal karena saru = monyet dan suberi = terpeleset.

Padahal sebuah peribahasa Jepang mengatakan 猿も木から落ちる Saru mo ki kara ochiru, Monyet pun jatuh dari pohon. Jatuh, bukan terpeleset. Peribahasa yang bermaksud menjelaskan “Sepandai-pandainya monyet berpindah dari pohon ke pohon, masih bisa jatuh! Jadi gagal itu wajar!”

Yang mengherankan, peribahasa yang berarti kurang lebih sama, dalam bahasa Indonesia tidak memakai “monyet” tetapi memakai tupai. Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh ke tanah juga. Memang sih, di Jepang ada juga monyet, dan di Indonesia ada juga tupai. Tetapi menurut logikaku, di Indonesia orang lebih sering melihat monyet daripada tupai, hehehe.

Dan si monyet yang terpeleset itu ternyata menjadi kenanganku, setiap memasuki musim panas sampai dengan bulan September. Sebatang pohon kurus di depan pintu masuk rumah Jakarta, yang sudah tidak ada, sudah hancur dengan tanah dan berganti bangunan baru. Tapi kenangan itu akan selalu ada dalam hatiku.

Pohon sarusuberinya sudah diganti dengan pohon pinang merah!

#memories30years #rumahmasakecil

Sekai KAME no hi (World Turtle Day)

23 Mei

Mumpung masih keburu, saya mau menulis sedikit. Hari ini tanggal 23 Mei adalah hari kura-kura sedunia. Memang hari peringatan yang baru, karena baru dimulai tahun 2000 di Amerika, tepatnya oleh American Tortoise Rescue. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk menarik perhatian warga dunia terhadap keberadaan kura-kura dan penyu dan mendorong manusia untuk menyelamatkan spesies yang terancam. Hari kura-kura dan penyu sedunia dirayakan di seluruh dunia dengan berbagai cara, mulai dari gerakan sosial, pembelajaran mengenai kehidupan kura-kura dan penyu, hingga pembuatan kerajinan tangan berbentuk kura-kura dan penyu.

Bagi Jepang, kura-kura juga penting. Ingat, ya, cerita Urashimatarou. Dan di Jepang ada istilah 鶴は千年、亀は万年 (つるはせんねん、カメはばんねん)yang artinya Bangau seribu tahun dan Kura-kura 10 ribu tahun. Apakah benar mereka bisa hidup sekian lama? Tentu tidak sampai sekian lama, tapi memang kura-kura bisa berumur lebih dari 100 tahun. Ini hanyalah ungkapan mensyukuri hidup (めでたいmedetai) terutama untuk mereka yang bisa hidup sampai lanjut usia. Karena itu waktu memberikan hadiah kepada lansia, biasa memakai lambang bangau atau kura-kura.

Kita dapat melihat lambang itu juga pada kue dorayaki どら焼きyang berbentuk kura-kura亀どら kamedora, buatan dari toko kue “亀屋Kameya” yang berlokasi di Kawagoe. Saya sering mendapat dorayaki ini terutama untuk acara yang “medetai (bersyukur)” misalnya kelulusan sekolah. Selain tentunya kue manju berwarna merah putih.

Si Kuya

Anak saya membeli kura-kura saat dia masuk SMP, dan sekarang dia sudah masuk universitas. Saat itu dia ingin tahu sampai kapan si Kamechan (saya memanggil kamechan dengan KUYA) itu hidup. Meskipun si Kame sebetulnya peliharaan anak saya, setiap hari saya yang memberi makan. Saya juga yang ganti airnya kalau sudah bau. Waktu kami pindah ke Saitama, Si Kuya kami taruh di akuarium besar di halaman rumah kami. Banyak anak-anak kecil mampir dan memanggil si Kuya, mengatakan “可愛いねkawaii ne “.

Nah, sebelum musim dingin yang lalu, sekitar November 2021 saya mau menidurkan dia di dalam rumah, untuk hibernasi selama musim dingin. Memang saya tidak beri makan satu minggu, persiapan tidur panjang. Eh, waktu saya mau ambil, si Kuya tidak ada! LENYAP! Entah siapa yang mengambil dia. Tapi yang pasti saya dan suami saya sedih sekali. Suami saya sampai membuat pengumuman “Siapa yang mengambil atau menemukan kura-kura, harap memeliharanya dan jangan membuang di sungai/kolam”. Kami memang menandatangani pernyataan bahwa kami tidak akan buang ke sungai. Tapi kalau diambil orang bagaimana, dong?

Oh ya, satu lagi. Bagi yang pernah/akan pergi ke Benteng Rotterdam di Makassar, bisa coba naik ke atas dan membayangkan bahwa bentuk keseluruhan benteng adalah kura-kura!

Hari Puisi Sedunia

22 Mar

Hari ini tanggal 21 Maret adalah World Poetry Day. Hari puisi sedunia. Seperti yang aku pernah tulis di sini, aku tidak begitu bisa menulis puisi. Kadang-kadang saja jika suasana hati sedang mendukung, tapi itu jarang sekali. Ah aku pernah menulis seperti ini:

Aku ingin menjadi laba-laba

yang memintal benang persabahatan

menjadi sebuah jaringan yang kuat

yang mungkin kerap rapuh dan koyak di beberapa tempat

namun sebagai kesatuan dia tetap kuat

dan aku akan kembali lagi menyulam bagian yang rapuh itu

memperbaiki persahabatan yang mungkin pudar atau jarang kukunjungi

Aku ingin menjadi laba-laba

yang menguntai jaringan besar atas dasar kasih

menghubungkan satu sama lain dalam persahabatan

sehingga semua menjadi satu kesatuan yang teguh

yang bisa menahan segala yang menghancurkan

ketidakpercayaan dan kecemburuan,

kemarahan dan rasa iri dengki

.

.

laba laba yang tidak lelah merajut

laba laba yang tidak melaba

Ini karya tahun 2009 sih. Tapi… kalau sekarang disuruh tulis lagi? Haduh belum tentu bisa deh 😀

Ada satu acara di Jepang yang bernama PureBato, sebuah acara variety yang menampilkan artis terkenal untuk membuat haiku, puisi Jepang. Haiku mereka kemudian dinilai oleh gurunya, yang bernama Natsui sensei. Nah, awalnya aku tidak suka menonton, karena aku merasa aku tidak bisa menikmatinya. Tidak tahu apa yang dibicarakan. Harus menggambarkan sesuatu, hanya dengan 5-7-5 suku kata Jepang. Susah menurutku. Tapi seiring dengan waktu aku menjadi suka acara ini dan mulai bisa mengerti atau menilai sebuah haiku. Menilai, bukan berarti bisa menulis, ya 😀

Menurutku Natsui sensei itu keren. Dengan kata-kata yang terbatas itu, dia bisa membuat kami, penonton mengerti pembuatan haiku. Ada satu acara yang khusus meliput keseharian Natsui sensei, dan satu perkataan dia yang menohok, dan aku setujui. “言葉でしか、人と人はつながれない” (Hanya dengan kata-kata (bahasa), manusia dapat saling berhubungan). Keren deh.

Natsui Itsuki sensei

Kalau mencari sejarah penemuan puisi, konon katanya buku berisi puisi yang pertama kali dibukukan adalah ギルガメシュ叙事詩 Epic of Gilgamesh. Aku belum pernah baca, tapi saya tahu Riku punya bukunya, dan katanya dia sudah baca sebagian.

Kemudian ada nama Elizabeth Barrett Browning yang dikenal sebagai penulis puisi wanita yang produktif di zamannya. Aku tahu namanya, tapi tidak hafal judul-judul puisinya.

Tapi ada satu puisi asing yang pernah seseorang beritahu padaku. Judulnya Desiderata karya Max Ehrmann ( 1927). Cukup panjang tapi puisi itu intinya menyuruh kita untuk menjadi diri kita sendiri.

Ada satu puisi, karya Hattori Ransetsu 服部嵐雪 yang selalu kuingat waktu bunga plum mulai mekar.

一輪一輪ほどの暖かさ

うめいちりん いちりんほどの あたたかさ

yang kira-kira artinya : Kehangatan musim semi terasa sedikit demi sedikit bagaikan keindahan bunga plum yang mekar sekuntum demi sekuntum.(Imelda’s interpretation)

Memang butuh bakat dan keahlian tersendiri untuk bisa menulis puisi. Tetapi kita bisa usahakan untuk dapat menikmatinya, bukan?

Selamat hari puisi sedunia!

“Poetry is a deal of joy and pain and wonder, with a dash of the dictionary.” Khalil Gibran

Pekan Baca 2021

9 Nov

Semestinya aku menulis ini pada tanggal 27 Oktober lalu, namun tidak sempat, dan hari ini harus disempatkan. Kenapa harus disempatkan? Karena hari ini tanggal 9 November adalah hari penutupannya 😀

Jadi, setiap tahun dari tanggal 27 Oktober sampai 9 November, di Jepang diadakan Pekan Baca 読書週間 dan tahun ini adalah pelaksanaan tahun yang ke-74 karena dimulai pada tahun 1947, segera setelah selesai perang dengan kondisi negara porak poranda.

Awalnya Pekan Baca Pertama ini diadakan hanya selama satu minggu dari tanggal 17 November sampai23 November 1947. Pekan Baca ini diadakan oleh penerbit, perusahaan penghubung, toko buku dan kemudian ditambah surat kabar dan media siar dengan slogannya, “Dengan kekuatan membaca, mari kita membentuk negara berbudaya yang damai”. Karena tanggapan yang begitu bagus, mulai tahun berikutnya Pekan Baca diadakan mulai tanggal 27 Oktober sampai 9 November dengan mengapit Hari Kebudayaan tanggal 3 November. Dan terus berlangsung setiap tahun sampai tahun ini yang ke 74. Ini pun menjadikan Jepang sebagai salah satu negara yang rakyatnya suka membaca, di antara negara-negara “pembaca”.

Memang sekarang media digital sudah berkembang sedemikian pesat yang sangat mengubah arus penyampaian informasi di seluruh dunia. Tetap pemakainya adalah manusia, dan yang memegang peranan penting dalam mendidik dan membuat kemanusiaan itu adalah buku, dan tidak berubah sampai kapanpun. Mari kita tetap memasukkan BUKU dalam gaya hidup kita dan dalam pembentukan kemanusiaan kita.

Dari poster yang dilombakan tema Pekan Baca ke-74 tahun ini adalah “Waktu menutup halaman terakhir, aku telah berubah” 最後の頁を閉じた 違う私がいた.  Entah mengapa, saya lebih suka kalimatnya tetap dalam bahasa Jepang, karena ada nuansa yang berbeda di situ, dibandingkan terjemahannya. Dan kata-kata ini menohok saya, membuat saya bertanya, adakah buku yang telah mengubah aku?

Pekan Baca 2021

Ini saya tanyakan pada kedua anakku, Riku dan Kai, yang memang pembaca buku. Kapan atau buku apa yang telah mengubahmu?

Senangnya mendapat jawaban yang pasti dari Kai,

“Aku mulai merasa berubah, setelah membaca buku “Monster Inc” yang sangat panjang untukku waktu itu (kelas 4 SD). Tapi setelah menyelesaikan buku itu, aku jadi percaya diri dan bisa membaca buku yang tebal. Sejak saat itu!” Monster Inc adalah buku yang dia pilih untuk dibaca pada Pekan Baca tahun itu.

Kalau Riku lain lagi jawabannya. Dia langsung membawa dua buku ini: Meditationes karya Marcus Aurelius 自省録 マルクス・アウレリウス yang dibaca waktu dia kelas 2 SMP, dan Mindset: The New Psychology of Success karya Carol S. Dweck, PhD tentu terjemahan bahasa Jepang dan dibaca waktu dia kelas 1 SMA. Saya memang pernah mendengar ceritanya tentang kedua buku ini, waktu saya menanyakan, “Kalau ada yang bertanya buku yang kamu sarankan untuk dibaca apa, kamu akan kasih judul apa? Dan jawabannya memang kedua buku ini. Rupanya kedua buku ini telah memberikan kesan yang begitu kuat pada Riku.

Memang sedih melihat kenyataan bahwa ada perubahan dalam 30 tahun ini, bahwa anak-anak hanya membaca sepertiga dari jumlah buku yang dibaca anak-anak Jepang 30 tahun yang lalu. (lihat tabel) . Secara rata-rata dari 10 buku, sekarang mereka hanya baca 3 buku per bulan. Ada beberapa tabel tambahan seperti waktu menonton TV yang juga berkurang. Waktu untuk baca buku dan menonton TV berubah menjadi waktu untuk memakai gawai, yang sayangnya gawai itu sedikit sekali peruntukkannya untuk sesuatu yang ilmiah. Pada saat melihat kenyataan bahwa anak-anak Jepang sekarang ini jarang membaca buku, saya masih beruntung anak-anakku masih membaca buku. Secara berkala, mereka pergi ke toko buku dan membeli buku apa saja yang disukai dari uang yang kuberikan. Meskipun kadang saya tidak mengerti apa latar belakang mereka memilih buku-buku itu.

“Mama, aku heran deh. Waktu itu aku lihat buku-bukunya Riku, dan ternyata ada buku yang aku beli tenryata dia juga punya! Senang ternyata ada juga minat kami berdua yang sama.”

“Mestinya sebelum beli kamu tanya dulu sama Riku, sudah punya buku ini atau tidak. Supaya tidak dobel!”

Papanya berkata, “Mana mau Riku MEMINJAMKAN bukunya?Sudah biasa itu di keluarga M”.

Jadi begitulah, pernah suatu ketika Riku, dan papanya membereskan lemari dan ketemu 4 buku yang berjudul sama. EMPAT! Rupanya 1 dibeli Riku, 1 dibeli papanya, dan dua itu dibeli kakeknya Riku hahaha (cetakan pertama dan cetakan terbaru).  Jadi bukan salah saya rumah tidak beres-beres, karena di mana-mana ada buku! Buku! Dan BUKUUUUU (bukan dengan nada marah, tapi nada pasrah hehehe)

Untuk menulis Pekan Baca ini, sebetulnya saya melakukan satu perubahan kecil dalam kebiasaan saya dua minggu terakhir. Yaitu saya berusaha membuat waktu untuk membaca. Dan meskipun bukunya, buku roman yang ringan, saya berhasil membaca tiga buku online dalam dua minggu! Rekor 😀 Itu berhasil karena saya menjadi anggota premium di Gramedia Online! Yeay. Karena tidak bisa baca di iphone (terlalu kecil), akhirnya saya instal kembali ipad Mini yang dulu dipakai Kai (dan saya buang! 😀 ceritanya panjang deh. Buang tapi lalu saya ambil dari tempat sampah dan simpan…sampai lupa keberadaannya selama 3 tahun sampai lupa passwordnya hihihi). Tapi sepertinya perlu ipad baru karena kapasitasnya Cuma 16GB nih. (sambil berharap ada Santa Claus yang mengerti wishlist saya :D)

Buku kertas maupun buku digital, sama saja. Karena yang penting isinya, kan?

Sudah baca buku apa?

Narablog vs Teddy Bears

28 Okt

Hari ini sebetulnya harus menulis, jika masih menganggap diri sebagai narablog. Tetapi apa daya waktu tidak memungkinkan.

Sebetulnya rindu juga menulis jurnal harian di sini. Lebih banyak menulis tentang Jepang di blog satunya.

Lalu mengapa judulnya Narablog vs Teddy Bears?

Hanya ingin menghubungkan bahwa hari ini adalah hari blogger nasional, tapi di belahan dunia lain adalah hari Teddy Bear. Dan baru tahu bahwa Teddy Bear itu berawal dari cerita President Theodore (Teddy) Roosevelt yang menolak menembak seekor beruang kecil yang sengaja ditangkap untuk kemudian ditembak dalam suatu perburuan bulan November 1902. Kartunis kemudian menciptakan “Teddy” yang takut beruang, tetapi akhirnya komik tentang Teddy Bears malahan populer dan tahun 1906 terciptalah boneka beruang lucu yang menjadi teman anak-anak di seluruh dunia.

Blog memang sudah mulai pudar masa jayanya, tapi semoga masih tetap eksis karena blog merupakan salah satu wadah untuk menorehkan sejarah melalui tulisan.

Semoga TE juga tetap eksis 😀