DPR yang di bawah pohon rindang

26 Mei

Aku yakin semua pembaca TE belum pernah mencoba potong rambut di DPR a.k.a di bawah pohon rindang. Kalaupun ada paling 1-2 orang saja. Masalahnya keberanian kita apakah kita bisa merelakan potongan rambut pada tangan-tangan yang belum tentu dipercaya. Aku katakan belum tentu, karena biasanya kita mempunyai kapster atau pemotong rambut yang sudah tetap, atau langganan yang sudah tahu selera kita, bentuk kepala kita, dan kita menyerahkan penampilan rambut kita untuk beberapa waktu ke depan pada kapster tersebut.

Aku sendiri sekarang tidak mempunyai kapster tetap. Dulu sekali aku ingat aku sering memotongkan rambut pada Indra dan temannya, lupa namanya, yang punya salon di depan gereja St Johannes Penginjil, Jl Melawai Raya. (Ada yang tau ngga ya? hihihi) Tuh kan, nama salonnya aja lupa hehehe. Katanya sih si Indranya akhirnya punya salon sendiri di Jl Wolter Monginsidi…tapi aku tidak “mengejar” dia ke sana.

Lebih lama lagi sebelumnya, aku sering memotongkan rambut pada salah satu tante yang memang belajar memotong rambut dan akhirnya bekerja di salon. Harga saudara…(meskipun mungkin loh, harga saudara itu justru lebih mahal dari harga resmi hehehe). Intinya, aku tidak keberatan menjadi kelinci percobaan 😉 siapapun juga.

Riku dan Kai dengan rambut baru. Riku membacakan picture book untuk Kai. Tugasku berkurang satu deh. Senangnya Riku sudah bisa membaca (bahasa Jepang)

Nah, kemarin malam aku memotong rambut kedua anakku, Riku dan Kai. Karena Riku mau dipotong dan bekerjasama alias tidak bergerak sana-sini, potongan rambutnya lumayan bagus. Dan Kai melihat kakaknya dipotong dia juga mau dipotong, sehingga memberikan kesempatan padaku untuk “membereskan” potongan poninya yang miring-miring waktu itu. Aku sendiri juga selalu memotong rambut sendiri. Sering ditanya bagaimana caranya? Ya potong saja depannya dulu, lalu samping kiri kanan, lalu belakang di bagi dua ke kiri dan ke kanan. Jadi deh. Lagipula rambutku memang keriting jadi kalaupun tidak sama panjangnya juga tidak terlihat. Nanti akan ada beberapa hari kesempatan memperbaiki potongan yang keluar-keluar.

Memang sih kalau bisa ke salon aku juga mau ke salon. Terakhir aku ke salon di Indonesia kalau mudik (that means last agust). Pergi ke salon di depan RSPP, potong kalau tidak salah harganya 80.000 rupiah saja! Untung aku tidak neko-neko, tidak perlu creambath, keriting, dicat dsbnya. Memang aku mewarnai rambutku tapi selalu cat sendiri, membeli cat rambut yang sudah jadi. Terakhir ke salon di Jepang? Setahun setelah melahirkan Riku, yaitu tahun 2004. Dan karena itulah aku juga berhenti ke salon di Jepang.

Kenapa berhenti? Karena waktu itu aku harus membayar 16.000 yen! Weks untuk potong dan cat aku harus membayar 1,6 juta rupiah! Potongnya saja biasanya standar 4000 yen kalau salon. Wait… tunggu dulu deh kalau begitu. Mending aku tahan sampai mudik ke Jakarta… Padahal aku juga pernah kena “ketok” potong rambut di Jakarta sampai lebih 1 juta! hahaha. Lihat lokasi deh kalau mau potong. Biarpun sama-sama nama salon berinisial “RS” ternyata lain-lain tarifnya. (Ih pasti gue diketawain nih sama yang baca postingan ini … gue juga berasa dungu banget waktu musti bayar dan bengong dibilang harganya…. emang sih dipaksa-paksa beli cream produk “ker*stase”…yang gue buta banget soal merek!)

Tapi memang pelayanan di salon Jepang hebat! Waktu dicuci rambutnya, pertama muka kita akan ditutup saputangan sehingga tidak usah melihat MUKA SI PENCUCI…bagaimanapun juga risih kan tuh hadap-hadapan langsung face to face. Aku tidak tahu apakah sudah ada salon di Indonesia yang memikirkan seperti ini. Lalu ditanya suhu air showernya, kepanasan atau tidak. Massage atau pijat sudah termasuk dalam service. Memang tidak ada makanan yang ditawarkan hanya minum gratis, tidak seperti di Jakarta, bisa tuh pesan sate ayam hahaha. Tapi sate ayam dan minuman yang dipesan kan harus bayar sendiri! Dan satu lagi di sini TIDAK PERLU memberikan tip. Kadang aku bingung bagaimana dan berapa memberikan tip di salon Jakarta. Yang nyuci, yang motong dan yang ngeblow…huh ribet deh!  Trus ngasihnya gimana? Kalau pelanggannya tante-tante tuh aku suka liat memasukkan tipnya ke celana yang motong (biasanya cowo) sambil meraba-raba lama deh hahaha. asyiiik …..

TAPI sebetulnya di Jepangpun ada tempat potong rambut yang murah. Cukup membayar 1000 yen (100.000 rupiah) tapi tanpa cuci, tanpa blow, tanpa cat (coloring), tanpa  keriting (perm), tanpa shaving segala. Nama tokonya QB House. Tadinya kusangka singkatan dari Quick Barbershop tapi waktu lihat websitenya ternyata Beaute Quatre. Motto mereka 10 menit 1000 yen. Dimulai tahun 1996, perusahaan ini memanfaatkan tempat-tempat strategis, seperti di stasiun, dengan jaminan 10 menit bisa dipotong rambutnya (tentu saja lebih lama kalau antri). Menurut mereka, mereka menyediakan pelayanan ini bagi orang Jepang yang selalu sibuk dan menghargai waktu. Tapi menurutku mereka telah membaca keperluan masyarakat Jepang yang memang sedikit waktu ditambah dengan pemikiran tidak mau mengeluarkan uang banyak untuk hal yang bisa dilakukan sendiri. Memotong rambut sendiri memang membutuhkan keberanian dan ketrampilan tersendiri. Dan toko ini sangat berhasil, karena dalam jangka waktu lebih dari 10 tahun (14 tahun tepatnya) mereka telah mempunyai tempat potong 395 dengan pengguna 12.000 orang.

Di depan QB Ikebukuro, tempat potong rambut 10 menit 1000 yen

Cuma memang kalau dilihat kita manusia yang akan dipotong rambutnya di QB House ini seperti barang saja. Karena tanpa cuci, untuk menghilangkan potongan rambut kecil-kecil di kepala dan badan, mereka memakai alat yang bernama  “Air Washer”…padahal sebetulnya ya kerja sama dengan penyedot debu! Tapi aku sih no problem sama sekali, meskipun aku belum pernah mencobanya. Gen hampir selalu pergi ke QB house kecuali mendadak perlu terpaksa mengeluarkan 4000 yen di barbershop samping rumah. Riku juga kadang diajak Gen potong rambut di sini. Soalnya Gen tidak mau kalau aku potong sih…takut kalau jelek tuh hehehe.

Padahal sudah cukup banyak loh “KORBAN”ku. Mulai dari Tina, adikku saat aku masih mahasiswa dulu, dengan hasil yang…terrible. Tapi semenjak di Tokyo lumayan deh pelangganku, termasuk mama (juga kalau aku ke jakarta), mahasiswa yang rela dijadikan kelinci percobaan seperti Wen…kemana ya tuh anak? Lalu kedua anakku, diriku sendiri dan EKA …yuhuuuu Ekawati Sudjono, bagaimana testimoni kamu tentang Imelda si kapster? hihihi.

Siapa lagi yang mau daftar jadi kelinci percobaanku? Gratis loh! Dukan di bawah pohon rindang, tapi di kursi depan televisi hihihi. Kalau ke sini, malah dikasih makan hahaha… Tapi dengan menandatangani surat perjanjian (ini PENTING!) tidak akan mengeluh atau komplain kalau hasilnya jelek ya :). Tapi kalau di Jakarta,menerima panggilan juga kok, tapi transportasi+konsumsi situ yang tanggung ya 🙂 (konsumsinya di GI atau PS atau PP ya! hahaha)

NAH, buat yang berdomisili di Jepang juga perlu membaca tulisannya sahabatku (cihuy) yang satu ini, di Mari Potong Rambut. Mampir dan berikan komentar ya hihihi. (Yang punya blog…layani dengan baik ya tamu-tamuku ini 😀 )