Hari ini hari Minggu, tapi kami harus ke SD Riku karena ada sankanbi. Sankanbi adalah kunjungan orang tua ke kelas anak-anaknya dan melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana anak-anaknya belajar di kelas dalam satu hari. Saya tidak tahu apakah sankanbi juga dilakukan di SMA dan SMA atau tidak, tapi yang pasti di TK dan SD dilakukan sebagai salah satu program sekolah. Cerita sankanbi Riku waktu TK aku tulis di sini dan di sini, sedangkan waktu di SD kelas 1 di sini.
Entah kenapa, mungkin karena capek, Kai tidur sampai jam 11 siang. Padahal Riku sudah berangkat sejak jam 8, untuk memulai jam pelajaran pertama “Berhitung” mulai jam 9 pagi di sekolahnya. Karena sankanbi biasanya dilakukan hari biasa, yang tentu saja tidak bisa dihadiri Gen, maka karena kali ini hari Minggu, Gen bertekad untuk menghadiri semua pelajaran. Lagipula hari ini adalah Father’s Day. Tidak biasanya kemarin dia tanya Riku, “Riku, papa pakai celana jeans tidak apa-apa kan? ” Dijawab Riku, ” Gpp… pake kacamata hitam juga ngga papa kok” hahahhaa lalu papanya bilang, “Kalau papa pakai kacamata hitam jadi seperti gangster dong”. Intinya Gen ingin Riku bangga dengan kehadiran papanya di sekolah.
Jadwal pelajaran hari ini adalah ① “Berhitung 算数”, sesudah itu ② “Bahasa Jepang 国語”, ③”Musik 音楽”, ④ ”Olahraga 体育” dan ⑤ ” Ilmu Hayat 生活”. Aku dan Kai akhirnya menyusul pada mata pelajaran Olahraga. Waktu itu mereka sedang lari estafet, kemudian bermain dodge ball. Nah, sesudah pelajaran olah raga yang selesai jam 12:15 itu, mereka makan bersama di sekolah 給食 dan kami harus pulang dulu untuk kembali pada jam pelajaran ke 5, jam 13:15. Cuma ada waktu 1 jam, sedangkan kalau pulang ke rumah dan masak, pasti akan terlambat kembali. Jadi kami membeli obento, bekal makanan dan sandwich di toko konbini, kemudian makan di taman terdekat. Piknik deh! (Yang aku lupa bahwa Kai pakai celana pendek, sedangkan musim panas di taman-taman banyak nyamuk. Jadi deh dia “dimakan” nyamuk 蚊に食われた)
Kembali lagi kami ke sekolah untuk melihat jam pelajaran terakhir, “Ilmu Hayat” dan memang sedapat mungkin orang tua diminta datang pas jam pelajaran ini, karena anak-anak akan mengadakan “presentasi” 発表 mengenai tumbuh-tumbuhan yang mereka tanam di sekolah. Dari 33 orang murid, 2 orang menanam paprika ピーマン, 5 orang menanam okura オクラ, 10 orang mini tomato ミニトマト, 15 orang ketimun きゅうり dan 1 orang terong ナス。Satu orang itu adalah Riku…. Untung anakku tidak kelihatan grogi dan bisa mempresentasikan pohon terong dengan baik.
Anak-anak ini meskipun baru kelas 2 SD bisa menyampaikan apa yang mereka amati dari pohon yang mereka tanam. Ada beberapa anak yang aku rasa hebat karena bisa menggambarkan hal-hal detil dari pohon mereka. Dari SD mereka sudah dilatih untuk presentasi begini, sehingga tidak heran kalau mereka bisa mengarang dan mempresentasikan suatu penemuan di kemudian hari.
Ada satu joke yang aku lihat di TV beberapa waktu yang lalu. Situasinya begini: Jika ada presentasi, waktunya tinggal 30 menit bagaimana orang-orang mengantisipasinya. Tepatnya aku lupa tapi secara garis besar begini: “Orang Jerman akan berbicara spt biasa, dan berhenti tiba2 pada waktunya. Orang Italia akan bicara terus terus terus sampai 2 jam melebihi jatah. Orang Amerika akan bicara lebih cepat dan marah2 karena wkt yang disediakan sedikit. Orang mana lupa, akan bicara dua kali lipat kecepatan sampai pendengar tidak ngerti”
Nah… orang Jepang gimana? Karena ini kuis jadi ada yang menjawab, “Orang Jepang bungkuk2 terus minta maaf”
tapi jawaban yang benar adalah “Orang Jepang tidak akan panik, dia akan bicara terus karena DIA TIDAK TERLAMBAT MEMULAI PRESENTASI dan sudah memperhitungkan semua, pasti akan selesai dalam 20 menit, dan akan menyediakan wkt 10 menit untuk pertanyaan.
IT IS SOOOOOO JAPANESE!! (bener 100%). Adalah hal yang memalukan utk selesai terlambat karena semua oang punya “ACARA” lain sesudahnya. Jadi seandainya mulai terlambat sudah biasa untuk minta maaf tetapi juga minta maaf berkali-kali jika selesai terlambat.
Waktu aku mengikuti kuliah di sini pun aku agak shock dengan sistem “seminar” bersama dosen pembimbing. Jadi biasanya di tingkat 3 universitas, mahasiswa akan mendapat atau memilih dosen pembimbingnya untuk skripsi, dan mengikuti “seminar” dari dosen itu. Dan sistem seminar adalah presentasi dari setiap murid. Aku tidak terbiasa dengan sistem begini di UI, jadi agak keteteran juga tuh waktu mengikuti seminar. Seharusnya sistem seperti ini di “budayakan” di Indonesia, sehingga mahasiswa terbiasa membuat presentasi ilmiah. (Maaf, mungkin sudah ada universitas yang menjalankannya, tergantung bidang studinya juga sih).
Setelah semua murid kelas 2 SD ini sudah selesai presentasi, guru cantik melanjutkan pelajaran dan mempersiapkan anak-anak pulang. Tak lupa semua anak berdiri dan menghormat ke arah orang tua, karena orang tua sudah emluangkan waktu datang untuk mereka.
Dalam perjalanan pulang, Gen cuma mengatakan …”Aduuuh Riku itu ngga bisa main harmonika. Dia musti kita latih terus bermain harmonika. Tadi dia cuma main not terakhir saja. Malu-maluin!” hihihi….. nah aku emang ngga bisa juga, jadi gimana mau latih dia? Aku mending disuruh nyanyi deh daripada main musik 🙂
Well, menurutku kebiasaan sankanbi ini memang merepotkan orang tua, tapi amat bagus untuk melihat langsung perkembangan dan tingkah anak di sekolah.