PKK

28 Apr

Aku bukan mau membahas soal Perempuan Kurang Kerjaan loh, tapi Pelajaran Ketrampilan Keluarga di Sekolah Dasar.

Masih ingat pelajaran PKK di SD? Aku sih cuma ingat pernah coba merajut, menyulam membuat saputangan/celemek. Tapi lupa kelas berapa.

Di Jepang pelajaran PKK dimulai kelas 5. Waktu pameran hasil pelajaran PKK kelas 5 dan 6 di sekolahnya Riku, aku bisa lihat mereka membuat tas kain dan celemek. Dan hasilnya benar-benar bagus deh. Kalau ini pameran di Indonesia aku akan merasa yakin hasil itu dibuatin ibu atau tukang jahit deh hehehe (berdasarkan pengakuan salah satu teman di SMA, dia menyuruh tukang jahit tuh hihihi). Tapi anak SD di Jepang? Mungkin juga ortunya ya? Karena Riku belum kelas 5, ya aku belum tahu… nanti ya aku cari tahu 😀

Anak-anakku sejak kecil memang sudah menunjukkan minat pada pekerjaan rumah tangga. Kalau mereka lihat aku mengepel, mereka juga mau. Tapi hasilnya …becek di mana-mana. Kalau memang aku lagi “ngga angot” ya aku perbolehkan mereka membantu, tapi kalau lagi “High Voltage” aku bilang lain kali aja ya, soalnya mama buru-buru 😀

Setiap kali aku mau membuat kue pasti berebut yang mau memecahkan telur atau memutar mixernya. Tapi tentu saja mereka juga yang pertama mau memotong jika sudah jadi.

Tadi pagi ada kejadian yang membuat aku tercengang. Si Kai (3th) membungkus buku dengan selebaran seperti membungkus untuk kado. Dia minta diambilkan selotip, sehingga aku beri saja. Dan hasilnya cukup rapih loh. Padahal aku tidak pernah membungkus kado di rumah. Dia belajar atau melihat dari mana ya?

Kai membungkus buku dengan kertas pamflet toko + selotip. Kanan: hasil bungkusannya

Nah, kalau Riku (8th) waktu dia melihat aku menjahit label nama untuk seragam TKnya Kai beberapa waktu yang lalu, dia minta diajarin menjahit. Jadi aku ajarkan saja dulu cara memasukkan benang, membuat simpul dan jelujur. Tengah-tengah melakukan jelujur dia bosan hihihi.

Riku belajar memasukkan benang ke jarum. Yah sebentar lagi mama ngga bisa liat loh, musti minta bantuan kamu 😀

Tapi pada prinsipnya, aku selalu membiarkan anak-anak untuk mencoba berbuat sesuatu, sepanjang tidak berbahaya. Aku juga membiarkan mereka berkreasi dengan bahan yang ada. Setiap ada kardus bekas, Riku minta katanya mau membuat robot-robotan atau ntahapabentuknya. Jadi harap maklum ya kalau rumahku itu berantakan dan jika mau ada tamu membereskannya butuh waktu lama 😀 (alasan hihihi). Anak-anak memang harus diberi kebebasan. Bisa baca di tulisan Desri di 3 Contoh Pembunuh Kreativitas Anak.

Tulisan ini juga terinspirasi oleh tulisannya Devyi Yudhistira yang “Belajar di Dapur“.

Bongkar foto jadul ada foto Riku belajar buat kue waktu umur 3 th. Tanpa ada rival, dia punya waktu banyak bersamaku. Sekarang setiap Kai mau belajar, mesti diganggu oleh kakaknya yang juga mau membantu...susah deh 🙁