Tulisan ini masih menyambung tulisan saya sebelumnya, “Becek“. Saya tergelitik menulis lebih mendetil tentang payung, karena komentar dari AL, yang mengatakan bahwa dia tidak menganggap keren dengan alat pembungkus plastik yang disediakan di depan toko/departemen store, atau tempat umum lainnya, karena hanya akan menambah sampah. Memang saya hanya menjelaskan “Jepang itu ada-ada aja” dengan menampilkan alat itu, padahal masih banyak alat lain yang menyangkut payung atau sarana lain untuk mencegah becek.
1. Tempat payung di rumah. Setiap rumah, biasanya di pintu masuk ditaruh tempat untuk menaruh payung khusus. Bisa terbuat dari keramik/batu, atau steel/alumunium. Desain juga macam-macam, tapi tujuannya untuk menampung payung sesudah dipakai.
2. Mengadaptasi tempat menaruh payung di rumah, di depan sekolah atau kantor, yang jumlah pegawai/muridnya tetap, ditaruh tempat menaruh payung dengan sekat-sekat. Ada yang bisa menampung 20 batang, ada yang 50/100 batang. Biasanya kalau di sekolah, tempat payung dibedakan per kelas. (Saya ingat ada perkumpulan orang Jepang yang menghadiahi Sekolah Republik Indonesia Tokyo dengan tempat menaruh payung ini sekitar 8-9 tahun lalu. Sebelumnya tentu saja tidak ada, dan payung dibawa masuk ke kelas.)
3. Untuk Bank, atau tempat-tempat dengan tamu umum yang banyak, selain ada yang menyediakan alat plastik pembungkus payung seperti di tulisan saya di “Becek“, ada yang menyediakan tempat payung seperti pada nomor 2, tetapi berkunci yang bernomor (seperti locker). Sehingga payung tidak akan tertukar oleh kepunyaan orang lain. (Tempat berkunci tidak dipakai di kantor/sekolah, karena biasanya payung diberi nama. Dan orang Jepang juga tidak suka “nilep” milik orang lain. Meskipun tidak bisa saya katakan 100% suci juga.)
4. Ada pula tempat yang menyediakan alat lebih canggih yaitu pengering payung. Tapi tentu saja perlu waktu lebih lama untuk menunggu payung ini kering.
5. Usaha warga Jepang sendiri untuk mengurangi sampah plastik seperti yang dikhawatirkan AL, yaitu dengan membawa “My Umbrella Bag” sendiri. Jadi selain membawa payung, juga membawa kantong payung sendiri, dengan desain dan motif yang beragam. (Terus terang saya sendiri jika memakai plastik pembungkus dari toko, dan jika akan keluar masuk banyak toko, saya akan menyimpan plastik dari toko pertama, dan memakainya lagi jika masuk toko yang lain, sehingga satu hari saya hanya memakai satu plastik. Seperti sudah saya jelaskan dalam komentar bu AL, Jepang mewajibkan semua warganya untuk memilah sampah sesuai bahannya, sehingga bisa direcycle kembali. Jika plastik ini dipakai di Indonesia, saya memang bisa membayangkan sampah plastik yang akan keluar, dan tidak didaur-ulang kembali)
(Gambar-gambar di ambil dari toko online rakuten.co.jp dan dari sini)
Yang pasti memang setiap warga Jepang akan membawa payung jika hujan, dan memang jika hari hujan, barang yang paling banyak tertinggal di kereta adalah payung. Karena itu, kondektur kereta dan bus, pada hari hujan akan mengumumkan, “Karena hujan banyak payung yang tertinggal, perhatikan apakah Anda sudah membawa payung Anda”. Demikian pula pelayan toko dan restoran…. semua saling mengingatkan. Yang paling sering lupa jika waktu pergi hujan, tapi hujan berhenti waktu pulangnya.
Jika ketinggalan payung dan payung itu mahal, apakah bisa kembali? BISA, tinggal datangi pojok “Lost and Found” dan Anda bisa mendapatkan payung kesayangan Anda kembali. Lalu, payung-payung tertinggal yang tidak diambil pemiliknya? Recycle lagi dong…ada perusahaan khusus yang menangani “penjualan” kembali payung-payung yang tertinggal di stasiun/kereta/tempat umum.
Payung memang sangat dihargai di Jepang. Karena itu saya senang sekali waktu Eka minta hadiah payung lipat waktu dia menjadi komentator ke 7000.