Seratus tahun lalu, seorang wanita berkelahiran 12 Mei yang berhati mulia meninggal dunia. Selama 100 tahun sejak kematiannya dunia keperawatan tetap melanjutkan karyanya. Berkat dia sebuah profesi bernama “perawat” tercipta dan banyak orang sakit tertolong dan mendapatkan kesembuhan.Dia adalah Florence Nightingale (12 Mei 1820 – 13 Agustus 1910), seorang perawat, penulis dan ahli statistik. Dia mendirikan sekolah perawat di RS Thomas London tahun 1860.
Tepat hari ini 72 tahun yang lalu, seorang wanita yang bagiku berhati mulia lahir. Dan dari rahimnya aku lahir. Memang karyanya tidak bisa dibandingkan dengan “The Lady with the Lamp” julukan Miss Nightingale yang begitu hebat. Tapi ada sedikit kesamaan yaitu pernah belajar keperawatan di St Carolus. Alasannya masuk waktu itu hanya karena ingin belajar, tetapi tidak punya uang. Jika belajar menjadi perawat, tidak perlu membayar, malah akan digaji. Dan ternyata dia tidak bisa tahan bekerja sebagai perawat. Seorang perawat tidak boleh takut jarum suntik bukan? Kemudian dia beralih profesi menjadi sekretaris di sebuah perusahaan minyak yang akhirnya bertemu dengan papaku.
Aku banyak belajar dari mama. Katanya, “perempuan harus pintar! Harus bisa apa saja. Kamu tidak bisa hanya bercita-cita menjadi ibu rumah tangga saja. Bagaimana kamu mau menjadi ibu rumah tangga jika tidak bisa berhitung, tidak bisa ini itu. Iya kalau suami kamu baik, kalau jahat dan kamu disiksa, ditinggal? Atau kalau suami kamu kehilangan pekerjaan? Perempuan harus bisa semua”. Dia bisa memperbaiki seterika yang mati. Dia juga pernah mengadakan operasi kecil waktu kaki adikku kemasukan duri. Dia bisa mengurus rumah seluas 150 meter dan kebun 850 meter sendirian! Dan…aku jarang melihat dia tidur….
Aku senang lahir sebagai anak pertama. Bisa mendengarkan ceritanya tentang ini itu. Tentang penderitaannya waktu kecil, terlahir dari keluarga dengan 7 anak. Yang terpaksa tinggal bersama keluarga jauh di Yogyakarta waktu Jepang datang. Yang makan seadanya, sisa-sisa dari bapak ibu yang merawatnya. Yang tidur di emperan kolong teras. Yang harus pindah sana sini untuk hidup bersama kakak-kakak lelakinya, dan mengalami masa sulit dengan istri-istri mereka. Akhirnya pergi ke Jakarta untuk belajar menjadi perawat.
Setiap mama cerita aku hanya bisa mendengarkan dan menitikkan air mata. Aku tidak bisa memberikan pelukan untuknya, atau belaian di kepalanya seperti yang Kai dan Riku berikan untukku kalau aku menangis. Aku memang kaku sekali waktu kecil, tidak bisa mengungkapkan kasih sayangku untuknya. Hanya bisa menunduk dan menangis. Dan mama juga tidak berusaha memelukku. Bagaimana bisa? Dia juga tidak pernah merasakan dipeluk ibunya yang meninggal saat dia berusia 4 tahun. Dia tidak tahu apa pentingnya skinship saat itu. Di mataku, mama adalah ibu yang tegar dan disiplin. Dan aku tahu, tentu sulit membagikan kasih sayang secara eksplisit pada ke tiga putrinya di samping mengatur rumah tangga. Meskipun aku tahu bahwa dia sangat menyayangi kami.
Tapi, cerita mama tidak hanya tentang kesengsaraannya saja. Dia banyak bercerita bagaimana dia menabung dan mengikuti kursus ini itu, terutama bahasa Inggris. Dia mengambil diploma untuk bahasa Inggris dan mengetik. Waktu luangnya selalu dipakai untuk belajar, belajar dan belajar. Betapa bangganya aku juga waktu dia bercerita bahwa ketikannya amat cepat sehingga semua yang ada di kantor menoleh padanya. Jaman teleks baru dimulai, dia termasuk orang yang pertama menggunakannya. Dengan pinggang kecil, rok lebar, baju putih dan rambut yang panjang, dia memukau orang. Bukan saja dengan kecantikan tapi juga dengan kepandaiannya, meskipun dia tidak bersekolah tinggi.
Aku tak pernah bisa mengalahkannya dalam berhitung. Belum sempat menekan tombol sama dengan pada kalkulator, mama sudah menyebutkan jawabannya. Dia selalu punya cara menghitung yang aneh dan cepat. Sampai semua penjual terheran-heran, dan mungkin dengan terpaksa menjual barang ke mama dengan harga murah. Karena mama menawar keseluruhan harga barang, bukan satu persatu. Dan jangan pernah bertengkar soal arah pada mama. Dia pengingat jalan yang baik, meskipun dia sering salah berbahasa Indonesia. Dia tetap sulit menyebutkan mana yang kiri dan mana yang kanan. Lebih baik tanya links (kiri) atau recht (kanan).
Mama, mungkin sekarang mama sudah sukar bercerita tentang masa lalu. Aku sedih waktu aku bercerita soal toneel, pertunjukan musik pertama yang mama lakukan, mama hanya bisa memukul Cymbal dan kemudian menjatuhkannya. Cymbal itu menggelinding jatuh di panggung dan menjadi bahan tertawaan pengunjung. Mama pernah ceritakan itu padaku, dan waktu aku tanyakan saat itu, mama sudah lupa. …. sedih memang mengetahui bahwa orang tua kita makin melemah, baik fisik maupun pikiran. Tapi ma, cerita-cerita mama selalu aku ingat.Sedangkan cerita saja aku ingat, apalagi cinta dan kasih mama sebagai seorang mama…
Ma, Selamat ulang tahun yang ke 72. Di telepon kemarin, mama bercanda mengatakan “Aku sudah tua, hanya tinggal menunggu Tuhan memanggil”. Tapi ingat ma, Tuhan memanggil siapa saja kapan saja tanpa kita tahu kan. Jadi selama kita hidup, aku mau terus mengatakan bahwa aku sayang mama, meskipun mungkin aku tak pernah bisa memeluk mama selalu. Atau bahkan kalau aku pulang liburan nanti pun, belum tentu aku bisa memeluk mama seperti Riku dan Kai memeluk aku. Karena aku dan mama tahu…. pelukan itu berat. Kita bisa tenggelam dalam pelukan itu, dan tidak mau melepaskannya…. selamanya.
(Dan aku tambah menangis sambil menulis ini karena Koalaku, si Kai menghampiri dan memeluk, membelai kepalaku dan berkata, “ii ko ii ko”…anak baik…anak baik…)
Ah, aku selalu menulis sambil menangis, jika berbicara soal Mama. Maafkan aku ma… Aku hanya ingin mengungkapkan rinduku padamu. Itu saja. Dan aku yakin Tuhan akan melindungi mama dan papa, memberikan berkatnya pada mama dan papa. Sama seperti tadi pagi, ketika pastor memberikan berkat, hosti dan anggur langsung untuk mama dan papa. Semoga hidup kita semua selalu bersandar padaNya, karena hanya Dia sang empunya hidup kita.
Selamat ulang tahun ke 72, Maria Elizabeth Mutter-Coutrier
dan selamat pernikahan ke 43 untuk mama dan papa tercinta
dari imelda -gen-riku-kai