Mamat or Matmat

26 Apr

Aku sering mengatakan pelajaran matematika sebagai mamat atau matmat. Pelajaran yang dulunya aku pernah suka. Karena ada sesuatu hal di SMP, membuatku benci pelajaran matematika. Jadi beruntunglah aku bisa melewati pelajaran matematika kelas IPA di SMA meskipun dengan pas-pasan.

Kali ini aku ingin bercerita sedikit mengenai beberapa penemuanku mengenai matematika atau berhitung di Jepang. Sambil belajar bersama Riku aku menemukan hal-hal yang menarik. Tidak  susah kok, karena aku juga tidak mau membuang energi untuk yang susah-susah kok 😀

1. Aku baru tahu bahwa dalam dadu, angka yang kita lihat dengan angka yang ada di bagian belakang dadu itu pasti berjumlah 7.

Di belakangnya 3 pasti.... 4 (berjumlah 7 kan?)

Jadi kalau kita melihat dadu dengan dua titik, pasti di bagian belakang itu 5. Kalau 6 pasti di bagian belakang 1. Ini penting kalau kita mau membuat dadu sendiri, tidak bisa seenaknya mencantumkan titik-titik itu kan?

Atau cuma aku saja ya yang tidak tahu tentang hal ini? Teman-teman sudah tahu? (Aku sempat tanyakan pada beberapa orang Jepang, dan mereka juga tidak tahu. Gen tahu dan dia bilang bahwa itu diajarkan di bimbel untuk ujian masuk SMP)

2. Mengenai perkalian 1 s/d 9 yang disebut dengan KUKU 九九(Bahasa Jepang nya untuk 9… 9×9)

Bagaimana orang Indonesia menghafalnya? Hmmm aku sih dulu ya begitu saja menghafalnya. Tapi di Jepang ada cara menghafalnya yang disebut dengan kuku itu. Memang keunikan bahasa Jepang angka itu bisa dirangkaikan menjadi sebuah kata untuk memudahkan. Kalau bahasa Indonesia tidak bisa, karena misalnya tiga ya kita menyebutkan tiga saja kan? (kecuali dalam bahasa daerah). Tapi dalam bahasa Jepang, tiga itu bisa disebut dengan “san”atau “mitsu“. Dan san bisa disingkat menjadi sa, sedangkan mitsu itu kadang bisa disingkat menjadi mi. 3156 dibaca singkat sebagai sa-i-ko-ro (artinya dadu). Jadi gampang deh.

Nah KUKU ini juga menghafalkan dalam bentuk kalimat. Terus terang aku tidak bisa merubah pola pikir hafalan menjadi kalimat, jadi aku menyerahkan pelatihan perkalian Riku pada papanya.

misalnya 2 x 8 = ( ni kakeru hachi) dihafalkan niha

nah yang aku baru sadari adalah perkalian 9

1×9 =  9
2×9 = 18
3×9 = 27
4×9 =36
5×9 =45
6×9 =54
7×9 =63
8×9 = 72
9×9= 81

bisa terlihat kan rapihnya angka hasil perkalian 9 itu. Jika dijumlahkan hasilnya ya 9 , 18 (1+8) ya 9, 27 (2+7) ya 9. dan semua hasilnya tinggal dibalik saja tuh mulai perkalian 6 x9 dituker-tuker angkanya. Cantik yah.

Nah lebih cantik lagi waktu aku melihat bentuk ini:

Bentuk yang dihasilkan setiap perkalian, ternyata cukup menarik nih

Ada bulatan dengan angka 0 sampai 9. Dalam masing-masing perkalian menghubungkan hanya angka terakhir dari hasilnya. Jadi misalnya 3 x4 = 12, hanya dilihat angka 2 nya saja. Dan ternyata jika menghubungkan titik2 tersebut di setiap perkalian bisa diketahui bahwa bentuk perkalian 1 dan 9 itu sama, perkalian 2 dan 8 itu sama. Perkalian 3 dan 7 serta perkalian 4 dan 6 itu sama. Memang ini merupakan hasil “ingatan” perkalian, tidak bisa mulai menghafal perkalian dengan bentuk-bentuk ini. Tapi “penemuan” ini cukup menarik buatku. Kata Gen sebetulnya usaha-usaha begitu ingin menunjukkan bahwa matematika itu menyenangkan, menarik pada anak-anak. Meskipun mungkin mereka sendiri tidak menyadarinya 😀

Waktu aku ceritakan pada Gen, dia mengatakan “Menarik bagi kamu, karena kamu mempunyai “perhatian” dalam matematika. Kamu itu sebetulnya tidak benci matematika…..” hehehe. Ya, aku akui aku tidak benci matematika tapi MALAS 😀

(Jadi ingin bertanya pada Pak Marsudiyanto dan Pak Amin Hers, teman blogger yang guru matematika :D)