Dunia Laut

27 Jul

Ada tiga pilihan yang aku ajukan pada Riku di hari pertama sampai di Jakarta. Dan aku tahu dia bingung untuk memilihnya. Tiga pilihan itu adalah, “Kebun Binatang, Sea World, dan Museum”. Lalu dia bilang, besok Kebun Binatang, besoknya lagi Sea World dan terakhir Museum.

Jadi deh tanggal 23 Juli, Kamis, kami pergi ke Sea World di Ancol. Naik taxi dari kebayoran sampai Ancol, wuih mayan juga 80.000 rupiah. Mustinya sewa mobil mungkin lebih menguntungkan ya?  Tapi yang pasti tidak bisa naik taxi sejauh itu seharga 1000 yen di Tokyo (hih dibandingin, jelas beda atuh!) . So,  satu lagi kenikmatan berlibur di Indonesia adalah naik taxi….. murah! hehehe.

Karena naik tol, lumayan lancar, kita bisa sampai langsung masuk area Ancol tanpa hambatan. Langsung berfoto deh di depan rumah-rumah yang katanya wita berharga milyaran itu. Eh tapi biarpun aku misalnya punya duit segitu, ngga pengen ah punya rumah di situ, abis katanya banjir kalau air pasang. Dan satu lagi, bau amis hihihi.

Menuju ke Sea World, kami melewati Hotel Horison dan lapangan golfnya. Sekarang namanya sudah menjadi Mercure. Udah bobrok banget keliatan dari luar. Yang saya tidak periksa, apakah masih ada restoran Nelayan di situ. Inget pernah makan di situ dengan teman-teman les bahasa Jepang JF, bersama satu-satunya guru bahasa Jepang yang cakep, MS sensei (eh ternyata denger sas-sus yang ngga enak juga ttg dia).

Well, sepiiiiiii banget. Ya iya lah hari Kamis, hari biasa. Tapi…katanya anak-anak akan digiring ke Dufan, Ancol. Kok sepi gini ya?

Sampai di Sea World, beli karcis masuk. Wah anak usia 2 tahun ke atas harus bayar sama dengan dewasa, Rp 40.000,- saja. Beda banget ya sama HTM nya Ragunan (memang fasilitasnya juga lain sih). Waktu masuk kami disambut mbak-mbak yang tugasnya ngecapin tangan, mungkin supaya bisa masuk lagi kali ya. Lalu bisa melihat relief di sebelah kanan pintu masuk, yang diterangi cahaya lampu.

Memang memasuki ruangan mata harus dibiasakan melihat dalam keremangan. Asyik juga buat pacaran nih hihihi. Dan akuarium pertama yang kami lihat adalah akurium yang berisi ikan Arwana raksasa dari Amazon. Benar-benar besar! Aku ngebayangnya kalau dibakar bisa untuk makan berapa orang ya tuh hihihi (Sejak kapan ikan arwana dimakan sih? hihihihi). Riku sudah tahu arwana dan juga dugong (pesut).

Selain ikan dan binatang laut yang berada dalam akuariumnya, ada pula kolam terbuka yang memungkinkan pengunjung menyentuh binatang-binatang laut seperti ikan pari, hiu, juga kura-kura.Selain itu kami juga bisa melewati terowongan di bawah kolam. Terowongan semacam ini membuat kita dapat melihat bagian bawah ikan pari dan ikan-ikan lain yang biasanya kita lihat permukaan samping/atas saja.

Kebetulan pada jam 12 siang diadakan acara pemberian makan terhadap ikan-ikan di akurium, sehingga kami bisa melihat penyelam membawa ikan-ikan kecil, santapan penghuni akuarium utama. Penyu laut yang berada di akuarium utama ini juga besar dan menarik perhatian.

Setelah itu, aku dan kai santai mengelilingi akurium kecil-kecil, sementara Riku dengan Wita bermain di tempat ikan untuk terapi tangan. Jadi kita memasukkan tangan ke dalam akuarium terbuka, dan ikan-ikan kecil itu akan datang dan menggigit kulit-kulit mati kita. Memang geli sih, tapi terbayang juga, jika kita terdampar di laut berhari-hari memang kita bisa mati perlahan dimakan ikan-ikan kecil itu hiiiii. Buat Kai, kolam ikan kecil ini surga karena dia bisa kecipak kecipuk di air sehingga menakuti ikan-ikan itu untuk mendekat. (Kai memang suka air, asal…rambutnya tidak dibasahi hihihi)

Yang terakhir kami menonton pemberian makanan kepada ikan piranha, yang habis melahap santapan siangnya dalam hitungan detik (39 detik)… Hmmm kalau sampai ada orang jatuh ke kolam itu, berapa detik ya? Huh, mikirnya kok serem-serem aja sih si imelda ini. amit-amit deh.

Secara keseluruhan memang Sea World ini menghibur. Tapi saya merasa beruntung sekali datang di hari biasa, jika tidak, dan jika pengunjung membludak, saya tidak bisa membayangkan bagaimana caranya mereka atur sirkulasi pengunjung di tempat yang tertutup dan gelap begitu. Bagi pengunjung sea world juga mendapat potongan harga jika mau pergi ke arena stuntman, Police academy. Tapi waktu saya lihat jam pertunjukannya, jam 14:30, terlalu sore bagi kami…jadi kami tidak jadi pergi ke sana (untung juga sih, aku ngeri dengan yang begitu-begitu, dan mungkin Gen juga tidak setuju mengajak Riku ke sana)

foto bertiga di dalam taxi pulang

Next place? Museum Fatahilah dan Museum Wayang. Tapi kapan ya?

Menumbuhkan Kemampuan Berkreasi pada Anak Indonesia

23 Jul

atau lebih tepatnya, “menumbuhkan kemampuan berpikir secara ilmiah pada anak-anak Indonesia”. Ini adalah sebuah tujuan mulia, yang saya dukung sepenuhnya, meskipun waktu itu saya satu-satunya anggota yang bukan berasal dari ilmu eksakta. Hanya sayangnya “keinginan” yang pernah menjadi tujuan sebuah organisasi di Jepang (saya rasa tidak etis juga menyebutkan namanya di sini), yang anggotanya terdiri dari alumni universitas Jepang kandas di tengah jalan. Alasannya, masing-masing sibuk dengan kegiatan dan pekerjaannya — termasuk saya. Saya akui karena waktu kegiatan itu dicanangkan tahun 2003 itu, saya baru saja melahirkan Riku. Dan setelah itu sempat beberapa kali ikut kegiatan organisasi ini, dan akhirnya sekarang statusnya “mati suri”.  Baru berhasil ikut serta sebagai fasilitator kerjasama SMA Jepang – Indonesia, dan ikut dalam kegiatan Pasca Tsunami. Padahal waktu itu targetnya tahun 2010, kami ingin membuat sesuatu tindakan nyata di Indonesia. Sayang… sungguh sayang…. karena sebetulnya banyak ide-ide brilian yang bisa diwujudkan.

Kreatifitas haruslah diajarkan dan dilatih. Jarang ada orang yang lahir langsung kreatif. Manusia kreatif biasanya ditempa oleh alam dan kehidupannya dan didukung oleh otak yang encer. Tapi kreatifitas ini amat penting jika kita mau menghasilkan generasi “pencipta” bukan hanya “pemakai”. Monozukuri istilah di Jepang, membuat barang, inventor. Bahkan di Jepang ada Universitas untuk mendidik para inovator itu, Monozukuri Daigaku, yang mereka terjemahkan menjadi University of Technologist.

Kreatifitas itu juga sebetulnya bukan melulu sebuah bentuk barang, yang bisa terlihat. Ide, gagasan dari sebuah pemikiran juga memerlukan kreatifitas. Bahkan menurut saya setiap segmen kehidupan, membutuhkan kreatifitas. Seorang ibu yang kreatif akan bisa menghasilkan sebuah menu baru dari makanan sisa. Bisa menggunakan kembali barang-barang yang sudah tidak dipakai sehingga bisa dipakai untuk tujuan lain. Kalau saja setiap ibu rumah tangga bisa kreatif, misalnya seperti Bintang di postingannya yang ini, duhh kampanye Cinta Lingkungan tidak perlu terlalu digembar-gemborkan. Karena secara tidak langsung, seharusnya kreatifitas akan mendukung perlindungan lingkungan hidup.

Banyak sebetulnya yang bisa dicoba oleh orang tua untuk mengajarkan anak-anak untuk kreatif. Daripada membelikan gameboy, lebih baik membelikan lego misalnya. Atau mengajak anak-anak pergi ke planetarium, atau museum. Namun memang saya akui, sarana-sarana yang bersifat mendidik di Indonesia masih kurang, karena lebih banyak mall yang didirikan daripada sebuah “perpustakaan” misalnya. Saya amat sangat iri dengan anak-anak Jepang yang memang kreatifitasnya ditunjang oleh pemerintah. (Jangan pikirkan alasan kurang dana dulu deh, meskipun memang dana itu penting)

Setelah mengikuti pendidikan dasar bagi Riku di  kelas 1 SD selama 4 bulan, saya menemukan beberapa hal menarik. Yaitu penggunaan kertas origami, untuk melipat berbagai bentuk, dan penggunaan lilin/malam nendo yang cukup sering. Dengan dua media yang murah ini, anak-anak dilatih kreatifitasnya tanpa batas. Origami juga dibiarkan anak-anak membuat bentuk apa saja yang mereka inginkan. Well, awal-awal saya selalu menggerutu, dan berkata “Buang kertas saja…” Tapi apa sih yang tidak pakai modal? Kreatifitas juga perlu modal meskipun tidak perlu mahal-mahal. Jadi setiap Riku minta kertas origami atau kertas untuk menggambar, selalu saya kabulkan.

Lilin/malam juga fantastis. Sudah lihat kan hasil eskrim yang ibu-ibu buat untuk acara bazaar anak-anak SD? Bermacam bentuk bisa dibuat, tak terhingga. Dan anak-anak dibiarkan membentuk imajinasinya. Dan kualitas lilin/malam itu benar-benar mengagumkan. Tangan tidak menjadi merah jika kita bermain dengan lilin merah. Saya cuma bisa iri hati pada anak-anak Jepang.

duuuh tampang serius amat
duuuh tampang serius amat

Sehari sebelum keberangkatan kami ke Jakarta tanggal 20 Juli lalu, Hari minggunya, Gen mengajak Riku untuk pergi ke planetarium dekat rumah. Saya sempat membatalkan kegiatan saya packing, dan berusaha siap-siap berniat pergi dengan Kai juga, tapi Gen memberitahukan terlambat sekali. Dalam waktu 15 menit menyiapkan anak dan diri sendiri, belum mengurus tutup-tutup rumah segala… impossible. Jadi saya biarkan Gen dan Riku pergi berdua, diiringi tangisan Kai, yang begitu menyayat hati karena kakaknya pergi tanpa dia.

Gen dan Riku pergi ke Tamarokuto Science Center, yang terletak kira-kira 15 menit bermobil dari rumah kami. Mereka mengejar tayangan film mengenai planetarium yang diputar mulai pukul 10:30 selama 50 menit. Tempat tersebut mempunyai panggilan kesayangan, “Science Egg”, karena bentuknya seperti telur raksasa. Dan saya bisa bayangkan betapa asyiknya jika tanggal 22 kemarin menikmati gerhana matahari di “Science Egg” ini. Jika mau memang harus mendaftar, karena pasti banyak anak-anak akan datang karena persis liburan musim panas.

Saya tidak tahu persis apa saja yang mereka lihat di dalam planetarium itu. Karena setelah mereka kembali, saya masih sibuk membereskan rumah, packing barang, belanja dan akhirnya lupa mendengarkan cerita mereka. Tapi yang pasti saya kaget menemukan foto-foto Riku membuat bentuk bangunan dari tumpukan kayu seperti lego.

Rupanya di dalam planetarium tersebut ada sebuah hall, yang bisa dipakai untuk event tertentu. Dan hari itu ada event dari perusahaan KAPLA. balok kayu terkenal buatan Perancis yang ditemukan oleh seorang belanda kolektor/dealer  benda bersejarah dan antik bernama Tom van der Bruggen. Kata Kapla itu sendiri berasal dari kata Kabouter Plankjes (Plang/papan kecil)

Melihat Riku menyusun Kapla seperti di foto, saya lalu teringat bahwa setiap musim panas di Jepang ada lomba menyusun domino. Domino Taoshi ドミノ倒し, merubuhkan domino yang telah diatur sedemikian rupa sehingga waktu domino itu jatuh membuat gambar yang bagus. Untuk anak SD, pertandingan begini diadakan untuk tingkat seluruh Jepang, dan tidak mudah loh untuk menciptakan kekompakan dalam regu, kesabaran memasang domino karena setiap kali jatuh berarti harus ulang semua, dan kreatifitas menciptakan bentuk-bentuk unik. Tapi yang paling penting memang kerjasama. Kadang saya ikut menangis melihat usaha-usaha anak-anak itu yang terekam dalam tayangan televisi. Bagaimana mereka berusaha dan menghasilkan tangis gembira maupun tangis sedih karena kalah.

foto kegiatan sekolah di Gifu diambil dari sini http://school.gifu-net.ed.jp/ogknisi-hs/ibento/h17/bunnkasai/bunkasai.htm

Saya memang tidak tinggal di Indonesia, sehingga tidak tahu sampai sejauh mana kegiatan anak-anak di Indonesia dalam mengembangkan kreatifitasnya. Semoga saja masih banyak orang yang mau bersama-sama memikirkan anak-anak Indonesia terutama di Hari Anak Indonesia, hari ini. Saya tetap optimis (harus) bahwa anak-anak Indonesia bisa menjadi inovator yang bukan hanya bisa mengangkat nama bangsa Indonesia tapi juga mengajak teman-temannya memajukan bangsa kita ini.

Summer Vacation …yippie

18 Jul

Jumat, tanggal 17 Juli kemarin adalah hari terakhir bagi Riku dan Kai sebelum liburan musim panas. Beberapa hari sebelumnya sudah dibagikan tugas-tugas, pengumuman-pengumuman, juga membawa pulang perlengkapan sekolah seperti gunting, malam, kertas origami, selotip…. sampai satu pot bunga asagao (morning glory). Dan sampai sore ini PR matematika untuk liburan musim panas 90% sudah dia kerjakan hihihi (atas kehendak dia sendiri loh, aku tidak suruh!). Yang masih harus dikerjakan adalah membuat nikki atau catatan harian, berupa gambar dan tulisan. Gambar tidak masalah untuk Riku, tinggal menulisnya saja.Dan saya yakin Riku bisa menulis banyak cerita selama libur musim panas ini.

Demikian pula les inggrisnya Riku, sudah memberikan PR yang lumayan banyak untuk libur musim panas. Di sana-sini terdengar ibu-ibu mengeluh dengan liburan musim panas yang s/d tanggal 24 Agustus itu, karena berarti harus “melayani” anak-anaknya di rumah atau pergi berlibur ke luar kota/negeri. Padahal di sekolah PTA juga menyediakan berbagai kegiatan selama musim panas seperti Radio Taiso (Senam Kesegaran Jasmani) setiap pagi, dan membuka kolam renang sekolah untuk bebas digunakan semua murid. Belum lagi kegiatan wilayah dengan acara festival musim panas, dengan tarian BON ODORI nya.

Kai sebetulnya tidak libur selama musim panas. Tapi memang tanggal 17 kemarin itu juga hari terakhir Kai saya titipkan di penitipan himawari. Seluruh isi lokernya seperti handuk, baju, dan celemek makan harus dibawa pulang, dan sebagai tambahan Kai menerima kartu ulang tahun dari guru-guru di kelas Usagi (kelas Kelinci – untuk anak 1-2 tahun). Padahal acara ulang tahun untuk bulan Juli baru tanggal 23 nanti.

Lalu saya? Saya sendiri juga mengirim nilai untuk semester ganjil ke universitas… dan sudah siap untuk berlibur! Baru mulai ngajar lagi tgl 25 September …. yippie….

Siang ini, adik saya Tina juga datang berkunjung dan membawakan kue bergambar Anpanman (+kado) untuk Kai. Karena baru bangun tidur, Kai agak “bengong” waktu dinyanyikan “Happy Birthday” lagi. Tapi matanya langsung melek ketika mendapat kado dari tante Titin dan tante Kiyoko berupa mobil pemadam kebakaran.

Well, mulai hari ini Natsu Yasumi….Summer Vacation… dan semoga saya bisa tetap menulis di TE secara kontinyu.

FYI: Semester di sekolah Jepang adalah 1 April – 20-an Juli, kemudian liburan musim panas dan semester 2 mulai tgl 25 Agustus sampai 20-an Maret. Sayang sekali liburan sekolah Indonesia dan Jepang berlainan ya….

Semester dan persahabatan

9 Jul

Hari ini aku harus pergi ke sekolahnya Riku untuk bertemu dengan gurunya, Chiaki sensei. Setiap semester diberi kesempatan bagi orangtua untuk bertemu dengan guru wali kelas dalam “personal discussion” 個人面談 kojin mendan. Mungkin di Indonesia ya waktu pembagian rapor ya. Tapi di Jepang, semester untuk SD baru selesai tanggal 16 Oktober nanti. Dan kojin mendan ini diadakan sebelum summer vacation, mungkin supaya kalau perlu perbaikan nilai bisa “digeber” selama liburan musim panas. (Padahal nilai murid SD di Jepang sekarang tidak diberi nilai berupa angka atau huruf, hanya diberikan penilaian dengan 3 kategori, BIASA, BAGUS dan BAGUS SEKALI.)

Kami diberi jatah 15 menit satu orang, yang dibagi menjadi beberapa hari. Aku disuruh datang hari ini dari pukul 3:15 sampai 3:30. Jam 3:05 aku sudah sampai dan duduk di depan pintu kelas. Karena sebelum aku tidak ada orang, sensei memanggil aku masuk 5 menit sebelum waktunya…. yippie bisa 20 menit deh. Nah, begitu masuk aku mengatakan kekhawatiranku (terutama papanya) mengenai pelajaran Riku. Yaitu masalah membaca dan menulis hiragana yang belum lancar. Dan Chiaki sensei mengatakan Riku sama sekali tidak ada masalah dalam pelajaran di kelas.

“Seperti mamanya yang riang, dia selalu senyum-senyum dan aktif mengikuti pelajaran di sekolah. Berhitung, membaca, menulis …semua tidak ada masalah. ”

“Olahraga bagaimana sensei? Soalnya dia kadang merasa minder karena tidak bisa lari cepat, atau minder karena badannya lebih besar dari yang lain.

“Olahraga? Sama sekali ngga ada masalah. Riku benar-benar menikmati sekolah. Itu yang penting”

“Ya memang sensei, saya tidak mau membuat dia benci sekolah. Susah. Dulu di TK dia suka malas ke TK. Sekarang saya senang, karena Riku pulang sekolah dengan berseri-seri dan selalu membuat PR sendiri tanpa harus di suruh. Saya juga tidak mau memaksa dia menulis dan membaca, seperti papanya. Santai saja, pasti bisa kok. Meskipun kadang dia juga suka sebal sendiri kalau tidak bisa menulis dan membaca. Tapi saya selalu katakan padanya, menulis dan membaca butuh latihan yang banyak. Mama dulu juga tidak bisa menulis hiragana, dan teruuuus latihan. Kan Mama bukan orang Jepang, jadi hiraga juga susaaaah sekali buat mama.”

“Eh, ibu sama sekali tidak ada darah Jepangnya?”

“Tidak ada dong. Kan saya dari Indonesia. Bahasa Jepang juga baru tahu 23 tahun, hampir separuh hidup saya.”

“Bukan orang Jepang tapi pintar berbahasa Jepang. Sugoi. Papanya Riku asli Jepang?”

“Ya asli Jepang dong. Namanya saja Miyashita. Dia sih selalu khawatir mengenai pendidikannya Riku, karena dia dulu dituntut selalu belajar oleh ibunya yang Kyouiku Mama. hehehe” (Kyoiku Mama adalah istilah untuk ibu-ibu yang berusaha apa saja demi pendidikan anaknya, semua yang terbagus dari pendidikan diusahakan untuk anaknya, dan tidak mau kalah dengan orang lain. Sehingga biasanya anak menjadi tertekan, kurang bermain dan belajar terus)

“Kalau begitu bilang papanya Riku. Dont worry. Riku sama sekali tidak ada masalah. Tidak ada yang harus diperhatikan selama musim panas ini.”

So, Riku no problem, juga di bidang sosialnya, dia cukup terkenal di teman-teman karena banyak yang mengatakan teman baiknya adalah Riku. Wah aku senang, karena tahu Riku agak sulit bergaul. Dan aku dengan sensei sepakat bahwa Riku berbakat di berhitung dan prakarya/gambar.

“Mungkin dia akan menjadi artis nantinya ya?”

“Mungkin ya sensei, dan itu komarimasu. Karena artis biasanya tidak mau belajar hehehe. Makanya saya selalu berkata pada Riku, biarpun mau jadi artis, atau koki sekalipun harus belajar! Bagaimana kamu mau membuat lukisan atau patung yang bagus dan bisa berdiri tegak, kalau tidak bisa menghitung. Atau bagaimana mau menjadi animator kalau tidak belajar bahasa.”

“Betul… Ibu bijaksana sekali.”

Komik karya Riku. Hobi baru dia, menggambar komik.
Komik karya Riku. Hobi baru dia, menggambar komik.

Setelah selesai pertemuan dengan guru itu, aku menjemput Riku yang sedang les bahasa Inggris, pulang dan kemudian bersama-sama naik sepeda menjemput Kai. Dalam perjalanan pulang dari penitipan ke rumah, (di lift dan sambil bersepeda) tiba-tiba Riku berkata,

“Mama, temanku Ken (Ken adalah anak half, sama seperti Riku. Ibunya orang Filipina dan bapaknya orang Jepang) . Dia akan pergi ke negaranya dan tidak kembali.”

“Loh, iya mama tahu bahwa Ken akan liburan. Tapi sesudah liburan selesai, dia akan kembali ke Jepang kok.”

“Tapi tadi dia bilang, dia tidak kembali lagi”

“Ya sudah, nanti mama telepon mamanya dan cari tahu ya”

Aku pikir dia sudah tidak memikirkan temannya lagi. Ternyata aku salah. Dia mulai menangis… Wah bahaya dong bersepeda sambil menangis. Jadi aku pelan-pelan mengayuh sepeda, dan bertanya apa mau berhenti dulu. Tapi kalau kita pulang cepat-cepat, juga bisa cepat tahu apakah Ken terus pergi dan tidak kembali atau hanya liburan saja.

 Papa dan Riku, by Riku Miyashita
"Papa dan Riku", by Riku Miyashita

Lama sekali rasanya sampai di rumah. Sambil mendengarkan Riku menangis, aku peluk dia di dalam lift. Ahhh anakku ini merasakan indahnya persahabatan dan rasa sedih akan kehilangan seorang sahabat. Aku seakan bercermin dan melihat diriku di sana, yang sering menangisi kepergian teman atau kesedihan teman, tanpa diketahui siapa-siapa. Aku bangga pada anakku ini, meskipun tahu bahwa sifatnya yang begitu itu mungkin akan membuat susah dia kelak.

Aku tidak bisa langsung menelepon, karena Kai menuntut minta susu, dan dia juga ikut menangis mendengar kakaknya menangis. Bener-bener seperti paduan suara tangisan. Akhirnya begitu aku kasih susu ke Kai, aku ambil telepon dan langsung menelepon ibunya Ken.

“Hallo, sorry to bother you in such a busy time preparing dinner, but I want to ask you one question. Ken will go to Phillipine this summer?”
“Yes… ”
“Will he back to Japan after holiday or will stay for good there. Because now Riku is crying, thinking of loosing his friend.”
“Oh no… Of course we will be back to Japan, just visiting home for summer vacation”
“Ok then. I am relieved. Thank you”

Lalu aku katakan pada Riku…. “Kan, seperti mama bilang, Ken hanya berlibur saja bertemu opa omanya, sama seperti Riku. Dia akan kembali lagi ke Jepang, dan tentu saja bisa bermain bersama lagi.

Dan senyum mengembang di wajahnya…. ditambah pertanyaan-pertanyaan,

“Kapan dia pergi ke Filipin?”
“Filipin itu di mana? (Sambil membawa bola dunia)
“Kapan dia kembali?”
“Apa abis itu bisa main ?” ….. bla bla bla dan aku jawab sekenanya, sambil menunjukkan posisi Filipina yang berada di atas Indonesia….

“Wah dekat rumahnya opa. Kalau naik pesawat berapa lama?”
“Ya memang dekat Riku…. Kalau Riku sudah besar mungkin Riku bisa pergi ke Filipin dan melihat kampungnya Ken (Sambil berpikir betapa dunia itu kecil sekarang ya… dan betapa internasionalnya keluargaku)

Well, hari ini hari  yang berarti buatku. Mengetahui kemajuan pelajaran Riku dan yang lebih berarti, bahwa Riku sudah menemukan arti bersahabat.

Dan malam harinya, sebelum tidur kami membaca Picture Book yang Riku pinjam dari perpustakaan berjudul Curry Raja, Kunimatsu Erika, Kaiseisha Publishing. 「ラジャーのカレー」   国松エリカ 偕成社

Taman Nasional untuk Keluarga

6 Jul

Hari Minggu (5 Juli) kemarin… semua bangun pagi. OK, hari ini kita mau jalan-jalan dengan syarat murah meriah, jangan terlalu jauh. Banyak alternatif, termasuk mau ke pantai di daerah Kanagawa dan kebun binatang Tama karena Kai belum pernah pergi melihat pantai dan binatang. Tapi… jauh. Memang sih kemarinnya aku sempat bilang pergi ke Taman yang dekat rumah, Taman Shakuji Koen. Tapi kok agak bosan ya? Pengennya sih cari bunga Ajisai (Hydrange) sebelum musim Ajisainya habis, tapi untuk ke Toshimaen juga malas.

Jadilah kita pergi ke Tachikawa, Showa Memorial Park yang terletak kira-kira 30 menit bermobil dari rumah kami, 45 menit karena macet. Aku sendiri sudah pernah ke sini, waktu ada acara Kebaktian Padang dari Keluarga Masyarakat Kristen Indonesia, September tahun lalu. Tapi Gen belum pernah, sehingga dia cukup enjoy pergi ke sini.

Taman ini adalah taman nasional yang dikelola untuk negara, yang maksud pendiriannya untuk memperingati 50 th Kaisar Showa menjadi Kaisar/ Tenno. Taman seluas 180 ha ini hampir 90% dibuka untuk umum. Tadinya aku pikir Taman ini adalah taman milik negara yang terluas, eee ternyata masih ada yang lebih luas lagi yaitu hampir 5 kali lipatnya di daerah Osaka. Tapi kalau di Tokyo aja sih emang yang paling luas.

Kami parkir mobil di parkiran yang disediakan oleh pengelola dengan biaya 820 yen/hari. Lumayan lah kalau dibanding dengan biaya parkir Disneyland yang 2000 yen/hari. (Ya ngga bisa dibandingkan juga hiburannya kan lain heheheh). Lalu kami berjalan ke pintu Gerbang Tachikawa, membeli karcis masuk taman seharga 400 yen untuk orang dewasa,  dan 80 yen untuk anak SD/SMP.

Ternyata waktu kami memasuki pintu gerbang itu, ada disediakan meja dengan kertas tanzaku untuk menulis permohonan, untuk menyambut tanabata festival tanggal 7 Juli nanti. Riku langsung menulis di tanzaku tersebut, dan aku temani karena kadang dia masih lupa bagaimana menulis hiragana untuk huruf tertentu. Dan aku tertegun waktu dia menuliskan “Shizen ga zutto arimasuyouni” “Semoga alam terus terjaga”…wah environmentalist banget si Riku ini, sambil merasa bangga pada anakku.

Setelah mengikatkan permohonan itu di ranting bambu yang tersedia, kami berjalan melewati payung dedaunan dari pohon yang amat teduh, menyusuri jalan dengan kolam  di tengah dan kami sampai di air mancur, di ujungnya. Ah bagi kami penduduk Tokyo yang terbiasa sempit-sempit,  senang seklai melihat lansekap yang begitu luas.  Kami terus berjalan memasuki areal taman, dan sampai di sebuah lapangan dengan halte kereta Park Train. Kereta mobil ini akan mengelilingi taman selama 40 menit, dengan biaya 300 yen/dewasa atau 150/anak. Mengingat taman yang luas ini, pasti kami tidak bisa mengelilinginya dengan berjalan kaki, jadi kami naik kereta ini untuk sekaligus mendengarkan penjelasan dari kondektur mengenai tempat-tempat yang kami lewati.

Akhirnya kami turun di Kodomo no Mori, “Hutan untuk Anak-anak”. Di sini ada pelajaran membuat sempritan dari daun. Tapi Riku lebih tertarik membuat prakarya di bengkel seninya. Jadi kami ke kantor pengelola dan di situ Riku diberikan 3 buah donguri (biji seperti blinjo) . Rupanya akan membuat hiasan totoro dengan memakai kayu dan buah pinus. Hmmm Riku memang suka membuat prakarya dari macam-macam. Sempat terpikir juga untuk membeli lem tembak.

Orang tua tidak boleh ikut masuk dlaam bengkel, sehingga kami menunggu di luar sambil memperhatikan kegiatan Riku. Tapi aku sempat bernarsis ria dengan Kai, membuat foto diri uhuyyy….

Dari Kodomo no Mori, kami berjalan ke arah pulang. Dan aku merasa sayang sekali batere camera dan batere HP habis bis bis jadi tidak bisa memotret pemandangan yang ada. Juga ketika Gen dan Riku naik perahu dayung selama se jam di danau yang ada. Aku dan Kai bete deh menunggu di dek, belum lagi Kai memanggil-manggil “Kakak… kakak…” dia cari kakaknya. Begitu dia lihat kakaknya sedang mendayung di kejauhan langsung kegirangan hehehe.

Kami pulang ke arah mobil sudah pukul 5:30. Tempat ini ditutup pukul 5, tapi diberikan tenggang wkatu sampai pukul 6 bagi pengunjung untuk keluar taman. Ya abis tamannya luas sekali, dari ujung ke ujung tidak cukup 1 jam heheheh.

Pulang mendekati rumah sudah pukul 7 malam, tapi langit masih terang. Wah benar-benar ciri musim panas, hari semakin panjang. Sebentar lagi musim festival kembang api, festival musim panas, tapi berbarengan dengan itu panas yang tak tertahankan ditambah lembab, juga suara berisik cicadas (semacam serangga seperti jangkrik) juga akan mewarnai musim panas di Jepang. Summer in Japan means…. (silakan lihat postingan saya yang lama-lama tentang musim panas di Jepang, pilih lewat index).

Well, hari Minggu yang melelahkan, tapi Gen merasa puas bisa melaksanakan kewajiban Family Service. Sebuah kata yang sudah menjadi bahasa Jepang, Famiri Sabisu, karena sibuknya ayah sehingga waktu untuk keluarga semakin sedikit.

Website Taman Showa Memorial Park dalam bahasa Inggris bisa dilihat di sini.

Catatan :

HTM 400 yen/ dewasa; 80 yen/SD-SMP

Park Train : 300/dewasa; 150 yen/anak

Perahu dayung : 600 yen/1 jam

Perahu kayuh : 700 yen/30 menit

Jangan paksakan diri demi aku

22 Jun

terjemahan dari bahasa Jepang, “Boku no tameni muri shinaide ne”

Sabtu malam, papa Gen pulang ke rumah sekitar jam 8 malam. Kebetulan anak-anak belum makan, dan pas baru akan makan. Waktu aku  mempersiapkan makanan, Gen bilang padaku, “Sorry sayang, besok (minggu) aku harus kerja”. What?
Aku juga agak kecewa, karena kebayang capeknya melewati hari minggu bertiga lagi. Tapi apa boleh buat, kalau memang kerjaannya belum selesai abis bagaimana. Jadi aku bilang pada Riku, “Riku besok papa kerja, jadi kasih itunya sekarang saja”.

Riku sudah membuat gambar dan “convinience tools” untuk papanya, kado di Hari Ayah. Karena aku bilang kasih sekarang saja (semestinya besok), kemudian dia berikan pada papanya. Terima kasih bla bla bla….. ok… dinner time.

Salah satu gambarnya Riku ; “Riku with Papa”

Tapi waktu kami akan mulai makan, Riku bertanya sekali lagi,
“Besok papa kerja?”
“Iya, maaf ya Riku….”
“Ya sudah, besok Riku, Kai dan mama pergi jalan-jalan yuuuk”, aku berusaha menghibur.
Tapi aku lihat warna mukanya berubah. Gen tidak perhatikan, karena dia duduknya menyamping. Aku tahu, Riku akan menangis, jadi aku langsung menghampiri dia, memeluk dia dan berkata,
“Riku, papa juga ngga mau pergi kerja, tapi kalau pekerjaannya belum selesai gimana”
Meledaklah tangis Riku, dan Gen terkejut. Tidak menyangka. Langsung Gen bilang,
“OK Riku, besok papa libur!!! Yosh… kimeta (saya putuskan) tidak ke kantor”
Gantian Gen memeluk Riku, dan terucaplah kalimat di atas,
“Papa jangan paksakan diri libur hanya untuk Riku!”
sebuah ungkapan yang sering dipakai orang Jepang yang sebetulnya berusaha untuk menyatakan bahwa dirinya tidak apa-apa. ….. Tapi biasanya dipakai oleh orang dewasa tentunya. Aku juga heran sampai Riku yang baru 6 tahun bisa berkata begitu. Kasihan, dia terlalu cepat menjadi dewasa pemikiran….

Sambil menahan haru, Gen bilang,
“Kamu bilang apa? Bagi papa, Riku lebih penting dari kerja. Besok kita pergi sama-sama ya”
Kami bertiga menghapus airmata dan berdoa makan…. cuma kai saja yang tertawa melihat kami…..

Hari Minggu Hari Ayah! Masak seorang Ayah harus bekerja di hari itu? Sama saja seorang buruh bekerja di Hari Buruh… dan itu sering terjadi di keluarga Jepang pada umumnya, dan keluarga Miyashita pada khususnya. Bukan karena suka kerja, workholic, tapi karena terpaksa. Sambil merenungi kejadian Sabtu malam itu, aku berpikir. Dulu papaku juga tidak pernah ambil cuti. Tapi anak-anaknya tidak ada yang protes atau berkata seperti Riku, jadi ya begitu saja terus. Kami jarang sekali bepergian/piknik bersama. Jadi teringat sebuah iklan mobil di TV Jepang, “Mono yori omoide” (Daripada barang lebih baik kenangan).

Berkat Riku, hari Minggu kami lewati dengan penuh kegembiraan, meskipun hari hujan dari pagi hari. Aku terbangun jam 6 pagi, padahal baru tidur jam 3 pagi. Tapi Riku juga bangun jam 6, dan tak lama Kai bangun juga. Jam 8 semua sudah berkumpul di kamar tamu. Jadi, hari ini mau ke mana?

Dan sekali lagi Riku berperan, “Aku mau ke yokohama, ke tempat A-chan (ibunya Gen) dan Ta-chan (bapaknya Gen)”. Ya, sekaligus deh merayakan Hari Ayah bersama Ketua Clan Miyashita.

Jam 9 pagi kami sudah di jalan raya di bawah rintik hujan, dan… lapar. Lalu aku bilang pada Gen, bahwa mulai kemarin di Mac D hadiahnya karakter Pokemon. Dan ini pasti cepat habis. Jadi akhirnya kami mampir ke Mac D, dan saya juga pesan Happy Set + untuk anak-anak, supaya bisa dapat mainan pokemonnya 3 buah. Dan Kai, langsung berseri-seri melihat mainan pokemon, “Pipa…pipa…” rupanya dia mau bilang Pika (pikachu).
Ternyata tidak perlu makanan mewah dan mainan mahal untuk menggembirakan satu keluarga (Yang pasti Gen dan aku ikut gembira karena rasa lapar terobati. Paling tidak enak menyetir dalam keadaan lapar).

bermain bersama Ta-chan

Setelah selesai sarapan, kami bergerak menuju Yokohama dalam hujan yang menderas, dan jalanan yang mulai padat dan macet. Hampir satu bulan lebih kami tidak saling bertemu, dan ternyata banyak berita keluarga yang tidak sempat kami ketahui. Yang sakit, yang cuti, yang menderita…. Nampaknya tahun ini akan menjadi tahun yang sulit juga bagi keluarga kami. Menghitung hari-hari tersisa dalam kehidupan.

Biasanya kami pulang larut malam, tapi karena sudah lama juga tidak bertemu adikku Tina, jadi kami mampir dulu ke apartemennya. Ternyata dia sendiri, Kiyoko temannya sedang pergi ke rumah orangtuanya. Jadilah kami ajak dia makan malam bersama di restoran Taiwan. Yang saya merasa menyesal saat itu, kenapa tidak minta Tina untuk memotret kami berempat! Baru ingatnya setelah jalan pulang.

Well, week end is over, and back to reality.

Goro-goro

20 Jun

Goro-goro dalam bahasa Jepang lain artinya dengan goro-goro bahasa Jawa, atau gara-gara bahasa Indonesia. Padahal dalam bahasa Jepang ada juga dipakai kedua kata ini. Jika gara-gara dalam bahasa Jepang berarti sedikit orang (あの店はがらがらです。 Toko itu kosong/tidak ada pengunjung) , maka goro-goro artinya bermalas-malasan. Keadaan masih berada di tempat tidur meskipun sudah bangun. Santai-santai berbaring.

Hari Selasa dan Rabu lalu, Riku sepulang sekolah tidak ke mana-mana. Tadinya dia sempat membuat janji bertemu dengan Aska san, bertemu di taman depan sekolah naik sepeda. Nah, karena dia janjian dengan mengendarai sepeda, maka aku tidak ijinkan. Lha meskipun Riku sudah bisa naik sepeda, dia masih belum begitu mahir untuk dibiarkan sendiri, tanpa pengawasan orang tua. Apalagi kalau dia dengan Aska nanti lalu pergi ke rumah temannya yang lain. Aska pasti belum tentu bisa menolong Riku jika terjadi apa-apa. Dan Riku menurut, dan minta aku teleponkan ibunya Aska, untuk membatalkan janji.

“Tapi Riku boleh pergi loh, kalau mau main, tanpa sepeda”
“Enggak ah, aku mau sama mama aja!”

duh, aneh deh anak ini, disuruh pergi main ke luar ngga mau. Dia ngga bisa pergi sendirian dan tanpa tujuan sepertinya. Persis mamanya!

“OK, tapi jangan ganggu mama ya. Mama mau bobo siang. capek!”
“Aku juga mau bobo sama mama…..”

dan dia mau ikut nyempil di sofa bed di studio kerjaku… doooh mana bisa gajah dan anaknya berdua menempati tempat tidur single. Akhirnya kita pindah ke kamar tidur dengan tempat tidur yang luas…. Tutup tirai, peluk guling aku membelakangi Riku.

“Mama, Ebi (udang) itu mirip AB bahasa Inggris ya?”
“Iya Riku… pintar! memang mirip.”

Dari belakang punggung aku, dia peluk aku…. lalu aku bilang,
“Wah mama senang deh TV nya rusak. Jadi kita bisa ngobrol, goro-goro, dara-dara (santai) begini ya.”
“Iya Riku juga senang. TV emang jelek ya….”

diam lagi, dan aku mulai hampir tertidur, waktu dia bertanya,
“Mama, kenapa sih mama menikah dengan papa?” (nah loh kenapa dia tanya sih hihihi)
“Ya, karena mama dan papa saling cinta”
“Mama ketemu papa di SMP?”
“Ngga Riku, mama ketemu papa di Daigakuin (Pasca sarjana).”
“Daigaku…”
“Gini Riku, Riku TK 2 tahun kan, sesudah itu masuk SD 6 tahun, sesudah SD itu SMP 3 tahun, lalu SMA 3 tahun. Lulus SMA masuk Daigaku, 4-5 tahun, baru masuk Daigakuin 2 tahun untuk Master dan untuk Hakase (Doktoral… Riku tahu kata hakase) tidak terbatas berapa tahun. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Mama belum Hakase, baru Master. Mama ingin juga belajar jadi Hakase.”
“Mama udah hakase kok, kan mama tahu semua…” (Oh my God Riku…..hiks)

Akhirnya aku tidak ngantuk lagi, malah jadinya ingin ngobrol dengan putra sulungku ini. Kupikir kapan lagi bisa peluk-peluk dia, sambil ngobrol gini. Sebentar lagi kelas 5-6 mana mau dia tidur sama mamanya dan kesempatan seperti ini tidak akan terulang.

“Riku senang belajar di SD?”
“Senang”

“Mama…mama kan guru ya? Guru SD atau SMP?”
“Bukan Riku, mama guru daigaku, universitas… Mama ngga bisa ngajar anak-anak kecil. Ngga sabaran! Makanya mama hormat pada Chiaki Sensei, dan guru-guru TK, SD yang bisa ngajar anak-anak”
“Kenapa? Oh aku tahu… anak-anak nakal ya…. ”
“Hmmm ya ada yang nakal. Tapi gini, anak-anak itu seperti hakushi. haku itu putih, shi itu kami (kertas). Anak-anak itu seperti kertas yang kosong, belum digambari. Kertas itu kan kalo digambari anak TK, ya hasilnya seperti gambar anak TK, Kalau Riku yang gambar, ya seperti anak SD. Tapi kalau yang gambar orang yang pintar, berpendidikan dan berpengalaman, pasti gambarnya bagus kan? Jadi Susah untuk menggambari hakushi itu supaya gambarnya bagus. ”
” ngerti…. Makanya Mama suka Chiaki sensei….”
“Ya mama suka sama semua guru”
“Riku juga kalau besar mau jadi guru. Guru Olahraga.” (Dalam hati aku ketawa, oi ndut…kurusin dulu)

“Kalau mau jadi guru olah raga, Riku musti suka semua olah raga. Dan harus suka lari.”
“Hmm lari ya… kalo gitu aku mau jadi guru kokugo 国語(bahasa jepang) aja deh”
“Nah papa tuh pintar kokugonya, om Taku juga …makanya om Taku jadi wartawan kan?  Dan untuk itu, Riku mazu まずharus bisa baca dan menulis. Makanya banyak latihan baca dan menulis ya.”
“Iya”

“Mama, mama namanya keluarganya siapa. ”
“Imelda Coutrier. Riku?”
“Riku Coutrier. ”
“Loh bukan… Riku Miyashita”
“Ahhh aku ngga mau Riku Miyashita”
“Tapi papa Riku namanya siapa?”
“Gen Miyashita”
“Makanya, Riku namanya Riku Miyashita. Bukan Riku Coutrier.”
“Dharma (sepupunya di jkt) namanya siapa? Dharma Coutrier?”
“Bukan, namanya Dharma Dewanto, karena om Chris namanya Chris Dewanto”
Lama lama dia mulai ngerti “aturan mainnya”.
“Jadi anak-anak semua ikut nama papanya?”
“Bingo… betul Riku, semua ikut nama papa. Itu karena patriarchal , Fukei shakai 父系社会.  Ada sih beberapa suku dan negara yang bisa ikut nama ibu, matriarchal bokei shakai 母系社会. Tapi kebanyakan semua ikut nama bapak. ( waktu aku baca tulisan Uda Vison tentang padusi, aku jadi teringat juga bahwa aku pernah menceritakan hal ini pada Riku)

“Tapi Riku mau ikut nama mama. Kan bagus Riku Coutrier, sama dengan opa”
“(Sambil senyum-senyum aku ingin bilang… bagus dong) Kasihan papa loh. A-chan juga kasihan. Gini aja deh. Kalau di Jepang Riku Miyashita, kalau di Jakarta Riku Coutrier… setuju?”
“Asyikkkk….”

Ini adalah sekilas hasil pembicaraan waktu kami goro-goro hari Selasa dan Rabu lalu. Masih banyak percakapan nonsense, misalnya dalam satu hari berapa ikan yang ditangkap ya? (pattern “satu hari berapa banyak” , dan ini cukup membuat kesal aku … sampai kadang aku bilang oi aku bukan nelayan, ngga tau….) Tapi juga pernyataan dia bahwa dia sudah punya bulu ketek, wakige 腋毛 (padahal bukan bulsket, hanya kotoran dari baju). Aduuuh Riku, kalau kamu udah punya bulsket berarti udah mulai ada kumis, sayang….. dan mama ngga mau kamu secepat itu menjadi besar. yukkuri de ne (pelan-pelan aja).

Waktu aku cerita tentang “goro-goro” ini ke Gen, dia bilang… wah mama sama Riku rabu-rabu (love-love… mesra). Rupanya dia ngiri tuh.  Ntah dia ngiri ke aku, karena aku ada waktu untuk bercengkerama dengan Riku, atau ngiri sama Riku, karena bisa rabu-rabu sama mamanya hahahaha.

So…mari kita goro-goro jangan cari gara-gara dengan orang yang kita sayangi, sebagai suatu cara untuk mendekatkan hubungan.

** Saya pasangkan video clip tentang Riku membacakan buku Picture Book berjudul “Kashite yo… Pinjamkan dong!” pada Kai. Selamat menikmati.***


POLIO dan TILANG

17 Jun

Hari Senin hari yang sibuk. Kenapa ya? Apa karena hari pertama setelah libur dua hari? Sampai-sampai ada lagu I don’t like Monday….

Hari Minggu kemarin rupanya Riku terjatuh di jalanan waktu akan menyeberang. Dan kepalanya terbentur… Katanya. Tidak ada luka parut di kepala maupun kaki, tapi dari sore hari dia mengeluh sakit kelapa eh kepala. Dan tentu saja Gen khawatir , takut jangan-jangan pengaruh ke otaknya Riku. Kok kayaknya aku ibu yang cuek ya… aku ngga khawatir sama sekali. Karena aku cukup bertanya, muntah ngga? eneg ngga? mimisan ngga? Jawabnya “NO” semua…. jadi tidak apa-apa (menurut aku loh). Dan aku lihat dia biasa saja, tetap genki…ceria tidak lemas. Mungkin yang mengkhawatirkan justru karena dia agak berlebihan ceria dan cerewetnya…ini harus diperiksa hahahaa.

Jadi waktu pagi hari Riku masih berkata “sakit kepala” , dan Imelda diberi tugas oleh Gen untuk mengantar Prince Riku ke rumah sakit untuk diperiksa dokter. OK boss. Padahal hari ini Kai juga ada jadwal vaksin Polio di puskesmas. Sibuk banget deh hari ini. But enjoy enjoy….!

Berhubung Prince Kai terlambat bangun, kami baru bisa berangkat ke RSnya jam 10…. huh aku paling malas ke RS ini kalau tidak tepat jam buka (jam 9) karena kadang-kadang suka banyak yang antri di Pediatric sehingga musti lama menunggu. Untung saja waktu aku datang banyak yang menunggu, tapi karena ada dua dokter jadi lumayan cepat dipanggil. Dua anak yang sebetulnya sehat (bayangin suhu badannya aja waktu itu cuma 36,4) sambil menunggu giliran bermain bersama di play-cornernya. Senang juga melihat Riku sudah bisa “menjaga” adiknya bermain.

Benar juga perkiraanku, Prince Riku tidak apa-apa. Tapi memang Rikunya sendiri bilang, “Masih pusing … bla bla bla”. Aku terpaksa bilang, “Iya dok, nanti kalau pusing terus seminggu saya kembali lagi”. Meskipun maksud perkataan itu untuk Riku. Buktinya setelah itu dia tidak mengeluh pusing-pusing lagi. Heran deh… Riku itu emang suka sekali RS. Sering tanya,” Mama, kapan aku musti disuntik lagi?” Huh… mentang-mentang aku selalu puji dia bahwa dia sejak bayi tidak pernah menangis kalau disuntik (termasuk vaksin).

Jam sebelas pemeriksaan selesai, kami pulang untuk istirahat dan makan siang. Lalu jam 12:30 pergi ke Puskesmas Kelurahan untuk Kai mengikuti vaksin polio. Letaknya agak jauh dari rumah, yaitu bersepeda 20 menit. Untung Riku sudah bisa bersepeda, kalau tidak lumayan loh bonceng dua anak sampai ke puskesmas itu.

Kai iri melihat kakaknya sudah bisa naik sepeda

Kai sebetulnya sudah “mengabaikan” vaksin polio dua kali. Polio ini gratis dari kelurahan dan diselenggarakan setiap musim semi (Mei-Juni) dan musim gugur (Sept-Okt). Tahun lalu setiap ada jadwal polio, mesti dia tidak sehat. Jadi senin kemarin itu kebanyakan yang datang adalah bayi-bayi berusia 6 bulan lebih. Lucu juga aku memandangi bayi-bayi itu… masih digendong ibunya…. hmmm Kai dulu juga kecil segini ya. Sekarang? sudah bisa menuntut dibelikan minuman dari vending machine, lari ke sana kemari… doooh.

Kai mendapat urutan nomor 44 (sampai dengan aku pulang ada sekitar 150 ibu). Tidak sampai 30 menit semua selesai. Antri untuk diperiksa salah satu dari 5 dokter. Untung Kai anteng sehingga memudahkan pemeriksaan. Oh ya, waktu si dokter memeriksa dada Kai dengan stetoskop, tercium wangi parfum… wahhh dokter “gaek” (udah tua sih) ini dandy juga pake parfum segala. Biasanya jarang loh laki-laki Jepang pake parfum. Untung isengnya Imelda ngga kumat dan menanyakan…. “Dok, kamu pake parfum merek apa sih?” hahahaha.

Setelah mendapat OK dari dokter untuk menerima vaksin polio, langsung diberi vaksin di bagian suster-suster. Vaksin polio itu berupa cairan yang langsung dimasukkan ke mulut bayi. Katanya sih manis. Tapi selama 30 menit tidak boleh makan dan minum dan “ngempeng”. Ntah akhir-akhir ini Kai suka sekali memasukkan tangannya (seluruhnya loh) ke mulut. Jadi aku repot deh membuat dia lupa supaya jangan memasukkan tangannya selama 30 menit. Bagaimana cara supaya dia lupa? Kebetulan di samping gedung kelurahan itu sedang ada pembangunan gedung baru, dan pada tahap pembongkaran pondasi. Jadi ada semacam crane/buldozer yang dioperasikan. Dasar dua anak laki-laki, melihat kegiatan begitu saja bisa lupa semua! (dan heran juga mamanya ikut terkesima melihat proses pembangunan sambil jaga dua unyil)

Bunga Ajisai (Hydrangea) bermekaran di musim hujan

Setelah lewat 30 menit, aku ajak mereka pulang (dengan susah payah) dan ajak mereka pergi ke Mac Donald. Hadiah Happy setnya sekarang tidak terkenal, jadi aku juga tidak begitu antusias…. (loh kok jadi perhatiin hadiah terus nih). Sampai di rumah ternyata tidak lama sekitar jam 5, Gen sudah pulang. Wah kok cepat? Ternyata dia ada dinas luar ke daerah Teluk Tokyo. Dan dia membawa “hadiah”….. sebuah kertas bertuliskan “Pelanggaran Parkir” chuusha ihan 駐車違反。 Baru pertama kali dapat jadi bingung juga harus bagaimana. Rupanya dia parkir mobilnya di pinggir jalan, dan waktu dia parkir sih ada taksi dan truk di depan dan belakangnya, tapi waktu dia kembali 30 menit sesudahnya ternyata taksi dan truk sudah tidak ada, dan ada kertas ini di wipernya…. kena deh hehehe.

surat tilang (chuucha ihan -pelanggaran parkir)

Begitu sampai rumah, dia pergi ke koban (pos polisi) dan oleh polisi di sana dibilang suruh menunggu akan ada surat tilang yang dikirim ke rumah. Setelah terima surat itu, bayar denda, dan mungkin di SIM nya tidak diberi tanda “point pelanggaran”. Semakin banyak point pelanggaran makan semakin besar kemungkinan SIM dicabut. Karena kami berdua Gold SIM  Card dan belum pernah melakukan pelanggaran, jadi sayang jika SIM harus “ternodai” oleh point pelanggaran. Jika ada satu saja point pelanggaran, maka pada penggantian SIM berikutnya (setelah 5 tahun) akan terjadi penurunan tingkat (tidak Gold lagi) dan harus ikut kursus/test lagi  (sebentar sih sekitar 1-2 jam)

Jadi sekarang kami sedang menunggu “kiriman” dari polisi, dan biasanya untuk pelanggaran parkir kami harus membayar 15.000 yen (1.500.000 rupiah kira-kira). “Gomen ne ごめんね  (maaf ya)” kata Gen… dan aku cuma ketawa sambil bilang, “berdoa saja semoga tagihan dari polisinya datang sesudah gajian ya hehehe”. Lima belas ribu yen itu sudah standar dan tidak ada sistem “tawar menawar” atau suap-menyuap seperti di Indonesia. Seandainya…. seandainya loh, peraturan seperti ini diterapkan di Indonesia, aku bisa bayangkan betapa kayanya kepolisian RI…. cukup untuk bayar utang negara mungkin …hahahaha.

What a busy and unpredictable MON day!

Open Class

15 Jun

Hari Minggu kemarin Riku pergi ke sekolah. Seperti biasa dari pagi sampai 4 jam pelajaran dan ada makan siang juga. Loh, kok hari minggu ke sekolah?

Ya, hari minggu tanggal 14 Juni itu adalah hari khusus untuk open class, day for parents to visit school. Jugyou sankanbi 授業参観日, dan biasanya diadakan pada hari minggu supaya orangtua yang bekerja (dengan asumsi minggu libur) akan bisa menghadiri kegiatan sekolah ini.

Pelajaran pertama mulai jam 8:50. Kita terlambat! Riku tentu saja sudah berangkat duluan jam 7:45 dengan penuh semangat. Bahkan dia sudah memilih baju yang akan dipakai dari hari sebelumnya. Anakku cerewet juga nih kayaknya soal baju. Dia mau pake kemeja… cihuyy, jadi aku seterika kemejanya. Tak lupa dia sisir rambutnya dengan pakai air (pengganti pomade hihih) supaya tertata rapi. NAH, sayangnya papanya baru terbangun jam 8:20, bersamaan dengan Kai. Dan karena aku musti mempersiapkan Kai juga, dan sudah pasti jalannya akan lelet, aku suruh Gen pergi duluan ke sekolah. “Padahal aku ingin pergi dari awal pelajaran” (ya bukan salahku kan..siapa yang bangun terlambat?)

Perjalanan aku dan Kai makan waktu 30 menit. Kai juga senang jalan-jalan, jadi setiap ada yang menarik, teriaklah dia “Ow…”, “Aaaa…”, “Bubu (mobil)”, “Chi chi… (burung)”, “Wan wan… (anjing)”…. lucu dan untunglah dia kuat berjalan terus sampai ke SD, sehingga mamanya ngga usah gendong. Lumayan juga kalau harus memanggul 13 kilo terus-terusan.

Sesampai kami di sekolah, aku melihat daftar hadir orangtua, ternyata masih banyak yang belum datang. (Bahkan ada orangtua kelas 5 datang jam 10:30 waktu aku pulang). Jam pertama di Riku adalah Berhitung (sansuu 算数). Dan dia langsung senyum-senyum begitu dia lihat wajah aku dan kai di luar kelas, sedangkan papanya berdiri di dalam kelas bagian belakang. Waktu kami datang sedang latihan tambah-tambahan dan terlihat Riku cukup aktif mengangkat tangan untuk menjawab soal. (Padahal di catatan hariannya Gen dikatakan bahwa Riku hanya mau angkat tangan untuk penambahan 1 + …. hihihih)

Sayang sekali kami tidak boleh memotret suasana kelas. Tapi bisa dimengerti juga sih, dengan kehadiran kita saja sudah cukup membuat guru-guru nervous kan. Meskipun gurunya Riku, Chiaki sensei tetap cool seperti biasa.  Pelajaran ke dua adalah prakarya membuat keranjang bunga, lalu setelah itu olahraga taiiku 体育 dan terakhir bahasa kokugo 国語. Entah ada atau tidak  acara open class seperti ini di Indonesia, tapi aku pikir semestinya ada supaya orang tua bisa mengetahui perkembangan belajar dan suasana kelas anaknya. Program ini diadakan 2 kali setahun, dan berikutnya diadakan bulan Desember, pada hari Selasa (otomatis bapak-bapak tidak bisa ikutan deh, kecuali ambil cuti)

Aku dan Kai pulang waktu jam prakarya, karena Kai musti makan dan capek. Sambil jalan pulang, kami mampir ke toko konbini dan membeli onigiri dan jus. Lalu kami duduk di taman sebelah toko tersebut. Sebetulnya bukan taman, lebih tepat disebut sebagai perpanjangan halaman orang, yang dia sediakan untuk dipakai warga. Karena ternyata tamannya juga ditunjuk sebagai warisan budaya pemerintah daerah yang perlu dirawat dan diperhatikan bersama. Mungkin karena di situ terdapat beberapa pohon tua. Memang sih duduk di situ teduh sekali, cuma sesekali burung gagak datang dan mengganggu pemandangan. Kai dan mamanya menikmati acara piknik dadakan ini.

Gen dan Riku sendiri baru kembali ke rumah pukul 2 siang. Riku sih enak karena dapat makan siang, papanya kembali langsung bilang,”Aku lapaaar”. Untung ada sisa makanan, aku panaskan dan aku sendiri langsung bersepeda ke sebuah Discount Store, untuk membeli pelengkapan konsumsi acara pertemuan orang tua murid kelas 1-2 (kelasnya Riku) hari Rabu yang akan datang. Seru juga berbelanja bertiga dengan 2 ibu lain, menghitung-hitung biaya dan menentukan minuman dan snack apa yang akan dibeli supaya cocok dengan budget. Tidak boleh melebihi  budget dan kalau bisa jangan bersisa, karena susah mempertanggungjawabkannya. (Sisa uang harus kembalikan dengan rata, capeek deh)

Malam harinya Gen mengajarkan Riku baca tulis… menurut Gen, Riku jauh tertinggal dengan anak lain yang bisa membaca dan menulis dengan cepat. Hmmm sebetulnya ngga usah dipaksa sih, karena sebetulnya Riku termasuk yang paling kecil usianya di kelas, dan dia waktu lahir kurang bulan (prematur) sehingga ada kemungkinan terlambat untuk menyerap sesuatu dibanding anak-anak lain. Akunya sih santai aja, tapi Gen lumayan khawatir jangan sampai dia merasa minder karena tidak bisa, kemudian jadi ketinggalan, dan tambah ketinggalan.

Satu hari ini melelahkan, tapi aku senang karena di rumah sekarang tidak terdengar suara TV. Kabar amat sangat baik sekali untukku, tapi kabar buruk untuk Riku, dan sedikit buruk untuk Gen! TV nya koit alias rusak hihihi