Salju Inspiratif

12 Feb

Memang sudah sejak hari Kamis malam, kami mendapat warning bahwa di Tokyo hari Jumat sampai Sabtu akan turun salju dengan perkiraan ketebalan 5 cm. Dan waktu bangun pagi….. benar saja, butir-butir salju putih beterbangan di udara. Tapi karena belum terlalu dingin, butiran itu langsung mencair. Tapi tetap saja sama….dingin.

Teman chattingku pagi itu, LL, bertanya hari ini hendak kemana. Memang hari Jumat tgl 11 ini adalah hari libur untuk Jepang, hari pendirian negara Jepang. Tapi karena bersalju begini, malas rasanya untuk pergi. Tapi…. Gen mau keluar rumah, dan tentu saja aku terpaksa ikut.

Berjalan dalam curahan salju dengan payung di tangan, merasakan dingin terutama di tangan, tapi entah kenapa aku tidak begitu merasa dingin seperti kalau tidak bersalju. Ntah ini sugesti atau bukan, pada waktu turun salju, dinginnya masih bisa ditahan, dibandingkan hari cerah tapi berangin. Angin musim dingin Tokyo memang jahat!

Tujuan kami adalah Pusat Recycle Sekimachi, milik pemerintah daerah Nerima. Kalau tidak salju, kami bisa naik sepeda 15 menit. Jalan kaki juga bisa sih, sekitar 40 menit, tapi kami naik bus untuk pergi ke sana. Hari ini di Pusat Recycle itu ada kegiatan “Save ecology for children”. Dengan sedikit pameran dan permainan, ingin mengajarkan anak-anak tentang ECO. (ketemu lagi deh mas eko hihihi)

Begitu sampai di tempat itu, seperti yang sudah kami duga, sepi sekali. Kami disambut oleh mas-mas eko, tapi kali ini mas-mas ekonya sudah sepuh. Mereka adalah pekerja sukarela pemda, pensiunan-pensiunan, kakek nenek yang “cari kesibukan di usia lanjut” dengan membantu kegiatan-kegiatan semacam ini.

Membuat pistol-pistolan dari sumpit kayu, karet dan jepitan jemuran

Opa-opa itu mengajarkan Riku dan Kai membuat pistol-pistolan dari sumpit kayu, karet dan jepitan jemuran. Mudah, murah tapi cukup membuat kedua anakku asyik berduaan, sampai sulit sekali kusuruh berhenti bermain. Sementara mereka bermain, aku sempat masuk WC di gedung berlantai 3 itu. Begitu masuk WC lampu langsung menyala, karena memakai sensor. Otomatisasi seperti ini sudah banyak dipakai di gedung perkantoran dan sekolah untuk menghemat listrik. Tapi lucunya rupanya sensor itu membaca gerakan manusia. Jadi waktu aku “duduk” di WC sambil baca emails/internet, otomatis aku tidak bergerak, jadi lampunya mati tiba-tiba… hahaha. Sempat kaget sih, dan karena kaget bergerak kan tanganku, jadi lampu menyala kembali. Wah canggih sekali sensornya, maksudku sensitif terhadap gerak manusia. (Sempat terpikir kalau ada yang tiba-tiba mati di sini, ngga ketahuan ya karena lampu mati dan gelap…. hiiiii)

Selain otomatisasi lampu WC, mereka memakai tissue WC hasil daur ulang yang diberi nama 23KuBrand. Tissue itu merupakan proyek lingkungan hidup dari pemda Nerima, untuk mengumpulkan kertas sebagai bahan daur ulang. Tissue ini dipakai di setiap kantor pemda di 23 kelurahan di Tokyo. Satu lagi gerakan ECO.

Tissue hasil daur ulang 23KuBrand

Kemudian aku mengajak anak-anak pergi ke lantai 3 karena di situ ada bermacam “pameran”. Begitu masuk ruangan ada percobaan membangkitkan listrik dengan turbin. Ada 6 “pistol mainan” yang memakai tuas. Jika diputar tuasnya maka lampu akan menyala. Memang sih begitu 1 orang berhenti memutar, maka lampu juga akan mati, tapi disitu diajarkan bahwa listrik dapat dihasilkan dengan memakai turbin. Kai senang sekali di sini, meskipun dia yang paling lemah memutarnya, tapi dia senang sekali melihat lampu bisa menyala. Melihat Kai senang begitu opa-opa di sana bersemangat deh membantu memutar 6 pistol-pistolan itu hahaha.

Kai senang sekali di tempat percobaan pembangkit listrik ini

Di meja berikutnya, dijelaskan tentang beda pemakaian lampu biasa dan lampu LED. Jika lampu biasa memakai 60 watt, maka lampu LED hanya pakai 6 watt….jadi bisa hemat uang juga. Riku di situ diingatkan oleh petugasnya bahwa dengan mencolok kabel saja tanpa menyalakan mesin-mesin atau TV, tetap ada konsumsi listrik sebesar 0.5 watt. Yang juga berarti pemborosan listrik dan uang. Baru sadar dia, bahwa mamanya setiap kali ngomel ada artinya. Setiap malam sebelum tidur mamanya matikan dan cabut semua kabel itu ada artinya 😀

Konsumsi listrik setiap lampu berbeda. Yang paling hemat tentu LED

Meja yang lain memamerkan karya penghangat tubuh untuk musim dingin dari bahan bekas. Juga pembuatan kairo (penghangat tubuh) yang bisa dipakai terus menerus dengan memanaskan di microwave. dengan memakai kaus kaki tebal, atau kairo penghangat leher, tentu kita tidak perlu terus menerus menyalakan heater pada musim dingin.

Meja terakhir sebenarnya mau menunjukan memasak dengan solar cooker. Wah aku melihat wajan solar itu jadi ingat dulu waktu SMA, ikut kegiatan Science Club juga pernah membuat wajan solar bekerja sama dengan SMA Pangudi Luhur. Meskipun percobaan itu gagal, hati kami cukup hangat karena bisa bertemu dengan pemuda-pemuda kece (SMA semua putri saja soalnya hehehe). (Sayang ngga ada yang nyantol hahaha)

Seperti ini nih dulu 27 th lalu, aku buat percobaan di SMA, wajan matahari untuk masak. Akhirnya gagal, sudutnya byk salah jadi telurnya ngga matang-matang

Di sini akhirnya opa-opa itu membuat pop corn dengan kompor biasa, dan membagikannya pada anak-anak yang datang. Bahkan mereka membuat khusus untuk Kai, yang lahap memasukkan pop corn dalam mulutnya. Salah satu opa sampai bertanya padaku, “Kai tidak apa-apa makan pop corn begitu?”… oh tentu saja tidak apa-apa. Memang di Jepang sebelum memberikan sesuatu pada anak-anak pasti menanyakan dulu pada orang tuanya, apakah boleh diberikan atau tidak. Seperti pembagian permen/coklat/krupuk. Karena banyak orang tua yang disiplin tidak memberikan makanan tertentu, atau memang anak-anaknya alergi pada bahan makanan tertentu. (Suatu hal yang tidak pernah dilakukan orang Indonesia, langsung kasih ke anak-anak tanpa tanya pada orang tuanya apakah boleh atau tidak 😀 Dan menggagalkan pendidikan “tidak boleh permen/coklat” karena anak-anak merasa “dapat angin”)

Opa-opa membuat pop corn untuk Kai 😀

Sebagai hadiah kehadiran anak-anak dalam acara itu, kami mendapatkan hadiah kecil yang ditukarkan dengan kertas kehadiran yang penuh dengan stamp. Boleh pilih hadiahnya, dan aku suka sekali dengan sebuah bros kerajinan yang berbentuk seperti pensil, padahal bukan.

Pensil, tapi tidak bisa dipakai. Karena hanya ranting pohon yang ujungnya diberi warna spt pensil. kreatif juga. Aku suka!

Setelah cukup lama menghabiskan waktu di Pusat Recycle itu, kami pulang dalam salju, berjalan menuju stasiun terdekat, Musashi Seki. Karena lapar kami mampir makan Ramen dan pergi ke toko buku membeli buku cerita bergambar untuk Kai dan Riku dan mamanya 😀 Ada Picture book baru karangan Nakaya Miwa, penulis favoritku, yang karyanya sudah pernah kutulis (Story of Black Crayon) di sini, (Tempat tidur si kacang babi) di sini dan (Si Hitam dan Hantu) di sini.

Sebagai penutup aku mau menuliskan sebuah kalimat inspiratif yang kudapat di televisi akhir minggu lalu. “Bagaimana bisa menumbuhkan dan mengembangkan sesuatu kalau tidak memulainya?” Sister Tsudo, 83 tahun, seorang dokter biarawati yang memimpin RS TBC di Haiti, yang rubuh oleh gempa. (はじめなければ何も成長しない)

Duh, melihat kegiatan beliau, aku yang usianya separuhnya seharusnya tidak mengeluh dengan kehidupan ini. Bayangkan dia 30 th membangun RS di Haiti dari yang tidak ada apa-apa, sampai punya RS megah, dan hancur seketika oleh gempa. Tapi dia tidak pernah menyerah!

Sama halnya dengan pengajaran penghematan listrik dan gerakan cinta lingkungan. Tidak akan bisa berlangsung kalau kita tidak mulai dari diri sendiri! Mulailah, baru mengembangkannya.

Aku sebetulnya tidak begitu suka dengan istilah “Kalimat inspiratif”. Karena kalimat itu akan tetap menjadi kalimat kosong belaka jika TIDAK DILAKSANAKAN. Tapi karena aku diminta oleh Jumialely untuk menyebarkan virus inspiratif, maka aku tutup postingan hari ini dengan kalimat dari Sister Tsudo itu.

“Bagaimana bisa menumbuhkan dan mengembangkan sesuatu kalau tidak memulainya?”