Lembab

30 Jul

Semenjak tinggal di Tokyo, aku mengetahui bahwa kadar kelembaban udara itu jauuuh lebih penting daripada suhu udara.  Pada musim dingin memang otomatis kelembaban turun, seamikin rendah kadar kelembaban udara menjadi kering dan…dingin. Belum lagi kemungkinan terjadi kebakaran yang amat tinggi jika kelembaban itu rendah. Biasanya kelembaban musim dingin berkisar 20-30 derajat.

Pada musim panas, kelembaban akan tinggi dan ini yang menyebabkan kita hidup dalam sauna. Uap-uap air bergentayangan di udara, membuat kita juga susah nafas (aku benci sauna!). Dan di Hongkong ini kelembabannya bisa mencapai 100 persen. Tahunya bagaimana? Tentu saja ada pengukur kelembaban, dan yang pasti Kimiyo, adikku itu punya alat dehumidifier, alat yang menyerap kandungan uap air di udara, dan biasanya dalam waktu setengah hari saja penampungan airnya penuh dan harus dibuang.

jemur di apartemen

Karena apartemen Kim tidak memperbolehkan menjemur baju di jendela luar, maka baju akan dijemur di dalam kamar yang terkena sinar matahari langsung dan setiap malam dipasang alat pengering udara dan AC. Memang di Jepang pun apartemen mewah mengharapkan baju-baju dikeringkan bukan secara alami, tapi memakai mesi pengering baju. Akibatnya apartemen Kim yang memang sudah bagus karena mewah itu juga sedap dipandang karena tidak ada baju-baju melambai-lambai di jendela. Lain sekali dengan kebanyakan apartemen di Hongkong. Pemandangan jemuran baju seakan sudah harus kita terima sebagai bagian dari paket wisata.

pemandangan yang tidak bisa ditutupi demi pariwisata

Satu hal juga yang membuat aku bengong di Hongkong, adalah begitu padatnya kota dengan bangunan apartemen yang kecil tapi tinggi sekali. Aku rasa minimum 20 tingkat tuh. Laksana batang pencil yang ditancapkan pada tanah.  Hongkong amat tidak cocok untukku, yang phobia ketinggian. Meskipun aku tahu pemandangan pada malam hari dari ketinggian itu bagus sekali. Hongkong by night! Tapi… itu kalau tidak terhalang bangunan lain yang juga sama tingginya hehehe.

Malam pertama kami tiba di Hongkong, kami tidak mempunyai tenaga yang cukup untuk mencari restoran di dalam kota. Kim memang mengajak aku pergi makan ke luar, tapi itu berarti kami harus pergi naik bus lagi. Wah aku tidak yakin Kai bisa tahan tidak tidur dalam perjalanan. Dan aku tidak mau menggendong Kai selama perjalanan. Sayang badan(ku).

Restoran apartemen yang menyediakan berbagai menu. Ada mbak Jawa di kanan belakang

Delivery saja! pikirku. Tapi ternyata Kim punya alternatif lebih bagus, yaitu pergi ke restoran dalam apartemennya. What? Dalam apartemen itu ada restoran? Dan ternyata memang ada restoran, ada kolam renang, ada ruang bermain anak-anak, ada perpustakaan dan sarana-sarana lain bagaikan hotel. Dan Riku-pun jatuh hati!

library, katanya Kim, boleh pinjam seenaknya, tanpa ada batas waktu pengembalian. Wah itu namanya gudang buku, bukan perpustakaan

“Mama, aku mau tinggal seperti di apartemen ini…”
“Ngga bisa Riku, selain mahal, Papa Gen tidak suka”
Meskipun pekerjaannya berhubungan dengan perhotelan a.k.a hospitality, Gen paling tidak suka tinggal di hotel atau apartemen mirip hotel. Kalau untuk menginap sampai maksimum 1 minggu sih OK, tapi untuk hidup bertahun-tahun? No way.
“Bayangkan bentuk bangunan yang sama semua, pintunya sama. Apa kamu tidak takut salah mengetuk pintu? Kita bagaikan robot yang masuk kerangkeng yang bertuliskan nomor di atasnya. Belum lagi masalah sosialisasi antar penghuni apartemen. Ribet” Begitu katanya, waktu aku memberitahukannya bahwa ada sebuah kompleks mansion (apartemen) dengan 1000 unit kamar yang dibangun di kota sebelah kami. Kami memang sedang memikirkan pindah rumah, tapi tidak mau ke tempat yang seperti “hotel” yang disukai Riku.

Jadilah kami pergi ke restoran dalam apartemen yang benar-benar penuh! Ternyata banyak penghuni yang juga malas masak! Dan jumlah mereka tidak tanggung-tanggung deh. Setiap table paling sedikit 8 orang,  bapak-ibu, opa-oma, anak-anak + baby sitter….. dan sssttt baby sitter itu berbahasa Jawa.

Kimiyo cerita bahwa banyak baby sitter yang berbahasa Indonesia yang tinggal bersama majikan mereka di apartemen itu. Dan begitu mereka mengetahui Kimiyo berbahasa Indonesia, mereka langsung akrab, dan kadang-kadang memberikan perhatian khusus untuk Ao, anak Kimiyo di taman, sementara Kim nya ngobrol ngalor-ngidul dengan temannya yang lain. Bahasa memang memberikan sentuhan keakraban yang lain dibandingkan dengan jika kita tidak tahu bahasanya.

foto bersama di lobby tower

Tak disangka setelah kembali dari restoran, Masa-san, suami Kim kembali dari kantor dan akhirnya kami melewatkan acara “kekeluargaan” dalam apartemen, termasuk membuat pertunjukan musik dari musician cilik. Yang satu menabuh drum, yang satu gitar, dan ukulele. Keakraban seperti ini akan selalu kami rindukan.

New Grand

29 Des

Nama lengkapnya Hotel New Grand, Yokohama. Terletak persis di depan perairan dan Taman Yamashita (Jangan salah, bukan Miyashita loh…sering sekali orang salah menyebutkan nama keluarga kami). Hotel ini yang dipilih oleh Gen, waktu aku mencari-cari kamar hotel yang kosong secara online untuk tanggal 26 Desember. Padahal aku sebetulnya lebih tertarik pada Royal Park Hotel Yokohama, karena waktu 10 tahun yang lalu, kami tidak jadi menginap di situ dan memberikan jatah kamar kami untuk keluarga yang datang dari Jakarta. Kamar di Royal Park Hotel, yang bersebelahan dengan Landmark Tower  ini mempunyai kamar mandi berjendela bulat sehingga seakan-akan berada dalam Kapal dengan pemandangan pantai Yokohama yang spektakuler, karena kamar teratas berada di tingkat 67. Bayangkan saja…pasti bagus kan.

Tapi memang Hotel New Grand ini adalah hotel klasik, hotel yang kuno karena hotel ini mulai dibangun tahun 1926, dan selesai tahun 1927. Tidak kurang dari Jendral Mac Arthur pernah menggunakan ruangan di hotel ini sebagai ruang kerjanya, sehingga ada ruang suite bed room bernama Ruang Mac Arthur. Harga permalamnya? 140.ooo yen aja (14 juta rupiah saja).

Dan Gen berkata bahwa, seandainya dia menginap di hotel, dia ingin menginap di Hotel New Grand. Aku tadinya pikir mungkin karena dia suka sejarahnya, tapi ternyata setelah kami menginap baru dia sadar bahwa dia telah terpengaruh oleh sebuah film. Film Amerika yang berjudul Somewhere in Time, yang dibintangi Christopher Reeve & Jane Seymour. Nama hotel yang ada di film itu ternyata GRAND HOTEL, Mackinac Island Michigan.

Kebetulan saja namanya sama…. ada grand nya. Soalnya arsitekturnya agak beda deh. Tapi pas aku cari daftar harganya? well hampir sama ….mahalnya hihihi. Dan Gen bilang, kalau gitu nanti anniversary (10 tahun lagi) usahakan di Michigan yuuuk hihihi. Tapi siapa tahu ada kesempatan ke Amerika, biar kamar yang termurah lumayan juga tuh… (Aku sama sekali ngga ada keinginan untuk ke Amerika sih). Ternyata setelah cari keterangan tentang Grand Hotel ini, diketahui bahwa hotel itu tutup selama bulan November-Januari. Jadi sudah tidak bisa deh ke sana untuk merayakan anniversary…(syukurlah hihihi). Kalau mau pergi harus summer.

Jadi setelah kami selesai mengunjungi Rumah Diplomat dan Bluff No 18, kami menuju ke Yamashita-cho, Hotel New Grand Yokohama. Karena kami menginap, kami bisa memarkir mobil kami di parkiran hotel. Kalau tamu biasa belum tentu, karena hotel hanya mempunyai 140 space untuk mobil. Biaya parkir sehari untuk tamu yang menginap 1500 yen. Dan… kami berdua terkejut sekali waktu petugas mempersilakan kami tetap berada dalam mobil dan memasuki LIFT MOBIL.

Biasanya parkir di Jepang memang bertingkat, tapi yang masuk lift hanya mobilnya saja. Pengemudi dan penumpang turun sebelum mobil memasuki lift. Mobil kemudian akan diputar-putar menempati  space yang kosong dengan mesin-mesin yang ada. Tapi di hotel ini ternyata, kami juga harus nunut dalam mobil dan turun ke lantai 4 bawah tanah. Wuiiih, untung berdua Gen dan bukan aku yang nyetir…. Kalau tidak aku bisa semaput kali. (perlu diketahui aku tidak bisa masuk ke ruangan bawah tanah karena panic syndrome. Jadi kita merasa lift bergerak turun, dan saat itu yang aku pikir, “hiii gini kali kalau masuk liang kubur” hihihihi padahal kalau mati kan ngga ngerasa lagi atuh.

Begitu sampai di lantai 4 basement, kami mengeluarkan mobil dari lift, dan parkir mobil seperti biasa. Jadi saking sempitnya lahan parkir, tidak ada space untuk membuat jalan bertangga untuk mobil, dan lift mobil menjadi solusinya. Selanjutnya seperti parkir mobil biasa saja, dan kami naik lift ke lantai satu, lobby, untuk check in. Salah satu servis mereka yang saya rasa bagus adalah mereka tidak mencetak bill kosong dengan kartu kredit kita dulu sebelumnya. Tindakan seperti ini biasanya dilakukan pihak hotel (terutama di Indonesia) untuk menghindari tamu “lari”. Atau biasanya kita wajib membayar uang muka, atau bahkan membayar biaya penginapan di muka jika hanya menginap satu malam. Tapi Hotel New Grand ini tidak melakukan tindakan preventif seperti itu. Entah kenapa.

Karena waktu memesan kamar aku mengatakan bahwa kami menginap untuk memperingati ulang tahun pernikahan, maka kami mendapat hadiah berupa buah, selain dari champagne yang memang termasuk dalam paket yang aku pilih. Tadinya aku pikir dapat buah satu keranjang, eh ternyata cuma satu orange dan dua kiwi. dihh pelit ya hihihi (kalau di Indonesia buah murah sih, jadi hadiahnya bisa buah satu keranjang deh).

Kami diantar ke kamar “Premier Suite” (belum sanggup yang “Presidential Suite”) yang terletak di lantai 17, gedung baru yang merupakan gedung tambahan (annex) dari hotel utama (Hotel utamanya sendiri hanya berlantai 5).  Kamar seluas 64 meter persegi dibagi dua kamar, yaitu kamar tamu dan kamar tidur. Wah serasa di apartemen yang luas euy. Maklum orang Jepang tidak biasa dengan ruangan yang seluas ini.

Kamar mandi terdiri dari bath tub dan dua bilik, yang satu adalah WC dan satu lagi shower room. Dilengkapi dengan cermin besar dan amenities lengkap. Selain itu bagi wanita diberikan hadiah extra perawatan kulit dari Pola cosmetic.

Tapi yang paling super di kamar ini adalah pemandangannya. Kamar kami langsung menghadap ke Minato Mirai, tempat gedung-gedung tinggi termasuk Landmark Tower dan cosmo world berada.  Memang paket yang aku pilih ini judulnya “night view and champagne to welcome a new year”. Sayangnya tidak bisa keluar ke beranda, karena alasan keamanan. Kecuali waktu emergency tentunya. Jadi terpaksa deh memotret dari dalam kamar dengan cara mematikan semua lampu kamar supaya tidak membayang.

Pukul 6:30 kami keluar kamar menuju lantai di bawah kami, lantai 16 tepat “The Club” berada. Hanya penghuni kamar di lantai 15, 16, dan 17 saja yang bisa masuk ke “The Club” ini, dan penghuni kamar biasa di lantai 14 ke bawah juga tidak bisa “naik”  tanpa ada kunci khusus.  The Club menyediakan cocktail sebagai welcome drink.

Setelah minum satu gelas, kami turun ke bawah, melewati taman tengah hotel dan menuju ke Marine Tower. Kami memang belum merencanakan makan malam di mana, karena kami tidak mau terikat waktu dengan mengadakan booking restoran dan lain-lain. Bahkan kalau perlu kami bisa makan hamburger saja, karena ingin menikmati tujuan sesudah makan malam, yaitu mencoba Bar Sea Guardian dan juga champagne di kamar.

Akhirnya kami makan malam di sebuah restoran masakan italia “The Bund” di bawah Marine Tower. Spaghetti clasic, peperoncino dan crab cream spaghetti. Waktu spaghetti datang, kami sempat tertawa karena porsinya kecil sekali. Coba saja lihat perbandingan dengan rokoknya Gen. Tapi untung deh kami tidak pesan tambahan makanan, karena sebetulnya rasanya biasa-biasa saja.

Setelah dari restoran ini, kami jalan-jalan ke China Town yang berjarak hanya 200 meter dari hotel kami. Siapa tahu kami menjadi lapar dan bisa nyemil mie di sana hihihi. Tapi di China Town ini kami akhirnya hanya membeli oleh-oleh kue bulan untuk ibunya Gen, dan CAKWE! Duh seneng sekali mendapat cakwe di sini, karena sudah lama aku tidak membuat bubur ayam. Langsung Gen minta dibuatkan bubur ayam begitu sempat.

Pemandangan China Town di malam hari memang menarik. Lampu-lampu dan lampion, serta hiasan khas cina berwarna merah, emas dan kunis, mengkilau diterpa sinar lampu. Sayang sekali sudah cukup banyak toko yang menjual bahan makanan sudah tutup, sehingga kami memutuskan untuk  kembali ke hotel.

The night sill young….  Baru jam 9 malam. Jadi kami bukannya kembali ke hotel malah berjalan terus ke arah laut. Yamashita Park. Persis di posisi depan hotel, dilabuhkan kapal Hikawamaru, yang merupakan kapal pelatih. Kapal ini dihiasi lampu di sepanjang badannya sehingga menggoda untuk difoto.

Karena angin laut semakin dingin, kami akhirnya kembali ke hotel, dan menuju ke Bar Sea Guardian. Ternyata penuh sehingga kami diminta untuk menunggu saja di kamar, untuk kemudian ditelepon jika sudah ada kursi kosong. Dan sementara kami menunggu telepon, kami menikmati champagne di kamar, sambil memandang pemandangan malam hari lewat jendela.

Setelah mendapat telepon, kami pergi ke Bar Sea Guardian. Kami pikir harga-harga minuman di Bar Sea Guardian itu mahal, ternyata tidak seberapa juga, dan memang kami tidak memesan lebih dari satu jenis minuman masing-masing, karena masih ada tiga perempat  botol champagne yang musti dihabiskan.

Ada satu penemuanku di Bar ini, yaitu cream cheese. Ternyata enak euy. Biasanya kami makan Camembert atau Blue cheese, sehingga kebanyakan keju yang umum sudah kami ketahui rasanya. Justru cream cheese yang sebetulnya biasa (karena biasanya dipakai sebagai bahan pembuat cheese cake) menjadi istimewa karena rasanya lain daripada yang lain.

Well memang sesuatu yang istimewa bisa jadi biasa saja, atau malah kebalikan sesuatu yang biasa bisa menjadi sangat istimewa, tergantung kita menyikapinya. Itulah hidup….. (duh filosofis sekali yah hihihi)

Dan setelah tanggal berganti menjadi 27 Desember, kami kembali ke kamar dan menikmati night view…. di luar dan di dalam 😉

foto lengkap hotel bisa dilihat di :

http://www.facebook.com/